Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

IDENTIFIKASI KEMIRINGAN LERENG Di KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MANADO BERBASIS SIG

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

HASIL PENELITIAN ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DENGAN SIG (STUDI KASUS: KECAMATAN TUTUYAN)

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT, KABUPATEN MINAHASA SELATAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN WONOSOBO TUGAS AKHIR

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat!

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. negara ini baik bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api)

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

EVALUASI KERAWANAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KECAMATAN KAIDIPANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR

Irfan Budi Pramono Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

BAB III GAMBARAN UMUM

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

Transkripsi:

KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG BERAPI DI KOTA TOMOHON Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ ¹Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, ² dan ³ Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Sam Ratulangi Abstrak Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kawasan rawan gunung berapi adalah kawasan yang berpotensi tinggi mengalami bencana akibat letusan gunung. Permasalahan perkembangan Kota yang semakin pesat memberikan dampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk sarana permukiman. Hal ini mendorong berkembangnya aktivitas pada kawasan yang tidak sesuai peruntukkannya sebagai kawasan permukiman termasuk pada kawasan rawan gunung berapi. Untuk itu diperlukan analisis kesesuaian lahan permukiman khususnya pada kawasan yang masuk dalam kawasan rawan bencana gunung berapi di Kota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan analisis spasial dengan bantuan alat analisis GIS (Geography Information System). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan bencana gunung berapi di Kota. Berdasarkan hasil studi kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan bencana gunung berapi di Kota berdasarkan persebaran kawasan permukiman menunjukkan kawasan permukiman yang lokasinya tidak sesuai adalah seluas 6 Hektar dengan prosentase 0,6% dari luas persebaran kawasan permukiman di Kota dan berdasarkan peruntukkan kawasan permukiman pada RTRW Kota menunjukkan kawasan permukiman yang lokasinya tidak sesuai adalah seluas 6 Hektar dengan prosentase 0,4% dari luas kawasan peruntukkan permukiman pada Rencana Pola Ruang RTRW Kota. Kata Kunci : Kesesuaian Permukiman, Gunung Berapi, Kota PENDAHULUAN Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Proses penyusunan pola pemanfaatan ruang untuk penentuan kawasan peruntukan permukiman dilakukan dengan mengacu pada hasil analisis kesesuaian lahan. Bencana alam adalah suatu peristiwa yang berdampak merugikan bagi manusia. Bencana alam yang banyak menibulkan korban jiwa salah satunya adalah gunung meletus (BNPB,2008). Kawasan rawan bencana gunung berapi adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana akibat letusan gunung berapi. Wilayah Kota memiliki karakteristik topografi yang bergunung dan berbukit dan memiliki 2 buah gunung api aktif yaitu Gunung Lokon dan Gunung Mahawu. Permasalahan perkembangan Kota yang semakin pesat memberikan dampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk sarana permukiman. Hal ini mendorong berkembangnya aktivitas pada kawasan yang tidak sesuai peruntukkannya sebagai kawasan permukiman termasuk pada kawasan rawan gunung berapi. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dan tingginya intensitas aktifitas manusia dalam mengubah tata guna lahan akan mempertinggi tingkat resiko pada daerah rawan letusan. 136

Untuk itu diperlukan analisis kesesuaian lahan permukiman khususnya pada kawasan rawan bencana gunung berapi untuk mengetahui bagaimana kesesuaian lahan permukiman pada kawasan yang masuk dalam kawasan rawan bencana gunung berapi di Kota. KAJIAN TEORI Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Kesesuaian Lahan Permukiman Menurut Muta ali Lutfi (2013:129) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan peruntukan permukiman diantaranya : Topografi datar sampai bergelombang (lereng 0-25%); tersedia sumber air; tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir erosi abrasi, tsunami); drainase baik sampai sedang; tidak berada pada wilayah sempadan sungai/ pantai/ waduk/ dnau/ mata air/ saluran pengairan/ rel kereta api dan daerah aman penerbangan; tidak berada pada kawasan lindung; tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga; menghindari sawah irigasi teknis. Kawasan Rawan Gunung Berapi Kawasan rawan bencana gunung berapi adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana akibat letusan gunung berapi (Muta ali, 2013) Tipologi Kawasan Rawan Gunung Berapi Berdasarkan Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi (Perturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2007) 1. Tipe A/KRB I Kawasan yang berpotesi terlanda banjir lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava; Kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu pijar; Kawasan yang memiliki tingkat risiko rendah (berjarak cukup jauh) dari sumber letusan; Pada saat terjadi bencana letusan, masih memungkinkan manusia untuk menyelamatkan diri, sehingga risiko terlanda banjir masih dapat dihindari; Penggunaan ruang pada kawasan tipologi A/KRB I dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan budi daya seperti kegiatan kehutanan, industri, perdagangan dan perkantoran, permukiman, dan pariwisata di kawasan perkotaan. Namun pengembangan kegiatan budi daya tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang. 2. Tipe B/KRB II Kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran panas dan gas beracun; Kawasan yang memiliki tingkat risiko sedang (berjarak cukup dekat dengan sumber letusan), risiko manusia untuk menyelamatkan diri pada saat letusan cukup sulit, kemungkinan untuk terlanda bencana sangat besar; Penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi B/KRB II dapat diperuntukkan bagi kegiatankegiatan budi daya seperti pada tipologi A/KRB I, namun dengan syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan tinggi. 3. Tipe C/KRB III Kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran panas dan gas beracun; Kawasan yang memiliki risiko tinggi (sangat dekat dengan sumber letusan). Pada saat terjadi aktivitas magmatis, kawasan ini akan dengan cepat terlanda bencana, makhluk hidup yang ada disekitarnya tidak mungkin untuk menyelamatkan diri; Penggunaan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi C diarahkan dengan pendekatan konsep penyesuaian lingkungan, yaitu upaya untuk menyesuaikan dengan kondisi alam, dengan lebih menekankan pada upaya rekayasa kondisi alam yang ada; 137

Untuk kawasan rawan letusan gunung berapi tipologi C ini penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung, sehingga untuk dilindungi. METODOLOGI Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada wilayah Kota dengan luas wilayah sebesar 14.715 Ha. Gambar 1. Administrasi Kota Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penilitian deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kejadian dan dilakukan dengan pendekatan analisis spasial dengan bantuan alat analisis GIS (Geography Information System). Teknik yang digunakan adalah overlay peta dan analisis skoring. Teknik Analisis Data Gambar 2. Teknik Analisis Data Sumber : Penliti, 2016 Teknik analisis data terdiri dari 3 tahap, yaitu : 1. Analisis Kesesuaian Lahan; untuk penentuan kawasan lindung, penyangga dan budidaya dengan menggunakan pedoman SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 tentang Tata Cara Penentuan Kawasan Lindung dan Budidaya. Analisis kesesuian lahan diperoleh dari hasil overlay peta kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan. Selanjutnya untuk menentukan kelas kesesuian lahan sesuai peruntukannya digunakan analisis skoring. Skoring total kesesuian lahan merupakan penjumlahan dari skor kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan. Berikut nilai skornya : Tabel 1. Tabel Kelas Lereng dan Nilai Skor No Kelas Lereng Deskripsi Skor 1. I 0-2% Datar 20 2. II 2-15% Landai 40 3. III 15-25% Agak 60 Curam 4. IV 25-45% Curam 80 5. V >45% Sangat Curam 100 Sumber :SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Tabel 2. Tabel Curah Hujan dan Nilai Skor No Interval (mm/tahun) Daskripsi Skor 1. 0-2000 Sangat rendah 10 2. 2000-2500 Rendah 20 3. 2500-3000 Sedang 30 4. 3000-3500 Tinggi 40 5. >3500 Sangat tinggi 50 Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Tabel 3. Tabel Kelas Tanah Menurut Kepekaan Erosi dan Nilai Skor Kelas Jenis Tanah I Alluvial, Tanah Gley, Planosol, Deskripsi Skor Tidak Peka II Latosol Kurang III Peka Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 15 30 Brown Forest, Nonn Ca Peka 45 Brown, Mediterania IV Adesol, Lateric, G Peka 60 V Rebosol, Litosol, Renzi Sangat Peka 75 138

Dari ketiga faktor skor tersebut 3. Evaluasi Kesesuaian Lahan maka dijumlah untuk menetapkan Permukiman Pada Kawasan Rawan kesesuaian lahan suatu kawasan tertentu Gunung Berapi di Kota untuk kawasan budidaya, penyangga dan Selanjutnya dilakukan evaluasi pelindung. Adapun skor total untuk kesesuaian lahan permukiman pada kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai kawasan rawan gunung berapi yang berikut : terdiri dari 2 evaluasi yaitu : Tabel 4. Kriteria dan Tata Cara a. a.berdasarkan persebaran eksisting Penetapan Kawasan Lindung dan kawasan permukiman di Kota Budidaya b. b.berdasarkan peruntukan kawasan No. Fungsi Kawasan Total Nilai Skor permukiman pada Pola Ruang RTRW 1. Kawasan Lindung >175 Kota Tahun 2013-2033. 2. Kawasan Penyangga 125-174 3. Kawasan Budidaya <125 Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 2. Analsis Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Lokasi Permukiman Pada Kawasan Rawan Gunung Berapi di Kota Selanjutnya hasil overlay peta kesesuaian lahan dioverlay dengan peta kawasan rawan letusan gunung berapi untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan untuk permukiman. Hasil overlay dibagi kedalam 4 kelas yaitu : a. Kelas Layak Bangun Kawasan yang tidak berada pada kawasan rawan letusan gunung berapi baik KRB I, KRB II dan KRB III. Serta bukan merupakan kawasan lindung/kawasan penyangga. b. Kelas Layak Bangun (Membutuhkan Kawasan yang berada pada kawasan rawan letusan gunung berapi I/KRB I, dan juga bukan merupakan kawasan lindung/kawasan penyangga. c. Kelas Layak Bangun (Sangat Membutuhkan Kawasan yang berada pada kawasan rawan letusan gunung berapi II/KRB II, dan juga bukan merupakan kawasan lindung/kawasan penyangga. d. Kelas Tidak Layak Bangun Kawasan yang berada pada kawasan rawan letusan gunung berapi III/KRB III, dan juga masuk dalam kawasan lindung/kawasan penyangga. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan diperoleh dengan melakukan overlay peta curah hujan, kemiringan lereng dan peta jenis tanah di Kota. Selanjutnya digunakan analisis skoring untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk peruntukannya. Dalam penentuan kawasan lindung dan kawasan budidaya ini digunakan pedoman dari SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 a. Curah Hujan Kota Wilayah Kota didominasi curah hujan pada interval 0-2000 mm/tahun dengan prosentase 65% dari luas wilayah Kota yang memiliki luas 9555,25 Hektar. Tabel 5. Rata-rata Curah Hujan Per Tahun di Kota Interval Curah Hujan (mm/tahun) Skor Luas (Ha) Prose ntase 0-2000 10 9555, 65% 25 2000-2500 20 4407, 30% 28 2500-3000 30 752,7 5% 0 3000-3500 40 0,00 0% >3500 50 0,00 0% 139

Tanah vulkanik digolongkan ke dalam jenis tanah jenis tanah latosol dimana merupakan jenis tanah yang kurang peka menurut tingkat kepekaan erosi dengan prosentase 100% dari luas wilayah Kota. Gambar 3. Peta Curah Hujan Kota b. Kemiringan Lereng Kota Berdasarkan peta kemiringan lereng, persebaran kemiringan lereng di Kota didominasi dengan kemiringan lereng landai sebesar 2-15% yaitu berada pada bagian tengah perkotaan dengan luas total yaitu 6447 Ha atau 44% dari luas wilayah Kota. Tabel 6. Kemiringan Lereng Kota Kemiringan (%) Skor Luas Prosentase (Ha) 0 2 20 1901 13% 2 15 40 6447 44% 15 25 60 3322 23% 25 40 80 2664 18% >4 0 100 377 2% Gambar 5. Peta Jenis Tanah Kota Berdasarkan ketiga parameter yaitu Peta Curah Hujan, Kemiringan Lereng dan Jenis Tanah selanjutnya dengan menggunakan aplikasi GIS dioverlay untuk dapat menetapkan kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya, kawasan penyangga dan kawasan lindung. Hasil skoring merupakan penjumlahan dari skor curah hujan, kemiringan lereng dan jenis tanah. Hasil perhitungan skoring terhadap ketiga variabel yaitu kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7. Kesesuaian Lahan di Kota Berdasarkan Hasil Analisis Overlay dan Skoring No Kawasan Luas (Ha) Prose ntase 1. Kawasan Budidaya 13139 90% Gambar 4. Peta Lereng Kota 2. Kawasan 1547 10% Penyangga 3. Kawasan Lindung 0 0% c. Jenis Tanah Kota Dikarenakan Kota berada pada daerah pegunungan dan memiliki 4 gunung berapi dan 2 diantaranya masih merupakan gunung aktif sehingga jenis tanah di Kota seluruhnya merupakan jenis tanah Vulkanik. 140

Gambar 6. Peta Analisis Kesesuaian Lahan di Kota Berdasarkan hasil overlay menggunakan ketiga variabel diatas diperoleh hasil dengan luas peruntukan kawasan yang dominan di Kota adalah Kawasan Budidaya karena berdasarkan hasil overlay memiliki skor <125 dengan luas wilayah 13.139 Hektar atau 90% dari luas wilayah Kota. 2. Analisis Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Lokasi Permukiman Pada Kawasan Rawan Gunung Berapi di Kota Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi terbagi menjadi 3 kawasan yaitu Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, Kawasan Rawan Bencana (KRB) II, dan Kawasan Rawan Bencana (KRB) III. Ketiga kawasan ini dibagi berdasarkan perbedaan dari jenis dampak yang akan dialami apabila terjadi letusan pada gunung berapi. Gambar 7. Peta Kawasan Rawan Gunung Berapi di Kota Tabel 8. Radius KRB Gunung Lokon dan Gunung Mahawu No KRB Radius G. Lokon G. Mahawu 1. I 5 km 7 km 2. II 3,5 km 5 km 3. III 3 km 1,5 km Analisis kelas kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan gunung berapi diperoleh dengan melakukan overlay terhadap peta kesesuaian lahan dengan peta rawan letusan gunung berapi di Kota. Berdasarkan data hasil overlay tersebut maka luas pada setiap kelasnya dijelaskan pada tabel dibawah ini : Tabel 8. Hasil Analisis Overlay Kesesuaian Lahan Permukiman Pada Kawasan Rawan Gunung Berapi di Kota No Kelas Kesesuaian Permukiman Luas (Ha) 1. Layak Bangun 5091 35% 2. Layak Bangun (Membutuhkan 3. Layak Bangun (Sangat Membutuhkan 4. Tidak Layak Bangun 3124 21% 4120 28% 2380 16% Prosentase Berdasarkan tabel diatas menunjukkan, kelas layak bangun yang menjadi dominan memiliki luas 5091 Hektar dengan prosentase 35% Untuk kawasan Layak Bangun (Membutuhkan ymemiliki luas 3124 Hektar dengan prosentase 21%. Kawasan ini diperbolehkan untuk dilakukan pengembangan kegiatan permukiman namun dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang. Untuk Kawasan Layak Bangun (Sangat Membutuhkan Perhatian Khusus) memiliki luas 4120 Hektar dengan prosentase 28%. Kawasan ini diperbolehkan untuk dilakukan pengembangan kegiatan permukiman 141

namun dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan tinggi. Sedangkan untuk Kawasan Tidak Layak Bangun memiliki luas 2380 dengan prosentase 16%. Kawasan ini pada umumnya berada disekitar Kawasan Gunung Lokon dan Gunung Mahawu. Gambar 8. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Lokasi Permukiman pada Kawasan Rawan Gunung Berapi Kota 3. Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Pada Kawasan Rawan Gunung Berapi di Kota Evalusi kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan gunung berapi di Kota ini terbagi menjadi 2, terhadap persebaran eksisting permukiman di Kota dan terhadap rencana pola ruang pada RTRW Kota. Evaluasi ini dilakukan dengan teknik overlay peta kelas kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan letusan gunung berapi di Kota dengan peta eksisting persebaran kawasan permukiman di Kota dan teknik overlay peta kelas kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan letusan gunung berapi di Kota dengan peta rencana pola ruang pada RTRW Kota. Persebaran Kawasan Permukiman di Kota Kawasan terbangun berupa kawasan permukiman umumnya berada memanjang pada jalur jalan utama di Kota dengan luasan wilayah sebesar 906 Ha atau 6,15% dari luas wilayah Kota. Gambar 9. Peta Persebaran Kawasan Permukiman di Kota Peruntukkan Kawasan Permukiman Berdasarkan Rencana Pola Ruang RTRW Kota Kawasan peruntukkan permukiman dalam Rencana Pola Ruang RTRW Kota adalah seluas 1382 Ha atau 9,4% dari luas wilayah Kota. Gambar 10. Peta Peruntukkan Permukiman Rencana Pola Ruang RTRW Kota Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman pada Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi di Kota (Berdasarkan Eksisting Persebaran Permukiman) Dalam evaluasi ini ditetapkan kawasan yang sesuai dan tidak sesuai dengan formula yang digunakan untuk penetapan kawasan yang sesuai dan tidak sesuai adalah sebagai berikut 142

Tabel 9. Formula Penetapan Kawasan Sesuai dan Tidak Sesuai Pada Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Fungsi Kawasan Kesesuaian Permukiman Hasil Evaluasi Permukiman Layak Bangun Sesuai Permukiman Layak Bangun Sesuai (Membutuhkan Permukiman Layak Bangun (Sangat Membutuhkan Perhatian Khusus) Sesuai Permukiman Tidak Layak Bangun Tidak Sesuai Dilakukan teknik overlay terhadap peta kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan gunung berapi di Kota dan peta persebaran permukiman di Kota. Hasil overlay menunjukkan keberadaan kawasan permukiman eksisting yang lokasinya berada pada wilayah yang sesuai adalah seluas 900 Ha dengan prosentase 99,4% dari luas persebaran kawasan permukiman di Kota. Dan untuk kawasan permukiman yang berada pada kawasan yang tidak sesuai hanya berada pada wilayah yang berlokasi di Kecamatan Timur dengan luas wilayah 6 Hektar dengan prosentase sebesar 0,6% dari persebaran kawasan permukiman di Kota. Gambar 11. Peta Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Pada Kawasan Rawaan Gunung Berapi Kota (Berdasarkan Persebaran Eksisting Permukiman) Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman pada Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi di Kota (Berdasarkan Dalam evaluasi ini ditetapkan kawasan yang sesuai dan tidak sesuai dengan formula yang digunakan untuk penetapan kawasan yang sesuai dan tidak sesuai adalah sebagai berikut : Tabel 10. Formula Penetapan Kawasan Sesuai dan Tidak Sesuai Pada Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Kesesuaian Permukiman Fungsi Kawasan Hasil Evaluasi Layak Bangun Permukiman Sesuai Layak Bangun Non Permukiman Sesuai Layak Bangun Permukiman Sesuai (Membutuhkan Layak Bangun Non Permukiman Sesuai (Membutuhkan Layak Bangun Permukiman Sesuai (Sangat Membutuhkan Layak Bangun (Sangat Membutuhkan Non Permukiman Sesuai Tidak Layak Permukiman Tidak Bangun Sesuai Tidak Layak Non Permukiman Sesuai Bangun Dilakukan teknik overlay terhadap peta kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawan gunung berapi di Kota dan peta peruntukkan kawasan permukiman pada rencana pola ruang RTRW Kota. Hasil overlay menunjukkan kawasan peruntukkan permukiman berdasarkan Rencana Pola Ruang pada RTRW Kota yang lokasinya berada pada wilayah yang sesuai adalah seluas 1376 Ha dengan prosentase 99,6% dari luas kawasan peruntukan permukiman berdasarkan rencana Pola Ruang pada RTRW Kota. Dan untuk kawasan permukiman yang berada pada kawasan yang tidak sesuai hanya berada pada wilayah yang berlokasi di Kecamatan Timur dengan luas wilayah 6 Hektar dengan prosentase sebesar 0,4% dari luas kawasan peruntukan permukiman berdasarkan 143

Rencana Pola Ruang pada RTRW Kota. Gambar 12. Peta Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Pada Kawasan Rawaan Gunung Berapi Kota (Berdasarkan Peruntukan kawasan permukiman Pada Rencana Pola Ruang RTRW Kota ) PENUTUP Kesimpulan Persebaran kawasan terbangun berupa kawasan permukiman umumnya tersebar memanjang pada jalur jalan utama di Kota. Luas persebaran kawasan permukiman di Kota adalah 906 Ha atau 6,5% dari luas wilayah Kota. Kawasan Rawan Letusan pada kedua gunung yang ada di Kota memiliki radius yang berbeda-beda. KRB I Gunung Lokon berada pada radius 5 Km, (KRB) II Gunung Lokon berada pada radius 3,5 Km dan untuk (KRB) III Gunung Lokon berada pada radius 3 Km. Sedangkan (KRB) I Gunung Mahawu berada pada radius 7 Km, (KRB) II Gunung Mahawu berada pada radius 5 Km, dan (KRB) III Gunung Mahawu berada pada radus 1,5 Km. Analisis evaluasi kesesuaian lahan permukiman pada kawasan rawn gunung berapi di Kota berdasarkan persebaran kawasan permukiman menghasilkan : kawasan permukiman yang berada pada kawasan yang tidak layak bangun berada pada wilayah yang berlokasi di Kecamatan Timur dengan luas wilayah 6 Hektar dengan prosentase 0,6% dari luas persebaran kawasan permukiman di Kota. Begitu juga dengan kawasan peruntukan permukiman dalam Rencana Pola Ruang RTRW Kota kawasan peruntukkan permukiman yang berada pada kawasan yang tidak layak bangun hanya berada pada wilayah yang berlokasi di Kecamatan Timur dengan luas wilayah 6 Hektar dengan prosentase 0,4% dari luas kawasan peruntukkan permukiman dalam Rencana Pola Ruang RTRW Kota. Saran Untuk meminimalisir dampak yang akan terjadi apabila terjadi letusan dari kedua gunung api tersebut, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain : Perlu dilakukan relokasi pada daerah permukiman yang masuk dalam kawasan yang tidak sesuai untuk daerah permukiman Perlu dilakukan penanganan khusus untuk kawasan permukiman yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana I dan Kawasan Rawan Bencana II, antara lain : Kerentanan rendah (krp) Konstruksi bangunan semi permanen dengan kepadatan bangunaan rendah (<30 unit/ha) Konstruksi tradisional dengan kepadatan sedang (30-60 unit/ha) dan rendah (<30 unit/ha) Kerentanan sedang (ksp) Konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan sedang (30-60 unit/ha) dan rendah (<30 unit/semi permanen dengan kepadatan 144

bangunaan tinggi (>60 unit/ha) dan sedang (30-60 unit/ha) Konstruksi bangunan tradisional dengan kepadatan bangunan tinggi > 60 unit/ha) Kerentanan Tinggi Konstruksi bangunan beton tidak bertulang dengan kepadatan bangunan tinggi (>60 unit/ha) dan sedang (30-60 unit/ha) Konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunaan tinggi (>60 unit/ha). Penetapan Kawasan Tidak Layak Bangun/KRB III diperuntukan sebagai kawasan lindung Gunung Berapi Dalam pengelolaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi upaya mitigasi bencaana berdasarkan hasil penelitian ini diusulkan menjadi Peraturan Daerah Kota Perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi bencana. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Laporan Akhir RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Tahun 2013-2033 Anonimous, Pedoman Penataaan Ruang Menteri Pekerjaan Umum No. 21/prt/m/2007 (Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi) Anonimous, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana Anonimous, SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Muta ali Lutfi, 2013, Penataan Ruang Wilayah dan Kota, Yogyakarta: Badan Penerbit Geografi Universitas Gajah Mada Indarto, 2012, Konsep Dasar Analisis Spasial, Yogyakarta: C.V ANDIOFFFSET Primus Supriyono, 2014, Seri Pendidikan Pengurangan Resiko Bencana Gunung Meletus, ANDI. Jogjakarta Apriska Giofani Djalil, 2015, Evaluasi Peruntukan Lahan dan Pemetaan Zonasi Tingkat Resiko Bencana Letusan Gunung Api Gamalama di Kota Ternate, Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Mega Wahyu Syah, 2013, Klasifikasi Kemiringan Lereng dengan Menggunakan Pengembangan Sistem Informasi Geografis Sebagai Evaluasi Kesesuaian Landasan Pemukiman Berdasarkan Undang- Undang Tata Ruang dan Metode Fuzzy, Donggala, Sulawesi Tengah, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November Sari Anita, 2013, Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantu, Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Satria Mita, 2013, Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman di Kota Semarang Bagian Selatan, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Sitorus, 1998, Evaluasi Sumber Daya Lahan, Tarsito. Bandung 145