BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BATUR KECAMATAN GADING DAN PRAKTEK HUTANG PANENANAN KOPI BASAH. 1. Sejarah Desa Batur Kecamatan Gading

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB III PELAKSANAAN PEMBAYARAN HUTANG DENGAN MEMPEKERJAKAN DEBITUR STUDI KASUS DI DUSUN JERUK KIDUL DESA MABUNG KECAMATAN BARON KABUPATEN NGANJUK

BAB III TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI DESA MASARAN KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Wilayah Pelaksanaan Zakat Tambak Udang di Desa. Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG DENGAN SISTEM NGAMBAK DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA

BAB III PRAKTIK TAKSIRAN DAN KOMPENSASI DALAM JUAL BELI PADI TEBASAN DI DESA POJOK WINONG KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK BAGI HASIL PENGOLAAN LAHAN TAMBAK DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III TRANSAKSI SEWA JASA ANJING PEMBASMI HAMA TIKUS DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB III MEKANISME GADAI TANAH SAWAH DI DESA BAJUR KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

59 cukup luas untuk ukuran sebuah Desa tersebut dibatasi oleh beberapa Desa di sekitarnya, yaitu: a. Sebelah utara Desa Margoagung b. Sebelah timur De

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Trimurti merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

BAB III PRAKTEK GANTI RUGI DALAM JUAL BELI PADI TEBASAN DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB III PELAKSANAAN PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB III PELAKSANAAN PRAKTEK SEWA SAWAH DI DESA TAMANREJO KECAMATAN TUNJUNGAN KABUPATEN BLORA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTEK SEWA MENYEWA TAMBAK SEBELUM JATUH TEMPO

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB IV SELAYANG PANDANG DESA PARAKAN. Kecamatan Trenggalek. Desa ini berdekatan dengan alun-alun kota atau pusat

BAB III DESKRIPSI PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WOANOAYU KABUPATEN SIDOARJO. 1. Keadaan Geografis Desa Sumberrejo

BAB III DISKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB III AKAD UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DAN PELAKSANAANNYA DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Bunut Seberang 1. Sejarah Desa Bunut Seberang

V. GAMBARAN UMUM Gambaran Lokasi Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

BAB III PRAKTIK ARISAN BERSYARAT DI DUSUN WATUKARAS DESA JENGGRIK KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Awal berdirinya pemerintahan Kecamatan Bumi Waras terbentuk berdasarkan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan

BAB III PENERAPAN ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I LATAR BELAKANG

BAB III MEKANISME JUAL BELI TANAH SAWAH DENGAN SISTEM BATA DI DESA BRUDU KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB III DEKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL PENGOLAHAN. TANAH di DUSUN DARAH DESA SADENGREJO KEC. REJOSO KAB. PASURUAN

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB III KERJASAMA PERTANIAN DI DESA PADEMONEGORO

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MARGAMULYA KEC. CILELES KAB. LEBAK. Kabupaten Lebak yang letaknya berada di kecamatan Cileles provinsi Banten Luas

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III TRANSAKSI UTANG PIUTANG DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN. A. Gambaran Umum Desa Brumbun Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO. Tabel 3.1 : Batas Wilayah Desa Kedung Bondo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PELAKSANAAN JAM KERJA KARYAWAN DI TB. SEDERHANA DI DESA GUNTUR KECAMATAN GUNTUR KABUPATEN DEMAK

BAB III PRAKTIK SEWA TANAH PERTANIAN DENGAN PEMBAYARAN UANG DAN BARANG DI DESA KLOTOK PLUMPANG TUBAN

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GADAI SAWAH DI DESA SANDINGROWO KECAMATAN SOKO KABUPATEN TUBAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG UANG DENGAN PELUNASAN BARANG DI DESA KEDUNGRINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB III ALIRAN KEAGAMAAN ORANG TUA DAN PILIHAN PENDAMPING HIDUP PEREMPUAN DI DESA SUMURGAYAM KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK HIBAH SEBAGAI CARA PEMBAGIAN HARTA WARISAN DI DESA SRIWULAN KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

BAB III MAJALENGKA. terdapat beberapa bukit, parit dan sungai. Desa Cieurih ini. berbatasan dengan desa-desa sebagai berikut:

BAB III POLA KERJASAMA PEMBUATAN BATU BATA DI DESA GEMEKAN MOJOKERTO

BAB II KONDISI UMUM KELURAHAN LOMANIS. kelurahan di wilayah Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.Lokasinya

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di

BAB III PRAKTIK POLA KERJA NGEDOK BIDANG PERTANIAN DI DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG DESA DAN PRAKTIK JUAL BELI BIIBIT IKAN LELE DI DESA JOMBOK KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Ha. Terbagi menjadi 14 RW dan 28 RT. Desa Banguncipto yang dibatasi oleh : 1) Sebelah Utara Desa Wijimulyo

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

Transkripsi:

46 BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Profil Desa Tawangrejo 1. Letak geografis Secara geografis Desa Tawangrejo terletak pada posisi 7,5 0 7,6 0 Lintang Selatan dan 112 0 112 0 Bujur Timur. Sedangkan topografi ketinggian desa ini berupa dataran rendah yaitu kurang lebih 7 meter di atas permukaan air laut. Adapun batas batas Desa Tawangrejo sebagai berikut : 1 a. Sebelah utara : Desa Kemlagi Gede Kecamatan Turi. b. Sebelah Selatan : 1) Desa Sukorejo Kecamatan Turi dan 2) Desa Ploso Wahyu Kecamatan Lamongan. c. Sebelah barat : Desa Turi Kecamatan Turi. d. Sebelah timur : Desa Tambakploso Kecamatan Turi. Desa Tawangrejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan dengan jarak 4 km dari kecamatan, dan 10 km dari kabupaten yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam. Desa ini terdiri dari 3 dusun yaitu Dusun Getung, Dusun Kauman dan Dusun Deyo yang masing masing dipimpin oleh 1 Data Monografi Desa Tawangrejo, 2015.

47 Kepala Dusun (Kasun). Dari ketiga dusun tersebut terbagi menjadi 5 Rukun Warga (RW) dan 13 Rukun Tetangga (RT). 2. Luas wilayah Luas wilayah Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan keseluruhannya adalah 351 ha. Jumlah luas wilayah tersebut bila diperinci menurut penggunaan tanahnya dapat dibedakan sebagai berikut : 2 a. Lahan pertanian : 290 ha b. Pemukiman : 26 ha c. Ladang : 5 ha d. Perkantoran / sekolah : 23 ha e. Jalan : 27 ha f. Lapangan : 0.7 ha 3. Keadaan penduduk Penduduk Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan terdiri dari 862 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak 3.567 orang yang terdiri dari : a. Laki laki : 1.784 orang. b. Perempuan : 1.783 orang. Jumlah penduduk menurut jenjang pendidikan tahun 2010 2014 yaitu : 2 Ibid.

48 a. Pra sekolah : 117 orang. b. Tidak tamat SD sederajat : 268 orang. c. Tamat SD sederajat : 1.364 orang. d. Tamat SMP sederajat : 772 orang. e. Tamat SMA sederajat : 680 orang. f. Tamat perguruan tinggi : 74 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Tawangrejo terdapat berbagai macam, hal ini dikarenakan usaha tersebut disesuaikan dengan kemampuan masing masing. Adapun mata pencaharian penduduk desa Tawangrejo diantaranya yaitu : Tabel 3.1 Mata pencaharian masyarakat Tawangrejo Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Pekerjaan) Petani sawah 600 Petani ladang 300 Petani tambak (peternak lele) 148 Pegawai pemerintah 54 Pedagang 170 Buruh perusahaan 255 Jasa 208 Lain lain 213 Total 1.978 Sumber : RPJM Desa Tawangrejo Tahun 2010 2014. Dari data di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Tawangrejo bermata pencaharian sebagai petani baik itu sebagai petani sawah yang berjumlah 600 orang, petani ladang berjumlah 300 orang dan petani tambak (peternak lele) berjumlah 148 orang.

49 4. Kehidupan masyarakat Desa Tawangrejo a. Kondisi sosial ekonomi Kondisi sosial masyarakat Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, masyarakat mempunyai rasa persaudaraan yang kuat antara satu dengan yang lainnya. Hal itu terlihat dari kehidupan sehari hari yang selalu hidup gotong royong dan tolong menolong terhadap masyarakat yang membutuhkan. Adat istiadat yang berlaku di masyarakat juga berjalan dengan baik. Sedangkan dari segi ekonomi kehidupan masyarakat Desa Tawangrejo juga cukup baik, mereka lebih banyak mendapatkan penghasilan dengan bekerja di sektor petanian baik itu persawahan, ladang atau tambak. b. Kondisi keagamaan Mayoritas penduduk Desa Tawangrejo beragama Islam dan memiliki tempat peribadatan yaitu 21 mushola atau langgar dan 4 masjid. Dengan adanya tempat peribadatan tersebut maka menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Desa Tawangrejo cukup agamis. B. Praktik kerjasama budidaya lele antara petani dengan pemasok bibit di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan 1. Latar belakang kerjasama budidaya lele antara petani dan pemasok bibit Kondisi geografis desa Tawangrejo cukup subur dan sumber air di desa tersebut juga cukup baik karena daerah tersebut dilewati oleh sungai yang besar sehingga cocok untuk dijadikan tempat budidaya lele.

50 Pengelolaan bibit lele sampai menjadi lele yang siap panen merupakan aktifitas pertanian ikan air tawar yang biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Tawangrejo baik itu laki laki maupun perempuan bahkan kedua suami istri, Kerjasama budidaya lele tersebut dilakukan antara pemasok bibit dengan petani lele untuk mengelola lele di kolam milik petani. Menurut bapak Ismuni. 3 Kerjasama budidaya antara petani dan pemasok bibit sudah terjadi cukup lama. Hal ini dikarenakan pemasok bibit tidak mempunyai keahlian dalam mengelola lele, tetapi mempunyai modal untuk kerjasama budidaya lele tersebut sehingga ia memberikan bibit dan pakan lele untuk dikelola petani di kolamnya. Sedangkan pendapat dari bapak Sutoyo, 4 bahwa dengan kerjasama ini, pemasok merasa lebih dimudahkan karena ia tidak perlu mencari lele di petani lain, ini disebabkan petani lele yang telah diberi bibit dan pakan lele tadi setelah panen, harus menjual hasilnya kepada pemasok tersebut. Di samping itu mereka berniat menolong petani lele yang tidak mempunyai bibit dan pakan lele. Bagi bapak Dibyo. 5 Mengatakan bahwa ia melakukan kerjasama budidaya lele tersebut dikarenakan ia tidak mempunyai uang untuk membeli bibit dan pakan lele untuk mengisi kolamnya yang kosong, maka ia pun meminjam bibit dan pakan lele dari pemasok lele. 3 Ismuni, Pemasok bibit, Wawancara, Lamongan, 17 Mei 2015. 4 Sutoyo, Pemasok bibit, Wawancara, Lamongan, 20 Mei 2015. 5 Dibyo, Petani Lele, Wawancara, Lamongan, 17 Mei 2015.

51 Disamping itu, petani lele adalah pekerjaan yang telah ditekuninya sejak lama dan menjadi penghasilan utama dalam memenuhi hidupnya. Sedangkan menurut ibu Supiyah, 6 mengatakan bahwa terkadang dengan adanya kerjasama tersebut petani lele mengalami kerugian dengan alasan yaitu hasil panen lele harus dijual kepada pemasok yang memberikan bibit dan pakan lele itu tersebut dengan harga di bawah pasar dan mereka tidak boleh menjual kepada distributor lele yang lain. Jika itu dilanggar maka mereka tidak akan diberi bibit dan pakan lele lagi. Disamping itu, hasil penjualan tersebut juga harus dikurangi dengan talangan dana yang diberikan pemasok bibit sebagai modal. Sehingga tidak sebanding dengan tenaga yang mereka keluarkan, walaupun demikian mereka tetap melakukan pekerjaan tersebut guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Adapun ibu Lastri, 7 menambahkan bahwa kerjasama antara petani dan pemasok lele, lebih mudah dilakukan karena bibit dan pakan lele langsung diberikan oleh pemasok kepadanya dan ia tidak perlu membeli ke desa lain yang memerlukan biaya tambahan. Walaupun harga bibit lele di pemasok lebih mahal daripada di desa lain. Ibu Giani. 8 juga mengatakan dengan adanya kerjasama tersebut ia merasa diuntungkan sebab ia tidak perlu mencari pembeli, karena hasil panen tersebut pasti dibeli oleh pemasok bibit. Di samping itu pinjaman 6 Supiyah, Petani Lele, Wawancara, Lamongan, 15 Mei 2015. 7 Lastri, Petani Lele, Wawancara, Lamongan, 20 Mei 2015. 8 Giani, Petani Lele, Wawancara, Lamongan, 16 Mei 2015.

52 atau talangan dana yang diberikan tidak memakai sistem bunga dan persyaratannya untuk memperoleh pinjaman modal tersebut tidak terlalu menyulitkan baginya bahkan lebih mudah daripada prosedur peminjaman di bank. Dari pemaparan di atas penulis menyimpulkan bahwa terjadinya kerjasama budidaya tersebut di latar belakangi oleh beberapa hal yaitu ; a. Kondisi geografis yang sangat menguntungkan, karena desa tawangrejo memiliki tanah yang subur dan kondisi air yang sangat baik sehingga cocok dijadikan sebagai tempat budidaya lele. b. Pemasok bibit mempunyai modal berupa bibit dan pakan lele, tetapi ia tidak mempunyai keahlian dalam budidaya lele. c. Petani tidak mempunyai modal, tetapi ia mempunyai keahlian dalam mengelola lele dan tambak atau kolam yang dapat dijadikan tempat budidaya lele. d. Syarat pinjaman modal yang diberikan oleh pemasok bibit tidak menggunakan jaminan sehingga dianggap petani lele lebih mudah daripada pinjaman yang ditawarkan di bank. 2. Praktik kerjasama budidaya lele petani dan pemasok bibit Kerjasama budidaya lele petani dan pemasok bibit yang terjadi di Desa Tawangrejo menurut bapak Wito diawali dengan penawaran pinjaman modal berupa bibit dan pakan lele kepada petani lele, jika petani lele tersebut menerimanya maka ia akan memberikan bibit dan pakan lele kepada petani untuk dikelola di kolam miliknya, tetapi ketika panen lele

53 tersebut tiba maka petani harus mengganti biaya bibit dan pakan lele yang telah diberikan pemasok bibit tadi. Pinjaman modal yang diberikan menurut beliau dianggap sebagai penanaman modal dalam kejasama tersebut. Adapun alur pemberian modal dalam kerjasama budidaya lele antara petani dengan pemasok bibit yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tawangrejo adalah sebagai berikut : 9 a. Pemberian modal berupa bibit dan pakan lele dilakukan sebagaimana kebiasaan yang berlaku di Desa Tawangrejo dari dahulu sampai sekarang, yaitu petani lele mendatangi pemasok bibit di rumahnya untuk meminta bibit dan pakan lele. b. Pemberian modal tersebut dilakukan secara lisan tanpa perlu adanya pencatatan karena kebiasaan yang mereka lakukan seperti itu dengan memegang prinsip kepercayaan antara petani dan pemasok bibit. c. Sebelum pemberian modal berupa bibit dan pakan lele dilakukan pemasok memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh petani lele yaitu 1) Hasil panen harus dijual kepada pemasok bibit yang memberikan modal tersebut tidak boleh dijual kepada pemasok lain. 2) Hasil panen harus memenuhi tiga kategori yaitu konsumsi, pemancingan dan indukan. Jika hasil panen tidak memenuhi 9 Wito, Pemasok Bibit, Wawancara, Lamongan 16 Mei 2015.

54 salaha satu dari ketiga kategori lele tersebut maka petani diawajibkan untuk membesarkan lelenya. 3) Hasil panen dibeli dengan harga yang telah ditentukan oleh pemasok yaitu dibawah harga pasar. Jika petani menerima syarat syarat tersebut maka pemberian modal berupa bibit dan pakan lele akan diberikan oleh pemasok lele. Mulai dari awal pembibitan sampai panen, semuanya dilakukan oleh petani. Sedangkan pemasok lele hanya melakukan pengamatan terhadap lele dan memberikan masukan masukan untuk mendapatkan hasil panen yang lebih bagus. Ketika tiba masa panen yang pertama yaitu dalam jangka waktu tiga bulan yaitu sekitar bulan Januari sampai Maret. Petani lele dibantu berapa orang memisahkan lele sesuai dengan tiga kategori yang ditentukan pemasok yaitu konsumsi, pemancingan dan indukan dan menjualnya ke pemasok. Ketika pemasok datang maka hasil tersebut dijual kepadanya dengan harga yang telah ditentukan olehnya yaitu di bawah harga pasar sesuai kategori lele yang ditetapkan di awal pemberian modal. Misalnya harga lele di pasar adalah 17.500,- per kilo tetapi harga yang ditentukan oleh pemasok bibit kepada petani adalah 15.000,- per kilo. Jadi ada selisih harga 2.500,- dari pembelian hasil panen dari petani lele. Jika sebagian panen tidak memenuhi salah satu dari ketiga kategori tersebut makan petani diharuskan membesarkan lagi sesuai dengan kategori lele tersebut. Hasil

55 penjualan tersebut dikurangi biaya pakan dan bibit lele yang telah diberikan pemasok kepada petani sebagai pembayaran hutangnya. Disamping itu, hasil penjualan juga dikurangi dengan biaya orang yang telah membantu mereka dalam penjualan panen tersebut. Sisa dari penjualan itulah yang menjadi milik petani. Adapun contoh kasus kerjasama budidaya lele antara petani dengan pemasok bibit yang terjadi di Desa Tawangrejo yang dilakukan oleh Bapak Ramelan (pemasok bibit) dan bapak Pardi (petani lele ) sebagai berikut : 10 Bapak Pardi mempunyai kolam dengan luas 2 x10 m 3 sebanyak 6 buah. dia ingin mengisi kolamnya tetapi ia tidak mempunyai modal untuk membeli bibit dan pakan lele, dengan kendala yang dialami pak pardi yaitu kerkurangan modal, maka Pak Ramelan menawarkan pinjaman atau talangan dana berupa bibit dan pakan lele. tetapi sebelum ia memberikan pinjaman tersebut pak pardi harus memenuhi beberapa syarat syarat yang diajukan oleh bapak Ramelan yaitu : a. Hasil panen harus dijual kepadanya dengan harga yang telah ditentukan olehnya yaitu dibawah harga pasar. b. Hasil panen harus memenuhi tiga kriteria lele yaitu konsumsi, pemancingan dan indukan. Jika hasil panen tidak memenuhi dari ketiga kategori itu maka ibu mia harus membesarkannya lagi sampai memenuhi kategori kategori tersebut. 10 Pardi, Petani Lele, Wawancara, Lamongan 19 Mei 2015.

56 c. Hasil penjualan harus dikurangi dengan jumlah pinjaman yang telah diberikan dan biaya operasinal. Bapak Pardi menerima syarat syarat tersebut dan mendatangi rumah bapak Ramelan untuk mengambil talangan dana tersebut. Pemberian talangan dana tersebut tidak disertai dengan catatan hanya dengan lisan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di desa Tawangrejo. Mulai dari awal pembibitan sampai waktu panen semuanya dikerjakan oleh pak Pardi seperti memberi pakan selama dua kali dalam sehari dan melakukan pengawasan terhadap lele tersebut. Bapak Ramelan juga melakukan pengawasan terhadap lele itu selama 5 kali dalam seminggu dan memberikan masukan masukan agar hasil panen lebih baik kepada bu Mia. Pada waktu panen pak Ramelan mendatangi bu Mia di kolam miliknya untuk membeli hasil panennya sesuai dengan kesepakatan di awal. Berikut perhitungan sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak Pardi. a. Harga bibit per ekornya = 120,- Jumlah bibit lele = 20.000 x 120 = 2.400.000,- Harga 1 kg pakan = 2.500,- Jumlah pakan = 10 ton = 10.000 kg x 2.500,- = 25.000.000,- 1 tenaga operasional = 50.000,- Jumlah tenaga operasional = 5 x 50.000,- = 250.000,- Harga beli lele konsumsi = 15.000,- per kilo

57 Hasil panen = 2 ton = 2.000 kg x 15.000,- = 30.000.000,- Modal yang dikembalikan `= biaya bibit + biaya pakan + tenaga operasional = 2.400.000 + 25.000.000 + 250.000 = 27.650.000,- Hasil yang diterima petani = hasil panen modal = 30.000.000-27.650.000 = 2.350.000,- Jadi hasil yang diterima pak Pardi adalah sedangkan pak Ramelan mendapatkan keuntungan sebagai berikut : b. Harga jual lele ke distributor = 17.500,- per kg Keuntungan dari petani = 2.500,- per kg Hasil panen = 2.000 kg x 2.500 = 5.000.000,- Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa keuntungan yang di peroleh oleh pak Ramelan adalah sebanyak Rp 5.000.000,- Adapun alur kerjasama budidaya lele di desa Tawangrejo dapat digambarkan sebagai berikut : 11 11 Data Diambil Dari Ramelan, Pemasok Bibit, Wawancara, Lamongan, 19 Mei 2015.

58 Gambar 3.1 Alur kerjasama budidaya lele Pemasok 1 Petani Bibit lele 2 3 7 6 5 Budidaya pengembangbiakan lele 4 1. Konsumsi 2. Pemancingan 3. Indukan Distributor lele Sumber : Data diolah dari hasil observasi lapangan. Keterangan : 1. Pemasok bibit dan petani melakukan kontrak kerjasama budidaya lele

59 2. Pemasok bibit memberikan pinjaman modal kepada petani berupa bibit dan pakan lele dan biaya operasional. 3. Petani lele memberikan kontribusi modal berupa skill dan kolam. 4. Hasil panen harus memenuhi 3 kategori lele yaitu konsumsi, pemancingan dan indukan 5. Hasil panen dijual ke pemasok bibit sebagai pengembalian pinjaman modal 6. Pemasok membayar hasil panen kepada petani setelah dikurangi modal yang diberikan kepadanya. 7. Pemasok bibit menjual kembali hasil panen yang diterima dari petani ke distributor lele. 3. Mekanisme bagi hasil Dalam kerjasama antara petani dan pemasok lele yang terjadi di Desa Tawangrejo tidak menggunakan sistem bagi hasil tetapi berdasarakan perhitungan pendapatan para pihak yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Adapun perhitungan pendapatan masing masing pihak dalam hasil penjualan lele. sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Ruslan, sebagai berikut: 12 12 Ruslan, Pemasok bibit, Wawancara, Lamongan, 23 Mei 2015.

60 Tabel 3.2 Pendapatan hasil panen pertama Rincian Modal Bibit Biaya (Cost) 1 ekor = Rp 120,- 120,- x 20.000 ekor = 2.400.000,- Hasil Panen 1 kg lele = 15.000,- 2.500 kg x 15.000,- = 37.500.000,- Pendapatan Para Pihak Pemasok Bibit 1 kg lele = 2.500,-* 2.500,- x 2.500 kg = 6.250.000,- Petani Lele Hasil panen - modal Rp 37.500.000,- - 27.650.000,- = 9.850.000,- Pakan Tenaga Operasional Total biaya 1 kg = 2500,- 10.000 kg x 2.500 = 25.000.000,- 1 orang = 50.000,- 5 x 50.000,- = 250.000,- 27.650.000,- 37.500.000,- 6.250.000,- 9.850.000,- *adalah selisih harga atau keuntungan yang didapatkan pemasok bibit yang dibeli dari petani lele seharga 15.000,- per kilo dan dijual kembali ke distributor seharga 17.500,- per kilonya. Tabel 3.3 Pendapatan hasil panen kedua Rincian Modal Bibit Biaya (Cost) 1 ekor = Rp 120,- 120,- x 20.000 ekor = 2.400.000,- Hasil Panen 1 kg lele = 15.000,- 2.000 kg x 15.000,- = 30.000.000,- Pendapatan Para Pihak Pemasok Bibit 1 kg lele = 2500,- 2500,- x 2.000 kg = 5.000.000,- Petani Lele Hasil panen - modal Rp 30.000.000,- - 24.650.000,- = 4.350.000,-

61 Pakan Tenaga Operasional Total biaya 1 kg = 2500,- 9.000 kg x 2.500 = 22.500.000,- 1 orang = 50.000,- 3 x 50.000,- = 150.000,- 24.650.000,- 30.000.000,- 5.000.000,- 4.350.000,- Tabel 3.4 Pendapatan hasil panen ketiga Rincian Modal Bibit Biaya (Cost) 1 ekor = Rp 120,- 120,- x 20.000 ekor = 2.400.000,- Hasil Panen 1 kg lele = 15.000,- 2.000 kg x 15.000,- = 30.000.000,- Pendapatan Para Pihak Pemasok Bibit 1 kg lele = 2500,- 2500,- x 2.000 kg = 5.000.000,- Petani Lele Hasil panen - modal Rp 30.000.000,- - 27.550.000,- = 4.350.000,- Pakan Tenaga Operasional Total biaya 1 kg = 2500,- 10.000 kg x 2.500 = 25.00.000,- 1 orang = 50.000,- 3 x 50.000,- = 150.000,- 27.550.000,- 30.000.000,- 5.000.000,- 4.350.000,- Pemasok memberikan talangan dana sebagai modal kepada petani untuk mengelola lele dan petani berkewajiban untuk mengelola usaha

62 tersebut sampai waktu panen tiba. Lele yang telah dipanen oleh petani dijual kepada pemasok bibit dengan hasil penjualan dikurangi dengan talangan dana yang diberikan pemasok sebagai modal kepada petani mulai awal pembibitan sampai waktu panen tiba. Artinya seluruh pendapatan hasil panen diberikan kepada petani lele, adapun pemasok bibit mendapatkan keuntungan dari pembelian hasil panen yang dibeli dari petani lele kemudian dijual kembali ke pihak ke tiga atau distributor lele. biasanya selisih harga berkisar 2.500,- per kilonya. Misalnya : Pemasok bibit membeli hasil panen kepada petani lele seharga 15.000,- dan dijual kembali ke pihakl ke tiga atau distributor lele seharga 17.500,-.