PENGARUH PEMANASAN BERULANG TERHADAP KEKERASAN BASIS GIGITIRUAN AKRILIK SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan

Bahan basis gigitiruan resin. Resin akrilik. Swapolimerisasi. Konduktivitas termal. Minuman soda Obat Kumur Kopi Teh Nikotin

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1. Penyusun:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERUBAHAN KEKERASAN RESIN AKRILIK HEAT- CURED SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN SODA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki kasus

COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Klasifikasi. Polimerisasi panas. Polimerisasi kimia. Waterbath Manipulasi microwave. Metil metakrilat. Cross lingking agent. Inhibitor hydroquinon

Pengaruh perendaman plat resin akrilik dalam larutan kopi dengan berbagai kekentalan terhadap perubahan volume larutan kopi

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN CUKA APEL SELAMA 45, 90, 135 MENIT

BAB 4 METODE PENELITIAN

PERUBAHAN WARNA PADA LEMPENG RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI 30%

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan

SKRIPSI. Oleh : Daniati Tri Erikawati NIM

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories.

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memberi perlakuan terhadap sampel penelitian, dan perubahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan yang digunakan diawal pembuatan basis gigitiruan di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. di beberapa variasi dan bentuk yang terbagi atas 3 yaitu 2 : 1. Powder-Liquid.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya dalam fungsi pengunyahan, berbicara, maupun segi estetik.

BAB I PENDAHULUAN. kekompakan dengan jaringan mulut (Anusavice, 2004). banyak unit. Polimer ada dua jenis yaitu polimer alami dan polimer sintetik.

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

ABSTRAK PERBEDAAN KEKERASAN RESIN AKRILIK HEAT CURED SEBELUM DAN SESUDAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGI TIRUAN

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

PERUBAHAN DIMENSI HASIL CETAKAN POLIVINIL SILOKSAN SETELAH DIRENDAM DALAM LARUTAN DAUN MIMBA 15% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan cohort study.

BAB 3 METODOLOGI PENELITAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratories

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di

KEKASARAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT NANOFILLER SETELAH APLIKASI HIDROGEN PEROKSIDA 35% DENGAN WAKTU YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan yang bervariasi dari wajah, rahang, gigi, dan abnormalitas dentofasial

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Resin akrilik terutama Polymethyl-methacrylate (PMMA) sangat sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari gigi dan mencegah kerusakan selanjutnya (Tylman, 1970).

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental laboratoris secara in vitro terhadap kekerasan gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah:

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

KAJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIK RESIN AKRILIK DENGAN PENAMBAHAN VARIASI KOMPOSISI DAN UKURAN FIBER GLASS SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. stabil dan mudah dipoles (Nirwana, 2005). Sebagai bahan basis gigi tiruan, resin

HALAMAN PENGESAHAN. : Pengaruh Soft Drink terhadap Kekuatan Transversa Resin Akrilik. Telah Diperiksa dan Disahkan. Pada Tanggal 26 Juli 2013.

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

PERBEDAAN KEKUATAN TRANSVERSA RESIN AKRILIK YANG DIRENDAM DALAM DENTURE CLEANSER EKSTRAK DAUN JAMBU METE

BAB I PENDAHULUAN. pada gigi yang umumnya berakibat pada kehilangan gigi dan dapat menimbulkan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Transkripsi:

PENGARUH PEMANASAN BERULANG TERHADAP KEKERASAN BASIS GIGITIRUAN AKRILIK SKRIPSI OLEH JUNG ZAHRAH RAMLAN J111 12 107 BAGIAN ILMU BAHAN DAN TEKHNOLOGI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

PENGARUH PEMANASAN BERULANG TERHADAP KEKERASAN BASIS GIGITIRUAN AKRILIK SKRIPSI OLEH JUNG ZAHRAH RAMLAN J111 12 107 BAGIAN ILMU BAHAN DAN TEKHNOLOGI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Jung Zahrah Ramlan Nim : J111 12 107 Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar yang telah melakukan penelitian dengan judul PENGARUH PEMANASAN BERULANG TERHADAP KEKERASAN BASIS GIGITIRUAN AKRILIK dalam rangka menyelesaikan studi Program Pendidikan Strata 1. Dengan ini menyatakan bahwa didalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Makassar, 09 Juli 2015 JUNG ZAHRAH RAMLAN iv

ABSTRAK JUNG ZAHRAH RAMLAN. Pengaruh Pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik Dibimbing oleh drg. Lenny Indryani Hatta, M.Kes Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap kekekaran basis gigitiruan akrilik Bahan dan metode : penelitian ini termasuk penelitian eksperimental laboratoris. Sampel yang digunakan adalah 24 basis gigitiruan akrilik dengan kriteria panjang 65 mm, lebar 10 mm, dan tebal 2,5 mm, permukaan halus, tidak porous, dan tidak ada perubahan bentuk. Sampel dibagi 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 sampel. Tiap kelompok dilakukan pemanasan selama 20 menit kemudian dilakukan uji kekerasan dengan metode hardness Vickers. Waktu penelitian pada tanggal 23 April 2015. Hasil : perhitungan data yang dilakukan dengan menggunakan metode SPSS versi 18 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa perbedaan nilai kekerasan Brinell dan Vickers yang signifikan antara kelompok suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Kesimpulan : Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin rendah pula tingkat kekerasan basis gigitiruan akrilik. Kata Kunci : Gigitiruan, Akrilik v

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ilmu bahan dan teknologi kedokteran gigi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari tantangan dan hambatan, namun berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak serta bimbingan dari para dosen sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu antara lain : 1. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M. Kes., Sp. Pros selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2. drg. Lenny Indryani Hatta, M. Kes selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta kesabaran mulai dari awal hingga penyelesaian skripsi ini. 3. drg. Fajriani Ferry, M.Kes selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan semangat kepada penulis hingga terselesainya skripsi penulis. vi

4. Ayahanda H. M. Ramlan T. dan Ibunda Hj. Jung Hasnah M. dan saudarasaudaraku Jung Muhammad As ad Ramlan, Jung Abdul Aziz Ramlan, Jung Muhammad Anas Ramlan, serta seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat dan spirit yang luar biasa kepada penulis. 5. Kepada Bapak Muhammad Arsyad Suyuti, S.T., M.T. selaku Kepala Laboratorium Mekanik Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, terima kasih atas bantuan dan jasanya yang juga merupakan sumbangsi yang sangat besar pada penelitian ini. 6. Kepada Ikhlas Bakri dan Filia Bustam, terima kasih telah membantu pada saat penelitian penulis berlangsung. 7. Segenap keluarga besar Mastikasi 2012, terima kasih atas kekompakan, kebersamaan, dan rasa persaudaraan yang telah ditunjukkan selama kurang lebih 3 tahun kita menimba ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi. 8. Kepada Andi Riska Ulfasari, Citra Jasmin Cangara, Siska Putri Utami Said, Sarah Eva Chalid, Asriani Zakaria, Dian Mustika Hamid, dan Dwi Fitrah Ariani, terima kasih atas semua kasih sayang, dukungan, ide, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 9. Untuk Andi Izham, Niartanty Nirmala Shaleh, dan Elsye Lisastro, terima kasih untuk motivasi yang kalian berikan dan bantuan yang telah penulis terima selama proses penelitian ini berlangsung. vii

10. Kepada kakak-kakak. Ummu Kaltsum dan Hilmah Annisa terima kasih untuk segala bantuan dan masukan serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Kedokteran Gigi ke depannya. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Makassar, 09 Juli 2015 JUNG ZAHRAH RAMLAN viii

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...i HALAMAN JUDUL...ii LEMBARAN PENGESAHAN...iii PERNYATAAN... iv ABSTRAK...v KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI...ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Manfaat Penelitian... 3 1.5 Hipotesa Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4 2.1 Basis Gigitiruan... 4 2.1.1 Definisi Basis Gigitiruan... 4 2.1.2 Klasifikasi Basis Gigitiruan... 4 2.2 Gigitiruan Akrilik... 6 2.2.1 Definisi gigitiruan akrilik... 6 2.2.2 Jenis Resin Akrilik... 6 2.2.3 Komposisi Resin Akrilik... 7 2.2.4 Sifat Resin Akrilik... 8 2.2.5 Manipulasi Resin Akrilik... 10 2.2.6 Keuntungan dan Kerugian Resin Akrilik... 11 2.2.7 Karakterisasi Resin Akrilik Polimerisasi Panas... 12 BAB III KERANGKA TEORI... 16 ix

3.1 Kerangka Teori Penelitian... 16 3.2 Kerangka Konsep Penelitian... 17 BAB IV METODE PENELITIAN... 18 4.1 Desain Penelitian... 18 4.2 Rancangan Penelitian... 18 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 18 4.3.1 Tempat... 18 4.3.2 Waktu... 18 4.4 Variabel Penelitian... 18 4.4.1 Menurut Fungsinya... 18 4.4.2 Menurut Skala Pengukurannya... 19 4.5 Definisi Operasional... 19 4.6 Populasi dan Sampel Penelitian... 19 4.7 Metode Pengambilan Sampel... 20 4.8 Alat dan Bahan... 20 4.8.1 Alat... 20 4.8.2 Bahan... 21 4.8 Prosedur Penelitian... 21 4.9 Alat Ukur dan Pengukuran... 24 4.10 Analisis Data... 24 BAB V HASIL...25 BAB VI PEMBAHASAN...30 BAB VII PENUTUP...39 DAFTAR PUSTAKA...40 LAMPIRAN...43 x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terdapat tiga jenis gigitiruan sebagian lepasan yang dapat dibedakan menurut bahan basis gigitiruannya yaitu: (1) gigitiruan kerangka logam, (2) akrilik, dan (3) bahan termoplastik yang sering disebut dengan Flexi atau Valplast. 1 Sejak pertengahan tahun 1940-an, kebanyakan basis protesa dibuat dengan menggunakan resin poli metil metakrilat. Resin-resin tersebut merupakan plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metal metakrilat multipel. Poli metil metakrilat murni adalah tidak berwarna, transparan dan padat. Untuk mempermudah penggunaannya dalam kedokteran gigi, polimer diwarnai untuk mendapatkan warna dan derajat kebeningan. Warna serta sifat optik tetap stabil di bawah kondisi mulut yang normal; dan sifat-sifat fisiknya telah terbukti sesuai untuk aplikasi kedokteran gigi. 2 Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak diaplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, pelat ortodonsi, sendok cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan, baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. 2 Resin akrilik adalah resin termoplastis, merupakan persenyawaan kompon non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organik. Resin ini dapat dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan 1

karena tejadi reaksi polimerisasi adisi antara polimer dan monomer. Berdasarkan polimerisasinya, resin akrilik dibedakan menjadi tiga, yaitu Heat Cured Acrylic, Self Cured Acrylic dan Light Cured Acrylic Resin, yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Heat Cured Acrylic atau Resin Akrilik Polimerisasi panas. 2 Resin Akrilik sangat sensitif terhadap kalor, kekerasannya pasti akan berkurang jika mengalami pemanasan yang berulang. Sedangkan nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2 (ASTM E18 20). Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dan mengakibatkan resin akrilik cenderung menipis. 2 Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu Bagaimana Pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik. 1.3 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik. 2

1.4 Manfaat penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik. 1.5 Hipotesis penelitian Ada Pengaruh Pemanasan Berulang Terhadap Kekerasan Basis Gigitiruan Akrilik. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis gigitiruan 2.1.1 Definisi basis gigitiruan Gigitiruan adalah piranti untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang menyertainya. Basis gigitiruan mendapatkan dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan mulut di bawahnya. Meskipun basis gigitiruan dapat dibuat dari logam atau campuran logam, kebanyakan basis gigitiruan dibuat menggunakan polimer. Polimer tersebut dipilih berdasarkan keberadaanya, kestabilan dimensi, karakteristik penanganan, warna, dan kompatibilitasnya dengan jaringan mulut. Resin akrilik telah digunakan sebagai basis gigitiruan selama lebih dari 60 tahun. 3 2.1.2 Klasifikasi basis gigitiruan Terdapat tiga jenis gigitiruan sebagian lepasan yang dapat dibedakan menurut bahan basis gigitiruannya yaitu: (1) gigitiruan kerangka logam, (2) akrilik, dan (3) bahan termoplastik yang sering disebut dengan Flexi atau Valplast. 1 1) Kerangka logam Terdiri dari landasan gigitiruan logam sedang gigi buatannya dari akrilik atau porselen. Karena bahan logam cukup kuat, landasan gigi tiruan kerangka logam dapat di buat lebih tipis dan lebih kecil sehingga pasien akan lebih 5

nyaman. Pembuatan gigitiruan ini dilakukan di luar ruang praktek dan harus dilakukan di laboratorium dental. 4 Hal- hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut: a. Model kerja yang baik dan diartikulasikan pada artikulator. b. Model diagnostik dengan desain yang digambar dengan rapi di atasnya. c. Surat pelimpahan kerja yang meliputi semua aspek gigitiruan yang akan dibuat. 5 2) Resin akrilik Resin akrilik merupakan bahan yang hingga saat ini masih digunakan di bidang kedokteran gigi. Lebih dari 95% basis gigitiruan dibuat dari bahan resin akrilik. Bahan dasar basis gigitiruan yang sering dipakai adalah resin akrilik polimetil metakrilat jenis heat cured. 5 Resin akrilik dipakai sebagai basis gigitiruan oleh karena bahan ini memiliki sifat tidak toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetik baik, mudah dimanipulasi, reparasinya mudah dan perubahan dimensinya kecil. Kekurangan dari resin akrilik yaitu mudah patah bila jatuh pada permukaaan yang keras atau akibat kelelahan bahan karena lama pemakaian serta mengalami perubahan warna setelah beberapa waktu dipakai dalam mulut. 6 3) Nilon termoplastik Nilon termoplastik adalah gigitiruan fleksibel yang pertama di dunia. Bahan ini tidak mempunyai cengkeram logam dan bersifat ringan. 6 5

2.2 Gigitiruan akrilik 2.2.1 Definisi gigitiruan akrilik Resin akrilik merupakan bahan yang hingga saat ini masih digunakan di bidang kedokteran gigi. Lebih dari 95% basis gigitiruan dibuat dari bahan resin akrilik. Bahan dasar basis gigitiruan yang sering dipakai adalah resin akrilik polimetil metakrilat jenis heat cured. 5 Gambar 2.2.1 Sumber: Gigitiruan Akrilik [internet]. Available from: httpmarinadental.mypagesgigi-palsu. Diakses pada 17 Desember 2014 2.2.2 Jenis resin akrilik Resin akrilik dibedakan atas tiga jenis yaitu heat cured acrylic resin, visible light cured acrylic resin, dan cold cure acrylic resin. Heat cured acrylic resin adalah resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut 6

dengan menggunakan perendaman air di dalam waterbath, jenis resin akrilik panas lain menggunakan proses polimerisasi dengan gelombang mikro. 7 Visible light cured acrylic resin adalah resin akrilik yang diaktifkan dengan sinar yang terlihat oleh mata. Cold cure acrylic resin adalah resin akrilik yang diaktifkan suatu bahan kimia lain yang ditambahkan pada monomer yaitu tertiary amine misalnya dumethyl p Toluidine (CH3C6H4N(CH3). Bahan ini dikenal sebagai aktivator. Setelah polimer dicampur dengan polimer, aktivator akan bereaksi dengan inisiator membentuk radikal bebas dan polimerisasi mulai terjadi pada temperatur kamar. 7 2.2.3 Komposisi resin akrilik Komposisi bahan resin akrilik heat-cured pada dasarnya terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuknya ini memiliki sifat transparan, sewarna gigi, atau berwarna pink untuk menyerupai warna gingiva. Cairannya tersedia dalam botol kecoklatan untuk mencegah premature polymerization yang disebabkan cahaya atau radiasi ultraviolet pada saat penyimpanan. Komposisi resin akrilik polimerisasi panas terdiri atas : 8 1. Bubuk, terdiri dari : Polimer : butiran atau granul poli (metilmetakrilat) Inisiator : benzoil peroksida (0,2-0,5%) Zat warna : merkuri sulfit atau cadmium sulfit, atau pewarna organik 2. Cairan Monomer : metil metakrilat 7

Agen Cross-linked : etilenglikol dimetilmetakrilat (1-2%) Inhibitor : hidrokuinon (0,006%) 2.2.4 Sifat resin akrilik Sifat-sifat fisik basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas : 8 1. Pengerutan Kepadatan massa bahan akan berubah dari 0,94 menjadi 1,19g/cm3 ketika monomer metil metakrilat terpolimerisasi untuk membentuk poli metil metakrilat. Perubahan menghasilkan pengerutan volumetrik sebesar 21%. Akibatnya, pengerutan volumetrik yang ditunjukkan oleh massa terpolimerisasi sekitar 6-7% sesuai dengan nilai yang diamati dalam penelitian laboratorium dan klinis. 1,4 2. Perubahan dimensi Proses akrilik yang baik akan menghasilkan stabilitas dimensi yang baik. Teknik injection moulding menunjukkan stabilitas dimensi yang baik dibandingkan dengan teknik compression moulding. Garfunkel dan Anderson dkk (1988) menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan perubahan dimensi pada injection moulding lebih rendah dibandingkan dengan compression moulding. 8 3. Konduktivitas termal Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas dihantarkan melalui suatu bahan. Basis resin memiliki konduktivitas termal yang rendah yaitu 0,0006 ( C/cm). 8 8

4. Solubilitas Meskipun basis gigitiruan resin larut dalam berbagai pelarut, basis resin umumnya tidak larut dalam cairan yang terdapat dalam rongga mulut. 8 5. Penyerapan air Bahan resin akrilik mempunyai sifat yaitu menyerap air secara perlahan-lahan dalam jangka waktu tertentu. 7 Resin akrilik menyerap air relatif sedikit ketika ditempatkan pada lingkungan basah. Namun, air yang terserap ini menimbulkan efek yang nyata pada sifat mekanik, fisik dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0,69 mg/cm 2. Umumnya mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. 8 Difusi adalah berpindahnya suatu substansi melalui rongga yang menyebabkan ekspansi pada resin atau melalui substansi yang dapat mempengaruhi kekuatan rantai polimer. Umumnya, basis gigitiruan memerlukan periode 17 hari untuk menjadi jenuh dengan air. 8 6. Porositas Adanya gelembung permukaan dan di bawah permukaan dapat mempengaruhi sifat fisik, estetika dan kebersihan basis gigitiruan. Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigitiruan yang lebih tebal. Porositas disebabkan oleh penguapan monomer yang tidak bereaksi dan berat molekul primer yang rendah, disertai temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. 8 Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik yang homogen, perbandingan polimer dan monomer yang tepat, proses pengadukan yang 9

terkontrol dengan baik serta waktu pengisian bahan ke mould yang tepat. Macammacam porositas menurut Philips: 9 a. Shrinkage porosity : Kelihatan seperti gelembung yang tidak beraturan dan bisa terdapat diseluruh massa resin akrilik, didalam ataupun dipermukaan gigitiruan. Hal ini disebabkan karena mould yang tidak terisi adonan dengan penuh atau apabila pada proses curing adonan tidak menerima tekanan yang cukup. b. Gaseus porosity/ Internal porosity : Gelembung kecil halus yang biasanya terdapat pada bagian yang tebal dan bagian yang jauh dari sumber panas, disebabkan karena massa akrilik yang belum berpolimerisasi. Secara tiba-tiba dimasukkan dalam air mendidih dan suhu bisa naik sampai 100,30 o C (titik didih monomer) dan menyebabkan monomer yang menguap tidak bisa keluar udaranya sehingga terjadi pembentukan gelembung. 7. Stabilitas Warna Resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan stabilitas warna yang baik. Yu-lin Lai, dkk (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain dari nilon, silikon serta dua jenis resin akrilik dan menemukan bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorisasi yang paling rendah setelah direndam dalam larutan kopi. 10 2.2.5 Manipulasi Resin Akrilik Resin akrilik polimerisasi panas umumnya diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression-moulding. Perbandingan polimer dan monomer biasanya 3:1 berdasarkan volumenya atau 2:1 berdasarkan berat. Setelah bubuk dan 10

cairan dicampur dengan perbandingan yang tepat, adonan atau campuran akrilik akan mengalami 4 tahap yaitu : 11 a. Tahap pertama : tahap basah, seperti pasir (wet sand stage) b. Tahap kedua : tahap lengket dan berserabut bila ditarik (tacky fibrous) selama polimer mulai larut dalam monomer (sticky stage). c. Tahap ketiga : tahap lembut, seperti adonan yang halus, homogen dan liat. Fase ini merupakan fase yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould. (dough/gel stage). d. Tahap keempat : tahap kaku seperti karet (rubbery-hard stage) 2.2.6 Keuntungan dan kerugian resin akrilik 1) Keuntungan pemakaian 9,7 Estetika terpenuhi Warna dan tekstur mirip dengan gingiva sehingga estetika di dalam mulut baik Daya serap air relatif rendah dan perubahan dimensi kecil Apabila patah mudah dilakukan reparasi Mudah diolah Harga relatif murah Mudah didapat Tekhnik aplikasi yang relatif sederhana 2) Kerugian pemakaian 9,7 11

Mudah patah bila jatuh pada permukaan yang keras atau akibat kelelahan karena ulangan lenturan oleh suatu beban Adanya sisa monomer Dapat menyerap bahan cair seperti, air, bahan kimia dengan resin akrilik dan menetap di dalam pori-pori 2.2.7 Karakterisasi resin akrilik polimerisasi panas Beberapa karakterisasi resin akrilik, antara lain: 11 1. Kekuatan tarik (Tensile Strength) 12 Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas berdasarkan ASTM D 638. adalah 55 MPa. Kekuatan tensil yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik. (Polyzois GL, 1996) 2. Kekuatan impak (Impact strength) 13 Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 kg/cm3 Resin akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila terjatuh ke permukaan yang keras, maka akan terjadi fraktur. (El Sheikh AM, 2006) 12

3. Kekerasan (Hardness Vickers) 14 Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2 (ASTM E18 20). Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dan mengakibatkan resin akrilik cenderung menipis. (Norman E, 1999) 4. Porositas (Porosity) 15 Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai 90% tergantung dari jenis dan aplikasinya. (ASTM C 373) Porositas terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer berberat molekul rendah bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya gelembung permukaan dan dibawah permukaan yang dapat mempengaruhi sifat dan kebersihan gigi tiruan. Porositas juga dapat berasal 13

dari pengadukan yang tidak tepat antara komponen bubuk dan cairan dan karena tekanan yang tidak cukup saat polimerisasi. (Craig RG, 2000). 5. Densitas (Density) 16 Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa dengan volume (MM. Ristic, 1979). Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 0,9975 g/cm3 (ISO 1183). Hal ini disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen. (Polat TN, 2003) 6. Kekuatan tekan (Compressive strength) 16 Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Resin ini memiliki sifat strength yang khas. Compressive strengthnya adalah 75 Mpa (ASTM D 638). Secara umum bahan resin ini memiliki strength yang rendah. Efek yang 14

mempengaruhi kekuatan antara lain : komposisi, teknik pemprosesan, absorpsi air. (Norman E, 1999) 8. Stabilitas warna 16 Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan mempertahankan warna atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan yang terjadi pada suatu bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut. Warna merupakan salah satu sifat bahan yang cukup penting. Resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan stabilitas warna yang baik. 15

BAB III KERANGKA TEORI 3.1 KERANGKA TEORI PENELITIAN 5

3.2 KERANGKA KONSEP PENELITIAN PERLAKUAN BASIS GIGITIRUAN AKRILIK PERENDAMAN PEMANASAN KEBERSIHAN PEMANASAN BERULANG PERTUMBUHAN MO KETERANGAN: TINGKAT KEKERASAN VARIABEL YANG DITELITI VARIABEL YANG TIDAK DITELITI Variabel Independen Variabel Dependen : Pemanasan berulang : Tingkat kekerasan basis gigitiruan akrilik 17

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain penelitian Desain penelitian laboratoris eksperimental. 4.2 Rancangan penelitian Rancangan penelitian dengan metode pendekatan longitudinal (follow-up) study. 4.3 Tempat dan waktu penelitian 4.3.1 Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanik Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang. 4.3.2 Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - April 2015. 4.4 Variabel penelitian 4.4.1 Menurut fungsinya 1) Variabel bebas : pemanasan berulang 2) Variabel terikat : kekerasan basis gigitiruan akrilik 3) Variabel penghubung : media pemanasan 4) Variabel random : lebar dan tebal basis gigitiruan akrilik 5) Variabel kendali : waktu pemanasan, volume air, suhu pemanasan 18

4.4.2 Menurut skala pengukurannya Penelitian ini menggunakan skala pengukuran numerik ratio. 4.5 Definisi operasional 1) Pemanasan berulang adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan secara berulang dengan menggunakan media air dan suhunya diukur menggunakan termometer. 2) Kekerasan basis gigitiruan akrlik adalah tingkat keras atau lunaknya bahan basis gigitiruan akrilik yang dapat diukur dengan menggunakan metode Hardness Vickers. 4.6 Populasi dan sampel penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya bahan basis; klien) yang memiliki keriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2008: 32). Populasi dalam penelitian ini adalah bahan basis gigitiruan akrilik polimerisasi panas (akrilik heat cured). 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek yang diteliti atau dianggap mewakili seluruh populasi dengan kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan basis gigitiruan akrilik polimerisasi panas (akrilik heat cured) sebanyak 24 sampel, dan berbentuk balok persegi panjang dengan ukuran 65 mm x 10 mm x 2,5 mm. Jumlah sampel yang diperoleh melalui perhitungan dengan 19

rumus (t-1)(r-1) > 15, dimana t adalah jumlah kelompok percobaan dan r adalah replika percobaan. Diketahui t = 4 kelompok ynag diperoleh dari waktu prendaman, maka perhitungan dapat diuraikan sbb: a. Kelompok 1 : 6 sampel yang direndam dengan suhu 20 o C b. Kelompok 2 : 6 sampel yang direndam dengan suhu 40 o C c. Kelompok 3 : 6 sampel yang direndam dengan suhu 100 o C d. Kelompok 4 : 6 sampel yang direndam dengan suhu 120 o C Masing-masing kelompok akan direndam selama 20 menit. a. Setelah dilakukan perendaman, sampel kemudian diletakkan ditengah alat tekan supaya kekuatan betul-betul tertuju pada garis uji tengah lempeng. b. Mesin dihidupkan, hidrolik akan turun menekan pada tengah sampel yang ditumpu pada ujungnya dan secara otomatis alat akan berhenti bekerja. Monitor akan menunjukkan angka jumlah beban yang diberikan pada sampel. 4.7 Metode pengambilan sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive sampling merupakan metode sampling yang dipilih berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel tersebut. 4.8 Alat dan bahan 4.8.1 Alat a. Alat uji kekerasan (System Affri Hardnest Tester) b. Kuvet c. Pisau malam 20

d. Alat pres e. Gelas ukur f. Kertas gosok (amplas) g. Termometer 4.8.2 Bahan a. Master model dengan ukuran 65 x 10 x 2,5 mm b. Resin akrilik polimerisasi panas (heat cured acrylic) c. Liquid resin akrilik d. CMS 4.9 Prosedur penelitian 4.9.1 Pembuatan sampel basis gigitiruan akrilik Pembuatan sampel basis gigitiruan akrilik dilakukan oleh tekniker. Sampel yang digunakan sebanyak 24 buah berbentuk balok persegi panjang dengan ukuran 65 mm x 10 mm x 2,5 mm. Adapun prosedur pembuatan resin akrilik polimerisasi panas adalah sbb: a. Pengisian kuvet dengan adonan gips. Adonan gips yang telah diaduk dan dicampur dengan perbandingan air : bubuk = 15 ml : 20 gr (sesuai aturan pabrik) selama 30 detik dimasukkan kedalam kuvet yang telah diolesi dengan CMS pada masing-masing dinding kuvet. 21

b. Penanaman model malam dari potongan base basise wax pada kuvet. Setelah adonan gips dimasukkan ke kuvet dengan merata, model malam ditanam pada masing-masing kuvet. c. Pembuangan model malam (wax elimination) dengan cara merebus kuvet dalam air mendidih (100 o C) selama 5 menit. Setelah perebusan kuvet yang dilakukan selama 5 menit di suhu air 100 o C, kuvet diangkat, dibuka dan cairan malam dikeluarkan. Kemudian mold space dibersihkan dengan menyiramkan air panas dengan perlahan. d. Pengolahan akrilik (packing). Diawali dengan pengolesan CMS pada seluruh mold space, akrilik dapat dicampur dengan perbandingan monomer : polimer = 4,8 gr : 2 ml (sesuai aturan pabrik). Setelah mencapai face dough stage, seluruh adonan diambil menggunakan semen spatula dan dimasukkan ke dalam mold space dan bagian tengah adonan diletakkan serat kaca, kemudian kuvet ditutup. e. Pengepresan kuvet. Setelah kuvet ditutup. Kuvet dipres dengan 3 tahap. Tahap pertama pengepresan dilakukan dengan kekuatan pres yang rendah, setelah itu kuvet dibuka dan sisa akrilik dibersihkan dan kuvet ditutup kembali. Tahap kedua pengepresan dilakukan dengan kekuatan pres yang sedang, kuvet dibuka kembali dan sisa akrilik dibersihkan. Tahap ketiga pengepresan dilakukan dengan kekuatan pres yang kuat sehingga tidak ada lagi sisa akrilik yang keluar. 22

f. Pemasakan akrilik (curing). Pemasakan akrilik dilakukan di dalam air yang dipanaskan dengan suhu 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C selama 20 menit, setelah itu kuvet dikeluarkan dan didiamkan pada suhu ruangan. g. Mengeluarkan model akrilik dari kuvet (deflasking) dengan membuka semua sekrup. Tutup kuvet dibuka dan kuvet bawah dilepaskan dengan cara mengetuk bagian dasar kuvet dan dibongkar secara hati-hati dengan pisau gips. h. Proses akhir (polishing and finishing). Setelah dikeluarkan resin akrilik kemudian digosok dengan menggunakan kertas gosok (amplas) hingga halus dan mengkilat. i. Pemberian nomor pada setiap sampel. 4.9.2 Pemanasan basis gigitiruan akrilik pada suhu 20 o C, 40 o C, 100 o C, 120 o C 1) Sediakan 4 wadah berisi air masing-masing 600 ml. Tandai wadah dengan tulisan: kelompok 1, 2, 3, dan 4. Tandai sampel dengan nomor 1-24. 2) Nyalakan kompor, kemudian letakan wadah kelompok pertama dan ukur suhunya hingga 20 o C, kelompok kedua pada suhu 40 o C, kelompok ketiga pada suhu 100 o C, kelompok keempat pada suhu 120 o C. 3) Masukkan 6 sampel pada masing-masing kelompok perlakuan. 4) Panaskan sampel selama 20 menit. 5) Keluarkan sampel dari wadah. 6) Ukur kekerasannya menggunakan alat uji kekerasan (System Affri Hardnest Tester) 23

4.10 Alat ukur dan pengukuran Alat ukur yang digunakan yaitu alat uji kekerasan (System Affri Hardnest Tester) yang ada di laboratorium mekanik jurusan teknik mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang. Alat ini dapat menguji kekerasan basis gigitiruan akrilik setelah dilakukan pemanasan secara berulang. 4.11 Analisis data a. Jenis data : Data primer b. Pengolahan data : SPSS versi 18 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) c. Penyajian data : Tabel dan grafik d. Analisis data : Uji LSD 24

BAB V HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemanasan berulang terhadap kekerasan basis gigitiruan berbahan dasar akrilik. Penelitian eksperimen laboratoris ini mengambil empat suhu pemanasan untuk dibandingkan, yaitu 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Pada penelitian ini jumlah sampel didasarkan pada rumus Federer, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak enam sampel untuk masing-masing kelompok suhu pemanasan. Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 24 sampel. Sampel pada penelitian ini tentunya adalah basis gigitiruan yang berbahan dasar akrilik dengan polimerisasi panas (heat cured acrylic) dan telah memenuhi standar kriteria seleksi sampel. Setiap kelompok suhu pemanasan berulang terdiri atas enam sampel sama banyak. Seluruhnya direndam dalam air 600ml yang dipanaskan dengan suhu berdasarkan kelompoknya yaitu suhu 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C selama 20 menit. Selanjutnya seluruh sampel diukur kekerasannya dengan menggunakan alat uji kekerasan (System Affri Hardness Tester). Pengukuran nilai kekerasan dilakukan dengan metode kekerasan Brinell dengan satuan BHn dan selanjutnya dikonversikan ke dalam metode kekerasan Vickers dengan satuan VHn. Pengukuran dilakukan hingga tiga kali dan dirata-ratakan. Seluruh hasil penelitian selanjutnya dikumpulkan dan dicatat, serta dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan 25

program SPSS versi 18 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel distribusi sebagai berikut : Tabel 1. Perbedaan nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan basis gigitiruan (Brinell Hardness dan Vickers Hardness) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C Hasil Uji Kekerasan Basis Gigitiruan Suhu Brinell Vickers n (%) Pemanasan Hardness (BHn) p-value Hardness (VHn) p-value Mean ± SD Mean ± SD 20 o C 6 (25%) 62.150 ± 1.227 a 78.000 ± 1.264 a 40 o C 6 (25%) 63.717 ± 3.583 a 79.833 ± 4.355 a 0.000* 0.001** 100 o C 6 (25%) 56.133 ± 4.128 a 70.000 ± 4.774 120 o C 6 (25%) 58.217 ± 1.560 a 72.833 ± 1.472 Total 24 (100%) 60.054 ± 4.109 75.167 ± 5.104 a Uji normalitas data: Shapiro-Wilk test; p<0.05; distribusi data tidak normal *One-way ANOVA test: p<0.05; significant **Kruskal Wallis test: p<0.05; significant 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 78 79,83 62,15 63,71 70 72,83 56,13 20ᵒC 40ᵒC 100ᵒC 120ᵒC 58,21 Brinell Hardness Vickers Hardness Gambar 1. Grafik nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan basis gigitiruan (Brinell Hardness dan Vickers Hardness) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C Tabel 1 dan gambar 1 memperlihatkan distribusi dan perbedaan nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan basis gigitiruan antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Hasil uji kekerasan dijabarkan dalam satuan kekerasan Brinell (BHn) dan selanjutnya dikonversi ke dalam kekerasan Vickers (VHn). Hasil 26

penelitian pada tabel memperlihatkan bahwa baik kekerasan Brinell maupun kekerasan Vickers, diperoleh nilai tertinggi pada kelompok yang dipanaskan dua kali dengan suhu 40 o C, yaitu 63.717 BHn dan 79.833 VHn. Adapun, nilai rata-rata kekerasan Brinell dan Vickers terendah ditemukan pada kelompok yang direndam dan dipanaskan dengan suhu 100 o C. Terlihat nilai kekerasan Brinell dan Vickers pada kelompok tersebut hanya mencapai 56.133 BHn dan 70 VHn. Pada suhu pemanasan 20 o C, nilai kekerasannya mencapai 62.150 BHn dan 78 VHn, sedangkan pada kelompok dengan suhu pemanasan 120 o C, nilai kekerasannya mencapai 58.217 BHn dan 72.833 VHn. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal hanya pada data kekerasan Brinell (p>0.05), sedangkan pada data kekerasan Vickers, terdapat dua kelompok yang tidak berdistribusi normal, yaitu kelompok yang direndam dengan suhu pemanasan 100 o C dan 120 o C. Hal ini menunjukkan bahwa uji parametrik hanya dapat dilakukan untuk data kekerasan Brinell dan tidak dapat digunakan pada data kekerasan Vickers. Dengan demikian, uji parametrik, Anova, digunakan pada data kekerasan Brinell dan uji non-parametrik, Kruskal Wallis, dipilih sebagai alternatif uji pada data kekerasan Vickers. Berdasarkan hasil uji statistik, One way Anova, ditemukan nilai p:0.000 (p<0.05), pada data kekerasan Brinell. Hal yang sejalan ditemukan dari hasil uji statistik,kruskalwallis,dengan nilai p:0.016 (p<0.05) pada ukuran kekerasan Vickers. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan nilai kekerasan Brinell dan Vickers yang signifikan antara kelompok suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. 27

Tabel 2. Hasil uji beda lanjut nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan satuan Brinell (BHn) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C Suhu Pemanasan (i) Perbandingan (j) Selisih rata-rata (i-j) p-value 20 o C 40 o C -1.5667 0.788 100 o C 6.0167 0.009* 120 o C 3.9333 0.122 40 o C 100 o C 7.5833 0.001* 120 o C 5.5000 0.018* 100 o C 120 o C -2.0833 0.609 *Pos Hoc Test: Tukey s High Significant Difference (HSD) test: p<0.05: significant Tabel 2 memperlihatkan hasil uji beda lanjut nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan Brinell (BHn) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Uji beda lanjut dilakukan dalam penelitian ini untuk memperlihatkan perbedaan yang lebih jauh antara masing-masing kelompok. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan selisih sebesar 1.5667 BHn antara kelompok suhu pemanasan 20 o C dan 40 o C dengan nilai kelompok 40 o C lebih besar. Namun, hasil uji statistik memperlihatkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan, sehingga nilai kekerasan Brinell kelompok suhu 20 o C dan 40 o C dapat dikatakan sama. Hal ini sejalan dengan perbandingan kelompok suhu 20 o C dengan 120 o C dan antara kelompok 100 o C dengan 120 o C, yang memperlihatkan adanya perbedaan selisih 3.933 BHn dan 2.083 BHn, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Perbedaan yang signifikan ditemukan pada perbandingan antara kelompok 20 o C dengan 100 o C (selisih: 6.0167 BHn); antara kelompok 40 o C dengan 100 o C (selisih: 7.583 BHn) dan antara kelompok 40 o C dengan 120 o C (selisih 5.500 BHn). 28

Tabel 3. Hasil uji beda lanjut nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan satuan Vickers (VHn) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C Suhu Pemanasan (i) Perbandingan (j) Selisih rata-rata (i-j) p-value 20 o C 40 o C -1.8333 0.783 100 o C 8.0000 0.003* 120 o C 5.1667 0.067 40 o C 100 o C 9.8333 0.000* 120 o C 7.0000 0.009* 100 o C 120 o C -2.83333 0.482 *Pos Hoc Test: Tukey s High Significant Difference (HSD) test: p<0.05: significant Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda lanjut nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan satuan Vickers (VHn) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Hasil penelitian secara keseluruhan memperlihatkan bahwa hasil satuan ukuran Vickers sejalan dengan satuan ukuran kekerasan Brinell. Terlihat pada tabel terdapat selisih sebesar 1.833 VHn antara kelompok suhu 20 o C dengan 40 o C, namun hasil uji statistik memperlihatkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan. Selisih sebesar 8.000 diperlihatkan antara kelompok 20 o C dengan 100 o C, selain itu, selisih sebesar 9.833 VHn dan 7.000 VHn diperlihatkan pada perbandingan antara kelompok suhu pemanasan 40 o C demhan 100 o C dan antara 40 o C dengan 120 o C. Perbedaan ketiga perbandingan kelompok tersebut merupakan perbedaan yang signfikan. Adapun, perbedaan yang tidak signifikan diperlihatkan juga pada perbandingan antara kelompok 20 o C dengan 120 o C dan antara kelompok 100 o C dengan 120 o C. 29

BAB VI PEMBAHASAN Polimetil metakrilat yang merupakan material dasar dari resin akrilik di bidang kedokteran gigi digunakan sebagai material pembuatan basis gigi tiruan lepasan semenjak mulai diperkenalkan pada tahun 1937.1 Material ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain estetik yang baik, kekuatan tinggi, menyerap air rendah, daya larut rendah, mudah dilakukan reparasi, proses manipulasi mudah karena tidak memerlukan peralatan rumit. Oleh karena itu resin akrilik masih menjadi pilihan utama dokter gigi sebagai pembuatan basis gigi tiruan lepasan, meskipun saat ini telah banyak digunakan material logam campur sebagai basis gigi tiruan lepasan. Perkembangan material untuk pembuatan basis gigi tiruan telah dirasakan pada saat ini dengan dipasarkan resin akrilik jenis rapid heat cured. Pabrik pembuat material tersebut menyebutkan bahwa resin akrilik ini mempunyai fitting yang baik, komfortabel, free bubble, kuat, cadmium-free. Keunggulan jenis resin akrilik ini tidak memerlukan waktu yang lama untuk proses polimerisasi. Menggunakan perbandingan antara bubuk dan cairan resin akrilik yang tepat berdasarkan petunjuk pabrik dan jenis resin akrilik ini hanya memerlukan waktu selama 20 menit untuk proses polimerisasi. Hal ini berbeda dengan resin akrilik yang sebelumnya, memerlukan waktu sekitar 120 menit untuk proses polimerisasi. Apabila proses polimerisasi dari resin akrilik berjalan singkat, akan menyebabkan kandungan monomer yang belum bereaksi menjadi polimer masih 30

tetap tinggi. Hal ini telah terbukti bahwa resin akrilik jenis rapid heat cured bila proses polimerisasi selama 20 menit, kandungan monomer sisa yang terdeteksi dengan kromatografi gas sebesar 1,9%. Kandungan monomer sisa tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan resin akrilik yang diproses dengan polimerisasi waktu yang lama. Kandungan monomer sisa dalam resin akrilik yang tinggi perlu mendapatkan perhatian. Bila material tersebut digunakan di dalam rongga mulut dapat mengakibatkan terjadi iritasi pada mukosa rongga mulut yang manifestasinya berupa kemerahan, rasa sakit dan pembengkakan. Peneliti lain juga melaporkan terjadi iritasi mukosa yang disebabkan pelepasan monomer sisa dari resin akrilik yang telah mengeras. Penelitian ini menggunakan desain laboratoris eksperimental dan dilakukan di Laboratorium Mekanik Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang dan dilaksanakan pada 23 April 2015. Penelitian ini menggunakan sampel berupa 24 buah bahan basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas dan dipanaskan di dalam air sebanyak 600 ml selama 20 menit. Seluruh sampel dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 6 sampel. Tiap sampel dipanaskan pada suhu 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C selama 20 menit. Sampel yang dipilih telah dikontrol ukuran dan diameternya. Panjang dan lebar sampel yang digunakan adalah sebesar 65 x 10 x 2,5 mm. Sampel yang dipilih juga harus memenuhi kriteria inklusi seperti, tidak porous, permukaan halus, dan tidak ada perubahan bentuk. 31

Selanjutnya masing-masing sampel di uji kekerasannya menggunakan alat uji kekerasan (Hardness Tester) merek Affri Series 206EX dengan skala pengukuran Brinell yang dikonversi ke Vickers. Hasil pengujian kekeraran basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas diolah datanya menggunakan program SPSS versi 18 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pengaruh pemanasan terhadap kekerasan basis gigitiruan akrilik pada tabel 1, 2, dan 3. Tabel 1 dan gambar 1 memperlihatkan distribusi dan perbedaan nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan basis gigitiruan antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Hasil uji kekerasan dijabarkan dalam satuan kekerasan Brinell (BHn) dan selanjutnya dikonversi ke dalam kekerasan Vickers (VHn). Hasil penelitian pada tabel memperlihatkan bahwa baik kekerasan Brinell maupun kekerasan Vickers, diperoleh nilai tertinggi pada kelompok yang dipanaskan dua kali dengan suhu 40 o C, yaitu 63.717 BHn dan 79.833 VHn. Adapun, nilai rata-rata kekerasan Brinell dan Vickers terendah ditemukan pada kelompok yang direndam dan dipanaskan dengan suhu 100 o C. Terlihat nilai kekerasan Brinell dan Vickers pada kelompok tersebut hanya mencapai 56.133 BHn dan 70 VHn. Pada suhu pemanasan 20 o C, nilai kekerasannya mencapai 62.150 BHn dan 78 VHn, sedangkan pada kelompok dengan suhu pemanasan 120 o C, nilai kekerasannya mencapai 58.217 BHn dan 72.833 VHn. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal hanya pada data kekerasan Brinell (p>0.05), sedangkan pada data kekerasan Vickers, terdapat dua kelompok yang tidak berdistribusi normal, yaitu kelompok yang direndam 32

dengan suhu pemanasan 100 o C dan 120 o C. Hal ini menunjukkan bahwa uji parametrik hanya dapat dilakukan untuk data kekerasan Brinell dan tidak dapat digunakan pada data kekerasan Vickers. Dengan demikian, uji parametrik, Anova, digunakan pada data kekerasan Brinell dan uji non-parametrik, Kruskal Wallis, dipilih sebagai alternatif uji pada data kekerasan Vickers. Berdasarkan hasil uji statistik, One way Anova, ditemukan nilai p:0.000 (p<0.05), pada data kekerasan Brinell. Hal yang sejalan ditemukan dari hasil uji statistik,kruskalwallis,dengan nilai p:0.016 (p<0.05) pada ukuran kekerasan Vickers. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan nilai kekerasan Brinell dan Vickers yang signifikan antara kelompok suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Tabel 2 memperlihatkan hasil uji beda lanjut nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan Brinell (BHn) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Uji beda lanjut dilakukan dalam penelitian ini untuk memperlihatkan perbedaan yang lebih jauh antara masing-masing kelompok. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan selisih sebesar 1.5667 BHn antara kelompok suhu pemanasan 20 o C dan 40 o C dengan nilai kelompok 40 o C lebih besar. Namun, hasil uji statistik memperlihatkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan, sehingga nilai kekerasan Brinell kelompok suhu 20 o C dan 40 o C dapat dikatakan sama. Hal ini sejalan dengan perbandingan kelompok suhu 20 o C dengan 120 o C dan antara kelompok 100 o C dengan 120 o C, yang memperlihatkan adanya perbedaan selisih 3.933 BHn dan 2.083 BHn, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Perbedaan yang signifikan ditemukan pada perbandingan antara kelompok 20 o C dengan 100 o C (selisih: 6.0167 33

BHn); antara kelompok 40 o C dengan 100 o C (selisih: 7.583 BHn) dan antara kelompok 40 o C dengan 120 o C (selisih 5.500 BHn). Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda lanjut nilai rata-rata hasil pengukuran uji kekerasan satuan Vickers (VHn) antara suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Hasil penelitian secara keseluruhan memperlihatkan bahwa hasil satuan ukuran Vickers sejalan dengan satuan ukuran kekerasan Brinell. Terlihat pada tabel terdapat selisih sebesar 1.833 VHn antara kelompok suhu 20 o C dengan 40 o C, namun hasil uji statistik memperlihatkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan. Selisih sebesar 8.000 diperlihatkan antara kelompok 20 o C dengan 100 o C, selain itu, selisih sebesar 9.833 VHn dan 7.000 VHn diperlihatkan pada perbandingan antara kelompok suhu pemanasan 40 o C demhan 100 o C dan antara 40 o C dengan 120 o C. Perbedaan ketiga perbandingan kelompok tersebut merupakan perbedaan yang signfikan. Adapun, perbedaan yang tidak signifikan diperlihatkan juga pada perbandingan antara kelompok 20 o C dengan 120 o C dan antara kelompok 100 o C dengan 120 o C. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pemanasan sangat mempengaruhi tingkat kekerasan basis gigitiruan akrilik. Hasil uji kekerasan dijabarkan dalam satuan kekerasan Brinell (BHn) dan selanjutnya dikonversi ke dalam kekerasan Vickers (VHn). Hasil penelitian pada tabel memperlihatkan bahwa baik kekerasan Brinell maupun kekerasan Vickers, diperoleh nilai tertinggi pada kelompok yang dipanaskan dua kali dengan suhu 40 o C, yaitu 63.717 BHn dan 79.833 VHn. Adapun, nilai rata-rata kekerasan Brinell dan Vickers terendah ditemukan pada kelompok 34

yang direndam dan dipanaskan dengan suhu 100 o C. Terlihat nilai kekerasan Brinell dan Vickers pada kelompok tersebut hanya mencapai 56.133 BHn dan 70 VHn. Pada suhu pemanasan 20 o C, nilai kekerasannya mencapai 62.150 BHn dan 78 VHn, sedangkan pada kelompok dengan suhu pemanasan 120 o C, nilai kekerasannya mencapai 58.217 BHn dan 72.833 VHn. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan nilai kekerasan Brinell dan Vickers yang signifikan antara kelompok suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, mengenai uji kekerasan bahan kedokteran gigi. Penelitian mengenai uji kekerasan resin komposit yang dipengaruhi oleh ketebalan bahan dan lamanya waktu penyinaran, dirasa mendekati dengan penelitian penulis. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Annette Alexandra Susanto Mahasiswa PPDGS Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, mendapatkan hasil penelitian secara laboratorik mengenai rerata dan standart deviasi (SD) kekerasan resin komposit sinar dengan pengaruh tebal bahan terdiri dari 2 mm, 3 mm, dan 4 mm, sedangkan untuk kelompok lamanya waktu terdiri dari 20 detik, 40 detik dan 60 detik. Pengaruh perbedaan dari perlakuan tersebut diuji dengan perhitungan statistik Two-way ANOVA dengan Replikasi. Berdasarkan analisa ANOVA dengan membandingkan Ftabel dan Fhitung, maka didapat hasil Fhitung (271,7115805) lebih besar dari Ftabel (2,48444), menyatakan ada perbedaan yang bermakna antara tebal bahan dan lamanya waktu penyinaran terhadap kekerasan permukaan bahan resin komposit sinar. 18 35

Uji ANOVA juga dapat dianalisis dengan melihat nilai probabilitas (P-value) dimana P-value hasil perhitungan dari komputer adalah 4,48888E-46 yang lebih kecil dari 0,05, maka ada interaksi antara tebal bahan dan lamanya waktu penyinaran. Pada analisa tebal bahan dengan membandingkan Ftabel dan Fhitung, maka didapat hasil Fhitung (2270,011053) lebih besar dari Ftabel (3,10930659). Dengan demikian kekerasan permukaan bahan resin komposit sinar dipengaruhi oleh ketebalan bahan. Dengan melihat nilai probabilitas (Pvalue), didapatkan hasil P-value hasil perhitungan dari komputer adalah 7,44308E-72 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga rata-rata kekerasan permukaan bahan resin komposit sinar berdasarkan ketebalan bahan memang berbeda secara nyata. Pada analisa lamanya waktu penyinaran dengan membandingkan Ftabel dan Fhitung, maka didapat hasil Fhitung (3501,465141) lebih besar dari Ftabel (3,10930659). Dengan demikian kekerasan permukaan bahan resin komposit sinar dipengaruhi oleh lamanya waktu penyinaran. Dengan melihat nilai probabilitas (P-value), didapatkan hasil P-value hasil perhitungan dari komputer adalah 2,2779E-79 yang lebih kecil dari 0,05, maka ratarata kekerasan permukaan bahan resin komposit sinar berdasarkan lamanya waktu penyinaran memang berbeda. 18 Pada penelitian penulis yang menggunakan sampel dengan ketebalan 65 x 10 x 2,5 mm. Serta menggunakan 4 kelompok suhu yakni, 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Kemudian sampel dipanaskan selama 20 menit. Dari hasil penelitian terdapat perbedaan nilai kekerasan Brinell dan Vickers yang signifikan antara kelompok suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. Jika dibandingkan dengan penelitian 36

sebelumnya yang menggunakan resin komposit sebagai sampel yang tebalnya terdiri dari 2 mm, 3 mm, dan 4 mm dan kelompok lamanya waktu terdiri dari 20 detik, 40 detik dan 60 detik, menyatakan ada perbedaan yang bermakna antara tebal bahan dan lamanya waktu penyinaran terhadap kekerasan permukaan bahan resin komposit sinar. 18 Kesimpulan yang dapat diambil adalah: ada pengaruh ketebalan bahan dan ada pengaruh lamanya waktu penyinaran resin komposit sinar terhadap kekerasan permukaan bahan; mutu kekerasan dan kekuatan bahan resin komposit sinar menurun seiring dengan semakin tebalnya bahan pada saat penumpatan jika tidak disertai dengan penambahan lamanya waktu penyinaran. Hal ini terjadi karena polimerisasi bahan tidak dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan data penelitian juga terlihat dengan jelas bahwa kekerasan maksimum didapatkan pada sampel resin komposit sinar dengan ketebalan 2 mm dan lama waktu penyinaran 60 detik. Secara umum lama waktu penyinaran sebaiknya dilakukan berkisar antara 40 60 detik, sedangkan ketebalan bahan tidak lebih dari 3 mm pada satu kali penyinaran. Sedangkan pada penelitian penulis kesimpulan yang dapat diambil adalah: ada pengaruh suhu dan ketebalan basis gigitiruan akrilik, kekerasan bahan akrilik menurun pada suhu 100 o C dan 120 o C. Jadi, semakin besar suhu yang diberikan pada saat pemanasan akan semakin menurunkan tingkat kekerasan basis gigitiruan akrilik. Secara umum suhu normal yang baik pada gigitiruan akrilik adalah 30-40 o C. Terdapat kesamaan pada penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan oleh 37

penulis yakni, terdapat perbedaan nilai kekerasan yang tidak terlalu bermakna antara setiap kelompok perlakuan. 18 38

BAB VII PENUTUP 7.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemanasan berulang terhadap kekerasan basis gigitiruan akrilik dapat disimpulkan bahwa: a. Terdapat perbedaan nilai kekerasan Brinell dan Vickers yang signifikan antara kelompok suhu pemanasan 20 o C, 40 o C, 100 o C, dan 120 o C. b. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin rendah pula tingkat kekerasan basis gigitiruan akrilik. 7.2 SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh pada penelitian ini, maka dapat disarankan bahwa: a. Penggunaan basis gigitiruan akrilik paling baik pada suhu normal yakni 30-40 o C, jika tidak maka akan menurunkan tingkat kekerasan basis gigitiruan akrilik. b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemanasan berulang terhadap kekerasan basis gigitiruan akrilik. 39

DAFTAR PUSTAKA 1. Ignatia W. Aplikasi dan disain valplast pada gigi tiruan sebagian lepas. JITEKGI;2010: 7(2): 63-8 2. Suguh Bhaktiar Pribadi, Moh. Yogiartono, Titien Hary Agustantina. Perubahan Kekuatan Impak Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Perendaman Larutan Cuka Apel. 2010. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi Vol. 9 No. 1 3. Anita Yuliati. Viabilitas sel fibroblas BHK-21 pada permukaan resin akrilik rapid heat cured. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 2 4. Haryanto AG, Lusiana KB, Freddy S, Anton M, Indra S. Buku ajar ilmu geligi tiruan sebagian lepasan Jilid II. Jakarta : Hipokrates; 1995. p. 380 5. Endang W. Pengaruh ekstrak Graptophyllum pictum terhadap pertumbuhan candida albicans pada plat gigi tiruan resin akrilik. Indonesian Journal of Dentistry; 2008: 15(3): 187-91 6. David, Elly M. Perubahan warna lempeng resin akrilik yang direndam dalam larutan desinfektan sodium hipoklorit dan klorhexidin. Maj Ked Gigi; 2005: 38(1): 36-40 7. Zuriah Sitorus, Eddy Dahar. Perbaikan Sifat Fisis dan Mekanis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dengan Penambahan Serat Kaca. 2012. Dentika Dental JournalVol.17No. 40

8. Dwi Tjahyaning Putranti, Yenny. Pengaruh Lama Pembersihan Dengan Energi Microwave Terhadap Kekasaran Permukaan Bahan Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas. 2012. Dentika Dental Journal Vol. 17 No. 1 9. Setyohadi, dkk. Pengaruh konsentrasi larutan serbuk siwak (Salvadorapersica) sebagai larutan pembersih pada perendaman lempeng resin akrilik heat cured terhadap kekuatan impak. 2012. Malang,Indonesia Vol.17 No.1 10. Intan Nirwana. Kekuatan transversa resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38 11. Intan Nirwana, R. Helal Soekartono. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode berbeda. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 2 12. Viona Diansari, Iin Sundari, Rini Defika Putri. Pengaruh Durasi Perendaman Resin Akrilik dalamminuman Kopi Aceh Ulee Kareng Terhadap Kekerasan Permukaan. 2011. Dentika Dental Journal Vol. 16 No. 2 13. Dewi Kristiana. Kekuatan Transversa Akrilik Self Cured dan Akrilik heat Cured Direndam Rebusan Daun Sirih Sebagai Bahan Pembersih Gigitiruan Lepasan. 2007. Scientific Journal in Dentistry Vol. 22 No. 4 14. Rinda Mahalistiyani, Dwiyanti Feriana Ratwita. Pengaruh Bahan Penguat Serat Gelas Terhadap Kekuatan Transversa Lempeng Akrilik. 2006. Scientific Journal in Dentistry Vol. 21 No.4 15. Eri Hendra Jubhari, Muskab. Perendaman dalam larutan pembersih peroksida alkali menurunkan kekuatan transversa lempeng akrilik lempeng resin akrilik. 2012. Bagian Prostodonsi Mahasiswa tahapan profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 16. Carol Dixon, W. Stephan Eakle, William F. Bird. Dental Materials Clinical Applications for Dental Assistants and Dental Hyegienists. 2011. Saunders Elsevier 41

17. A Yuliati. Viabilitas sel fibroblas BHK-21 pada permukaan resin akrilik rapid heat cured. 2005. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) 18. Alexandra Susanto, Annette. Pengaruh ketebalan bahan dan lamanya waktu penyinaran terhadap kekerasan permukaan resin komposit sinar. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 42

LAMPIRAN 1 1 2 3 4 43

LAMPIRAN 2 5 6 7 8 44