BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah daerah di Indonesia bertumpu pada Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB V PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan,

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB III METODE PENELITIAN. Trunojoyo Kav. 6 Lantai II Kepanjen, Kabupaten Malang.

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Otonomi daerah (otoda) adalah kewenangan daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak Pemerintah menerapkan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat untuk melepaskan sebagian wewenang pengelolaan keuangan kepada daerah dan diharapkan daerah dapat membiayai kegiatan pembangunan dan pelayanan masyarakat atas dasar kemampuan keuangan sendiri. Dengan kata lain, terjadinya penurunan angka penerimaan negara secara simultan telah mendorong inisiatif pemerintah pusat memberikan status otonomi kepada daerah otonom. Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 yang merupakan revisi terhadap UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kedua Undang-Undang di bidang otonomi daerah tersebut berdampak pada terjadinya pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang dijadikan sebagai dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun 1

2 anggaran. Oleh karena itu, pemerintah haruslah bertindak efektif dan efisien dalam mengelola keuangan daerahnya. Untuk memberikan jaminan pengalokasian sumber daya yang ada secara ekonomis, efisien dan efektif, maka informasi akuntansi manajemen sangat penting dimiliki, seiring dengan timbulnya paradigma baru organisasi pemerintahan yang lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat dan kepentingan publik. Untuk itu dalam merespon tuntutan yang semakin beragam tersebut, pemerintah daerah perlu memiliki sistem manajemen keuangan publik yang handal. Hal ini sangat penting karena buruknya manajemen keuangan publik dapat mengakibatkan anggaran publik yang tidak efektif dan efisien (seperti bocornya anggaran) dan kinerja sektor publik yang mengecewakan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan hanya bisa tercapai dengan pemanfaatan dana yang terarah untuk mengoptimalkan pelayanan publik melalui proses penganggaran yang baik. Guna menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan dapat dilakukan dengan menganalisa laporan keuangan yang sudah tersedia. Analisis laporan keuangan merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai oleh suatu daerah dari satu periode terhadap periode-periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi (Abdul Halim, 2004: 105). Tolok ukur kinerja merupakan ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kerja yang ditetapkan dalam bentuk standar pelayanan oleh masing-

3 masing daerah. Penilaian kinerja terhadap lembaga tidak hanya fokus pada lembaga yang berorientasi profit saja melainkan juga perlu dilakukan pada lembaga nonkomersial. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah menjalankan tugasnya dalam roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dilihat dari laporan keuangannya. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan. Perbaikan pada semua bidang juga dilakukan untuk mendukung pengembangan suatu daerah. Dalam upaya mengembangkan efisiensi dan keefektifan program serta pengalokasian sumber-sumber pada aktivitas yang menambah nilai bagi publik. Pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan derahnya untuk dinilai apakah Pemerintah Daerah dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Keberadaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sangat penting untuk menciptakan budaya transparasi dan akuntabilitas publik dalam rangka kepentingan menciptakan good governance. Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah ini berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan, tujuan tersebut paling tidak untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah dituntut mampu membangun ukuran kinerja yang baik. Ukuran kinerja yang disusun tidak dapat hanya dengan menggunakan satu ukuran, oleh karena itu perlu ukuran yang berbeda untuk

4 tujuan yang berbeda. Hal inilah yang kadang membuat konflik. Ukuran kinerja mempengaruhi ketergantungan antar unit kerja yang ada dalam satu unit kerja (Mardiasmo, 2002). Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diukur melalui beberapa rasio. Fresti, dkk (2009) menggunakan rasio kemandirian, rasio efektivitas dan efisiensi, rasio kontribusi, (debt service coverage ratio) DSCR dan rasio pertumbuhan untuk menganalisis kinerja keuangan Kota Batu. Hairunisya (2008) menambahkan rasio keserasian dan rasio belanja rutin terhadap APBD untuk menganalisis kinerja keuangan Kabupaten Probolinggo. Halim dan Jamal (2006) menggunakan rasio ketergantungan daerah, derajat desentralisasi dan rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menganalisis otonomi daerah dilihat dari aspek kemampuan keuangan Kota Malang. Dan Maharani (2006) menambahkan rasio belanja operasional untuk menganalisis APBD Kantor Dinas Pendapatan Kota Batu. Perbedaan-perbedaan alat analisis yang digunakan pada penelitianpenelitian terdahulu untuk menilai kinerja keuangan Pemerintah Daerah, mendorong peneliti untuk melakukan pengujian lebih lanjut temuan-temuan empiris mengenai kinerja keuangan Pemerintah Daerah. Peneliti menggunakan beberapa rasio keuangan terhadap APBD yaitu rasio kemandirian daerah, rasio ketergantungan daerah, derajat desentralisasi, rasio efektivitas dan efisiensi PAD, rasio efektivitas dan efisiensi pajak daerah, derajat kontribusi BUMD, rasio DSCR, rasio utang terhadap pendapatan daerah dan rasio efisiensi belanja,

5 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian dengan judul ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008-2010 (Studi Kasus Pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Malang). 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, permasalahan yang dapat dimunculkan adalah Bagaimana kinerja keuangan Disperindag Pasar Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2008-2010 dilihat dari analisis rasio keuangan APBD? 1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis kinerja keuangan Disperindag Pasar Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2008-2010 yang diukur dengan menggunakan analisis rasio keuangan APBD. 1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi data empiris mengenai kinerja keuangan Disperindag Pasar Kabupaten Malang dan diharapkan dapat menjadi alternatif masukan untuk mengukur laporan kinerja keuangan pada Disperindag Pasar Kabupaten Malang.

6 2. Memberikan informasi kepada publik sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan dana publik oleh pemerintah daerah di era otonomi daerah. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan keuangan pemerintah daerah dewasa ini. 4. Bagi para akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan literatur Manajemen Keuangan tentang Keuangan Pemerintah Daerah. Selanjutnya dapat sebagai acuan guna penelitian lanjutan. 1.4. Batasan Penelitian Batasan masalah dalam penelitian ini adalah lebih terfokus pada alat analisis yang digunakan sebagai tolok ukur kinerja keuangan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2008-2010. Alat analisis yang digunakan adalah Rasio Kemandirian Daerah, Rasio Ketergantungan Daerah, Derajat Desentralisasi, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi PAD, Rasio Efektivitas Pajak Daerah, Rasio Efisiensi Pajak Daerah, Derajat Kontribusi BUMD, Rasio Kemampuan Mengembalikan Pinjaman (Debt Service Coverage Ratio), Rasio Utang terhadap Pendapatan Daerah dan Rasio Efisiensi Belanja.