KONSEP TALAK DALAM FIKIH MUNA>KAHA>T DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PERMULAAN MASA IDDAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB V PENUTUP. maka penulis dapat menarik kesimpulan mengenai Rekonstruksi Undang-Undang. No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

qasd (adanya kehendak). Dengan demikian seorang yang mabuk dan hilang

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH.

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB V PENUTUP. atas, penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: Nomor:415/Pdt.P/2010/PA.Kab.Mlg, keduanya memberikan hubungan anakbapak

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA SUMENEP TENTANG PENENTUAN TEMPAT TINGGAL BERSAMA OLEH ORANG TUA SEBAGAI

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB II TALAK DALAM HUKUM ISLAM. pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak bain) maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir batin ini harus ada, karena

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP UU NO. 1 TAHUN 1974 PASAL 5 AYAT 1 DAN KHI PASAL 58 AYAT 1 TENTANG PERSETUJUAN ISTRI SEBAGAI

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dalam Al Qur an, Allah SWT. berfirman :

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd.

PUTUSAN Nomor: 029/Pdt.G/2014/PA.Mtk

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV TINJAUAN KITAB KLASIK DAN MODERN TERHADAP PASAL-PASAL DALAM KHI TENTANG MURTAD SEBAGAI SEBAB PUTUSNYA PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

P U T U S A N Nomor 0053/Pdt.G/2015/PA.Pkp. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga yang kekal, tenteram dan teratur serta memperoleh keturunan. Akan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) FIQH MUNAKAHAT JINAYAH

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI. A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB IV. A. Pengajuan Pemisahan Harta Bersama Antara Suami dan Isteri Sebagai Syarat Mutlak dalam Izin Poligami

1. PENGERTIAN. a. Islam b. Iman c. Ihsan - Hubungan antara Iman, Islam dan Ihsan

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB V PENUTUP. 0012/Pdt.G/2015/PTA.Pdg adalah sebagai berikut:

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

P U T U S A N. NOMOR: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

ب س م الله ال رح م ن ال رح یم

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup

MUNAKAHAT : IDDAH, RUJUK, FASAKH,KHULU DISEDIAKAN OLEH: SITI NUR ATIQAH

BAB I PENDAHULUAN. ikatan suci yang dinamakan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan

Ringkasan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) h M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. KOTA PEKALONGAN NO. 0123/Pdt.G/2013/PA.Pkl TENTANG HAK ASUH ANAK

BAB IV. CERAI GUGAT KARENA ISTRI SELINGKUH DALAM PUTUSAN PERKARA NOMOR: 603/PDT.G/2009/PA.MLG. (Studi Analisis Dengan Pendekatan Maqasid Al-Syari ah)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Transkripsi:

KONSEP TALAK DALAM FIKIH MUNA>KAHA>T DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PERMULAAN MASA IDDAH (Studi Analisis dengan Pendekatan Maqa<s}id Shari< ah ) I Dalam Fikih Muna>kahat Talak adalah hak yang sepenuhnya ada di tangan suami setelah pernikahan berlangsung. Seorang laki-laki mempunyai hak talak tiga terhadap istrinya. Dalam penerapannya talak dianggap sah apabila dijatuhkan dengan keadaan yang sadar, sehat akalnya dan baligh. Dengan mengucapkan lafadz talak (seperti T{allaqtuki) maka seketika itu ikatan perkawinan telah putus dengan jatuh talak satu antara suami dengan istri tersebut. Hak untuk menjatuhkan talak melekat pada orang yang menikahinya. Apabila hak menikahi orang perempuan untuk dijadikan sebagai istri, maka yang berhak menjatuhkan talak adalah orang laki-laki yang menikahinya. Sedangkan bagi isteri, Islam memberikan jalan untuk memutuskan ikatan perkawinan dengan suaminya jika ternyata suaminya buruk akhlaknya, atau karena cacat, atau perbuatannya menimbulkan mad}arat bagi istri sementara suami tetap bersikukuh untuk mempertahankan utuhnya perkawinan yaitu dengan mengadukan persoalannya kepada Qadli/Hakim dengan menggugat agar dijatuhkan talak suami kepada dirinya. Berbeda dengan perspektif Fikih, Kompilasi Hukum Islam pasal 115 dan 117 menyatakan bahwa perceraian antara suami istri dianggap sah apabila dilakukan di hadapan Pengadilan. Apabila seorang suami menyatakan talak kepada istrinya di luar persidangan Pengadilan walau dilakukan berulang kali, maka ikatan pernikahan masih dianggap utuh. Dengan demikian, maka putusnya ikatan pernikahan di dalam KHI tidak mudah karena harus dilakukan di depan sidang Pengadilan.

II Tujuan Hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan hamba dunia dan akhirat. seluruh hukum itu mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan Hikmah, jika keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dapat dinamakan Hukum Islam. Hal senada juga dikemukakan oleh al-sha>t}ibi, Ia menegaskan bahwa semua kewajiban diciptakan dalam rangka merealisasikan kemaslahatan hamba. Tak satupun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama juga dengan taklif ma> la> yut}a>q (membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan). Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat itulah, maka para ulama Us}ul Fiqh merumuskan tujuan hukum Islam tersebut kedalam lima misi, semua misi ini wajib dipelihara untuk melestarikan dan menjamin terwujudnya kemashlahatan. Kelima misi Maqa>s}id al-sha>ri ah dimaksud adalah memelihara Agama, Jiwa, Akal, Keturunan dan Harta. Pengelompokan ini didasarkan pada kebutuhan dan skala prioritas. Urutan level ini secara hirarkhis akan terlihat kepentingan dan siknifikansinya, manakala masing-masing level satu sama lain saling bertentangan. Dalam konteks ini level D}aru>riyya>t menempati peringkat pertama disusul H{a>jiyya>t dan Tah{siniyya>t. level D}aruriyya>t adalah memelihara kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengancam eksistensi kelima tujuan diatas. Sementara level H{ajiyya> tidak mengancam hanya saja menimbulkan kesulitan bagi manusia. Selanjutnya pada level Tah{siniyya>t, adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Allah Swt. Sebagai contoh, dalam memelihara unsur Agama, aspek d}aruriayya>tnya antara lain mendirikan Shalat, shalat merupakan aspek d}aruriayya>t, keharusan menghadap kiblat merupakan aspek h{ajiyya>t, dan menutup aurat merupakan aspeks tah{siniyyat. Ketiga level ini,

pada hakikatnya adalah berupaya untuk memelihara kelima misi hukum Islam. Cara untuk menjaga yang lima tadi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu: 1. Dari segi adanya (min na>hiyyati al-wujud) yaitu dengan cara manjaga dan memelihara hal-hal yang dapat melanggengkan keberadaannya seperti : a. Menjaga agama dari segi al-wujud misalnya shalat dan zakat. b. Menjaga jiwa dari segi al-wujud misalnya makan dan minum. c. Menjaga akal dari segi al-wujud misalnya makan dan mencari ilmu. d. Menjaga al-nasl dari segi al-wujud misalnya nikah. e. Menjaga al-mal dari segi al-wujud misalnya jual beli dan mencari rizki. 2. Dari segi tidak ada (min na>hiyyati al- adam) yaitu dengan cara mencegah hal-hal yang menyebabkan ketiadaannya seperti : a. Menjaga agama dari segi al- adam misalnya jihad dan hukuman bagi orang murtad. b. Menjaga jiwa dari segi al- adam misalnya hukuman qis}as} dan diyat. c. Menjaga akal dari segi al- adam misalnya had bagi peminum khamr. d. Menjaga al-nasl dari segi al- adam misalnya had bagi pezina dan muqdzif. e. Menjaga al-mal dari segi al- adam misalnya riba, memotong tangan pencuri. Shari at dibangun atas dasar mas}lahat bagi manusia, bukan mas}lahat bagi Allah. Mas}lahat yang dimaksud sebenarnya berbentuk manfa at, maka otomatis

semua bentuk ketetapan shari at pasti mengandung unsur menarik mas}lahat dan menolak mafsadah. Oleh karenanya ulama merumuskan kaidah mayor (kulliyah) dengan berbagai redaksi yang sedikit berbeda. Berdasarkan جلب المصالح ودرء المفاسد pemikiran ini maka tepatlah jika Izuddin bin Abd al-sala>m menyatakan bahwa seluruh hukum pasti terpaut (yadu>ru) dengan kaidah mas}lahah ini. Berbicara mas}lahat dengan mafsadah. Ketika mafsadah saling berbenturan dengan mas}lahah, maka kaidah yang dipakai ulama adalah: mendahulukan menolak mafsadah dari pada menarik mas}lahat. Ketika terdapat dua mafsadah yang saling berbenturan (taza>h}um) atau bertentangan (ta a>rud{) maka kaidahnya adalah mengambil atau menerapkan mafsadah yang bahayanya (dharar) lebih ringan dan meninggalkan mafsadah yang bahayanya lebih besar. III Ali Ahmad Al-Jurjawi menjelaskan bahwa dihalalkan dan disyari atkannya talak tidak lain hanya untuk kebaikan bersama bagi pihak istri dan suami dalam urusan rumah tangga mereka. Mengutip pendapat dari Amir Syarifuddun bahwa dishari atkannya talak tidak lain untuk : 1. Menolak terjadinya mudharat lebih jauh, karena tidak terciptanya suasana yang sesuai dengan tujuan dasar dilaksanakannya pernikahan 2. Hanya untuk tujuan kemaslahatan, yakni daf ul mafa>sid. Sedangkan fungsi iddah yang terungkap dalam definisi Ulama hanafiyyah menyatakan bahwa fungsi iddah adalah untuk menghabiskan sesuatu yang masih tersisa akibat dari pernikahan. Sesuatu yang masih tersisa akibat pernikahan adalah kemungkinan kehamilan (rahim) dan hak-hak seperti rujuk, nafkah, dan lainnya. Sedangkan shafi iyyah secara jelas mengatakan fungsi iddah ada tiga, yakni untuk mengetahui kosongnya rahim, pengabdian pada Allah atau bela sungkawa atas kematian suami. Mengenai illat iddah, Mu>sa> al-hija>wi> dalam karyanya al-iqna> menyatakan bahwa illat iddah yang lebih dominan (al-mughallab fi>h) adalah

ta abbudi. Istilah ta abbudi identik dengan ibadah yang menghasilkan pahala. Dan fungsi iddah merupakan ungkapan bela sungkawa (tafajju ) semata, seharusnya akan menjadi adil jika laki-laki juga dibebani iddah. Agaknya stressing illat iddah lebih pada mengetahui kosongnya rahim. Terlebih menurut Shaykh Zayn al-di>n al-mali>ba>ri> dan Shaykh Abu Yahya Zakariya al-ans}a>ri> serta ulama shafi iyyah lainnya bahwa tujuan di-shari at-kannya iddah adalah untuk menjaga kemurnian nasab agar terhindar dari kekacauan nasab. Imam Nawawi menyatakan bahwa tujuan dishariatkannya iddah adalah untuk mengetahui isi rahim / kosongnya rahim, oleh karenanya iddah bagi wanita hamil adalah sampai masa kelahiran. Begitu juga ketentuan bagi wanita yang pada saat putus perkawinannya masih belum pernah berhubungan badan dengan suami\, menurut ijma> tidak berlakunya iddah bagi wanita ini. Hal ini menunjukan bahwa illat iddah adalah untuk mengetahui isi rahim. Namun jika melihat ketentuan kewajiban iddah bagi wanita menaoupuse dan wanita belum haid, hal ini seakan melebur illat iddah berupa mengetahui kekosongan rahim karena wanita menaoupuse dan belum haid tidak mungkin hamil sekalipun disetubuhi suaminya. Agaknya memang terdapat tiga unsur pertimbangan dalam ketetapan iddah, yakni pertimbangan religiusitas (ta abbudi), unsur etika moral (tafajju ) untuk memperlihatkan kesedihan atas hilangnya nikmat pernikahan, dan unsur penyelamatan nasab (bara ah al-rahim). Ketiganya menjadi satu kesatuan fungsi iddah. IV Dari uraian di atas dapat disimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa talak dalam fiqih muna>kahat adalah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau dimasa mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata itu. talak diangga sah jika memenuhi rukun talak yaitu (1). Suami, (2). Istri, (3).Sighot (4). Qas}du. Dan syarat talak yaitu (1). Mukallaf (2). Atas kemauan

sendiri (3). dijatuhkan sesudah nikah yang sah. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menjadikan ikrar dipengadilan sebagai syarat sahnya talak. 2. Mengenai implikasi terhadap permulaan masa iaddah dalam fiqih muna>kahat, Apabila suami belum menjatuhkan talak diluar pengadilan, maka talak yang dijatuhkan didepan hakim agama itu dihitung talak pertama dan sejak itu pula di hitung iddahnya, Jika suami telah menjatuhkan talak diluar pengadilan Agama, maka talak yang dijatuhkan didepan hakim agama itu merupakan talak yang kedua dan seterusnya jika masih dalam masa iddah raj iyah. Sedangkan perhitungan iddahnya dimulai dari jatuhnya talak pertama dan selesai setelah iddahnya yang terakhir yang dihitung sejak jatuhnya talak yang terakhir tersebut. Berbeda dengan kompilasi hukum islam bahwa iddah dan segala konsekwensinya baru dimulai setelah mendapatkan keputusan dari pengadilan, maka segala sesuatu yang terkait dengan para pihak, baik suami atau istri yang meliputu putusan cerai, nafkah iddah hingga pada harta gonogini pasca perceraian sudah tercata lengkap dan ditetapkan karena pengadilan berwenang atas hal tersebut. 3. Kesesuaian konsep iddah dalam fiqih munakah dan KHI dengan maqas}id Shari ah terletak pada jaminan menjaga kehormatan, baik fiqih Munakahat atau KHI sepakat bahwa sesorang itu harus berlaku jujur, sehingga dalam fiqih munakahat tidak diperkenankan bermain main dalam ucapan talak yang akhirnya memutuskan hukum talak sah walaupun tanpa pengadilan dan pada waktu itupula iddah wanita dimulai, berbeda dengan KHI yang dalam mengekspresikan harus berlaku jujur dengan disertai saksi atau ikrar dipengadilan karena untuk pembuktian kejujuran atau kebohongan diperlukan seperangkat saksi atau bukti, sehingga talak diluar pengadilan dianggap tidak sah. Sedangkan proses pengadilan yang

terkesan begitu panjang sehingga mengakibatkan panjang pula masa tunggu wanita hal ini bukan merupakan mashaqqah tapi sebagai kulfah. Artinya sesuatu yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari kegiatan manusia sebagaimana dalam kacamata adat, orang yang memikul barang atau bekerja siang malam untuk mencari kehidupan tidak dipandang sebagai mashaqah, tetapi sebagai salah satu keharusan dan kelaziman untuk mencari nafkah. Demikian juga halnya dengan masalah ibadah. Masyaqahseperti ini menurut Imam Shathibi disebut Mashaqah Mu tadah karena dapat diterima dan dilaksanakan oleh anggota badan dan karenanya dalam shara tidak dipandang sebagai mashaqah. Dari dua konsep diatas yang sama-sama memiliki tujuan luhur kiranya perlu untuk mengedepankan menolak mafsadah yang lebih besar dari pada menarik mas}lahah yakni dengan mengikuti aturan yang ada dalam kompilasi hukum islam yang memiliki tujuan menjaga agama, jiwa dan harta, dengan tetap menjaga aturan yang terdapat dalam fikih munakahat, al muha>faz}ah alal qadi>m al-s}o>lih wa al-akhdhu bil Jadi>d al-as}lah.