ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN SENDANGMULYO KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG FKM UNDIP

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (P2DBD) DI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terhadap perubahan dan penyesuaian paradigma dan praktek

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PEDOMAN WAWANCARA. Lampiran 1. Pedoman Wawancara

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: )

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

Analisis Implementasi Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Arcindy Iswanty

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: HAFSHAH RIZA FAWZIA J

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TEGAL TIMUR Jln. Flores No. 35 Telp. : ( 0283 ) Tegal

ARTIKEL STUDIKUALITATIF PENGETAHUAN DAN PERAN TOKOH MASY ARARAT DALAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DIKOTA SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

HUBUNGAN FAKTOR FAKTOR SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PETUGAS POKJA DBD TINGKAT KELURAHAN DI KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGHENTIAN SUPLEMENTASI KAPSUL IODIUM DI KABUPATEN MAGELANG. Styawan Heriyanto

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

GAMBARAN FAKTOR KEBERHASILAN KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG DALAM PROGRAM KAWASAN BEBAS JENTIK

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat

Kata Kunci : Pengetahuan, Perawatan, Demam Berdarah Dengue

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

UNGGULAN UTAMA RW SIAGA KESEHATAN

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai implementasi kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu kejadian luar biasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

LAPORAN KAJIAN EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NO. 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DIKOTA SEMARANG

PENYULUHAN KESEHATAN RUTIN PUSKESMAS UNTUK MENCEGAH SEKOLAH DASAR DENGAN KEJADIAN DBD DI KOTA MADIUN TAHUN 2017

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

Analisis Implementasi Program Kesehatan Ibu Dan Anak (Kia) Di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Manado Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. penghujan disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 108-117 ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN SENDANGMULYO KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG *), Sudiro **), Lucia Ratna K.W **) *) Alumnus FKM UNDIP, **) Dosen Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UNDIP ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Di Kelurahan Sendangmulyo pada tahun 2010 angka kasusnya tertinggi di Kota Semarang. Pada tahun 2011, Kelurahan Sendangmulyo berhasil menurunkan angka kasus secara signifikan. Keberhasilan implementasi program DBD di Kelurahan Sendangmulyo memunculkan pertanyaan faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keberhasilan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab keberhasilan implementasi kebijakan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo dilihat dari variabel komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan struktur birokrasi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan data bersifat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview dengan informan utama adalah Lurah dan Kasi Kesos Kelurahan Sendangmulyo. Untuk menguji validitas data dilakukan dengan triangulasi sumber kepada kader jumantik sebagai kelompok sasaran dari program. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo disebabkan oleh adanya komunikasi yang efektif antara Lurah dan kader jumantik, ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, dan adanya komitmen dari Lurah dan masyarakat untuk menurunkan angka kasus DBD, meskipun belum ada struktur organisasi khusus dalam pelaksanaan program. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo dipengaruhi oleh variabel komunikasi, sumber daya, dan disposisi. Saran dalam penelitian ini adalah Kelurahan Sendangmulyo sebaiknya membuat struktur organisasi untuk memaksimalkan pelaksanaan program pengendalian DBD di masyarakat. Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, implementasi kebijakan, Kelurahan PENDAHULUAN 1

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aides aygepti, serta dapat menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. 1 Di Kota Semarang, pada tahun 2010 mengalami endemik DBD, tetapi terjadi penurunan kasus DBD secara signifikan pada tahun 2011. Berdasarkan rekapitulasi kasus DBD tahun 2011 dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, tercatat IR per 100.000 pada tahun 2010 adalah 368,70 dan pada tahun 2011 sebesar 69,07. Sedangkan CFR tahun 2010 adalah 0,85% dan tahun 2010 0,01%. 2 Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, pada tahun 2010 menduduki peringkat pertama pada rekapitulasi kasus DBD di Kota Semarang yaitu sebanyak 342 kasus. Namun, pada tahun 2011, Kelurahan Sendangmulyo mengalami penurunan kasus yang signifikan menjadi 36 kasus. 3 Penurunan kasus di Kelurahan Sendangmulyo tidak lepas dari peran berbagai pihak, yaitu pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk berupaya memberantas kasus DBD di wilayah Kota Semarang. Upaya pemberantasan DBD dilakukan melalui pengorganisasian Kelompok Kerja Demam Berdarah Dengue (Pokja DBD) dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) di tingkat Desa dan dengan pembinaan secara berjenjang oleh Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah Dengue (Pokjanal DBD) mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, sampai ke tingkat Kecamatan. 4 Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang, pemerintah dituntut berperan aktif dalam pengendalian DBD, baik dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, tidak terkecuali kelurahan. Dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue dijelaskan tentang pencegahan, penanggulangan, serta penanganan kejadian luar biasa (KLB) DBD di Kota Semarang. 5 Bahkan, ada peraturan baru berupa peraturan tidak tertulis dari pemerintah Kota Semarang yang menyebutkan bahwa Camat dan Lurah akan dicabut jabatannya apabila tidak berhasil menurunkan angka DBD di daerah masing-masing. Peran dari kelurahan dalam penanggulangan DBD adalah memantau jalannya pencegahan, penanggulangan, serta penanganan DBD di tingkat kelurahan. Pemantauan dilakukan oleh Lurah dan pegawai kelurahan, serta dibantu oleh kader yang biasa disebut kader jumantik (juru pemantau jentik) yang langsung terjun di masyarakat. Di Kelurahan Sendangmulyo, implementasi kebijakan penanggulangan DBD telah terlaksana dengan baik sekitar 2 tahun belakangan ini. Hal ini terbukti dengan adanya penurunan kasus dari 342 kasus di tahun 2010 menjadi 36 kasus di tahun 2011. Prestasi tersebut tidak lepas dari peran Lurah, perangkat kelurahan dan masyarakat

yang telah bekerjasama dengan baik. Keberhasilan implementasi kebijakan penanggulangan DBD yang membuahkan prestasi di Kelurahan Sendangmulyo dipengaruhi oleh berbagai variabel seperti komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penyebab keberhasilan implementasi kebijakan pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan data bersifat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview dengan informan utama adalah Lurah dan Kasi Kesos Kelurahan Sendangmulyo. Untuk menguji validitas data dilakukan dengan triangulasi sumber kepada kader jumantik sebagai kelompok sasaran dari program. Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang terdiri dari faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam terhadap informan, reduksi data dengan menggabungkan semua data yang diperoleh menjadi bentuk tulisan. Penyajian data dengan mengolah data ke dalam matriks kategorisasi. Kemudian menarik kesimpulan yang merupakan tahap akhir dalam penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Secara lengkap data karakteristik responden menurut usia, pendidikan, jabatan, dan pekerjaan informan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Informan Wawancara Mendalam Inisial Usia (Tahun) Pendidikan Jabatan Pekerjaan Keterangan U1 49 S1 Lurah PNS Informan Utama U2 44 S1 Kasie. Kesos PNS Informan Utama T1 43 SMU Kader Jumantik Ibu Rumah Informan Triangulasi T2 44 SMU Kader Jumantik Tangga Ibu Rumah Tangga Informan Triangulasi

Deskripsi Variabel Implementasi Kebijakan Pengendalian DBD di Kelurahan Mengenai varibel implementasi kebijakan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo, terdapat perbedaan persepsi antara informan utama dengan informan triangulasi. Semua informan utama menyatakan bahwa jadwal kegiatan PSN dilakukan setiap seminggu 2 kali, yaitu setiap hari Jumat dan Minggu, serta sudah dilaksanakan secara rutin sesuai jadwal. Pernyataan tersebut ternyata tidak didukung oleh pernyataan dari informan triangulasi yang menyatakan bahwa memang seharusnya PSN dilaksanakan setiap seminggu 2 kali, tetapi dalam pelaksanaanya terkadang dilaksanakan seminggu sekali, bahkan sebulan sekali. Untuk variabel implementasi kebijakan, tidak ada perbedaan persepsi antara informan utama dengan informan triangulasi. Mengenai jadwal kegiatan PSN dilakukan setiap seminggu 2 kali. Meskipun dalam pelaksanaannya terkadang menjadi seminggu sekali, pelaksanaan PSN tetap dilakukan secara rutin. Dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD di Kelurahan Sendangmulyo, sejauh ini pelaksanaannya lancar, hanya saja tetap mengalami kendala. Kendala yang dihadapi adalah ada masyarakat yang rumahnya tidak ingin dikunjungi oleh petugas pemantau jentik. Peran pemerintah Kelurahan Sendangmulyo dan masyarakat sejauh ini juga cukup besar. Terbukti ketika program dijalankan, baik dari Kelurahan Sendangmulyo, Puskesmas Kedungmundu, kader jumantik, dan masyarakat sendiri saling bekerjasama. Implementasi kebijakan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo juga tidak terlepas dari empat faktor yang mempengaruhi, diantaranya faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dari keempat variabel tersebut, faktor yang paling menonjol dalam keberhasilan implementasi kebijakan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo adalah faktor komunikasi dan faktor disposisi. Berdasarkan hasil penelitian, faktor komunikasi yang dibangun oleh Lurah dan kader jumantik di Kelurahan Sendangmulyo sudah efektif karena komunikasi dilakukan secara rutin dan informasi yang dikomunikasikan dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh kader jumantik sebagai kelompok sasaran program. Untuk faktor disposisi, telah ada komitmen yang tinggi dari Lurah sebagai implementor dalam menjalankan program pengendalian DBD di tingkat kelurahan. Deskripsi Variabel Komunikasi Jika dibandingkan hasil wawancara mendalam antara informan utama dengan informan triangulasi rata-rata pernyataan sudah sesuai. Mereka menyatakan pemegang program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo adalah Lurah dan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial. Untuk kelompok sasaran dari program, salah satu informan utama menyatakan sasaran utamanya adalah masyarakat, sedangkan informan yang lainnya menyatakan sasaran utamanya adalah

kader jumantik dan pernyataan tersebut sama dengan pernyataan informan triangulasi. Untuk sosialisasi program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo, informan menyatakan dilakukan dengan diskusi dan pertemuan melalui pertemuan PKB dan PKK. Pertemuan PKB dan PKK dilakukan setiap sebulan sekali pada minggu ketiga dan sebagian besar menyatakan tidak ada kendala dalam sosialisasi, hanya satu informan menyatakan ada kendala ketika sosialisasi yaitu ketidakhadiran kader jumantik di pertemuan. Mengenai komunikasi yang terjadi antara pemegang program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo dengan kader jumantik di kelurahan tersebut, informan menyatakan komunikasi biasa dilakukan setiap ada kegiatan PSN. Komunikasi dapat bebentuk laporan hasil kegiatan PSN dan komunikasi melalui SMS. Untuk kendala yang dihadapi dalam komunikasi, informan menyatakan bahwa tidak ada kendala. Selama ini, menurut informan, komunikasi yang terjadi sudah efektif. Berdasarkan hasil penelitian, program pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Sendangmulyo dilaksanakan oleh Lurah dan staf kelurahan bidang kesejahteraan sosial. Sedangkan untuk sasaran dari program adalah kader jumantik di wilayah Kelurahan Sendangmulyo. Program pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Sendangmulyo mulai gencar dilaksanakan sejak tahun 2010 setelah ada kejadian luar biasa DBD pada tahun tersebut. Sebelumnya kegiatan pemberantasan sarang nyamuk sudah ada, tetapi kegiatannya tidak berjalan dengan baik. Baru pada tahun 2010, setelah ada pergantian Lurah di Sendangmulyo, seluruh lapisan masyarakat digerakkan kembali untuk aktif melakukan PSN karena saat itu kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Sendangmulyo sudah harus segera ditangani. Selama pelaksanaan program, dari tahun 2010 hingga sekarang, komunikasi yang terjadi antara Lurah dan Kasie. Kesos Kelurahan Sendangmulyo (implementor) dengan kader jumantik di Kelurahan sendangmulyo (sasaran program) sudah terjalin dengan baik. Program telah disosialisasikan kepada sasaran melalui diskusi dan rapat koordinasi yang dihadiri pula oleh Puskesmas Kedungmundu sebagai narasumber. Diskusi dilakukan setiap ada kegiatan pemantauan jentik, yaitu setiap hari Jumat dan Minggu di semua RW secara serentak. Untuk rapat koordinasi, dilakukan setiap ada KLB di daerah tersebut. Selain diskusi dan rapat koordinasi, ada pertemuan khusus kader jumantik di Kelurahan Sendangmulyo, yaitu pertemuan PKB yang dilaksanakan setiap minggu ketiga pada setiap bulannya. Maksud dan tujuan dari program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo juga telah diterima dengan baik oleh kelompok sasaran yaitu kader jumantik. Hal ini disebabkan oleh implementor telah menguasai informasi tentang pengendalian DBD yang harus disampaikan untuk kader jumantik di Kelurahan Sendangmulyo. Pengetahuan yang dimiliki

implementor yaitu Lurah dan Kasie. Kesos Kelurahan Sendangmulyo dapat dilihat dari latar belakang pendidikan keduanya yang merupakan sarjana. Selain itu, Lurah dan Kasie. Kesos Kelurahan Sendangmulyo telah memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik sehingga informasi mengenai program pengendalian DBD dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh kader jumantik di Kelurahan Sendangmulyo. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diperkenalkan oleh Spitzberg dan Cupac mengenai communication competency. Menurut teori kompetensi komunikasi, komunikasi akan efektif, artinya komunikan akan mengubah sikap, jika komunikator mempunyai kompetensi: (1) pengetahuan tentang apa yang diinformasikan; (2) ketrampilan berkomunikasi; (3) motivasi komunikasi yang dikemukakan oleh motivator. 6 Deskripsi Variabel Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Finansial Untuk pertanyaan tujuan dari program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo, semua informan menyatakan bahwa program tersebut bertujuan untuk menurunkan angka kasus DBD. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo telah berhasil menyampaikan informasi dengan baik kepada kelompok sasaran program yaitu kader jumantik. Mengenai jumlah kader jumantik dan kriteria pemilihannya pun, semua informan rata-rata menyatakan hal yang sama. Jumlah kader di setiap RW ada 2 orang dan tidak ada kriteria khusus dalam pemilihan kader jumantik. Kader jumantik secara sukarela mengajukan diri menjadi kader dan biasanya jabatan kader jumantik itu merangkap kader posyandu juga. Untuk masalah alokasi dana untuk program, informan utama menyatakan tidak ada dana yang dialokasikan dari Kelurahan Sendangmulyo untuk program pengendalian DBD. Salah satu informan menyatakan ada dana dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, tetapi itu bukan untuk kegiatan PSN di Kelurahan Sendangmulyo melainkan untuk program dari Dinas Kesehatan Kota Semarang. Program tersebut adalah Pemantau Jentik Rutin (PJR) yang sasarannya juga kader jumantik, program ini ditujukan untuk memantau kinerja kader jumantik di setiap kelurahan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi program/kebijakan pemerintah sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan menjadi kurang enerjik dan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan, sumber daya finansial menjamin

keberlangsungan program/kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan efektif dan cepat mencapai tujuan dan sasaran. 7 Deskripsi Variabel Disposisi Jika dibandingkan, pernyataan dari informan utama dengan informan triangulasi mengenai variabel disposisi dalam implementasi program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo, tidak ada perbedaan. Semua menyatakan bahwa ada pemantauan terhadap kinerja kader jumantik yang dilakukan oleh Lurah Sendangmulyo. Pemantauan dilakukan dengan observasi langsung, maksudnya Lurah dan Kepala Seksi kesejahteraan Sosial, selaku pemegang program, ikut terjun langsung dalam kegiatan pemantauan jentik bersama para kader jumantik. Dengan Lurah yang ikut terjun langsung, Lurah bisa menilai kinerja dari setiap jumantik. Selain observasi langsung, pemantauan terhadap kinerja kader juga dilakukan melalui laporan hasil pemantauan jentik yang diserahkan ke kelurahan. Tanggapan kader jumantik dengan adanya program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo sangat positif. Informan utama menyatakan bahwa dengan adanya program pengendalian DBD ini, kader jumantik sangat antusias, terbukti dengan partisipasi mereka yang cukup tinggi dalam menjalankan tugas sebagai kader jumantik. Untuk laporan hasil pemantauan jentik berkala, semua informan menyatakan bahwa laporan dilakukan setiap selesai melakukan pemantauan jentik. Kader jumantik mendapatkan blanko pemantauan dan kemudian diserahkan kembali ke kelurahan untuk direkap. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. 8 Berdasarkan hasil penelitian, komitmen yang dilakukan Lurah Sendangmulyo dan Kasie. Kesos Kelurahan Sendangmulyo adalah selalu memantau kinerja dari kader jumantik. Pemantauan dilakukan dengan cara observasi langsung dan melalui laporan pemantauan jentik berkala yang diserahkan oleh kader jumantik ke kelurahan. Observasi langsung dilakukan dengan Lurah turut serta secara langsung dalam pemantauan jentik rutin, jadi Lurah ikut mendampingi kader jumantik yang sedang melakukan PJB. Sedangkan pemantauan dari laporan dilakukan dengan kroscek laporan yang diserahkan. Laporan setelah sampai di kelurahan, kemudian dievaluasi lagi. Untuk meyakinkan kebenaran laporan tersebut, staf kelurahan bidang kesejahteraan sosial mengecek kembali ke warga apakan benar-benar dilakukan pemantauan jentik oleh petugas pemantau jentik. Hal tersebut sesuai dengan peran kelurahan yang tercantum dalam Perda Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, Bab VII tentang Pengawasan, Pasal

22, ayat 2 yang menyebutkan bahwa Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD dilakukan secara bertingkat sebagai berikut: (a) tingkat kota oleh Walikota; (b) tingkat kecamatan oleh Camat; (c) tingkat kelurahan oleh Lurah. 5 Deskripsi Variabel Struktur Birokrasi Jika dibandingkan, pernyataan dari informan utama dan informan triangulasi mengenai variabel struktur birokrasi, pernyataan mereka tida ada perbedaan. Informan menyatakan bahwa dalam program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo, belum ada Standar Operating Procedure (SOP) yang mengatur kerja implementor program pengendalian DBD maupun kader jumantik. Selain belum ada SOP, di Kelurahan Sendangmulyo juga tidak ada struktur organisasi khusus yang menangani program pengendalian DBD. Struktur birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal pentingpertama adalah mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operating procedure (SOP) yang diantumkan dalam guidline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapaun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. 8 Namun, berdasarkan hasil penelitian, tidak ada SOP dan struktur organisasi khusus dalam pelaksanaan program pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Sendangmulyo. Semua pelaksanaan program, ada dalam kendali Lurah. Lurah dan kader jumantik hanya membuat komitmen untuk melakukan pemantauan jentik di semua RW dan dipilih 20 rumah setiap RT secara acak. Selain itu, pemantauan jentik disepakati untuk dilakukan setiap 2 kali dalam seminggu, yaitu hari Jumat dan Minggu, serta laporan yang harus diserahkan dari kader jumantik ke kelurahan paling lambat 3 hari setelah dilakukan pemantauan jentik. Meskipun tidak ada struktur organisasi khusus, ada proses atau alur instruksi yang berjalan dalam pelaksanaan program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo. Lurah Sendangmulyo yang bekerjasama dengan Puskesmas memberikan instruksi kepada Kasie.Kesos untuk mengenai pelaksanaan kegiatan PSN di Kelurahan Sendangmulyo. Kemudian, Kasie.Kesos memberitahukan kepada kader jumantik di Kelurahan Sendangmulyo melalui surat tugas yang diberikan kepada kader jumantik. Selain menggunakan surat tugas, pemberitahuan mengenai pelaksanaan kegiatan PSN dilakukan melalui SMS dari Kasie.Kesos kepada kader jumantik.

SIMPULAN Program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo telah terlaksana dengan baik sejak tahun 2010 hingga sekarang, telah ada jadwal khusus untuk melaksanakan program dan komitmen untuk menurunkan angka kasus DBD yang dibangun oleh Lurah dan masyaakat Kelurahan Sendangmulyo sangat tinggi. Selain itu, komunikasi yang terjalin antara kelurahan sebagai implementor dengan kader jumantik sebagai kelompok sasaran sudah sangat baik. Hal ini terbukti dengan penurunan angka kasus DBD yang cukup signifikan pada tahun 2011. Lurah Sendangmulyo telah melaksanakan Perda Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, Bab VII tentang Pengawasan, Pasal 22, ayat 2 yang menyebutkan bahwa Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD dilakukan secara bertingkat sebagai berikut: (a) tingkat kota oleh Walikota; (b) tingkat kecamatan oleh Camat; (c) tingkat kelurahan oleh Lurah. Meskipun menurut Lurah belum ada struktur organisasi dan standar operating procedure dalam pelaksanaan pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo, tetap ada komitmen antara kelurahan dengan kader jumantik yaitu tentang jadwal pelaksanaan pemantauan jentik. Selain itu, telah ada alur instruksi dalam pelaksanaan program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo. SARAN Karena program pengendalian DBD telah dirumuskan dalam Perda Nomor 5 Tahun 2010, pemerintah kota seharusnya mengalokasikan dana untuk mendukung keberhasilan program pengendalian DBD, khususnya untuk setiap kelurahan. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang lebih terperinci mengenai mekanisme pengendalian DBD di Kota Semarang. Perlu meningkatkan solidaritas dan loyalitas dalam melaksanakan program pengendalian DBD di Kelurahan Sendangmulyo dengan menjaga pola komunikasi antara implementor dengan kelompok sasaran, serta perlu dibuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan tentang program pengendalian DBD yang jelas di Kelurahan Sendangmulyo. DAFTAR PUSTAKA 1. Indrawan. Mengenal dan Mencegah Demam Berdarah. Bandung: Pioner Jaya, 2001. 2. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Jawa Tengah. 1998. 3. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang. 2011. 4. Ditjen P2 & PL Departemen Kesehatan RI. Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Depkes RI. Jakarta, 1999. 5. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue.

6. Liliweri, Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2007. 7. Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2011. 8. Indiahono, Dwiyanto. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Gaya Media: Yogyakarta, 2009.