BAB II TINJAUAN TEORITIS. digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. yang dimaksud dengan bahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

Kasus penyalahgunaan narkoba

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

SAY NO TO DRUGS Nama : Nanda Abilla Aryaguna Nim : Prodi Akuntansi

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN BAHAYA NARKOBA. OLEH Nurhafni, SKM., M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :

Zat Adiktif dan Psikotropika

IDENTITAS RESPONDEN. Jenis kelamin : Laki-laki. Perempuan. Bersama Orangtua. Status Tempat Tinggal: Kost. Bersama Saudara/teman

Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA)

MENGHILANGKAN RACUN NAPZA DARI TUBUH KLIEN

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan Soal 4.2

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi

B. Kegiatan Ceramah tentang Narkoba Tahap Kegiatan Kegiatan Peserta Media & Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupkan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

MENGEMBANGKAN PERILAKU ASERTIF UNTUK PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA. Kata kunci: narkoba; asertif; bimbingan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

LEMBAR TUGAS SISWA IPA TERPADU KELAS 8 SEMESTER 1 (UNTUK KELAS 8A / 8B) Nama Kelas Hari/Tanggal

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NARASI REVOLUSI MENTAL DAN NARKOBA MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA. Jakarta, 30 April 2016

BAB III DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA


BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya.

BAB 1 PENDAHULUAN. maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB I PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat

Hubungan Remaja dengan Orangtua,Saudara kandung & Teman Sebaya

LEMBAR TUGAS SISWA IPA TERPADU KELAS 8 SEMESTER 1 (UNTUK KELAS 8C / 8D / 8F / 8G) Paraf Guru N i l a i

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Penggunaan taraf awal, disebabkan oleh rasa ingin tahu, ingin mencari -pengalaman baru atau sering juga dikatakan sebagai tahap awal

NAPZA. Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

Bab 31 Mengenal narkoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kondisi ketertiban, keamanan, kejahatan dan kekerasan pelakunya menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II JENIS-JENIS NARKOBA DAN SIFAT PENGGUNANYA

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

ANCAMAN NARKOBA BAGI GENERASI PENERUS BANGSA oleh Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika Oleh Frans simangunsong, S.H., M.H

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA

INTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Narkoba 2.1.1 Definisi Narkoba Narkoba adalah (narkotika dan obat/bahan berbahaya) adalah istilah yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. yang dimaksud dengan bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (illegal) (Martono & Joewana, 2008). Narkoba (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) adalah zat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi system saraf pusat (SPP) sehingga menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku penggunanya dan sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat tersebut (Hidayat, 2005). 2.1.2 Definisi Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan Narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya.karena pengaruhnya itu narkoba disalahgunakaan (Martono & Joewana, 2008). Penyalahgunaan Narkoba adalah penggunaan narkoba yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam perkerjaan dan fungsi sosial (Sumiati, 2009). 2.1.3 Jenis-jenis narkoba 1.Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Menurut potensi menyebabkan ketergantungannya, narkotika dikelompokkan menjadi 3 yaitu: a. Narkotika golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan untuk terapi. Contoh: heroin, kokain, dan ganja. Putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk. b. Narkotika golong II berpotensi tinggi menyebabkan ketegantungan dan digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: morfin dan petidin. c. Narkotika golongan III berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh: kodein (Martono & Joewana, 2008). 2. Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat. Baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut potensi menyebabkan ketergantungannya, psikotropika dikelompokkan menjadi: a. Psikotropika golongan I: amat kuat menyebabkan ketergantungan dan tidak digunakan dalam terapi. Contoh: MDMA (ekstasi),lsd, dan STP. b. Psikotropika golongan II: kuat menyebabkan ketergantungan, digunakan pada terapi secara terbatas. Contoh: amfetamin, Metamfetamin (sabu), fensiklidin (PCP), dan ritalin.

c. Psikotropika golongan III: potensi sedang menyebabkan ketergantungan, banyak digunakan dalam terapi. Contoh: pentobarbital, flunitrazepam. d. Psikotropika golongan IV: potensi ringan menyebabkan ketergantungan, dan sangat luas digunakan dalam terapi. Contoh: diazepam, dan nitrazepam. (Nipam, pil BK, DUM, MG) (Martono & Joewana, 2008). 3. Zat Adiktif Zat adiktif adalah: Zat atau bahan aktif bukan narkotika dan psikotropika yang bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan. Yang termasuk zat adiktif adalah : 1. Minuman alkohol: Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ada 3 golongan minuman : 1. Golongan A: Kadar etanol 1-5% (bir) 2. Golongan B : Kadar etanol 5-20% (berbagai minuman alcohol) 3. Golongan C: Kadar etanol 20-45% (Whisky, vodka, manson house, johny). 2.1.4 Narkoba yang sering disalahgunakan beserta efek yang ditimbulkan 1. Opioida (morfin, heroin, putaw, dan lain-lain) Segolongan zat dengan daya kerja serupa, ada yang alami, sintetik, dan semi sintetik. Opioida alami berasal dari getah opium poppy (opiat), seperti mortin, opium, dan kodein.contoh opioida semi sintetik adalah heroin/putauw dan metadon fentanyl (china white).

Potensi menghasilkan nyeri dan menyebabkan ketergantungan heroin adalah sepuluh kali lipat dibanding morfin dan kekuatan opoida sintetik 400 kali lipat dan kekuatan morfin. Cara pemakaiannya adalah disuntikan ke dalam pembuluh darah atau di hisap melalui hidung setelah dibakar. Pengaruh jangka pendek : hilangnya rasa nyeri, ketegangan berkurang, munculnya rasa nyaman (eforik) diikuti perasan seperti mimpi dan rasa mengantuk,dan pemakai dapat meninggal karena overdosis. Pengaruh jangka panjang : ketergantungan (gejala putus zat,toleransi). Dapat timbul komplikasi, seperti sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi karena pemakaian jarum suntik yang tidak steril timbul abses, hepatitis B/C yang merusak hati dan penyakit HIV/AIDS yang merusak kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi dan akhirnya menyebabkan kematian. 2. Ganja (marijuana, cimeng, gelek, hasis) Ganja mengandung THC (tetrahydro-cannabinol) yang besifat psikoaktif. Ganja yang dipakai berupa tanaman kering yang dirajang,dilinting, dan disulut seperti rokok. Menurut Undang-Undang,ganja tergolong narkotik golongan I. Segera setelah pemakain muncul cemas, rasa gembira, banyak bicara, tertawa cekikikan halusinasi dan berubahnya perasaan waktu (lama dikira sebentar) dan ruang (jauh dikira dekat), peningkatan denyut jantung, mata merah, mulut dan tenggorokan kering, dan selera makan meningkat. Pengaruh jangka panjang : daya pikir berkurang, motivasi belajar turun, perhatian kesekitarnya berkurang, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun,

mengurangi kesuburan, peradangan jalan nafas, aliran darah ke jantung berkurang dan terjadi perubahan pada sel-sel otak. 3. Kokain (kokain, crack, daun koka, pasta koka) Kokain berasal dari tanaman koka, tergolong stimulansia (meningkatkan aktivitas otak dan fungsi organ tubuh lain). Menurut Undang-Undang, kokain termasuk narkotika golongan I. Kokain berbentuk Kristal putih. Nama jalanannya adalah koka, happy dust, Charlie, srepet, snow/salju putih. Digunakan dengan cara disedot melaluin hidung, dirokok, atau disuntikkan. Kokain dengan cepat menyebabkan ketergantungan. Segera setelah pemakaian :rasa percaya diri meningkat, banyak bicara, rasa lelah hilang, kebutuhan tidur berkurang, minat seksual meningkat, halusinasi visual dan taktil (seperti ada serangga merayap), waham/curiga (paranoid). Pengaruh jangka panjang: kurang gizi, anemia, sekat hidung rusak, dan terjadi gangguan jiwa (psikotik). 4. Golongan Amfetamin (amfetamin, ekstasi, sabu) Golongan amfetamin termasuk stimulansia susunan saraf pusat. Disebut juga upper, amfetamin sering digunakan untuk menurunkan berat badan karena dapat mengurangi rasa lapar, atau mengurangin rasa kantuk harus begadang. Amfetamin cepat menyebabkan ketergantungan. Termasuk golongan amfetamin adalah MDM (ekstasi, XTC, ineks) dan metamfetamin (sabu), yang banyak disalahgunakan. Berbentuk pil warna-warni (ekstasi) atau kristal putih (sabu) amfetamin disebut disainer drug karena dibuat dalam laboratorium gelap yang kandunganya adalah campuran berbagai jenis zat.

Remaja dan orang dewasa muda dari bebagai kalangan mengunakan ekstasi dan sabu untuk bersenang senang. Cara pemakaian : diminum (ekstasi), dihisap melalui hidung (sabu), atau disuntikkan atau dihisap memakai sedotan. Pengaruh jangka pendek : Tidak tidur (terjaga), rasa riang, perasaan melambung (fly), rasa nyaman, dan meningkatkan keakraban. Akan tetapi, setelah itu, muncul rasa tidak enak, murung, nafsu makan hilang, berkeringat, haus, rahang kaku dan bergerak-gerak dan badan gemetar serta dapat terjadi gangguan jiwa). Pengaruh jangka panjang : kurang gizi, anemia, penyakit jantung dan gangguan jiwa psikotik. 5. Golongan Halusinogen: Lysergic Acid (LSD) LSD menyebabkan halusinasi (khayalan) dan termasuk psikotropika golongan I. Nama yang sering digunakan adalah acid, red dragon, blue heaven, sugar cubes, trips, tabs. Bentuknya seperti kertas beukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar atau berbentuk pil dan kapsul. Cara pemakainnya adalah dengan meletakkan LSD pada lidah. Pengaruh LSD tak dapat diduga. Sensasi dan perasaan berubah secara dramatis, dengan mengalami flashback atau bad trips (halusinansi/penglihatan semu) berulang tanpa peringatan sebelumnya. Pupil melebar, tidak bias tidur, selera makan hilang, suhu tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan darah naik, koordinasi otot terganggu dan tremor dapat merusak sel otak, gangguan daya ingat dan pemusatan perhatian yang diikuti meningkatnya resiko kejang, serta kegagalan pernafasan dan jantung. 6. Sedativa dan Hipnotika (obat penenang, obat tidur)

Contoh Sedativa dan hipnotik adalah Lexo, nipam, pil BK, MG, DUM dan Rohyp yang termasuk psikotropika golongan III dan IV dan digunakan dalam pengobatan dengan pengawasan. Tidak boleh diperjualbelikan tanpa resep dokter. Orang minum obat tidur atau pil penenang untuk menghilangkan stres atau gangguan tidur. Memang stres berkurang atau hilang sementara tetapi persoalan tetap saja ada. Pengaruhnya sama dengan alkohol, yaitu menekan kerja otak dan aktifitas organ tubuh lain (depresan). Jika diminum bersama alkohol akan meningkatkan pengaruhnya, sehingga dapat terjadi kematian. Segera setelah pemakaian : Muncul perasaan tenang dan otak-otak mengendur. Pada dosis lebih tinggi : tertekannya pernapasan, koma, dan kematian. Pada pemakaian jangka panjang: gejala ketergantungan (Martono & Joewana, 2008). 2.1.5 Faktor faktor penyebab penyalahgunaan Narkoba Harboenangin dikutip dari (Yatim,1986 dalam Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008). Mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu Narkoba yaitu faktor internal dan eksternal. 1. Faktor Internal a. Faktor Keperibadian Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengespresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara

adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri b. Inteligensia Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya. c. Usia Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasanya remaja menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi, sementara pada usia yang lebih tua, Narkoba digunakan sebagai obat penenang. d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu Narkoba dapat memberikan kenikmataan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama. e. Pemecahaan Masalah Pada umumnya para pecandu Narkoba menggunakan Narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh Narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna Narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan Narkoba, yaitu: 1. Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan Narkoba. 2. Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang iya, ibu bilang tidak). 3. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara saudara. 4. Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya. 5. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

6. Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasaan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu. b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berprilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. c. Faktor Kesempatan. Ketersediaan Narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar Narkoba internasional, menyebabkan obat-obat ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa medis masa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya disekolah-sekolah, termasuk di Sekola Dasar (Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008). 2.1.6 Dampak Penyalahgunaan Narkoba 1. Bagi diri sendiri a) Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja: 1. Daya ingat sehingga mudah lupa; 2. Perhatian sehingga sulit berkonsentrasi;

3. Persepsi sehingga memberi perasaan semu/khayal; 4. Motivasi sehingga keinginan dan kemampuan belajar merosot, persahabatan rusak, serta minat dan cita-cita semula padam b) Intoksikasi (keracunan), yakni gejala yang timbul akibat pemakain Narkoba dalam jumlah yang cukup, berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. Gejalanya tergantung pada jenis, jumlah, dan cara penggunaan. Istilah yang sering dipakai pecandu adalah pedauw, fly, mabuk, teller dan high. c) Overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernafasan (heroin) atau pendarahan otak (amfetamin, sabu). OD terjadi karena toleransi sehingga perlu dosis yang lebih besar, atau karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan. d) Gejala putus zat, yakini gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakaiannya. Berat atau ringannya gejala tergantung pada jenis zat, dosis,dan lama pemakaian. e) Berulang kali kambuh, yakni ketergantungan menyebabkan craving (rasa rindu pada Narkoba), walaupun telah berhenti pakai. Narkoba dan perangkatnya, kawan-kawan, suasana, dan tempat-tempat penggunaannya dahulu mendorong untuk memakai Narkoba kembali. Itulah sebabnya pecandu akan berulang kali kambuh. f) Gangguan perilaku/mental-sosial, yakni acuh tak acuh, sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, marah, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan dengan keluarga/sesama terganggu. Terjadi perubahan mental : gangguan

pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala parkinson. g) Gangguan kesehatan, yakni kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh seperti hati, jantung, paru, ginjal, kelenjar endokrin, alat reproduksi, infeksi hepatitis B/C, HIV/AIDS (40-50%), penyakit kulit dan kelamin; kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang. h) Kendornya nilai-nilai, yakni mengendornya nilai-nilai kehidupan agamasosial-budaya, seperti perilaku seks bebas dengan akibatnya (penyakit kelamin, kehamilan tak diinginkan). Sopan santun hilang. Ia menjadi asosial, mementingkan diri sendiri, dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain. i) Masalah ekonomi dan hukum, yakni pecandu terlibat hutang, karena berusaha memenuhi kebutuhan akan narkoba. Ia mencuri uang atau menjual barang-barang milik pribadi atau keluarga. Jika masi sekolah, uang sekolah digunakan untuk membeli narkoba, sehingga terancam putus sekolah. Jika bekerja, ia akan terancam putus hubungan kerja. Mungkin juga ia ditahan polisi atau bahkan di penjara. 2. Bagi keluarga Suasana nyaman dan tenteram terganggu. Keluarga resah karena barangbarang berharga di rumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, tak bertanggung jawab, hidup semaunya, dan asosial. Orang tua malu karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak. Masa depan anak tidak jelas. Ia putus sekolah atau mengangur, karena dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan. Stres meningkat. Orang tua putus asa

sebab pengeluaran uang meningkat karena pemakaian Narkoba atau karena anak harusberulang kali dirawat, bahkan mungkin mendekam di penjara. Keluarga harus menanggung beban social - ekonomi ini. 3. Bagi sekolah Narkoba merusak disiplin dan motivasi yang sangat penting bagi proses belajar. Siswa penyalahgunaan mengganggu terciptanya suasana belajarmengajar. Prestasi belajar turun drastis, tidak saja bagi siswa yang berprstasi, melainkan juga mereka yang kurang berprestasi atau ada gangguan perilaku, Penyalahgunaan Narkoba berkaitan dengan kenakalan dan putus sekolah. Kemungkinan siswa penyalahguna Narkoba membolos lebih besar dari pada siswa lain. Penyalahgunaan narkoba berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, perusakan barang-barang milik sekolah, atau meningkatkan perkelahian. Mereka juga menciptakan iklim acuh tak acuh dan tidak menghormati pihak lain. Banyak di antara mereka menjadi pengedar atau mencuri barang milik teman. 4. Bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok Narkoba. Terjalin hubungan pengedar atau bandar dengan korban dan tercipta pasar gelap. Oleh karena itu, sekali pasar terbentuk, sulit memutus mata rantai peredarannya. Masyarakat yang rawan Narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena masyarakatnya tidak

produktif dan kejahatan meningkat; belum lagi sarana/prasarana yang harus disediakan (Martono & Joewana, 2008). 2.1.7 Penyalahgunaan Narkoba Terjadinya kecanduan atau ketergantungan, yang berkaitan gangguan pada kesehatan jasmani, kejiwaan, dan fungsi sosialnya. Ketergantungan tidak berlangsung seketika, terapi melalui rangkaian proses penyalahgunaan. Adapun beberapa tahap dan pola pemakain narkoba sebagai berikut. 1. Pola coba-coba, karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh kelompok sebaya sangat besar, yaitu teman dekat atau orang lain yang menawarkan atau membujuk untuk memakai narkoba. 2. Pola pemakaian sosial, yaitu pemakaian narkoba untuk kepentingan pergaulan (kumpul, acara tertentu ) dan keinginan untuk diakui atau diterima kelompoknya. 3. Pola pemakaian situasional, yaitu karena situasi tertentu, seperti kesepian dan stress. Tahapan ini disebut tahap instrumental, karena dari pengalaman pemakaian sebelumnya, disadari bahwa narkoba dapat menjadi alat untuk memengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana hati. 4. Pola habituasi (kebiasaan) telah mencapai tahap pemakaian teratur atau sering. Terjadi perubahan faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti teman pecandu. Kebiasaan, pakaian, pembicaraan, dan lain-lain berubah. 5. Pola ketergantungan (kompulsif) dengan gejala khas, yaitu timbulnya toleransi dan atau gejala putus zat. Ia berusaha untuk selalu peroleh Narkoba dengan berbagai cara (Martono & Joewana, 2008).

2.1.8 Penanggulangan Masalah Narkoba Penanggulangan masalah Narkoba dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilatasi). 1) Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan: a) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang Narkoba b) Deteksi dini perubahan perilaku c) Menolak tegas untuk mencoba ( Say no to drugs ) atau Katakan tidak pada narkoba 1) Pengobatan Terapi pengobatan bagi klien narkoba misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu: a) Detoksifikasi tanpa substitusi Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. b) Detoksifikasi dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedative - hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti

sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut. 2) Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna narkoba yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasai yang disediakan harus memilki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001). Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan Narkoba menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medis selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama Karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selam 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan

parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun. Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi (Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008). 4. Jenis program rehabilitasi a. Rehabilitasi psikososial Merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reanty program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja. b. Rehabilitasi kejiwaan Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau pun dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mmereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. c.rehabilitas komunitas Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mererka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor. d.rehabilitasi keagamaan

Rehabilitasi keagamaan masih perlu di lanjutkan karena waktu detoksifikasi tidak cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing (Purba, Wahyuni, Nasution & Daulay, 2008). 2.2. Remaja 2.2.1 Definisi remaja Menurut Invensionis dengan mempertimbangkan konteks sosio-historis, kami mendefinisikan remaja (adolescence) sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahanperubahan biologis, kognitif, dan sosio - emosional (Santrock, 2007). Menurut Hall, masa remaja yang usianya berkisar antara 12 hingga 23 tahun diwarnai oleh pergolakan. Pandangan badai - dan - stres (storm and - stress view) adalah konsep dari Hall yang menyatakan bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati (Santrock, 2007). 2.2.2 Karakteristik Perkembangan Remaja Karakteristik perkembangan remaja terdiri dari perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral, perkembangan kepribadian, perkembangan kesadaran beragama. Perkembangan fisik pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini tampak jelas pada pertambahan tinggi tubuh yang pesat (growth spurt) yang terkait dengan perkembangan remaja berlangsung kurang lebih dua tahun lebih

awal pada perempuan dibanding pada laki-laki (Susman & Rogol, 2004). Disamping meningkatknya tinggi perubahan lainya ialah perubahan lebar pinggul dan bahu. Pada perempuan, perubahan pinggul yang sangat pesat berkaitan dengan meningkatnya hormon estrogen. pada laki-laki, melebarnya bahu berkaitan dengan hormon testosteron, kematangan seksual pada laki-laki mengikuti urutan tertentu : membesarnya ukuran penis dan testikel; tumbuhnya rambut kemaluan yang halus; perubahan suara yang tidak terlalu kentara; ejakulasi pertama (spermarche - hal ini biasanya berlangsung melaluin mimpi basah); tumbuhnya rambut kemaluan yang keriting; tumbuhnya rambut wajah; dimulainya pertumbuhan yang maksimum; tumbuhnya rambut di ketiak; perubahab suara yang lebih ketara. Tiga tanda kematangan seksual yang paling menyolok pada laki-laki adalah panjangnya penis, perkembangan testis, dan tumbuhnya rambut di wajah. Pada perempuan, membesarnya payudara atau terjadinya menstruasi tumbuhnya rambut kemaluan, tumbuhnya rambut diketiak. Seiring dengan perubahan ini, tubuh perempuan bertambah tinggi, pinggul melebar dari pada bahunya (Santrock, 2007). Menurut teori Piaget, perkembangan kognitif remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secarah aktif mengonstruksikan dunia kognitif sendiri; dengan demikian informasi-informasi dari lingkungan tidak hanya sekedar dituangkan ke dalam pikiran mereka. Agar dunia itu dapat dipahami, remaja mengorganisasikan pengalam-pengalamannya, memisahkan gagasan-gagasan pentinga dari gagasangagasan yang tidak penting dan menggabungkan gagasan-gagasan itu satu sama

lain. Mereka juga mengadaptasikan pemikiran mereka yang melibatkan gagasan - gagasan baru karena informasi tambahan ini dapat meningkatkan pemahaman mereka. Pada remaja tingkat kognitifnya pada tahap operasional dimana karakteristik yang paling menonjol adalah sifatnya yang lebih abstrak dibanding pemikiran operasi konkret. Kualitas abstrak dari pemikiran di tahap operasi formal pada remaja terbukti di dalam kemampuan mereka untuk memecahkan masalah secara verbal (Santrock, 2007). Perkembangan emosi, masa remaja dinyatakan sebagai badai emosional (Hall, 1904). Meskipun demikian tidak dapat di sangkal bahwa masa remaja awal merupakan suatu masa dimana fluktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih sering (Ronsenblum & Lewis, 2003). Pertumbuhan fisik, terutama organ organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan - perasaan dan dorongan - dorongan baru yang dialami sebelumya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaksi yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasional. Remaja muda dapat merasa sebagai orang yang bahagia diperistiwa atau situasi yang menyenangkan bagi remaja dan kemudian merasa orang yang paling malang di saat peristiwa dan situasi yang tidak diinginkan. Dalam hal ini banyak remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya, banyak mereka rentan untuk mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya, yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja atau ganguan makan.

Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendaliakan emosinya dengan mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima (Santrock, 2007). Perkembangan sosial Pada masa remaja berkembang social cognition yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat - sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalani hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui persahabatan maupun percintaan (pacaran) (Dhalan, 2012). Perkembangan moral menurut Lapsley, (2005), memiliki tiga dimensi yaitu pikiran, perilaku, dan perasaan. Baru-baru ini muncul minat baru terhadap dimensi keempat, yaitu kepribadian. Piaget maupun Kohlberg beranggapan bahwa relasi dengan kawan sebaya merupakan konteks yang penting bagi perkembangan moral. Disamping itu pengalaman remaja di dalam keluarga dan sekolah juga merupakan konteks yang penting bagi perkembangan moral. Pengasuhan orang tua dengan disiplin dan menjelaskan konsekuensi dari tindakan remaja terhadap orang lain serta peraturan-peraturan sekolah dan kelas dapat melahirkan moral yang baik terhadap remaja, oleh karena itu mereka sudah lebih mengenal tentang nilai - nilai moral atau konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, kedisiplinan (Santrock, 2007). Perkembangan kepribadian, kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari sifat, sikap dan kebiasaan yang mengasilkan tingkat konsistensi respon individu

yang beragam (piknus, 1976). Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai (Dhalan, 2012). Perkembangan kesadaran beragama, Masa remaja dapat menjadi titik waktu yang secara khusus penting dalam perkembangan religius (Oser,Scarlett,& Bucher, 2006). Bahkan apabila anak anak diindiktrinasikan kognitifnya sudah maju, mereka dapat mulai mempertanyakan kembali keyakinan-keyakinan religiusnya mana yang benar. Pada tahap ketiga atau usia 14 hingga sisa masa remaja, pemikiran remaja mengungkapkan pemahaman religius yang lebih abstrak, hipotetis. Sebagai contoh, seorang remaja menyatakan bahwa Tuhan itu suci dan di dunia itu penuh dosa (Santrock, 2007).