PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa BUPATI SUBANG,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 39 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 8

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2003 Seri : C

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 6 A TAHUN 2008 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 6.A TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

L E M B A R A N D A E R A H

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 19 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 24 TAHUN 2009 TLD NO : 23

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2001

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BUPATI DONGGALA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 ; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 59 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi dan keberadaannya tersebar melintasi wilayah administrasi beberapa kabupaten di bagian Selatan Jawa Barat; b. bahwa pengusaha pasir besi belum dilaksanakan secara terintegrasi dengan pengembangan wilayah serta belum mempertimbangkan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan berwawasan lingkungan sehingga belum dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Pasir Besi. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pembentukan Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-katentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 7. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembar Negara Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);

8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437 ); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2916) sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 12. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung; 13. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 3 Seri D); 14. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 2 Seri E). 15. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat (LembaranDaerah Tahun 2003 Nomor 2 Seri E); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGELOLAAN PASIR BESI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gunernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Jawa Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat. 4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. 5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Propinsi Jawa Barat. 6. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat. 8. Pengelolaan Pertambangan adalah kegiatan mulai dari perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan kegiatan pertambangan bahan galian tambang. 9. Pertambangan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penyelidikan, pemanfaatan dan konservasi bahan galian tambang serta reklamasi lahanpasca tambang.

10. Bahan Galian Tambang adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam selain minyak bumi dan gas alam, panas bumi dan air bawah tanah. 11. Pasir besi adalah pasir yang mengandung mineral-mineral besi yaitu : magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), ilmenit (FeTiO3) serta mineral tambahan berupa : goethite, hornblende, dan felsdpar, yang terdapat di daratan atau dibawah laut. 12. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP adalah hak yang diberikan kepada perorangan atau badan usaha untuk melaksanakan sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan. 13. Komisi Teknis adalah tim yang bertugas melakukan penelaahan dan pengkajian setiap permohonan IUP dengan susunan keanggotaan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. 14. Penyelidikan Umum adalah penyelidikan secara geologi atau geofisika, dengan maksud untuk membuat peta geologi umum dan atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian tambang pada umumnya. 15. Eksplorasi adalah penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti tentang keberadaan dan sifat letakan bahan galian. 16. Eksploitasi adalah kegiatan pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian tambang dan memanfaatkannya. 17. Pengolahan dan atau Pemurnian adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian tambang menjadi satu atau lebih komoditi tertentu sehingga memiliki nilai tambah. 18. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki, mengembalikan kemanfaatan, atau meningkatkan daya guna lahan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan. 19. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan bahan galian tambang termasuk hasil pengolahan dan pemurnian dari daerah eksploitasi atau pengolahan/pemurnian ke tempat tujuan diluar wilayah IUP Eksploitasi dan atau IUP Pengolahan/Pemurnian. 20. Penjualan adalah kegiatan penjualan bahan galian tambang termasuk hasil pengolahan/pemurnian. 21. Konsentrat adalah produk utama proses pengolahan yang sebagian besar terdiri dari mineral berharga. 22. Tailing adalah kotoran dari suatu proses pengolahan yang sebagian besar terdiri dari mineral yang kurang berharga. 23. Pengembangan Masyarakat (Community development) adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial ekonomi budaya dan kualitas hidup yang lebih baik. BAB II LOKASI PENAMBANGAN Pasal 2 (1) Lokasi kegiatan usaha pertambangan pasir besi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Mempunyai potensi yang secara kuantitas dan kualitas dapat dikembangkan;

b. Merupakan kawasan budidaya; c. Di luar kawasan lindung ; d. Di luar kawasan hutan; e. Tidak Konflik dengan sektor lain. (2) Untuk tercapainya keterpaduan dalam pengembangan pasir besi secara regional serta untuk melakukan perlindungan terhadap daerah-daerah tidak layak tambang perlu ditetapkan Zona Layak Pasir Besi; (3) Peta Zona Layak Pasir Besi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. BAB III PENINGKATAN NILAI TAMBAH Bagian Pertama Pengusahaan dan Perizinan Pasal 3 (1) Untuk meningkatkan nilai tambah pasir besi perlu dilakukan pengusahaan. (2) Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk perizinan pada kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, penambangan (eksploitasi), pengolahan, pengangkutan dan penjualan; (3) Pengusahaan dapat dilakukan oleh perorangan atau badan usaha; (4) Pengusahaan pertambangan dalam rangka penanaman modal asing harus dilakukan dalam bentuk kerjasama antara pemodal asing dengan Badan Usaha Milik Warga Negara Indonesia; (5) Pengusahaan pasir besi wajib melibatkan masyarakat setempat. Pasal 4 (1) Kegiatan pengusahaan pasir besi baru dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kabupaten yang bersangkutan. (2) Persyaratan permohonan dan penerbitan IUP sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Kewajiban pemegang IUP yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah, diatur sebagai berikut :

a. Setiap Pemegang IUP Eksplorasi dan atau IUP Eksploitasi wajib menyerahkan Jaminan Kesungguhan. b. Pemegang IUP Eksploitasi wajib membayar Jaminan Reklamasi. c. Setiap pemegang IUP Eksploitasi wajib menyerahkan Biaya Kompensasi Eksploitasi. Bagian Kedua Penyelidikan Umum dan Eksplorasi Pasal 5 (1) Sebelum melakukan pengusahaan, pemegang IUP perlu melakukan penyelidikan umum dan eksplorasi. (2) Pemegang IUP melaksanakan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi paling lama tiga bulan setelah diterbitkannya IUP. (3) Pemerintah Kabupaten wajib melaporkan hasil penyelidikan umum dan eksplorasi kepada Dinas sedikitnya satu kali setiap enam bulan; (4) Hasil penyelidikan umum dan eksplorasi merupakan dasar pertimbangan untuk pemberian izin eksploitasi. (5) Pemegang IUP Eksplorasi yang tidak melaksanakan kegiatannya setelah tiga bulan sejak diterbitkannya IUP dikenakan pencabutan dan pembatalan IUP. Bagian Ketiga Eksploitasi Pasal 6 (1) Penambangan pasir besi harus mempertimbangkan faktor teknis penambangan serta memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. (2) Penambangan pasir besi dilakukan pada endapan pasir dengan jarak lebih dari 100 meter dari titik pasang tertinggi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (3) Penambangan pasir besi dilakukan dengan cara gali isi untuk kepentingan reklamasi. (4) Penambangan tidak dilakukan terhadap pasir besi yang terdapat di bawah permukaan laut ( dilaut ), kecuali yang berada di darat. (5) Penambangan pasir besi dapat menggunakan teknologi tepat guna.

Bagian Keempat Pengolahan Pasal 7 (1) Pelaku usaha wajib mengolah pasir besi untuk mendapatkan nilai tambah dengan memisahkan konsentrat dan tailing; (2) Proses pengolahan diperkenankan menggunakan teknologi tepat guna; (3) Tailing dikembalikan ke lubang galian bekas tambang sebagai pelaksanaan reklamasi; (4) Untuk meningkatkan nilai tambah perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap konsentrat menjadi produk lain; (5) Dinas melakukan pengujian terhadap kualitas pasir besi secara berkala. Bagian Kelima Pengangkutan dan Penjualan Pasal 8 (1) Pengangkutan dan penjualan pengusahaan pasir besi harus berbentuk konsentrat; (2) Pengangkutan pasir besi diarahkan melalui jalur laut; (3) Pengangkutan pasir besi melalui jalur darat harus sesuai dengan kemampuan daya dukung jalan. BAB IV KEMITRAAN Pasal 9 (1) Pengusahaan pasir besi wajib melakukan kerjasama atau kemitraan; (2) Kerjasama atau kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk kerjasama antar usaha skala kecil dengan usaha skala menengah atau besar; (3) Setiap jenis usaha memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (4) Usaha skala besar dan menengah berperan sebagai inti, dan usaha skala kecil berperan sebagai plasma;

(5) Kerjasama atau kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan pada saat penambangan dan pengolahan pasir besi atau pada saat pengolahan menjadi produk lain dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. (6) Hubungan kerjasama atau kemitraan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil dituangkan dalam bentuk perjanjian, yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 10 (1) Peran serta Masyarakat dalam kegiatan pengusahaan pasir besi merupakan tanggung jawab, hak dan kewajiban bersama pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat; (2) Ruang lingkup peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pelayanan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan hubungan masyarakat ; (3) Perencanaan Program Peran serta Masyarakat disusun oleh Tim Pengembangan Masyarakat dan disepakati bersama oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah; (4) Pelaksana rencana sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat dilakukan oleh masyarakat, pengusaha dan atau Pemerintah Daerah dengan dibiayai oleh pelaku usaha; (5) Tim Pengembangan Masyarakat ditetapkan oleh Gubernur; (6) Pemantauan pelaksanaan Program Pengembangan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersama-sama dengan masyarakat; (7) Prosedur perencanaan dan pelaksanaan Program Peran serta Masyarakat ditetapkan dalam Kepala Dinas. BAB VI PENGELOLAAN LINGKUNGAN Pasal 11 (1) Pemohon izin pengusahaan pasir besi wajib menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan sesuai peraturan perundangan yang berlaku; (2) Pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan konservasi dilakukan selama pengusahaan pasir besi berjalan, dalam rencana tahunan, dan berakhir setelah berakhirnya IUP; (3) Penilaian terhadap laporan kegiatan pengelolaan lingkungan dan konservasisebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan setiap tahun dan disetujui pada akhir kegiatan berdasarkan hasil kajian teknis Dinas;

(4) Setelah kegiatan berakhir, aset-aset milik pelaku usaha yang tidak terpakai diserahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat setempat. BAB VII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 12 (1) Pengawasan dan pengendalian atas pelanggaran kegiatan usaha pertambangan dilakukan oleh Dinas. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan bersamasama dengan instansi terkait dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 (1) Izin-izin yang telah diterbitkan oleh Bupati sebelum berlakunya Peraturan ini sepanjang tidak bertentangan dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. (2) Izin-izin yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan ini yang tidak sesuai dengan Peraturan ini harus disesuaikan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan ini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang teknis operasionalnya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas. Pasal 15 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Barat.

Ditetapkan di Bandung pada tanggal 3 April 2006 GUBERNUR JAWA BARAT TTD H. DANNY SETIAWAN Diundangkan di Bandung pada tanggal 4 April 2006 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI JAWA BARAT, TTD SETIA HIDAYAT BERITA DAERAH PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 2006 NOMOR 15 SERI E