KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1

dokumen-dokumen yang mirip
KELAPA SAWIT DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN DI PROPINSI RIAU 1

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1

MODEL KELEMBAGAAN EKONOMI PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROPINSI RIAU 1

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DAERAH RIAU 1

BAB II KERANGKA TEORI DAN KEGIATAN YANG TELAH DILAKUKAN

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU

Potensi daerah yang berpeluang pengembangan tanaman hortikultura; tanaman perkebunan; usaha perikanan; usaha peternakan; usaha pertambangan; sektor in

MODEL PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERKEBUNAN DALAM MENDUKUNG KEBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

Almasdi Syahza 1 Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru website:

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN KELAPA SAWIT: DAMPAKNYA TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN DI DAERAH RIAU

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

KELAPA SAWIT, DAMPAKNYA TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN 1

KELAPA SAWIT: PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU. Abstrak

DAMPAK INDUSTRI TERHADAP PERKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

Lahan Gambut Indonesia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

Kata kunci: Kelembagaan ekonomi, agroestate, kelapa sawit. Key words: institutional economic, agroestate, oil palm

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

Almasdi Syahza 2 Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI DAERAH RIAU 1

BAB II STUDI PUSTAKA

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI MELALUI PENATAAN KELEMBAGAAN DAN INDUSTRI KARET ALAM DI PROPINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

PENATAAN KELEMBAGAAN KELAPA SAWIT DALAM UPAYA MEMACU PERCEPATAN EKONOMI DI PEDESAAN 1

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

2015 PERBANDINGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI ANTARA PETANI PLASMA DENGAN PETANI NON PLASMA DI KECAMATAN KERUMUTAN

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1 Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau EmaI: almasdi.syahza@lecturer.unri.ac.id; syahza.almasdi@gmail.com Blog: http://almasdi.staff.unri.ac.id Perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian cukup serius, hal tersebut disebabkan sebagian besar (sekitar 70%) masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan yang bermata pencaharian dari sektor pertanian (perkebunan, perikanan, peternakan, tanaman pangan, hortikultura, kehutanan). Karena itu perkembangan sektor pertanian sampai saat ini cukup pesat sekali, terutama subsektor perkebunan yang dikembangkan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Khusus di Provinsi Riau, kelapa sawit merupakan komoditas primadona yang banyak diusahakan oleh masyarakat maupun badan usaha. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau (2015), perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat secara tajam, yakni 1.119.798 ha pada tahun 2001 meningkat menjadi 2.372.402 ha pada tahun 2015. Selama periode tahun 2000-2015 tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 5,51% per tahun, sementara komoditas perkebunan lainnya seperti karet dan kelapa justru mengalami penurunan. Perluasan areal perkebunan diikuti dengan peningkatan produksi berupa tandan buah segar (TBS). Produksi CPO sebesar 1.792.481 ton pada tahun 2001 meningkat menjadi 7.841.947 ton pada tahun 2015 dengan pertumbuhan rerata per tahun sebesar 11,12%. Pembangunan perkebunan kelapa sawit bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan khususnya di daerah pedesaan, di samping itu juga memperhatikan pemerataan. Pembangunan pertanian yang berbasis perkebunan dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sehingga terjadi suatu perubahan dalam pola hidup masyarakat di sekitarnya. Dari sisi lain keberhasilan pembangunan perkebunan yang berbasis agribisnis kelapa sawit diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat maupun antar daerah. Hasil penelitian menunjukkan, pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah Riau membawa dampak ganda terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan ini telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya. Semakin besar perkembangannya, semakin terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan turunannya. Dampak tersebut dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat petani, sehingga meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, baik untuk kebutuhan primer maupun sekunder. Dampak terhadap masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat tempatan, seperti membuka kios makanan dan minuman, jasa transportasi, industri rumah tangga, serta jasa perbankan. Semuanya ini akhirnya menimbulkan munculnya pasar-pasar tradisional di daerah permukiman dan pedesaan. Dengan demikian pendapatan dan 1 Disampaikan pada: Acara Bincang Pagi Bersama Wartawan MUNGKINKAH RIAU TANPA SAWIT, Insan Jurnalis Riau (INJURI), Pekanbaru, 21 Maret 2017 1

tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat. Dari sisi lain menyebabkan pola konsumsi dan pendidikan masyarakat akan meningkat pula Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi yang relatif besar untuk industri hilirnya, diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan industri hilirnya akan mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Pada proses kegiatan ini diperkirakan akan muncul antara lain jasa konstruksi, jasa buruh tani, jasa angkutan, perdagangan pangan dan sandang, perdagangan peralatan kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan selama proses tersebut. Sedangkan pada kegiatan pascapanen dan proses produksi akan mempunyai keterkaitan ke depan (forward linkages). Proses forward linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sektor jasa, antara lain angkutan, perhotelan, koperasi, perbankan, dan perdagangan. Sebenarnya daerah Riau memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk turunan dari kelapa sawit (industri hilir). Industri hilir kelapa sawit ke depan dapat menjadi satu komoditas unggulan perkebunan yang strategis dan diprioritaskan. Namum sampai saat ini industri hilir itu juga belum terwujud. Pengembangan perkebunan di pedesaan telah membuka peluang kerja bagi masyarakat yang mampu untuk menerima peluang tersebut. Dengan adanya perusahaan perkebunan, mata pencaharian masyarakat tempatan tidak lagi terbatas pada sektor primer, tetapi telah memperluas ruang gerak usahanya pada sektor tertier. Bermacam sumber pendapatan yang memberikan andil yaitu pedagang (dagang barang-barang harian, dagang karet, tiket angkutan dan penjual es), pegawai (guru, pemerintahan desa), industri rumah tangga (industri tahu, roti, dan percetakan genteng), buruh kasar, nelayan, pencari kayu di hutan dan tukang kayu. Bagi masyarakat di daerah pedesaan, sampai saat ini usaha perkebuan merupakan alternatif untuk merubah perekonomian keluarga, karena itu animo masyarakat terhadap pembangunan perkebunan masih tinggi. Usahatani kelapa sawit memperlihatkan adanya peningkatan kesejahteraan petani di pedesaan. Kegiatan pembangunan perkebunan telah menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan luas lahan garapan cenderung makin kecil, keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan. Kemudian di daerah perladang berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan pangan akibatnya diperpendeknya masa istirahat lahan. Meningkatnya kepadatan penduduk daya dukung lahan pada akhirnya akan terlampaui. Hal ini menunjukkan bahwa lahan di suatu wilayah tidak mampu lagi mendukung jumlah penduduk di atas pada tingkat kesejahteraan tertentu. Dari hasil kajian memberikan gambaran bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah Riau telah memberikan dampak terhadap aktivitas ekonomi pedesaan, dimana pendapatan petani berkisar antara UD$4.630-UD$5.500 per tahun. Selain itu, juga memberikan dampak terhadap percepatan pembangunan ekonomi masyarakat dalam upaya mengetaskan kemiskinan di pedesaan. Dampak aktivitas tersebut terlihat dari indikator: 1) Usahatani kelapa sawit telah dapat mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah pedesaan; 2) Tekanan penduduk tanpa subsektor perkebunan sudah melebihi kapasitas kemampuan lahan (>1); 3) Daya dukung lahan (DDL) daerah Riau sangat tinggi sekali, pada tahun 2004 sebesar 129,3 dan pada tahun 2014meningkat menjadi 138,77; 4) Meningkatnya jumlah penduduk dalam batas-batas geografis telah menimbulkan tekanan yang berat terhadap sumberdaya lahan yang tersedia; 5) Meningkatkan jumlah uang beredar di daerah-daerah pedesaan. Kondisi ini menuntut kebutuhan masyarakat untuk berdirinya kelembagaan yang menangani kebutuhan suatu kelompok masyarakat; 6) Memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya. Manfaatnya terhadap aspek sosial ekonomi antara lain adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, memperluas lapangan kerja 2

dan kesempatan berusaha, dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah; 7) Beberapa kegiatan perkebunan kelapa sawit yang secara langsung memberikan pengaruh terhadap komponen sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar antara lain: a) Penyerapan tenaga kerja lokal; b) Kegiatan pembinaan masyarakat pedesaan; c) Pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat; d) Penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan; dan e) Pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain); dan 8) Pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah Riau dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat pedesaan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit juga dapat menekan tingkat ketimpangan antar daerah kabupaten/kota di Riau. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Ekspor CPO berpengaruh secara signifikat terhadap PDRB daerah Riau. Kondisi ini dapat dilihat dari indek multiplier effeect ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas kelapa sawit. Dari sisi ekonomi regioanl (wilayah) multiplier effect ekonomi (ME ekonomi) di Daerah Riau menunjukkan angka yang besar dari 1 yaitu pada tahun 2014 indek ME sebesar 3,43 (lihat Tabel 1). Artinya setiap infestasi kelapa sawit periode yang lalu di pedesaan sebesar Rp 1 pada periode berikutnya akan menyebabkan jumlah uang beredar di pedesaan menjadi Rp 3,43. Dari hasil penelitian sejak tahun 1995 (lihat tabel) menunjukkan bahwa kelapa sawit sampai saat ini masih memberikan kontribusi ekonomi maupun kesejahteraan untuk masyarakat Riau, apalagi masyarakat pedesaan. ME akan menyebabkan jumlah uang beredar di pedesaan meningkat, selanjutnya akan menimbulkan daya beli masyarakat dan permintaan terhadap barang juga meningkat. Tabel 1. Indek Kesejahteraan dan Multiplier Effect Ekonomi di Pedesaan Keterangan Tahun 1995 1998 2003 2006 2009 2012 2014 Indek Kesejahteraan 0.49-1.09 1.72 0.18 0.12 0,43 0,27 Multiplier Effect Ekonomi Multiplier Effect Ekonomi (Karet) - - 4,23 2,48 3,03 3,28 3,43 - - - - 1,83-0.65 Pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit, menyebabkan daerah-daerah sekitar pembangunan perkebunan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, terutama terhadap kebutuhan rutin rumah tangga dan kebutuhan sarana produksi perkebunan kelapa sawit. Dari sisi lain pembukaan perkebunan akan membutuhlan lahan, apabila hal ini tidak dikendalikan oleh pembuat kebijakan, maka akan terjadi alih fungsi lahan di daerah pedesaan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah Riau telah mengurangi ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat pedesaan. Kegiatan perkebunan menyebabkan mata pencaharian masyarakat tidak lagi terbatas pada sektor primer dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi telah memperluas ruang gerak usahanya pada sektor tertier. Aktivitas perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu program yang berhasil dalam pemberdayaan masyakat pedesaan. Dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan multiplier effect ekonomi perlu dikembangkan konsep agroestate berbasis kelapa sawit. Konsep agroestate merupakan keterlibatan petani, pengusaha, perguruan tinggi dalam pengembangan ekonomi pedesaan berbasis kelapa sawit. Kedepan diharapkan usahatani kelapa sawit akan selalu memberikan kontribusi terhadap pengembangan lembaga ekonomi di pedesaan secara berkesinambungan. Dari 3

sisi lain akan memberikan dampak terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit memberikan pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya. Manfaat kegiatan perkebunan ini terhadap aspek ekonomi pedesaan, antara lain: 1) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 2) peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar; dan 3) memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah. Beberapa kegiatan yang secara langsung memberikan dampak terhadap komponen ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar, antara lain: 1) kegiatan pembangunan sumberdaya masyarakat desa; 2) pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat; 3) penyerapan tenaga kerja lokal; 4) penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan; dan 5) pembayaran kewajiban perusahaan terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain). Kegiatan pengusahaan perkebunan kelapa sawit baik dalam bentuk perusahaan maupun swadaya membutuhkan tenaga kerja langsung (tidak termasuk skilled-labour) dan tenaga teknis perkebunan dalam pengelolaannya. Secara ideal tenaga kerja direkrut dari masyarakat sekitar perkebunan, terutama untuk tenaga kerja teknis perkebunan yang diambil dari masyarakat desa sekitarnya. Kegiatan perkebunan kelapa sawit ini menyerap tenaga kerja cukup banyak, di samping itu kegiatannya bersifat manual sehingga tenaga kerja manusia sangat diperlukan. Adanya aktivitas kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit, khususnya pengadaan sarana prasarana menyebabkan aktivitas dan mobilitas masyarakat makin tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan kesempatan berusaha terutama dalam bidang jasa dan perdagangan. Kegiatan pembangunan jaringan jalan juga meningkatkan mobilitas masyarakat, membantu masyarakat dalam pemasaran hasil pertaniannya. Di samping itu kebutuhan hidup masyarakat di pedesaan dapat dipenuhi dari hasil pertanian masyarakat itu sendiri. Pengadaan kebutuhan perusahaan dapat bekerjasama dengan masyarakat setempat. Ini merupakan salah satu dampak positif terhadap peningkatan kesempatan berusaha bagi masyarakat sekitar. Ketidakberdayaan masyarakat pedesaan salah satunya akibat kebijakan yang mismatch di masa lalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki. Ketimpangan pendapatan antara desa dan kota cukup tinggi, karena itu agribisnis (perkebunan) adalah solusi untuk mengurangi ketimpangan tersebut (Tabel 2). Kalau ketimpangan tersbut dibiarkan, akan berdampak kepada keterbelakangan masyarakat dan keterbelakangan ekonomi. Perekonomian yang terbelakang disebebkan oleh dua faktor, yakni: 1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol; 2) sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya tingkat upah di daerah perkotaan 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di daerah pedesaan, kondisi ini memaksa pekerja pindah dari desa-desa kota. Pembangunan pedesaan harus dapat mengurangi ketimpangan antara desa dan kota. Salah satu konsep yang pernah dikembangkan adalah pengembangan agropolitan. Dalam konsep tersebut dikemukakan bagaimana cara mempercepat pembangunan di pedesaan dengan potensi yang dimiliki oleh desa. Hal yang perlu dilakukan adalah: Pertama, merubah daerah pedesaan dengan cara memperkenalkan unsur-unsur gaya hidup kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan pedesaan tertentu. Bentuk 4

ini tidak lagi mendorong perpindahan penduduk desa ke kota. Menanam modal di pedesaan merupakan salah satu cara menekan urbanisasi dan merubah tempat permukiman di desa menjadi suatu bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang; Kedua, memperluas hubungan sosial di pedesaan sampai keluar batasbatas desanya, sehingga terbentuk suatu ruang sosio-ekonomi dan politik yang lebih luas (agropolitan district); Ketiga, memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses pembangunan, yaitu: memelihara kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman, dan memberi kepuasan pribadi dalam membangun masyarakat baru; Keempat, menstabilisasikan pendapatan desa dan kota. Memperkecil perbedaannya dengan cara memperbanyak kesempatan kerja yang produktif di pedesaan, khususnya memadukan kegiatan pertanian dengan nonpertanian dalam lingkungan masyarakat yang sama; Kelima, menggunakan tenaga kerja yang ada secara lebih efektif dengan mengarahkan pada usaha-usaha pengembangan sumberdaya ditiap-tiap agropolitan district, termasuk peningkatan hasil pertanian; Keenam, merangkai agropolitan district menjadi jaringan regional dengan cara membangun dan memperbaiki sarana hubungan antara agropolitan district dengan kota; Ketujuh, menyusun suatu pemerintahan dan perencanaan yang sesuai dengan lingkungan, sehingga dapat mengendalikan pemberian prioritas pembangunan serta pelaksanaannya pada penduduk daerahnya; Kedelapan, menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun agropolitan. Tabel 2. Indeks Williamson dan Tekanan Penduduk di Daerah Riau Periode 2006-2014 Tahun Indek Williamson Tanpa Perkebun Termasuk Perkebunan Tekanan Penduduk Termasuk Perkebunan Tanpa Perkebunan 2006 0.4211 0.2802 0.14 09.84 2007 0.4661 0.2527 0.16 10.39 2008 0.4117 0.2156 0.92 11.04 2009 0.4402 0.2607 0.98 13.23 2010 0.4332 0.2462 1.54 13.78 2011 0.4223 0.2383 1.89 14.02 2012 0.4290 0.2244 2.44 14.26 2013 0.4353 0.2213 2.51 14.53 2014 0.4382 0.2210 2.65 14.76 Pembangunan pedesaan harus dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan sifat dan cirinya. Pembangunan pedesaan harus mengikuti empat upaya besar, satu sama lain saling berkaitan dan merupakan strategi pokok pembangunan pedesaan, yaitu: Pertama, memberdayakan ekonomi masyarakat desa. Dalam upaya ini diperlukan masukan modal dan bimbingan-bimbingan pemanfaatan teknologi dan pemasaran untuk memampukan dan memandirikan masyarakat desa; Kedua, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pedesaan agar memiliki dasar yang memadai untuk meningkatkan dan memperkuat produktivitas dan daya saing; Ketiga, pembangunan prasarana di pedesaan. Untuk daerah pedesaan prasarana perhubungan merupakan kebutuhan yang mutlak, karena prasarana perhubungan akan memacu ketertinggalan masyarakat pedesaan; dan keempat, membangun kelembagaan pedesaan baik yang bersifat formal maupun nonformal. Kelembagaan yang dibutuhkan oleh pedesaan adalah terciptanya 5

pelayanan yang baik terutama untuk memacu perekonomian pedesaan seperti lembaga keuangan. Bagi pemerintah Indonesia, pembangunan pedesaan selama ini mengacu kepada pembangunan sektor pertanian dan kemudian dikembangkan dalam bentuk agribisnis. Pembangunan pertanian yang dikembangkan dalam bentuk skala besar selama ini adalah subsektor perkebunan yang menjadi komoditi unggulan ekspor, antara lain; kelapa sawit, karet, gambir, kelapa. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah. Peranan agribisnis dalam perekonomian Indonesia sangat penting, dan bahkan derajat kepentingannya diduga akan semakin meningkat, terutama setelah sektor industri pertambangan dan minyak bumi mengalami penurunan produksi yang sangat mengkhawatirkan. Penggerakan sektor agribisnis memerlukan kerjasama berbagai pihak terkait, yakni pemerintah, swasta, petani, maupun perbankan, agar sektor ini mampu memberikan sumbangan terhadap devisa negara. Kebijakan dalam hal peningkatan investasi harus didukung oleh penciptaan iklim investasi Indonesia yang kondusif, termasuk juga dalam birokrasi, akses kredit, serta peninjauan peraturan perpajakan dan tarif pajak untuk sektor agribisnis. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah. Faktor lain yang mendukung prospek pengembangan agribisnis untuk masa datang, antara lain: 1) penduduk yang semakin bertambah sehingga kebutuhan pangan juga bertambah, ini merupakan peluang pasar yang baik bagi pelaku agribisnis; 2) meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan kebutuhan pangan berkualitas dan beragam (diversifikasi). Keragaman produk menuntut adanya pengolahan hasil (agroindustri); dan 3) perkembangan agribisnis juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, meningkatkan pendapatan petani yang pada akhirnya diharapkan akan mengurangi ketimpangan pendapatan masyarakat. Dalam pengembangan sektor pertanian ke depan masih ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain: 1) lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan, 2), ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah, 3) pengadaan dan penyaluran sarana produksi, 4) terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi, 5) lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani, dan 6) kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri. 6