KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

PENDAHULUAN Latar Belakang

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

TINJAUAN PUSTAKA. Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

4 KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK KELAPA 1)

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK KELAPA. Characterisation of Physicochemical Properties of Coconut Oil

Pengaruh Laju Pendinginan, Suhu, dan Lama Kristalisasi pada Profil Triasilgliserol dan Sifat Pelelehan Produk Fraksionasi Minyak Kelapa

Reno Fitri Hasrini, Nami Lestari, dan Yuliasri Ramadhani Meutia. Balai Besar Industri Agro (BBIA) Jl. Ir. H. Juanda No.

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

III. METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN LEMAK KAKAO RENDAH KALORI DENGAN MINYAK KELAPA (COCONUT OIL)) MELALUI REAKSI INTERESTERIFIKASI

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

SKRIPSI. Olch: HERMAN. F JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

PLASTISISASI 14/01/2014

EFEKTIVITAS NaCl DAN CaCl 2 DALAM MEMURNIKAN MDAG DENGAN METODE CREAMING DEMULSIFICATION TECHNIQUE. Abstrak. Abstract

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat

ANALISIS PERUBAHAN KOMPOSISI TRIGLISERIDA, ASAM TRANS DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT PADA PEMBUATAN PENGGANT

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

HIDROGENASI 14/01/2014 HIDROGENASI. Hasil reaksi hidrogenasi Penjenuhan ikatan rangkap Migrasi ikatan rangkap Pembentukan asam lemak Trans

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

TESIS KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN IDENTIFIKASI POSISI ASAM PALMITAT PADA BEBERAPA MINYAK NABATI DAN LEMAK HEWANI

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lapisan n-heksan bebas

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

SKRIPSI. ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER.

Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada bagian buahnya terdiri dari

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

SNI Standar Nasional Indonesia. Minyak goreng. Badan Standardisasi Nasional ICS

4 Pembahasan Degumming

PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

ANALISIS KADAR ASAM LEMAK ESENSIAL PADA KULIT BIJI JAMBU METE (Annacardium occidentale L.)

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

5 FRAKSINASI KERING MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN KRISTALISATOR SKALA 120 KG UNTUK MENGHASILKAN FRAKSI MINYAK KAYA TRIASILGLISER0L RANTAI MENENGAH 1)

III. METODE PENELITIAN

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3 (Desember 2010)

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester

HASIL DAN PEMBAHASAN

Agrium, April 2011 Volume 16 No 3

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Kinetika Reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit, serta Tanpa Medium

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

LEMAK/LIPID Oleh: Susila Kristianingrum

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

45 KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (Characterisation of Palm Oil Fractions as Starting Materials for the Synthesis of Cocoa Butter Equivalents by Enzymatic Interesterification) Abstract Three palm oil fractions (refined, bleached, deodorized palm oil, RBDPO; palm olein; and soft palm midfraction, spmf) were studied for their physicochemical properties along with each blend with fully hydrogenated soybean oil (FHSO). The fat blends were used as substrates for the synthesis of cocoa butter equivalents by enzymatic transesterification. The main analysis were fatty acid composition, triacylglycerol (TAG) composition, solid fat content (SFC) and slip melting point (SMP). Palm oil fractions (RBDPO, palm olein, spmf) dominant with palmitic (C16:O) and oleic (C18:1) acid which composed the main POP and POO TAG. spmf contain the highest POP TAG (39.03%) followed by RBDPO (29.67%) and palm olein (26.35%). The highest content of POO TAG (28.62%) showed at palm olein, followed by RBDPO (23.75%) and spmf (19.62%). FHSO was dominated by PSS (38.05%) and SSS (35.11%) TAG. Each palm oil fraction blend with FHSO can be considered as a potential substrate for the synthesis of the specific CBEs TAGs (POP, POS, SOS) by specific-1,3 lipase catalyst. The TAG composition of substrate represents a linear combination of the TAG composition of fat/oil component of substrate, however the SFC values of susbrate showed deviation from the theoritically calculated. SFC deviation indicated that eutectic effects to be present between each palm oil fraction with FHSO in substrate. The TAG compositions of starting materials and substrates were reflected in the SFC profile and the SMP. The relationship between TAG composition (TAG groups) and the SFC values of substrates at each measuring temperature can be expressed in a multiple linear regression model. The SFC values at various measuring temperature could be accurately predicted from the proportion of StStSt (PPP, PPS, PSS, SSS), StMM (POO, SOO) and StStD (PLP) TAG groups, either single or combined. Keywords: palm oil fractions, triacylglycerol, solid fat content, cocoa butter equivalents Abstrak Tiga fraksi minyak sawit (refined, bleached, deodorized palm oil, RBDPO; olein sawit; dan soft palm midfraction, spmf) dipelajari sifat fisikokimianya beserta masing-masing campurannya dengan fully hydrogenated soybean oil (FHSO). Campuran lemak digunakan sebagai substrat untuk sintesis cocoa butter equivalents (CBE) secara transesterifikasi enzimatik. Analisis utama meliputi komposisi asam lemak, komposisi triasilgliserol (TAG), solid fat content (SFC) dan slip melting point (SMP). Fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, olein sawit,

46 spmf) dominan dengan asam palmitat (C16:0) dan asam oleat (C18:1) yang menyusun TAG utama POP dan POO. spmf mengandung TAG POP tertinggi (39.03%) diikuti oleh RBDPO (29.67%) dan Olein Sawit (26.35%). Kandungan TAG POO tertinggi terlihat pada Olein Sawit (28.62%), diikuti oleh RBDPO (23.75%) dan spmf (19.62%). FHSO didominasi oleh TAG PSS (38.05%) dan SSS (35.11%). Campuran masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO dapat dipertimbangkan sebagai substrat yang potensial untuk sintesis TAG khas CBE (POP, POS, SOS) dengan katalis lipase spesifik-1,3. Komposisi TAG substrat merepresentasikan kombinasi linear komposisi TAG minyak/lemak penyusunnya, tetapi nilai SFC substrat menunjukkan deviasi dari hasil perhitungan secara teoritik. Deviasi SFC mengindikasikan adanya efek eutektik antara masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO dalam substrat. Komposisi TAG bahan baku dan substrat tercermin dalam profil SFC dan SMP. Hubungan antara komposisi TAG (kelompok TAG) dan nilai SFC substrat pada masing-masing suhu pengukuran dapat dinyatakan dalam model regresi linear berganda. Nilai SFC pada berbagai suhu pengukuran dapat diprediksi secara akurat dari proporsi kelompok TAG StStSt (PPP, PPS, PSS, SSS), StMM (PPP, PPS, PSS, SSS) dan StStD (PLP) secara tunggal ataupun gabungan. Kata kunci: fraksi minyak sawit, triasilgliserol, solid fat content, cocoa butter equivalents Pendahuluan Karakteristik penting dari minyak/lemak untuk modifikasi adalah kandungan asam lemak dan distribusinya dalam triasilgliserol (TAG). Pada banyak modifikasi enzimatik dimana produk yang dikehendaki adalah lipida terstruktur (cocoa butter equivalents, milk fat substitutes, nutritional lipids), reaksi harus menjamin bahwa asam lemak pada posisi sn-2 tetap tidak berubah, sehingga digunakanlah lipase spesifik-1,3. Selain itu, harus ada asam lemak yang diinginkan pada posisi sn-2 dari TAG awal. Dengan demikian, pada sintesis cocoa butter equivalents (CBE) lebih difokuskan pada penggunaan TAG dengan asam oleat pada posisi sn-2 sebagai bahan baku awal (Khumalo et al. 2002). CBE didesain dengan sifat fisikokimia mirip cocoa butter (CB), sehingga sepenuhnya kompatibel dengan CB dan dapat dicampur dengan CB pada proporsi berapapun dalam formulasi coklat tanpa mengakibatkan perubahan yang berarti pada kualitas akhir produk (Zaidul et al. 2007, Fuji Oil Europe 2004). CBE mempunyai peranan antara lain untuk memperbaiki toleransi terhadap lemak susu; meningkatkan daya simpan pada suhu tinggi; mengendalikan blooming; serta

47 memberikan alternatif secara ekonomi dan fungsional lainnya terhadap penggunaan CB dalam formulasi coklat (Wainwright 1999). CB berkontribusi penting terhadap sifat-sifat tekstural dan sensori produkproduk coklat confectionery. CB bersifat keras dan rapuh di bawah suhu ruang, tetapi ketika dimakan, CB meleleh sempurna di mulut dengan tekstur creamy yang lembut dan suatu sensasi dingin (Gunstone 2002). Polimorfismenya juga berpengaruh besar terhadap sifat-sifat fisik dari produk coklat, seperti kilap (gloss), derak (snap), kontraksi, ketahanan panas, pelelehan yang cepat dan tajam di mulut, serta ketahanan bloom (Osborn dan Akoh 2002a). Karakteristik tersebut sebagai konsekuensi dari komposisi TAG CB yang hampir 80% didominasi oleh tiga TAG simetrik, saturated-unsaturated-saturated (StUSt), yaitu palmitat-oleatpalmitat (POP, 16.8-19.0%), palmitat-oleat-stearat (POS, 38.0-43.8%) dan stearatoleat-stearat (SOS, 22.8-30.0%) (Lipp et al. 2001). Interesterifikasi enzimatik termasuk salah satu teknik modifikasi lemak/minyak yang menawarkan pilihan lain untuk strukturisasi TAG yang memungkinkan lebih banyak bahan baku seperti PMF dan minyak kaya oleat lainnya untuk digunakan dalam proses produksi CBE (Wainwright 1999, Fuji Oil Europe 2004). Selama interesterifikasi akan terjadi re-distribusi asam lemak dalam TAG, sehingga akan mengubah komposisi lemak dalam TAG. Perubahan jumlah dan jenis TAG tersebut akan mempengaruhi karakteristik fisik minyak dan lemak, seperti sifat pelelehan dan kristalisasi (Idris dan Dian 2005). Dalam modifikasi TAG untuk CBE, substrat seharusnya mempunyai asam lemak monounsaturated pada posisi sn-2 dari asilgliserol dan lebih disukai residu asam oleat (Huyghebaert et al. 1994). Oleh karena itu, CBE yang kaya dengan POS dan SOS dapat dipersiapkan dari minyak yang secara alami tinggi kandungan POP dan SOS-nya. Berdasarkan pertimbangan harga pasar, maka minyak yang mengandung POP tinggi lebih disukai untuk produksi CBE secara enzimatik. Penggunaan lipase spesifik-1,3 sebagai katalis dalam proses produksi CBE lebih menguntungkan untuk substrat berbasis sawit, karena minyak sawit dan fraksi-fraksinya mengandung jumlah signifikan TAG simetrik (POP) yang merupakan satu dari TAG utama yang ada dalam CB (Goh 2002) dan akan lebih

48 mudah untuk dimodifikasi menjadi TAG POS dan SOS sebagai hasil reaksi antara TAG POP dengan bahan baku sumber asam stearat (Nielsen et al. 2000). Seiring dengan perkembangan teknologi fraksinasi minyak sawit, maka saat ini berbagai produk dapat diperoleh dengan tingkat selektivitas tinggi. Operasi yang dilakukan secara multitahap dapat menghasilkan banyak fraksi minyak sawit dengan karakteristik fisikokimia yang spesifik untuk aplikasi yang berbeda (Braipson-Danthine dan Gibon 2007). Di antara minyak nabati, minyak sawit menghasilkan produk fraksinasi yang paling banyak. Minyak sawit dan produk turunannya secara luas telah digunakan untuk aplikasi pangan (~90%), seperti margarin, shortening, minyak goreng, confectionery fats, vanaspati dan sebagainya serta aplikasi non pangan (~10%), seperti industri sabun dan oleokimia (Sarmidi et al. 2009, Idris dan Dian 2005). Fraksi cair (olein, super olein dan top olein) dapat digunakan sebagai minyak goreng dan minyak salad, dan fraksi yang lebih keras (stearin dan mid fractions) mempunyai aplikasi sebagai ingridien minyak goreng, margarine, shortening, maupun specialty fats (cocoa butter equivalents) (Braipson-Danthine dan Gibon 2007). Sementara itu, fully hydrogenated soybean oil (FHSO) yang merupakan bentuk minyak terhidrogenasi tanpa asam lemak trans serta rendah kalori, telah banyak diunggulkan oleh konsumen (Li et al. 2010). FHSO merupakan produk minyak terhidrogenasi sempurna yang relatif murah, dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi yang berbasis interesterifikasi lemak. Selain itu, keuntungan penggunaan FHSO sebagai bahan baku adalah kandungan asam stearatnya yang tinggi (sekitar 85%) (Ribeiro et al. 2009) yang tidak atherogenic, sehingga tidak memberikan efek merugikan terhadap risiko penyakit kardiovaskuler. Reaksi interesterifikasi enzimatik untuk menghasilkan CBE dengan bahan baku minyak sawit dan fraksi-fraksinya telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Chong et al. (1992) menggunakan substrat olein dan asam stearat; Mojovic et al. (1993) menggunakan substrat palm oil mid fraction (PMF) dan asam stearat dalam n-heksana ; Liu et al. (1997) menggunakan minyak sawit dan tristearin dengan medium CO 2 superkritis; Satiawihardja et al. (2001) menggunakan olein dan asam stearat dalam n-heksana; Abigor et al. (2003)

49 menggunakan substrat refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO) dan fully hydrogenated soybean oil (FHSO); serta Pinyaphong dan Phutrakul (2009) menggunakan substrat minyak sawit dan beberapa asil donor (metil stearat, etil stearat dan asam stearat). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisikokimia fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, olein sawit dan spmf) dan FHSO serta campurannya sebagai substrat untuk produksi CBE secara interesterifikasi enzimatik. Karakteristik fisikokimia utama yang diamati meliputi komposisi asam lemak, komposisi triasilgliserol, profil solid fat content (SFC) serta slip melting point (SMP). Bahan dan Metode Bahan. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO), olein sawit (PT Asian Agri, Jakarta). Soft palm midfraction (spmf), cocoa butter (CB) (PT Karya Putrakreasi Nusantara, Wilmar Group, Medan). Fully hydrogenated soybean oil (FHSO) (Texas A&M University, USA). Standar triasilgliserol (TAG) murni (OOO, POO, SOO, PPP, SSS) dari Sigma (St. Louis, MO USA). Untuk melengkapi standar TAG, TAG murni dicampur dengan minyak/lemak yang telah diketahui komposisi TAG-nya, yaitu RBDPO (PLO, PLP, OOO, POO, PPP), CB (POP, POS, SOS, SOA) dan FHSO (PPP, PPS, PSS,SSS). Standar asam lemak (C8:0 sampai dengan C22:0) dari Supelco (Bellefonte, PA USA) serta bahan-bahan kimia untuk analisis. Komposisi Asam Lemak. Analisis komposisi asam lemak (AOCS Official Methods Ce 1-62, 1997) dilakukan terhadap RBDPO, olein sawit, spmf dan FHSO. Komposisi asam lemak ditentukan sebagai metil ester asam lemak (FAME, fatty acid methyl ester). Prosedur metilasi mengacu pada AOCS Official Methods Ce 2-66 (1997). Analisis komposisi asam lemak menggunakan GC (Gas Chromatography) (Shimadzu GC-9AM) yang dilengkapi dengan detektor FID (Flame Ionization Detector). Kolom yang digunakan adalah DB-23 (30 m, id 0.25 μm). Penyuntikan sampel sebanyak 1 μl menggunakan sistem langsung (splitless mode) dengan suhu injektor 250 C, suhu detektor 260 C, suhu kolom awal 140 C

50 yang dipertahankan selama 6 menit. Peningkatan suhu kolom kemudian adalah 3 C per menit hingga suhu akhir 230 C dan dipertahankan selama 20 menit. Gas helium digunakan sebagai gas pembawa dengan tekanan 1 kg/cm 2, sedangkan tekanan gas hidrogen dan udara untuk FID masing-masing 0.5 kg/cm 2. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan standar metil ester asam lemak dan kuantifikasi masing-masing jenis asam lemak dilakukan dengan perbandingan terhadap standar internal C17:0. Kadar Air. Kadar air fraksi-fraksi minyak sawit dan FHSO dianalisis mengikuti metode AOCS Ca 2b-38 (1997). Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 5-20 gram, dimasukkan ke dalam gelas kimia kering yang telah ditimbang. Sampel dipanaskan di atas pemanas, gelas kimia diputar perlahan-lahan dengan tangan untuk menghindari percikan minyak terbuang. Akhir analisis ditandai dengan hilangnya bunyi gemericik dan tidak terbentuk busa pada sampel. Metode lain untuk menetapkan titik akhir analisis adalah dengan meletakkan gelas arloji kering dan bersih di atas gelas kimia sampai terjadi kondensasi pada gelas arloji. Pemanasan sampel selama analisis berlangsung tidak boleh melebihi suhu 130 C kecuali pada akhir analisis. Pemanasan dihentikan pada saat mulai terbentuk asap. Gelas kimia didinginkan dalam desikator pada suhu ruang, kemudian ditimbang. Kadar Asam Lemak Bebas. Kadar asam lemak bebas fraksi-fraksi minyak sawit dan FHSO dianalisis sesuai metode AOCS Ca 5a-40 (1997). Sebelum ditimbang sampel harus dalam keadaan cair dan homogen serta tidak boleh dipanaskan sampai lebih dari 10 C di atas titik lelehnya. Sampel ditimbang dengan teliti dengan berat sampel mengacu pada tabel AOCS Ca 5a-40, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya ke dalam erlenmeyer ditambahkan alkohol netral yang sudah dipanaskan pada suhu 60 C, lalu dikocok sampai semua larut dan homogen. Sampel selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0.1 N menggunakan indikator fenolftalein hingga terbentuk warna merah muda yang stabil selama 30 detik. ml NaOH x N x 28.2 Kadar asam lemak bebas sebagai oleat (%) = ---------------------------- Berat sampel

51 ml NaOH x N x 25.6 Kadar asam lemak bebas sebagai palmitat (%) = ------------------------------ Berat sampel Komposisi Triasilgliserol. Analisis komposisi TAG mengacu pada metode yang dimodifikasi dari AOCS Official Methods Ce 5c (1997). Komposisi TAG RBDPO, olein sawit, spmf dan FHSO serta campuran masing-masing fraksi minyak sawit tersebut dengan FHSO dianalisis menggunakan HPLC Hewlett Packard series 1100 dengan detektor Indeks Refraksi (Refractive index, RI). Sampel dilarutkan dalam aseton atau campuran aseton : kloroform (2:1 v/v) dengan konsentrasi 5%, lalu disuntikkan ke dalam HPLC sebanyak 20 μl. HPLC yang digunakan memiliki tipe pompa isokratik dengan laju aliran fase gerak (aseton : asetonitril, 85 : 15 v/v) 0.8 ml/menit. Kolom yang digunakan adalah dua kolom C-18 (Microsorb MV dan Zorbax Eclipse XDB C18, 4,6 x 250 mm, ukuran partikel 5 µm) yang dipasang secara seri. Solid Fat Content (SFC). Analisis SFC (IUPAC 2.150 ex 2.323, 1987 untuk tempering fats) terhadap RBDPO, Olein Sawit, spmf dan FHSO serta campuran masing-masing fraksi minyak sawit tersebut dengan FHSO menggunakan Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Sebelum analisis, sampel dilelehkan terlebih dahulu pada suhu 80 C. Sampel dimasukkan ke dalam tabung NMR dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 2.5 ml (setinggi dry block), lalu dipanaskan pada suhu 60 C selama 30 menit pada alat pemanas kering. Setelah itu sampel disimpan pada suhu 0 C selama 90 menit, selanjutnya sampel disimpan selama 40 jam pada suhu 26 C. Sampel disimpan lagi pada suhu 0 C selama 90 menit. Setelah itu sampel diinkubasi pada suhu 10, 20, 25, 30, 35 dan 40 C selama 60 menit. Setelah inkubasi, sampel siap dianalisis. Kalibrasi NMR menggunakan standar SFC 0%, 31.5% dan 72.9%. Slip Melting Point (SMP). Analisis SMP (AOCS Official Methods Cc 3-25, 2005) dilakukan terhadap RBDPO, Olein Sawit, spmf dan FHSO serta campuran masing-masing fraksi minyak sawit tersebut dengan FHSO. Sampel yang telah disaring dilelehkan dan dimasukkan ke dalam tabung kapiler (3 buah) setinggi 1 cm. Selanjutnya disimpan dalam refrigerator pada suhu 4-10 0 C selama 16 jam.

52 Tabung kapiler diikatkan pada termometer dan termometer tersebut dimasukkan ke dalam gelas kimia (600 ml) berisi air (sekitar 300 ml). Suhu air dalam gelas kimia diatur pada suhu 8 10 0 C di bawah titik leleh sampel dan suhu air dipanaskan pelan-pelan (dengan kenaikan 0.5 0 C 1 0 C/menit ) dengan pengadukan (magnetic stirrer). Pemanasan dilanjutkan dan suhu diamati dari saat sampel meleleh sampai sampel naik pada tanda batas atas. Slip melting point dihitung berdasarkan rata-rata suhu dari ketiga sampel yang diamati. Analisis Statistik. Hubungan matematik antara komposisi triasilgliserol dengan solid fat content diduga melalui regresi linear berganda dengan pendekatan regresi bertahap (stepwise regression) menggunakan Software SPSS Statistics 17.0. R 2 digunakan untuk mengukur proporsi variabilitas dari variabel bebas untuk model yang digunakan. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Fraksi-Fraksi Minyak Sawit Karakteristik fisikokimia fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit dan spmf) disajikan pada Tabel 4.1 yang meliputi komposisi asam lemak, kadar air serta kadar asam lemak bebas (ALB). Sedangkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat komposisi triasilgliserol (TAG), profil solid fat content (SFC) serta slip melting point (SMP) masing-masing fraksi minyak sawit. Pada kedua tabel tersebut dapat juga dilihat karakteristik fisikokimia minyak kedelai terhidrogenasi sempurna (fully hydrogenated soybean oil, FHSO) sebagai campuran fraksi-fraksi minyak sawit untuk substrat dalam sintesis cocoa butter equivalents (CBE) secara interesterifikasi enzimatik. Fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit dan spmf) dikarakterisasi dengan kandungan asam palmitat (C16:0) dan asam oleat (C18:1) tinggi. spmf mempunyai kandungan asam palmitat tertinggi (48.75%) dan kandungan asam oleat terendah (35.30%). Sebaliknya Olein Sawit mempunyai kandungan asam oleat tertinggi (40.80%) dan kandungan asam palmitat terendah (40.48%). Sedangkan pada RBDPO, konsentrasi kedua asam lemak tersebut berada di antara kedua fraksi minyak sawit. Fraksi-fraksi minyak sawit juga

53 mengandung asam linoleat (C18:2) dalam jumlah yang signifikan dengan konsentrasi paling tinggi (13.51%) pada Olein Sawit dan paling rendah (9.65%) pada spmf. Tabel 4.1 Komposisi asam lemak (AL), kadar air dan kadar ALB RBDPO, Olein Sawit, spmf dan FHSO Karakteristik Komposisi AL (%b/b): C12:0 (Laurat, La) C14:0 (Miristat, Mi) C16:0 (Palmitat, P) C16:1 (Palmitoleat, Po) C18:0 (Stearat, S) C18:1 (Oleat, O) C18:2 (Linoleat, L) C18:3 (Linolenat, Ln) C20:0 (Arakhidat, A) C22:0 (Behenat, B) Saturated FA** Monounsaturated FA Polyunsaturated FA Kadar air (%b/b) Kadar ALB (%b/b) Bahan Baku RBDPO Olein Sawit spmf FHSO 0.21 1.14 45.26 0.19 3.26 37.45 11.80 0.27 0.28 nd 50.16 37.77 12.07 0.05 0.15 0.16 1.04 40.48 0.17 3.07 40.80 13.51 0.35 0.30 nd 45.04 41.10 13.86 0.04 0.14 0.25 1.11 48.75 0.14 4.05 35.30 9.65 0.32 0.32 nd 54.48 35.55 9.97 0.05 0.10 0.21 0.71 23.86 nd* 73.14 0.67 0.97 nd 0.29 0.15 98.36 0.67 0.97 0.10 0.17 *nd = tidak terdeteksi **FA = Fatty acids Berdasarkan ketidakjenuhannya, spmf mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acids, StFA) paling banyak (54.48%), tetapi kandungan asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids, MUFA) dan jamak (polyunsaturated fatty acids, PUFA) paling sedikit, masing-masing 35.55% dan 9.97%. Demikian pula sebaliknya pada olein sawit, MUFA dan PUFA relatif paling tinggi (41.10% dan 13.86%) di antara ketiga fraksi minyak sawit, tetapi paling rendah (45.04%) kandungan StFA-nya. Sedangkan pada RBDPO, konsentrasi SFA, MUFA dan PUFA berada di antara kedua fraksi minyak sawit tersebut. Komposisi asam lemak hasil penelitian ini berada dalam kisaran komposisi asam lemak yang telah dilaporkan oleh Lipp dan Anklam (1998), Noor

54 Lida et al. (2002), Zaliha et al. (2004) dan Tarmizi et al. (2007). Komposisi asam lemak minyak sawit sangat bervariasi tidak hanya berbeda dari pohon ke pohon, tetapi ada yang mendasari pola-pola komposisi asam lemak yang khas untuk wilayah tertentu (Lipp dan Anklam 1998). Kualitas minyak sawit juga dipengaruhi oleh kualitas buah, kematangan dan penyimpanan, serta proses pemurnian selanjutnya (Sarmidi et al. 2009). Sementara itu, FHSO dominan dengan asam lemak jenuh (StFA) (98.36%), terutama terdiri atas asam stearat (C18:0) (73.14%) diikuti oleh asam palmitat (C16:0) (23.86%). FHSO pada penelitian ini relatif lebih rendah kandungan asam stearatnya dibandingkan dengan FHSO yang digunakan pada penelitian Ribeiro et al. (2009) dan Li et al. (2010) yang masing-masing mengandung asam stearat 86.62% dan 82.6%. Kadar air fraksi-fraksi minyak sawit dan FHSO sebagai bahan baku pada penelitian ini berkisar antara 0.04 0.10% (b/b), sedangkan kadar asam lemak bebas berkisar antara 0.10 0.17% (b/b). Pada sebagian besar lipase, kandungan air yang rendah (< 5%) diperlukan untuk transesterifikasi atau interesterifikasi yang optimal (Santini et al. 2009). Sedangkan asam lemak bebas merupakan salah satu parameter mutu yang penting dalam industri minyak sawit sebagai indikator tingkat kerusakan minyak (Tan et al. 2009). Hasil analisis komposisi TAG menunjukkan bahwa fraksi-fraksi minyak sawit mempunyai distribusi TAG yang hampir sama, tetapi dengan konsentrasi yang berbeda. Sedangkan FHSO mempunyai distribusi TAG yang berbeda. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG spmf dan FHSO menggunakan HPLC. Komposisi TAG RBDPO, olein sawit, spmf dan FHSO selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2, termasuk juga SFC pada berbagai suhu pengukuran serta SMP masing-masing bahan baku. Ketiga fraksi minyak sawit tersebut didominasi oleh TAG POP dan POO. spmf mempunyai kandungan TAG POP tertinggi (39.03%) diikuti oleh RBDPO (29.67%) dan Olein Sawit (26.35%). Sedangkan kandungan TAG POO tertinggi terlihat pada Olein Sawit (28.62%), diikuti oleh RBDPO (23.75%) dan spmf (19.62%). Ketiga fraksi minyak sawit tersebut juga mengandung TAG PLP dan

55 PLO dalam jumlah yang signifikan. RBDPO juga mengandung TAG PPP relatif tinggi (6.28%) yang tidak ditemukan dalam olein sawit. Respon Detektor (nriu) 60000 50000 40000 30000 20000 Diasilgliserol PLO PLP OOO POO POS 10000 PLL POP OLO PPP SOO SOS 0 10 20 30 40 50 60 Waktu Retensi (menit) PSS 30000 Respon Detektor (nriu) 25000 20000 15000 10000 Diasilgliserol PPS SSS 5000 PPP 0 10 20 30 40 50 60 Waktu Retensi (menit) Gambar 4.1 Profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG spmf (atas) dan FHSO (bawah) menggunakan HPLC

56 Tabel 4.2 Komposisi TAG, SFC dan SMP fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit, spmf) dan FHSO Bahan Baku Karakteristik Olein RBDPO Sawit spmf FHSO Komposisi TAG (%area): PLL 2.03 2.61 1.85 nd OLO 1.97 2.43 1.66 nd PLO 10.05 12.43 8.49 nd PLP 8.40 9.57 9.04 nd OOO 4.85 4.99 3.46 nd POO 23.75 28.62 19.62 nd POP 29.67 26.35 39.03 nd PPP 6.28 nd 1.67 1.25 SOO 2.78 3.43 2.43 nd POS 5.17 4.88 7.58 nd PPS 1.20 nd 0.39 13.75 SOS 0.64 0.67 0.93 nd PSS nd nd nd 38.05 SSS nd nd nd 35.11 TAG lain 3.23 4.02 3.86 11.84 DAG 5.55 6.48 4.63 3.15 St3 7.47 nd 2.06 88.16 St2U 43.86 41.47 56.58 nd StU2 38.61 47.09 32.39 nd U3 6.82 7.42 5.12 nd SFC, % (tempering 40 jam, 26 C): 10 C 47.08 31.52 61.33 90.12 20 C 19.26 1.20 33.93 89.33 25 C 14.18 0 10.68 89.12 30 C 11.58 0 4.30 88.81 35 C 7.47 0 1.88 88.26 40 C 4.33 0 0 87.27 Slip Melting Point (SMP, C) 37.6-40.9 16.5-17.3 29.6-30.9 59.5-60.2 *nd = tidak terdeteksi Komposisi TAG RBDPO dan Olein Sawit tidak berbeda jauh dengan hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh Lipp dan Anklam (1998), Noor

57 Lida et al. (2002) dan Braipson-Danthine et al. (2007). Sedangkan konsentrasi TAG POP pada spmf relatif lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi TAG POP pada spmf yang dilaporkan oleh Braipson-Danthine et al. (2007), yaitu 51.75% dan 44.52% dan Calliauw et al. (2007), yaitu 48.90% dan 40.75%. Fraksifraksi minyak sawit juga mengandung sejumlah kecil diasilgliserol (DAG). Menurut Ramli et al. (2008), DAG lebih terpisah ke dalam fase olein dibandingkan dengan fraksi stearin selama fraksinasi minyak sawit. Sedangkan selama fraksinasi olein sawit, DAG lebih terkonsentrasi pada superolein dibandingkan dengan fraksi spmf (Calliauw et al. 2007). Sementara itu, FHSO didominasi oleh TAG PSS (38.05%) dan SSS (35.11%). Konsentrasi TAG SSS pada FHSO pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi TAG SSS pada FHSO yang dilaporkan oleh peneliti lain, yaitu 63.35% (Ribeiro et al. 2009) dan 78.0% (Li et al. 2010). Sebaliknya konsentrasi TAG PSS dan PPS lebih tinggi dari konsentrasi TAG PSS dan PPS pada FHSO yang dilaporkan oleh Ribeiro et al (2009), masing-masing 30.79% dan 4.17%, serta Li et al. (2010), yaitu 22.0% untuk PSS dan tidak terdeteksi adanya PPS. Neff et al. (1999) dan Silva et al. (2009) mengelompokkan TAG menjadi empat kelompok menggunakan lambang U untuk gugus asam lemak tidak jenuh (unsaturated) dan St untuk gugus asam lemak jenuh (saturated). Kelompok 1, TAG yang terdiri atas jenis UUU/StUU (rasio 1:1) dengan titik leleh berkisar antara -13 sampai 1 C. Kelompok 2, TAG yang terutama terdiri atas jenis StUU yang meleleh pada 6 23 C. Kelompok 3 dan 4 terdiri atas TAG disaturated (StStU) dan trisaturated (StStSt) yang masing-masing meleleh pada 27 42 C dan 56 65 C. Sebagai contoh dari TAG UUU (U3) adalah OOO (oleat-oleatoleat), StUU (StU2) adalah POO (palmitat-oleat-oleat), StStU (St2U) adalah POP (palmitat-oleat-palmitat) dan StStSt (St3) adalah PSS (palmitat-stearat-stearat). Pengelompokan TAG tersebut pada masing-masing bahan baku juga dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hasil analisis DSC (Differential Scanning Calorimentry) minyak sawit dan fraksi-fraksinya oleh Braipson-Danthine dan Gibon (2007) menunjukkan bahwa peak bertitik leleh rendah (low melting peak, LMP, -25 8 C) biasanya tersusun

58 oleh komponen UUU, StUU dan StUSt. Komponen StUSt terlihat pada LMP dan peak bertitik leleh tinggi (high melting peak, HMP, 10 45 C). Selain itu, HMP juga tersusun oleh beberapa StStSt. Sedangkan peak bertitik leleh sangat tinggi (very high melting peak, VHMP) tersusun atas StStSt. spmf dominan dengan TAG St2U diikuti oleh TAG StU2. Sedangkan pada RBDPO dan olein sawit kedua kelompok TAG tersebut berada pada proporsi yang hampir sama, hanya saja pada RBDPO konsentrasi St2U sedikit lebih tinggi dan pada olein StU2 yang lebih tinggi. Sementara itu, FHSO tersusun atas kelompok TAG St3 dalam jumlah besar, yaitu sekitar 88.16%. Kelompok TAG lain dalam FHSO tidak dapat teridentifikasi dengan baik menggunakan metode ini. Menurut AOCS (2005), metode yang mengacu pada AOCS Official Method Ce 5c-93 ini kurang cocok untuk lemak terhidrogenasi (misalnya FHSO), karena akan memberikan peak yang melebar. Metode ini juga direkomendasikan untuk TAG berantai panjang. Sedangkan menurut Chen et al. (2007), interpretasi profil TAG menggunakan metode ini cukup sulit untuk TAG berantai pendek, karena prinsip pemisahan TAG menggunakan kolom RP-18 (Reversed Phase C- 18) adalah berdasarkan equivalent carbon number (ECN, mencakup panjang rantai karbon dan derajat ketidakjenuhan). Oleh karena itu, TAG dengan ECN sama akan sulit atau tidak mungkin untuk dibedakan. Sebagai contoh untuk kasus ini adalah TAG LaLaMi (laurat-laurat-miristat) dan DAG SS (stearat-stearat) yang sama-sama mempunyai ECN = 38 akan sulit untuk dibedakan. SFC dapat mengidentifikasi persentasi bagian padat dalam lipida pada berbagai suhu. Oleh karena itu, SFC menjadi parameter penting untuk menganalisis sifat-sifat lemak padat seperti margarine dan shortening (Li et al. 2010). Hasil analisis SFC menunjukkan bahwa spmf mempunyai nilai SFC relatif tinggi pada suhu rendah dan terjadi penurunan yang cukup tajam sampai suhu 25 C, kemudian laju penurunan nilai SFC-nya relatif konstan sampai suhu sekitar 30-35ºC. Pada RBDPO penurunan nilai SFC-nya relatif konstan seiring dengan meningkatnya suhu pengukuran. Sedangkan pada olein sawit menunjukkan nilai SFC yang sangat rendah (1.37%) pada suhu pengukuran 20 C, hal ini mengindikasikan bahwa pada suhu tersebut olein sudah melewati slip

59 melting point (SMP)-nya. Lemak di dalam tabung kapiler akan mengalami slip ketika kandungan lemak padatnya sekitar 4-5% (Noor Lida dan Ali 1998), sehingga dapat dianalogikan bahwa SMP menunjukkan kondisi ketika minyak/lemak mempunyai nilai SFC sekitar 4-5%. Sementara itu, FHSO mempunyai nilai SFC yang sangat tinggi pada semua suhu pengukuran dan penurunan nilai SFC-nya relatif kecil dengan meningkatnya suhu pengukuran. Nilai SFC yang tinggi berkorelasi dengan tingginya kandungan TAG St3 yang bertitik leleh tinggi. Hal itu juga berkaitan dengan slip melting point (SMP) FHSO yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi-fraksi minyak sawit. Sedangkan di antara fraksi minyak sawit, RBDPO mempunyai SMP tertinggi diikuti oleh spmf dan olein sawit. Meskipun TAG St2U pada spmf lebih tinggi dibandingkan dengan RBDPO, tetapi RBDPO mengandung St3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan spmf, sehingga RBDPO mempunyai SMP yang lebih tinggi. Sedangkan olein sawit dominan dengan TAG bertitik leleh rendah StU2 dan U3, sehingga SMP-nya juga yang paling rendah. Menurut Braipson-Danthine dan Gibon (2007), ada hubungan yang jelas antara komposisi TAG, sifat pelelehan dan perilaku polimorfik dari minyak sawit dan fraksi-fraksinya. Komposisi TAG Substrat Untuk Sintesis CBE Substrat yang digunakan untuk sintesis CBE secara interesterifikasi (transesterifikasi) enzimatik pada penelitian ini merupakan campuran dari masingmasing fraksi minyak sawit dengan FHSO. Pada Tabel 4.3, 4.4 dan 4.5 disajikan komposisi TAG substrat campuran masing-masing fraksi minyak sawit (RBDPO, olein sawit dan spmf) dengan FHSO pada berbagai rasio berat. Secara umum, komposisi TAG substrat merepresentasikan kombinasi linear komposisi minyak/lemak yang terdapat di dalam campuran substrat tersebut. Sebagai contoh, jika proporsi RBDPO, olein sawit dan spmf meningkat, maka proporsi POP, POO, PLP, PLO dan TAG lain dalam masing-masing fraksi minyak sawit juga meningkat dalam substrat. Demikian pula sebaliknya bila proporsi FHSO meningkat, maka proporsi SSS, PSS, PPS serta TAG lain dalam FHSO juga akan

60 meningkat dalam substrat. Profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG substrat spmf/ FHSO disajikan pada Gambar 4.2. POP 35000 Respon Detektor (nriu) 30000 25000 20000 15000 10000 Diasilgliserol SSS PSS POO PLO PLP OOO PPP POS PPS 5000 PLL OLO SOO SOS 0 10 20 30 40 50 60 Waktu Retensi (menit) Gambar 4.2 Profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG substrat spmf/fhso menggunakan HPLC Berbeda dengan pengelompokan TAG sebelumnya, Neff et al. (1999) juga mengelompokkan TAG berdasarkan derajat ketidakjenuhannya, dengan lambang St, M, D dan T. St mengandung asam lemak jenuh (St = palmitat, oleat), M mengandung asam lemak monoene (M = oleat), D mengandung asam lemak diene (D = linoleat) dan T mengandung asam lemak triene (T = linolenat), sehingga diperoleh kombinasi StStSt (PPP, SSS), StStM (POP, POS, SOS), StStD (PLP), StMM (POO) dan seterusnya. Pada dasarnya pengelompokan TAG tersebut merupakan penjabaran dari pengelompokan TAG sebelumnya secara lebih terperinci. Pengelompokan selengkapnya untuk masing-masing substrat pada berbagai rasio berat juga dapat dilihat pada Tabel 4.3, 4.4 dan 4.5.

61 Tabel 4.3 Komposisi TAG campuran RBDPO dengan FHSO pada berbagai rasio berat Jenis TAG Rasio RBDPO/FHSO (b/b) (%area) (2:1) (3:2) (1:1) (2:3) (1:2) PLL 1.60 1.54 1.34 1.19 1.14 OLO 1.49 1.48 1.41 1.26 1.17 PLO 6.29 5.87 4.98 4.21 3.90 PLP 5.33 4.83 4.03 3.19 2.77 OOO 3.27 3.08 2.96 2.84 2.75 POO 16.27 14.96 12.39 10.34 9.08 POP 20.20 18.42 14.85 12.16 10.40 PPP 5.33 4.97 4.32 3.64 3.31 SOO 2.17 2.06 1.75 1.50 1.32 POS 3.68 3.28 2.73 2.27 2.00 PPS 5.77 6.46 7.81 9.21 10.26 SOS 0.56 0.50 0.49 0.44 0.43 PSS 12.62 15.21 19.41 22.82 26.69 SSS 11.12 13.71 17.46 18.81 20.65 TAG lain 4.33 3.65 4.06 6.11 4.13 DAG 5.35 5.14 5.00 4.59 4.20 ALB* (% b/b) 0.16 0.16 0.16 0.16 0.16 St3: 34.83 40.35 49.01 54.48 60.91 StStSt 34.83 40.35 49.01 54.48 60.91 St2U: 29.77 27.02 22.11 18.06 15.60 StStM 24.44 22.19 18.08 14.87 12.83 StStD 5.33 4.83 4.03 3.19 2.77 StU2: 26.32 24.43 20.45 17.25 15.44 StMM 18.44 17.02 14.14 11.84 10.40 StMD 6.29 5.87 4.98 4.21 3.90 StDD 1.60 1.54 1.34 1.19 1.14 U3: 4.75 4.55 4.37 4.10 3.91 MMM 3.27 3.08 2.96 2.84 2.75 MMD 1.49 1.48 1.41 1.26 1.17 *Kadar ALB diperoleh melalui perhitungan kadar ALB bahan baku Seperti halnya dengan TAG tunggal, komposisi masing-masing kelompok TAG juga merupakan kombinasi linear dari kelompok TAG penyusunnya. Sebagai contoh, konsentrasi TAG St2U merupakan konsentrasi kumulatif dari TAG StStM

62 Tabel 4.4 Komposisi TAG campuran Olein Sawit dengan FHSO pada berbagai rasio berat Jenis TAG (%area) Rasio Olein Sawit/FHSO (b/b) (2:1) (3:2) (1:1) (2:3) (1:2) PLL 2.49 2.28 2.07 1.71 1.59 OLO 2.02 1.94 1.78 1.59 1.51 PLO 9.23 8.37 7.62 6.09 5.37 PLP 6.80 6.04 5.12 4.12 3.54 OOO 4.21 4.09 3.59 3.21 2.97 POO 20.67 18.51 16.37 13.26 11.40 POP 17.26 15.57 13.71 10.49 8.91 PPP 0.59 0.63 0.69 0.80 0.85 SOO 2.82 2.77 2.26 1.89 1.51 POS 3.41 3.10 2.61 2.09 1.74 PPS 4.51 5.57 7.05 8.31 9.33 SOS 0.64 0.52 0.46 0.45 0.40 PSS 12.22 14.85 18.85 23.14 25.99 SSS 11.15 13.68 16.53 20.70 22.73 TAG lain 1.98 2.08 1.28 2.15 2.16 DAG 5.73 5.02 4.89 4.15 3.95 ALB* (% b/b) 0.15 0.15 0.16 0.16 0.16 St3: 28.47 34.73 43.12 52.95 58.90 StStSt 28.47 34.73 43.12 52.95 58.90 St2U: 28.10 25.23 21.90 17.14 14.59 StStM 21.30 19.19 16.78 13.02 11.05 StStD 6.80 6.04 5.12 4.12 3.54 StU2: 35.21 31.94 28.33 22.95 19.88 StMM 23.49 21.28 18.63 15.15 12.91 StMD 9.23 8.37 7.62 6.09 5.37 StDD 2.49 2.28 2.07 1.71 1.59 U3: 6.23 6.02 5.36 4.80 4.48 MMM 4.21 4.09 3.59 3.21 2.97 MMD 2.02 1.94 1.78 1.59 1.51 *Kadar ALB diperoleh melalui perhitungan kadar ALB bahan baku dan StStD. TAG StStM merupakan konsentrasi kumulatif dari TAG POP, POS dan SOS, sedangkan TAG StStD merupakan konsentrasi dari TAG PLP, karena TAG StStD lain seperti SLP dan SLS tidak ditemukan dalam fraksi-fraksi minyak sawit maupun FHSO. Oleh karena itu, komposisi kelompok TAG masing-masing

63 substrat merupakan cerminan dari proporsi fraksi-fraksi minyak sawit dan FHSO penyusunnya. Tabel 4.5 Komposisi TAG campuran spmf dengan FHSO pada berbagai rasio berat Jenis TAG (%area) Rasio spmf/fhso (b/b) (2:1) (3:2) (1:1) (2:3) (1:2) PLL 1.56 1.39 1.33 1.20 1.15 OLO 1.38 1.37 1.29 1.25 1.20 PLO 6.12 5.65 4.85 4.13 3.83 PLP 6.01 5.58 4.54 3.71 3.13 OOO 3.11 2.84 2.79 2.59 2.52 POO 13.92 12.83 10.87 9.04 8.15 POP 26.10 23.21 19.23 15.37 13.29 PPP 1.61 1.56 1.54 1.37 1.35 SOO 1.95 1.79 1.70 1.36 1.21 POS 5.17 4.72 4.03 3.16 2.70 PPS 4.99 5.66 6.96 8.19 9.39 SOS 0.72 0.69 0.58 0.58 0.51 PSS 12.96 14.70 18.38 22.12 25.20 SSS 11.90 13.61 17.17 20.87 22.91 TAG lain 2.51 4.42 4.71 5.04 3.45 DAG 4.24 4.21 4.06 3.98 3.69 ALB* (% b/b) 0.12 0.13 0.14 0.14 0.15 St3: 31.46 35.53 44.05 52.56 58.85 StStSt 31.46 35.53 44.05 52.56 58.85 St2U: 37.99 34.19 28.40 22.82 19.63 StStM 31.99 28.62 23.85 19.11 16.50 StStD 6.01 5.58 4.54 3.71 3.13 StU2: 23.55 21.65 18.75 15.74 14.35 StMM 15.87 14.62 12.57 10.41 9.37 StMD 6.12 5.65 4.85 4.13 3.83 StDD 1.56 1.39 1.33 1.20 1.15 U3: 4.49 4.21 4.09 3.84 3.73 MMM 3.11 2.84 2.79 2.59 2.52 MMD 1.38 1.37 1.29 1.25 1.20 *Kadar ALB diperoleh melalui perhitungan kadar ALB bahan baku

64 Pada rasio berat substrat yang sama, terlihat bahwa substrat RBDPO/FHSO mengandung TAG St3 paling tinggi, diikuti oleh spmf/fhso dan olein sawit/fhso. Substrat spmf/fhso mengandung TAG St2U (StStM, StStD) paling tinggi, diikuti oleh substrat RBDPO/FHSO dan olein sawit/fhso. TAG yang paling besar konstribusinya terhadap konsentrasi TAG St2U adalah TAG StStM (POP, POS, SOS) yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Substrat olein sawit/fhso mengandung TAG StU2 (StMM, StMD, StDD) dan TAG U3 (MMM, MMD, DDM) paling tinggi diikuti RBDPO/FHSO dan spmf/fhso. Profil SFC dan SMP Substrat Untuk Sintesis CBE SFC adalah jumlah kristal lemak yang terdapat dalam campuran minyak/lemak yang menentukan karakteristik berbagai produk, seperti sifat pelelehan maupun sifat organoleptik produk. SFC menentukan kesesuaian dari minyak dan lemak untuk aplikasi khusus. Secara umum, SFC dari komponen minyak dan lemak bertanggung jawab terhadap berbagai karakteristik produk, meliputi penampakan umum, kemudahan untuk dikemas, daya oles, peresapan minyak dan sifat-sifat organoleptik (Noor Lida dan Ali 1998). SFC juga dapat digunakan untuk mempelajari kompatibilitas lemak dengan menentukan perubahan persen padatan pada berbagai proporsi lemak (Noor Lida et al. 2002). Pada Gambar 4.3 disajikan profil SFC bahan baku dan substrat RBDPO/FHSO pada berbagai rasio berat, sedangkan pada Gambar 4.4 disajikan profil SFC substrat Olein Sawit/FHSO dan spmf/fhso pada berbagai rasio berat. SFC masing-masing substrat tidak merepresentasikan kombinasi linear dari SFC lemak murninya tidak seperti halnya dengan komposisi TAG. Walaupun demikian, komposisi TAG substrat tercermin dalam profil SFC (Noor Lida et al. 2002). Pada masing-masing jenis substrat, ada kecenderungan bahwa semakin tinggi proporsi FHSO dalam substrat, semakin tinggi pula SFC pada masingmasing suhu pengukuran walaupun tidak proporsional. Menurut Jin et al. (2008), nilai negatif dari deviasi SFC (ΔSFC) yang semakin tinggi mengindikasikan efek eutektik yang kuat. Deviasi SFC (ΔSFC) diperoleh sebagai hasil pengurangan dari SFC hasil pengukuran dengan SFC hasil perhitungan secara teoritik masing-masing substrat pada semua suhu pengukuran.

65 Keterangan: RF21, RF32, RF11, RF23, RF12 substrat RBDPO/FHSO; dengan rasio berat masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan1:2 Gambar 4.3 Profil SFC masing-masing bahan baku (atas) serta substrat RBDPO/FHSO (bawah) pada berbagai rasio berat Sedangkan menurut Noor Lida et al. (2006), interaksi eutektik seringkali diamati pada campuran minyak dan merupakan indikator ke-tidak kompatibel-an (incompatibility) di antara lemak-lemak tersebut. Interaksi ini cenderung terjadi jika lemak-lemak tersebut berbeda dalam volume molekul, bentuk atau

66 polimorfik. Efek eutektik biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus margarine dan shortening, efek ini menguntungkan. Keterangan: OF21, OF32, OF11, OF23, OF12 substrat Olein Sawit/FHSO serta PF21, PF32, PF11, PF23, PF12, substrat spmf/fhso, dengan rasio berat masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan1:2 Gambar 4.4 Profil SFC substrat Olein Sawit/FHSO (atas) dan spmf/fhso (bawah) pada berbagai rasio berat

67 Efek eutektik tertinggi terlihat pada substrat spmf/fhso pada suhu 20 C pada rasio berat 3:2. Sebagai ilustrasi, pada Tabel 4.6 dapat dilihat hasil perhitungan nilai deviasi SFC untuk substrat spmf/fhso. Secara umum, nilai negatif dari deviasi SFC substrat spmf/fhso pada suhu 20 C lebih tinggi dibandingkan dengan substrat yang lain, diikuti oleh substrat Olein sawit/fhso, substrat RBDPO/FHSO dan substrat spmf/fhso pada suhu 10 C. Pada suhu tersebut, TAG bertitik leleh rendah akan mulai mengkristal secara bebas dalam sistem dan cenderung memperlihatkan efek eutektik karena tidak dapat bercampur dengan TAG bertitik leleh tinggi (Noor Lida et al. 2002). Analogi yang sama juga dapat diterapkan pada nilai deviasi SFC yang positif yang terlihat pada hasil pengukuran SFC pada penelitian ini, bahwa semakin tinggi nilai positif deviasi SFC maka semakin tinggi pula efek eutektik pada campuran kedua minyak/lemak tersebut. Tabel 4.6 Deviasi SFC (ΔSFC) substrat spmf/fhso pada berbagai rasio berat pada berbagai suhu pengukuran Suhu Pengukuran Rasio Berat Substrat (spmf/fhso (2 :1) (3 : 2) (1 :1) (2 : 3) (1 : 2) 10 C -5.13-4.90-4.02-4.46-5.05 20 C -8.08-8.94-8.88-7.12-7.03 25 C 5.44 3.56 2.03 1.84 0.29 30 C 8.83 6.82 4.87 3.90 2.26 35 C 6.76 5.51 5.25 4.26 2.65 40 C 2.30 1.72 2.91 2.49 1.60 Selanjutnya pada Tabel 4.7 disajikan SMP masing-masing substrat campuran fraksi-fraksi minyak sawit dengan FHSO pada berbagai rasio berat. Semua jenis substrat pada berbagai rasio berat mempunyai SMP di atas 50 C, karena didominasi oleh TAG bertitik leleh tinggi/sangat tinggi (St2U, St3). Secara umum, substrat RBDPO/FHSO mempunyai SMP yang lebih tinggi dibandingkan dengan substrat lainnya pada rasio berat yang sesuai. Sedangkan substrat olein sawit/fhso dan spmf/fhso cenderung mempunyai nilai SMP yang hampir

68 sama. Sementara itu, proporsi FHSO dalam substrat yang semakin tinggi akan memberikan nilai SMP yang semakin tinggi pula, karena FHSO dominan dengan TAG bertitik leleh sangat tinggi StStSt. Pada beberapa kasus, hubungan kesetimbangan dari campuran TAG murni ditentukan dengan mengukur titik lelehnya, tetapi tidak ada titik leleh tunggal untuk lemak alami yang tersusun dari sejumlah TAG yang berbeda (Zhou dan Hartel 2006). Titik leleh lemak dapat ditentukan dengan banyak metode, seperti clear point, softening point, slip melting point atau Wiley melting point. Tabel 4.7 SMP masing-masing substrat pada berbagai rasio berat Rasio Berat Rasio 2:1 Rasio 3:2 Rasio 1:1 Rasio 2:3 Rasio 1:2 Slip Melting Point (SMP, C) Substrat RBDPO/FHSO Olein Sawit /FHSO spmf/fhso 54.2-54.6 55.9-57.0 57.5-58.2 58.2-59.1 58.6-59.6 52.3-53.3 54.2-54.9 56.9-57.3 57.2-58.0 57.2-58.1 53.0-53.8 54.0-54.6 56.4-57.8 56.8-57.8 57.6-58.4 Hubungan Komposisi TAG dan SFC Menurut Neff et al. (1999), pengelompokan TAG dengan lambang St, M, D dan T lebih mencerminkan korelasi komposisi TAG dengan titik leleh, solid fat index dan kemungkinan peningkatan stabilitas oksidatif. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat model berdasarkan pendugaan melalui regresi linear berganda dengan pendekatan regresi bertahap (stepwise regression) dari hubungan matematik antara SFC dengan konsentrasi (%area) kelompok TAG. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat model untuk memprediksi SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dari konsentrasi (%area) kelompok TAG secara tunggal maupun gabungan. Data yang dianalisis merupakan data gabungan dari semua jenis substrat pada berbagai rasio berat. Solid Fat Content pada 20 C (SFC20) sampai dengan SFC pada 40 C (SFC40) dapat diprediksi secara akurat dari konsentrasi (%area) TAG StStSt (PPP, PPS, PSS, SSS) saja, sedangkan TAG StMM (POO, SOO) dapat digunakan

69 untuk memprediksi SFC10. Sementara itu, gabungan dari TAG StStSt dan StMM dapat digunakan untuk memprediksi SFC20 sampai SFC35, sedangkan SFC10 dapat diprediksi dari TAG StMM dan StStD (PLP). R 2 dapat digunakan untuk membandingkan dua regresi berganda dengan variabel terikat (Y) yang sama, tetapi banyaknya variabel bebas (X) berbeda. Semakin besar nilai R 2 (mendekati 1), maka semakin baik model tersebut memprediksi. Dengan demikian, kelompok TAG secara gabungan dapat memprediksi lebih baik terhadap nilai SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dibandingkan dengan kelompok TAG secara tunggal (berdasarkan nilai R 2 ). Tabel 4.8 Model untuk memprediksi SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dari konsentrasi kelompok TAG secara tunggal maupun gabungan TAG Tunggal TAG Gabungan SFC10 = 95.62 2.25 StMM (R 2 = 0.93; σ = 2.38) SFC20 = 11.40 + 0.94 StStSt (R 2 = 0.94; σ = 2.49) SFC25 = 9.88 + 0.96 StStSt (R 2 = 0.96; σ = 2.08) SFC30 = 8.87 + 0.97 StStSt (R 2 = 0.96; σ = 1.96) SFC35 = 4.58 + 1.03 StStSt (R 2 = 0.98; σ = 1.57) SFC40 = 1.10 StStSt 1.84 (R 2 = 0.99; σ = 1.35) SFC10 = 93.18 3.26 StMM + 3.89 StStD (R 2 = 0.99; σ = 0.83) SFC20 = 37.00 + 0.66 StStSt 0.93 StMM (R 2 = 0.98; σ = 1.42) SFC25 = 30.31 + 0.73 StStSt 0.74 StMM (R 2 = 0.98; σ = 1.30) SFC30 = 27.86 + 0.76 StStSt 0.69 StMM (R 2 = 0.99; σ = 1.25) SFC35 = 17.97 + 0.89 StStSt 0.49 StMM (R 2 = 0.99; σ = 1.17) Sebagai ilustrasi, pada Gambar 4.5 dapat dilihat SFC substrat pada 30 C hasil pengukuran menggunakan NMR Analyzer dengan SFC substrat pada suhu tersebut sebagai hasil prediksi SFC dari kelompok TAG StStSt (TAG tunggal) sesuai dengan model pada Tabel 4.8. Pada Gambar 4.5 tersebut terlihat bahwa hasil prediksi dari TAG StStSt (PPP, PPS, PSS, SSS) tersebut tidak berbeda jauh dari SFC hasil pengukuran (R 2 = 0.96). Sebagai pembanding adalah konsentrasi TAG StStSt pada CB dengan SFC pada suhu pengukuran 30 C.

70 Gambar 4.5 Prediksi SFC substrat pada 30 C dari kelompok TAG StStSt Simpulan Fraksi-fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit dan spmf) dominan dengan asam palmitat (C16:0) dan asam oleat (C18:1) yang menyusun TAG POP dan POO sebagai TAG utamanya. Sedangkan FHSO didominasi oleh TAG PSS dan SSS. Campuran masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO dapat dianggap sebagai substrat yang potensial untuk sintesis TAG khas CBE (POP, POS, SOS) dengan katalis lipase spesifik-1,3. Komposisi TAG substrat merepresentasikan kombinasi linear komposisi TAG minyak/lemak penyusunnya, tetapi hasil pengukuran SFC substrat menunjukkan adanya deviasi dari hasil perhitungan secara teoritik. Deviasi SFC mengindikasikan adanya efek eutektik dari masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO yang ada dalam substrat, sekaligus mengindikasikan bahwa lemak penyusun substrat tersebut tidak kompatibel. Komposisi TAG substrat dan bahan baku penyusunnya tercermin dalam profil SFC dan SMP. Hubungan komposisi TAG (kelompok TAG) dan SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dapat dibuat model melalui pendekatan regresi linear

71 berganda. SFC pada berbagai suhu pengukuran dapat diprediksi secara akurat dari kelompok TAG StStSt (PPP, PPS, PSS, SSS), StMM (POO, SOO) dan StStD (PLP), baik secara tunggal ataupun gabungan. Daftar Pustaka Abigor RD, Marmer WN, Foglia TA, Jones KC, DiCiccio RJ, Ashby R, Uadia PO. 2003. Production of cocoa butter-like fats by the lipase-catalyzed interesterification of palm oil and hydrogenated soybean oil. J Am Oil Chem Soc 80(12):1193-1196. [AOCS] American Oil Chemists Society. 2005. Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists Society. Illinois: Am Oil Chem Soc Press, Champaign. Braipson-Danthine S, Gibon V. 2007. Comparative analysis of triacylglycerol composition, melting properties and polymorphic behavior of palm oil and fractions. Eur J Lipid Sci Technol 109:359-372. Calliauw G, Gibon V, Grey W de, Plees L, Foubert I, Dewettinck K. 2007. Phase composition during palm olein fractionation and its effect on soft PMF and superolein quality. J Am Oil Chem Soc 84:885-891. Chen CW, Chong CL, Ghazali HM, Lai OM. 2007. Interpretation of triacylglycerol profiles of palm oil, palm kernel oil and their binary blends. Food Chemistry 100:178-191. Chong CN, Hoh YM, Wang CW. 1992. Fractionation procedures for obtaining cocoa butter-like fat from enzymatically interesterified palm olein. J Am Oil Chem Soc 69(2):137-140. Fuji Oil Europe. 2004. Confectionery. http://www.fujioileurope.com/products/confectionary /choccoat.htm [1 Februari 2007]. Goh EM. 2002. Applications and uses of palm and palm kernel oils in speciality products. Malaysian Oil Science and Technology 11(1):46-50. Gunstone FD. 2002. Food applications of lipids. Di dalam: Akoh CC, Min DB, editor. Food Lipids Chemisty, Nutrition, and Biotechnology. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker, Inc. Huyghebaert A, Verhaeghe D, Moor H de. 1994. Fat products using chemical and enzymatic interesterification. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK, editor. Fats In Food Products. London: Blackie Academic & Professional.

72 Idris NA, Dian NLHM. 2005. Interesterified palm products as alternatives to hydrogenation. Asia Pac J Clin Nutr 14(4):396-401. [IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistry Norm Version. 1987. 2.150 (Ex 2.323) Solid Content Determination in Fats by NMR (Low Resolution Nuclear Magnetic Resonance). Jin Q, Zhang T, Shan L, Liu Y, Wang X. 2008. Melting and solidification properties of palm kernel oil, tallow and palm olein blends in the preparation of shortening. J Am Oil Chem Soc 85:23-28. Khumalo LW, Majoko L, Read JS, Ncube I. 2002. Characterization of some underutilized vegetable oils and their evaluation as starting materials for lipase-catalysed production of cocoa butter equivalents. Industrial Crops and Products 16:237-244. Li D, Adhikari P, Shin JA, Lee JH, Kim YJ, Zhu XM, Hu JN, Jin J, Akoh CC, Lee KT. 2010. Lipase-catalyzed interesterification of high oleic sunflower oil and fully hydrogenated soybean oil comparison of batch and continuous reactor for production of zero trans shortening fats. LWT Food Science and Technology 43:458-464. Lipp M, Anklam E. 1998. Review of cocoa butter and alternatives fats for use in chocolate Part A. Compositional data. Food Chemistry 62(1):73-97. Lipp M, Simoneau C, Ulberth F, Anklam E, Crews C, Brereton P, Greyt W de, W Schwack W, Wiedmaiers C. 2001. Composition of genuine cocoa butter and cocoa butter equivalents. Journal of Food Composition and Analysis 14:399-408. Liu, KJ, Cheng HM, Chang RC, Shaw JF. 1997. Synthesis of cocoa butter equivalent by lipase-catalyzed interesterification in supercritical carbon dioxide. J Am Oil Chem Soc 74(11):1477-1482. Mojovic L, Marinkovic SS, Kukic G, and Novakovic GV. 1993. Rhizopus arrhizus lipase-catalyzed interesterification of the midfraction of palm oil to a cocoa butter equivalent Fat. Enzyme Microb Technol 15:438-443. Neff WE, List GR, Byrdwell WC. 1999. Effect of triacylglycerol composition on functionality of margarine basestocks. Lebensm-Wiss u-technol 32:416-424. Nielsen K, Oliefabrik A, Bruunsgade MP. 2000. Interesterification in Use for the Production of Confectionery Fats. http://www.soci.org [23 Februari 2007] Noor Lida HMD, Md. Ali AR. 1998. Physicochemical characteristics of palmbased oil blends for the production of reduced fat spreads. J Am Oil Chem Soc 75(11):1625-1631.

73 Noor Lida HMD, Sundram K, Siew WL, Aminah A, Mamot S. 2002. TAG composition and solid fat content of palm oil, sunflower oil, and palm kernel olein blends before and sfter chemical interesterification. J Am Oil Chem Soc 79(11):1137-1144. Noor Lida HMD, Sundram K, Idris NA. 2006. DSC study on the melting properties of palm oil, sunflower oil, and palm kernel olein blends before and after chemical interesterification. J Am Oil Chem Soc 83(8):739-745. Osborn HT, Akoh CC. 2002a. Structured lipids novel fats with medical, nutraceutical, and food applications. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 3:110-120. Pinyaphong P, Phutrakul S. 2009. Synthesis of cocoa butter equivalent from palm oil by Carica papaya lipase-catalyzed interesterification. Chiang Mai J Sci 36(3):359-368. Ramli MR, Siew WL, Cheah KY. 2008. Properties of high-oleic palm oils derived by fractional crystallization. Journal of Food Science 73(3):C140-C145. Ribeiro APB, Grimaldi R, Gioielli LA, Goncalves LAG. 2009. Zero trans fat from soybean oil and fully hydrogenated soybean oil: Physico-chemical properties and food applications. Food Research International 42:401-410. Santini S, Crowet JM, Thomas A, Paquot M, Vandenbol M, Thonart P, Wathelet JP, Blecker C, Lognay G, Brasseur R, Lins L, Charloteaux B. 2009. Study of Thermomyces lanoginosa lipase in the presence of tributyrylglycerol and water. Biophysical Journal 96: 4814-4825. Sarmidi MR, El Enshasy HA, Hamid MA. 2009. Oil palm: the rich mine for pharma, food and fuel industries. Am-Euras J Agric & Environ Sci 5(6):767-776. Satiawihardja B, Hariyadi P, Budiyanto S. 2001. Studi Pembuatan Mentega Coklat Tiruan dari Minyak Sawit dengan Proses Interesterifikasi Enzimatik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VII / 1-3 Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 1998/2001. Bogor: Fateta, IPB. Silva RC, Cotting LN, Poltronieri TP, Balcao VM, de Almeida DB, Goncalves LAG, Grimaldi R, Gioielli LA. 2009. The effects of enzymatic interesterification on the physical-chemical properties of blends of lard and soybean oil. LWT Food Science and Technology 42: 1275-1282. Tan CH, Ghazali HM, Kuntom A, Tan CP, Ariffin AA. 2009. Extraction and physicochemical properties of low free fatty acid crude palm oil. Food Chemistry 113:645-650.