DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. maka dibutuhkannya peranan negara dalam menyusun laju perekonomian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

/ KERANGKA ACUAN KERJA SEMINAR PUBLIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik *

TINJAUAN TERHADAP MEKANISME PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal

HUKUM PERSAINGAN USAHA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Perubahan Perilaku merupakan suatu bagian dari tahap dalam tata cara

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG DIRUGIKAN AKIBAT PRAKTIK PERSEKONGKOLAN DALAM PENGADAAN TENDER

MATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

Adapun...

NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Efektivitas Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Penanganan Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, hal ini mendorong

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

P U T U S A N Perkara Nomor 08/KPPU- I/2014

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

ETIKA DAN HUKUM KEWIRAUSAHAAN oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Pada kenyataannya saat sekarang ini ekonomi pasar

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Pasal 1 Undang-Undang No. 3

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau

Transkripsi:

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PRAKTEK DUGAAN KARTEL DI BIDANG INDUSTRI BAN (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA NOMOR 08/KPPU-I/2014) Arief Hartono*, Paramita Prananingtyas, Siti Mahmudah Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : arief.hartono0@gmail.com Abstrak Penerapan hukum kartel menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pada industri ban sudah dilaksanakan berupa tindakan kartel yang dilakukan beberapa perusahaan untuk menahan distribusi barang ke pasar demi mendapatkan harga yang konstan dan keuntungan berlipat ganda yang dibuktikan dengan alat bukti. Masalah kartel timbul akibat adanya suatu perjanjian yang terselubung atau tertutup, dan mengurangi daya persaingan usaha itu sendiri. Diputuskannya suatu praktek dugaan kartel oleh KPPU berupa sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melakukan tindakan kartel yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Perusahaanperusahaan ini melakukan suatu perjanjian yang memenuhi unsur kartel yang berdasarkan alat bukti yang ditemukan oleh KPPU berupa Risalah APBI. Kata kunci: Kartel, Persaingan usaha tidak sehat, KPPU, dan Perusahaan. Abstract Regulation of cartel in Indonesia according to the constitution Number 5 Year 1999 for tyre industry has been used to established a cartel violation by several companies for holding their distribution of each company s product to get maximum profit for company itself. Cartel s problem emerge because an enclosed deal and make an unfair competition between companies. This research is to examine about how KPPU make a decision for a company who did cartel violation, in the decision the company who did cartel must pay amercement. These companies who did cartel violation can be proved by if the deal fulfill the constituent of cartel itself. There is an evidence that proved theses companies did cartel. Keywords: Cartel, Unfair Competition, KPPU, and Company. I. PENDAHULUAN Persaingan semakin ketat dan luas, perkembangan ekonomi nasional maupun internasional pun menjadi semakin baik dan meluas, sehingga sangat diperlukan daya tahan dan kemampuan bersaing yang kuat juga dari para pelaku usaha pada sektor manapun, hal ini sangat berpotensi memicu semangat bisnis dan memutar roda perekonomian menjadi lebih baik. Instrumen hukum diharapkan mampu menopang kebutuhan hukum di masyarakat agar persaingan yang terjadi tetap sehat dan kemudian terbentuklah UU No. 5 Tahun 1999 ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik kecurangan. 1

Perlunya disusun undangundang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan umum UU No. 5 Tahun 1999 juga menyatakan antara lain Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut diatas, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita kekadilan sosial. Aturan hukum sangat diperlukan yang pasti dan jelas yang mengatur larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya. Kehadiran UU No. 5 Tahun 1999 sebagai tool of social control and a tool of social engineering yang maksudnya alat kontrol sosial. UU No.5 Tahun 1999 berusaha menjaga kepentingan umum dan mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya sebagai alat rekayasa sosial, UU No.5 Tahun 1999 berusaha untuk meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, dan berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Berdasarkan Undang-Undang ini ditinjau dari segi penegakan hukum, memiliki ciri khas yaitu dengan adanya keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( selanjutnya disebut KPPU) yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan, penuntutan dan juga sekaligus sebagai pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999, kemudian daripada itu dalam Undang-Undang ini juga diatur adanya larangan terhadap praktek monopoli dan monopsoni serta persaingan usaha tidak sehat melarang pelaku usaha melakukan kegiatan yang menimbulkan terjadinya penguasaan atau pemusatan produksi atau pemasaran. Salah satu contoh kasus yang terjadi dalam persaingan usaha tidak sehat yaitu terjadi pada industri ban, beberapa perusahaan mengadakan suatu perjanjian terhadap penentuan suatu harga barang dan produksi barang dagang berupa ban kendaraan bermotor roda empat kelas passenger car (penumpang) untuk ban ring berukuran 13, 14, 15 dan 16 peridode 2009-2012 di wilayah Indonesia yang diproduksi dan dipasarkan oleh perusahaan ban yang tergabung dalam Asosiasi Persatuan Ban Indonesia (APBI). Penetapan suatu harga barang dan penetapan pasar 2

atau yang disebut kartel. Kartel adalah sekelompok perusahaan yang seharusnya saling bersaing, tetapi mereka justru menyetujui satu sama lain untuk menetapkan harga guna meraih keuntungan monopolistis. Ban ini ditujukan kepada konsumen dengan harga yang sudah ditetapkan dalam perjanjian antar pelaku usaha tersebut, mengakibatkan kerugian di pihak pelaku usaha lain maupun konsumen. Disini pihak pelaku usaha lain memberikan laporan kepada KPPU sehingga KPPU melakukan suatu penyelidikan terhadap perusahaan terkait yang melakukan tindakan kecurangan terhadap pangsa pasar. II. METODE Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisi dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematika adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. 1 Dalam melaksanakan penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-normatif yaitu penelitian yang didasarkan atas studi terhadap bahan-bahan kepustakaan Beberapa perusahaan ini hanya mementingkan keuntungan belaka dan tidak memikirkan berjalannya persaingan usaha yang sehat, karena faktor keuntungan besar maka perusahaan melakukan tindakan kartel dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasal 11. Para pelaku usaha ini kemudian ditindak oleh KPPU sebagai pengawas dalam persaingan usaha. KPPU disini hanya dapat menindak para pelaku usaha dengan sanksi yang bersifat administratif, yang sesuai dengan tugas dan wewenangnya melakukan tindakan terhadap pelaku usaha yang curang. atau dokumen berupa peraturanperaturan tertulis (data sekunder). 2 Dalam penelitian ini digunakan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis. Deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan melukiskan tentang suatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu 3. Analitis, maksudnya dikaitkan dengan teoriteori hukum yang ada dan atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti. Dengan adanya objek penelitian dan didukung oleh data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diungkapkan diharapkan akan memberikan penjelasan secara cermat dan menyeluruh serta sistematis. 1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 2014), halaman 42. 2 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta, UI Press, 1986), hal 3. 3 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hal.35. 3

Tehnik pengumpulan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data secara Data Sekunder. Diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumentasi. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan teori-teori hukum dan doktrin hukum, asas-asas hukum, dan pemikiran konseptual serta penelitian pendahulu yang berkaitan dengan objek kajian penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, literatur dan karya tulis ilmiah lainnya. Metode analisis data menggunakan cara deskriptif kualitatif dengan memberikan gambaran secara khusus berdasarkan data yang dikumpulkan secara sistematis. Penelitan hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Sifat analisis deskriptif adalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian dilakukan 4. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Kartel di Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 4 Mukti Fajar dan Yuliarto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010) hal 183 1999 Pada Kasus Industri Ban UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mengatur secara spesifik dalam pasal-pasal tersendiri mengenai penetapan harga, persekongkolan tender, pembagian wilayah atau konsumen atau pasar. Kartel dalam Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 haruslah tidak termasuk yang telah diatur dalam pasal-pasal lainnya dalam UU tersebut. Pedoman kartel ini akan menekankan pada pelarangan kartel yang menekankan pada kesepakatan untuk mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa yang dimaksudkan untuk mempengaruhi harga. Pedoman Kartel ini dituangkan didalam Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010. Berdasarkan arti luas, kartel merupakan perjanjian antara para pesaing untuk membagi pasar, mengalokasikan pelanggan, dan menetapkan harga 5. Atas dasar ketentuan tersebut maka pasar bersangkutan mencakup dimensi produk dan geografis : Pasar Produk, dimana dalam perkara ini pasar produknya adalah ban untuk kendaraan roda 4 yang digunakan sebagai 5 Farid Nasution dan Retno Wiranti, Kartel dan Problematikanya, (Jakarta, Media Berkala KPPU KOMPETESI,2008) 4

ban mobil penumpang (passenger car) untuk ban Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16. Pasar Geografis, dimana dalam perkara ini pasar geografisnya adalah mencangkup seluruh wilayah Indonesia yang diproduksi dan dipasarkan oleh Perusahaan Ban yang tergabung dalam APBI. Alat bukti yang terdapat dalam kasus praktek dugaan kartel pada kasus industri ban adalah Risalah Rapat Presidium APBI. Risalah Rapat Presidium APBI tersebut sah sebagai alat bukti tindakan kartel karena sesuai dengan poin 1, 2 dan 6 yang berisi: 1. Perusahaan terkait melihat tendensi penjualan selama 3 bulan tahun 2009, disimpulkan bahwa penjualan ekspor ban roda 4 diperkirakan akan turun cukup besar. Dengan dasar tersebut, kepada seluruh anggota APBI diminta untuk dapat menahan diri dan terus mengontrol distribusinya masing - masing; 2. Risalah rapat presidium 26 Mei 2009 bertempat di Hotel Nikko, yang dipimpin oleh Ketua APBI; 3. Rapat Marketing Directors APBI pada tanggal 25 Mei 2009 yang menginformasikan trend pasaran ban dalam negeri; 4. Kami mohon kepada Para Ketua Team serta Anggota APBI untuk menyampaikan. Laporan kegiatannya baik produksi, penjualan serta ekspor sebagai dasar Penyusunan Laporan APBI 2009 (sesuai surat AS-107 tertanggal. 23 November2009) yang selanjutnya akan kami sampaikan kepada Pemerintah dan instansi terkait sebagai Laporan Tahunan,agar Industri Ban Nasional dapat lebih diamankan eksistensinya; 5. Tanggal 25 Februari 2010 di Hotel Nikko, diumumkan hasil rapat Sales Director's APBI yang isinya membahas langkah langkah pengamanan akan segera diambil oleh masing-masing perusahaan secara bersama-sama agar stabilitas pasar dapat terus terpelihara. Alat bukti diatas memenuhi beberapa unsur unsur kartel, sebagai berikut: 1. Unsur Pelaku Usaha Berdasarkan pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama - sama melalui perjanjian, 5

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Bahwa yang dimaksud sebagai pelaku usaha dalam perkara a quo adalah Terlapor I (PT Bridgestone Tire Indonesia), TerlaporII (PT Sumi Rubber Indonesia), Terlapor III (PT Gajah Tunggal,Tbk.), Terlapor IV (PT Goodyear Indonesia, Tbk.), Terlapor V(PT Elang Perdana Tyre Industry) dan Terlapor VI (PT IndustriKaret Deli) sebagaimana dimaksud dalam Butir 1 bagiantentang Hukum.Unsur Pelaku usaha terpenuhi. Beberapa PT diatas melakukan suatu perjanjian yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yaitu dengan membuat ketentuan untuk menahan distribusi ban agar stabilnya harga sesuai dengan rencana yang merugikan konsumen dan pelaku usaha lain. 2. Unsur Perjanjian Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Bahwa perjanjian yang dimaksud adalah kesepakatan secarabersama untuk dapat menahan diri dan terus mengontroldistribusi ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah RepublikIndonesia dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012yang disepakati dan/atau disetujui oleh Terlapor I, Terlapor II,Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V dan Terlapor VIsebagaimana dalam Risalah Rapat Presidium APBI. Perjanjian yang dilakukan oleh beberapa PT yang mengontrol distribusi ban, yang disertujui oleh para pelaku usaha yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. 3. Unsur Pelaku Usaha Pesaingnya Pelaku usaha pesaingnya adalah pelaku usaha lain yang berada di dalam suatu pasar bersangkutan. Secara umum, pasar bersangkutan adalah sebuah konsep yang dilakukan untuk mendefinisikan tentang ukuran pasar dari sebuah produk. Bahwa pelaku usaha yang bersaing satu sama lain dalam pasarbersangkutan dan melakukan perjanjian dalam perkara iniadalah Terlapor I (PT Bridgestone Tire Indonesia), Terlapor II(PT Sumi Rubber Indonesia), Terlapor III (PT Gajah Tunggal,Tbk.), Terlapor IV (PT Goodyear Indonesia, Tbk.), Terlapor V(PT Elang Perdana Tyre Industry) dan Terlapor VI (PT IndustriKaret Deli). 6

Perjanjian dilakukan dengan beberapa PT di pasar yang sama dan beberapa PT tersebut sepakat untuk mengontrol distribusi ban untuk kepentingan perusahaan-perusahaan tersebut demi mendapatkan keuntungan yang stabil. 4. Unsur Barang Barang menurut Pasal 1 angka 16 adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Bahwa yang dimaksud dengan penetapan harga atas suatu barang yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan dalam perkara a quo adalah kesepakatan untuk tidak melakukan banting membanting harga ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012 yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V dan Terlapor VI. Terpenuhinya unsur barang yaitu ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012. 5. Unsur Bermaksud Mempengaruhi Harga dengan Mengatur Produksi dan/ataupemasaran suatu Barang dan/atau Jasa. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 bahwa suatu kartel dimaksukan untuk mempengaruhi harga.untuk mencapai tujuan tersebut anggota kartel setuju mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. Bahwa yang dimaksud dengan barang dalam perkara a quoadalah ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13,Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesiadalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012. Bahwa yang dimaksud dengan mempengaruhi harga denganmengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/ataujasa adalah kesepakatan secara bersama untuk dapat menahandiri dan terus mengontrol distribusi ban Passenger Car Radial(PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 diwilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009sampai dengan 2012 yang disepakati dan/atau disetujui olehterlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V danterlapor VI sebagaimana dalam Risalah Rapat Presidium APBI. 7

Mengontrol distribusi menimbulkan munculnya suatu harga yang dapat ditentukan oleh masingmasing PT yang menyebabkan tidak adanya persaingan usaha yang sehat.perusahaan perusahaan yang melakukan perjanjian ini dapat menetapkan harga sesuai keinginan dan menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat yang melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999. 6. Unsur Mengatur Produksi dan atau Pemasaran Mengatur produksi artinya menentukan jumlah produksi baik bagi kartel secara keseluruhan maupun bagi setiap anggota. Hal ini bisa lebih besar atau lebih kecil dari kapasitas produksi perusahaan atau permintaan akan barang atau jasa yang bersangkutan. Sedangkan mengatur pemasaran berarti mengatur jumlah yang akan dijual dan atau wilayah dimana para anggota menjual produksinya. Bahwa yang dimaksud dengan mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa adalah kesepakatan secara bersama untuk dapat menahan diri dan terus mengontrol distribusi ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012 yang disepakati dan/atau disetujui oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V dan Terlapor VI sebagaimana dalam Risalah Rapat Presidium APBI. Sesuai yang tercantum pada Risalah Rapat Presidium APBI agar para anggota yang termasuk anggota dari APBI menahan atau mengontrol distribusi terhadap ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012. 7. Unsur Dapat Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur. Kartel adalah suatu kolusi atau kolaborasi dari para pelaku usaha.oleh karena itu segala manfaat kartel hanya ditujukan untuk kepentingan para anggotanya saja, sehingga tindakan-tindakan mereka ini dilakukan secara tidak sehat dan tidak jujur. Bahwa termasuk dalam pengertian dampak yang dapat merugikan kepentingan umum adalah inefisiensi dan kenaikan harga yang menyebabkan kerugian konsumen. 8

Bahwa konsentrasi industri yang tinggi ditandai dengan tingginya CR4 atau HHI pada ban PCR Replacement Ring 13 dan 15 berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis, sedangkan untuk ban PCR Replacement Ring 14 hanya ditandai dengan tingginya HHI yang juga berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Hal ini menyebabkan inefisiensi yang berakibat kerugian pada sisi konsumen, sementara para Terlapor dalam perkara a quo yang seharusnya bersaing dan menjadi efisien justru tidak Terjadi. B. Kajian Putusan Perkara No. 08/KPPU-I/2014 Terhadap Praktek Kartel dalam Industri Ban di Indonesia Beberapa Perseroan Terbatas yang melakukan tindakan kartel yaitu : PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal, Tbk., PT Goodyear Indonesia, Tbk., PT Elang Perdana Tyre Industry, PT Industri Karet Deli yang terbukti ikut serta dalam mempengaruhi harga dan mengatur produksi sesuai dengan pasal 5 ayat (1) dan pasal 11 Undang Undang RI NO 5 Tahun 1999 dan dikenakan denda masing-masing Rp 25.000.000.000,- yang masuk kekas negara. Tahapan tahapan pemeriksaan perkara yang dilakukan oleh KPPU sebagai berikut: 1. Pemeriksaan atas dasar laporan Pemeriksaan atas dasar laporan adalah pemeriksaan yang dilakukan karena adanya laporan dari pelaku usaha yang merasa dirugikan atau dari masyarakat. KPPU akan menetapkan majelis Komisi yang akan bertugas memeriksa, menyelidiki pelaku usaha yang dilaporkan; Pertimbangan Majelis Komisi Sebelum memutus: a. Bahwa Majelis Komisi menilai Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V dan Terlapor VI tidak bersikap kooperatif dalam menyerahkan data yang diminta Majelis Komisi dalam sidang Majelis Komisi; b. Bahwa Majelis Komisi menilai Terlapor I bersikap tidak sopan terhadap. c. Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagiterlapor yaitu: Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V danterlapor VI yang telah bersikap kooperatif dengan selalu hadir dalam Sidang Majelis Komisi. 2. Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU adalah pemeriksaan yang 9

didasarkan atas dugaan atau indikasi pelanggaran terhadap Undang- Undang No.5 Tahun 1999. Pemeriksaan yang dilakukan atas dasar inisiatif KPPU, maka KPPU akan membentuk suatu majelis Komisi untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan juga para saksi. Jenis Pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, sebagai berikut: a. Tahap pemeriksaan pendahuluan Pemeriksaan pendahuluan adalah tindakan Komisi untuk meneliti dan atau memeriksa suatu laporan dinilai perlu atau tidaknya untuk dilanjutkan kepada tahap pemeriksaan lanjutan. Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 telah mengatur jangka waktu pemeriksaan pendahuluan selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat penetapan dimulainya pemeriksaan pendahuluan. Tahap pemeriksaan pendahuluan tidak hanya laporan yang diperiksa, namun pemeriksaan yang dilakukan atas inisiatif Komisi juga wajib melalui proses pemeriksaan pendahuluan ini. Ketua Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 22/KPPU/Pen/IV/2014 tanggal 30 April 2014 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014. Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan tersebut, KetuaKomisi menetapkan pembentukan Majelis Komisi melalui Keputusan Komisi Nomor62/KPPU/Kep/V/2014 tanggal 12 Mei 2014 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagaimajelis Komisi pada Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014. b. Tahap pemeriksaan lanjutan Pemeriksaan lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan dan atau penyelidikan yang dilakukan oleh majelis Komisi sebagai tindak lanjut pemeriksaan pendahuluan.pemeriksaan lanjutan dilakukan KPPU jika telah ditemukan indikasi praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat atau KPPU masih memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelidiki dan memeriksa secara lebih mendalam kasus yang sedan diperiksa.jangka waktu pemeriksaan lanjutan diberikan selam 60 (enam puluh) hari sejak berakhirnya pemeriksaan pendahuluan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari. Pertimbangan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Rapat Komisi memutuskan untuk dilakukan Pemeriksaan Lanjutanterhadap Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014. Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 32/KPPU/Pen/VII/2014 tanggal 3 Juli 2014 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 08/KPPU- I/2014. Ketua Majelis Komisi 10

Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014 menerbitkan Surat Keputusan Majelis Komisi Nomor 28/KMK/Kep/VII/2014 tentang Jangka Waktu Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014, yaitu dalam jangka waktu paling lama 60 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal 14 Juli 2014 sampai dengantanggal 10 Oktober 2014. Ketua Komisi menetapkan pembentukan Majelis Komisi melalui Keputusan Komisi Nomor124/KPPU/Kep/X/2014 tanggal 8 Oktober 2014 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Majelis Komisi pada Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2014. c. Tahap eksekusi putusan KPPU Pelaku usaha yang dinilai terbukti melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999, selanjutnya akan masuk pada tahap eksekusi putusan Komisi. Pasal 47 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Komisi memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif dalam bentuk-bentuk pembatalan perjanjian, perintah penghentian suatu kegiatan, penghentian penyalahgunaan posisi dominan, pembatalan merger, konsolidasim akuisisi, maupun penetapan pembayaran ganti rugi dan denda. Tahap eksekusi bertujuan memastikan bahwa pihak yang dikenakan sanksi memenuhi kewajibannya. Setelah berakhirnya jangka waktu Pemeriksaan Lanjutan (danperpanjangannya), Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor56/KPPU/Pen/XI/2014 tanggal 19 November 2014 tentang Musyawarah Majelis KomisiPerkara Nomor 08/KPPU-I/2014. Setelah melaksanakan Musyawarah Majelis Komisi, Majelis Komisimenilai telah memiliki bukti dan penilaian yang cukup untuk mengambil putusan. Atas pertimbangan untuk ditentukannya denda berdasarkan pedoman sanksi administratif, menghukum PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal, Tbk., PT Goodyear Indonesia, Tbk., PT Elang Perdana Tyre Industry, PT Industri Karet Deli yang terbukti ikut serta dalam mempengaruhi harga dan mengatur produksi sesuai dengan pasal 5 ayat (1) dan pasal 11 Undang Undang RI NO 5 Tahun 1999 dan dikenakan denda masing-masing Rp 25.000.000.000,- yang masuk kekas negara. Perusahaan perusahaan ini yang melakukan tindakan kartel sudah berbadan hukum dan sesuai dengan Undang Undang No.5 Tahun 1999 membuat tanggungjawab denda sesuai dengan putusan Perkara No. 08/KPPU- 11

I/2014 sebesar Rp 25.000.000.000,- dikenakan kepada kas PT tersebut dan tidak bisa disalahkan pada para direksi ataupun komisaris. Perjanjian yang dilakukan juga disetujui oleh para pelaku usaha yang ingin mendapatkan keuntungan untuk perusahaannya yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. IV. KESIMPULAN Penerapan hukum kartel menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1999, dan peraturan KPPU No.4 dan No.5 Tahun 2010 pada industri ban sudah dilaksanakan pada Putusan Perkara No.08/KPPU-I/2014 beberapa Perseroan Terbatas yang melakukan tindakan kartel yaitu: PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal, Tbk., PT Goodyear Indonesia, Tbk., PT Elang Perdana Tyre Industry, PT Industri Karet Deli yang terbukti ikut serta dalam mempengaruhi harga dan mengatur produksi barang yaitu ban ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16 di wilayah Republik Indonesia dalam rentang waktu tahun 2009 sampai dengan 2012. Perjanjian yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut disetujui oleh pihak yang ikut dalam perjanjian yang ingin menahan distribusi barang, dalam hal ini ban Passenger Car Radial (PCR) Replacement Ring 13, Ring 14, Ring 15 dan Ring 16. Perjanjian yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan kartel karena mempunyai alat bukti yaitu Risalah APBI (Asosiasi Persatuan Ban Indonesia).Perjanjian tersebut juga memenuhi unsur-unsur kartel yang menimbulkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat sesuai yang tercantum dalam peraturan KPPU No. 4 Tahun 2010 tentang Kartel. Putusan KPPU berupa sanksi administratif berdasarkan peraturan KPPU No.4 tahun 2009 yang dijatuhkan kepada para pelaku tindakan kartel merupakan atas dasar laporan dan atas dasar inisiatif dari KPPU sendiri, wewenang ini sesuai dengan prosedur. KPPU dalam melakukan tugasnya sebagai pengawas dalam persaingan usaha melalui beberapa tahap untuk mencapai suatu putusan. KPPU menindak berdasarkan laporan yang ada, yaitu dengan laporan pelaku usaha lain yang merasa dirugikan serta dari pihak masyarakat yang juga merasakan dampak yang merugikan bagi konsumen. KPPU disini bertindak dengan membuat suatu Majelis Komisi yang diutus untuk menyelidiki perusahaan-perusahaan terkait yang diduga melakukan tindakan kartel yang menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak 12

sehat sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. KPPU juga menindak berdasarkan inisiatif KPPU sendiri, yaitu dengan beberapa tahap. Tahap pertama yaitu tahap pemeriksaan pendahuluan, yang jangka waktunya 30 hari ditetapkan tentang penugasan Majelis Komisi. Tahap kedua yaitu tahap pemeriksaan lanjuan, yang jangka waktunya 60 hari ditetapkan tentang perpanjangan pemeriksaan oleh Majelis Komisi. Tahap ketiga yaitu tahap eksekusi putusan, disini KPPU dapat memutus suatu persaingan usaha yang terbukti tidak sehat dengan cara membatalkan suatu perjanjian dan menetapkan ganti rugi kepada negara oleh perusahan-perusahaan tersebut. Ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan peraturan KPPU No.4 Tahun 2010, dengan beberapa tahap yaitu, penentuan nilai dasar, penyesuaian terhadap nilai dasar benda, rentang besaran denda. Pada akhirnya sesuai dengan putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2014 menjatuhkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan tersebut denda sebesar Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliyar rupiah) kepada masingmasing perusahaan tersebut. Tanggung jawab untuk denda ditanggung oleh Perusahaan tersebut karena Perusahaan-perusahaan tersebut sudah menjadi badan hukum, yang sesuai dengan Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 mengakibatkan suatu tindakan perusahaan ditanggung oleh PT jika PT sudah berbadan hukum. V. DAFTAR PUSTAKA Rajagukguk, Erman, Demokrasi Ekonomi, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2010) Kumalasari, Devi Meyliana Savitri, SH, M.H., HUKUM PERSAINGAN USAHA Studi Konsep Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga dalam Persaingan Usaha, (Jawa Timur : Setara Press, 2013) Et al. (Ed), Ayuda D. Prayoga, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia (Jakarta: Proyek ELIPS, 2000) Farid Nasution dan Retno Wiranti, Kartel dan Problematikanya, (Jakarta, Media Berkala KPPU KOMPETESI,2008) Sutedi, Adrian, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015) Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan ulasan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1995) Kansil, Christine, Pokok- Pokok Pengetahuan Hukum Dagang 13

Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) Widyadharma, Ign. Ridwan, Hukum Perseroan Terbatas (Menurut Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1995), (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995) Mukti Fajar dan Yuliarto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010) Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta, Rajawali Pers, 2012) Silalahi, M. Udin, Perusahaan Saling Mematikan & Bersekongkol Bagaimana Cara Memenangkan?, ( Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007) Sari, Wahyu Retno Dwi, Kartel: Upaya Damai Untuk Meredam Konfrontasi Dalam Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU, (Jakarta, KPPU RI, 2009) Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 2014) Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta, UI Press, 1986) Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982) Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika,2010) 14