I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan

BAB I PENDAHULUAN. yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting dkk, 2009)

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

I. PENDAHULUAN. kesuburan tanah menurun cepat, pencemaran air dan tanah, bahaya residu

I. PENDAHULUAN. Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi,

I. PENDAHULUAN. setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman bawang merah (Allium ascolanum L.) termasuk salah satu tanaman sayuran umbi multiguna.

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk ke dalam suku Liliaceae. Brebes yang merupakan sentra terbesar bawang merah.

BAB I PENDAHULUAN. Ikan air tawar merupakan komoditas perikanan yang saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

Ralstonia solanacearum

SKRIPSI. Oleh : AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : Kepada

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ilmu Tanah dan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kayu, tanaman dan makhluk lainnya. Makrofungi tumbuh di semua habitat yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan pengembangan energi alternatif bioetanol sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Era perdagangan bebas diawali di tahun 2003 Asean Free Trade Area (AFTA), dilanjutkan tahun 2010 Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), tahun 2015 Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan tahun 2020 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) menimbulkan persaingan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi semakin ketat. Kegiatan perdagangan yang lebih kompetitif ini membawa tantangan baru dan peluang baru bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, termasuk di dalamnya pembangunan sektor pertanian. Persaingan produk pada era perdagangan bebas ini akan semakin ketat karena hanya perusahaan atau negara yang mampu menghasilkan produk berdaya saing tinggi yang akan mampu memanfaatkan potensi pasar terbuka, sedangkan negara atau perusahaan yang tidak mampu menghasilkan produk bersaing akan terdesak mundur (Saragih, 2001). Salah satu komoditas pertanian yang memiliki harga fluktuatif di pasaran adalah bawang merah. Pada tahun 2015 ini harga bawang merah kembali naik sebagai imbas dari naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Permintaan bawang merah di pasaran sangat banyak, mengingat manfaat bawang merah di bidang kuliner sebagai penguat citarasa dan keharuman sebuah masakan, selain itu bawang merah juga berpotensi untuk pemanfaatan di bidang biofarmaka. Menurut Amin dan Kapadnis (2005) kandungan senyawa fitokimia bawang merah diketahui bermanfaat sebagai anti-jamur dan antibakteri. Penggunaan bawang merah sebagai obat sudah dilakukan secara tradisional turun temurun dari nenek moyang masyarakat Indonesia dan dewasa ini potensi biofarmaka bawang merah semakin banyak dieksplorasi, antara lain dilakukan oleh Ratih (2010) dan Rachmad et al. (2008) yang mengkaji zat-zat fitokimia di dalam bawang merah, menemukan bahwa bawang merah memiliki efek farmakologis yang baik bagi kesehatan, antara lain sebagai obat penurun kadar kolesterol, pengobatan leukimia (Merhi, 2008), dan anti-tuberculosis (Amin et al., 2009). 1

Kebutuhan bawang merah di Indonesia meliputi kebutuhan bawang merah untuk konsumsi, produksi, sebagai benih, dan untuk memenuhi permintaan ekspor. Seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk, peningkatan pendapatan perkapita, dan kesadaran masyarakat akan gizi makanan, dipastikan konsumsi bawang merah masyarakat Indonesia akan semakin terus meningkat. Menurut data proyeksi kebutuhan bawang merah yang digambarkan oleh Anonim (2006), total kebutuhan bawang merah akan terus meningkat, mulai dari 1,2 juta ton pada tahun 2015 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 2020 dan di tahun 2025 akan menjadi 1,5 juta ton. Peningkatan permintaan bawang merah selama ini belum diimbangi dengan suplai yang memadai. Menurut Rachmat et al. (2013), angka produktivitas bawang merah masih rendah, dalam sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 2000-2009, rata-rata produktivitas bawang merah nasional hanya sekitar 9,24 ton/ha, angka tersebut masih jauh di bawah potensi produksi yang berada di atas 20 ton/ha. Data terbaru menunjukkan bahwa capaian produksi bawang merah pada tahun 2013 sebesar 1.021.175 ton atau sebesar 87,93% dari target 1.161.300 ton. Realisasi ini jauh lebih besar dari produksi tahun 2012 yang berdasarkan angka tetap tahun 2012, produksi bawang merah sebesar 964.195 ton. Belum tercapainya realisasi produksi sesuai dengan target menurut Anonim (2012) disebabkan oleh anomali cuaca, kelangkaan benih, serangan OPT dan penggunaan benih berlabel yang belum sepenuhnya diterapkan oleh petani. Produksi bawang merah bersifat musiman sementara permintaan terus merata sepanjang tahun. Sebagian besar petani bawang merah hanya menanam bawang merah di musim kemarau saja karena pada musim penghujan resiko gagal panen sangat tinggi akibat serangan patogen jamur ataupun bakteri. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antara pasokan dan permintaan sehingga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu (Rachmat et al., 2012). Pada bulan-bulan non musim, yaitu bulan Januari s/d April/Mei harga bawang merah bisa melonjak 2-4 kali lipat dari harga normal. Harga bawang merah normal adalah Rp. 8000 s/d 12.000/ kg, sementara harga bawang merah pada bulan non musim bisa mencapai Rp. 45.000 s/d 50.000/ kg (Suwandi, 2013). Untuk mencukupi kebutuhan bawang merah nasional, maka pemerintah harus melakukan impor bawang merah. Impor 2

bawang merah biasanya terjadi pada bulan April Juli (Basuki et al., 2004 Cit. Basuki et al., 2014). Salah satu permasalahan penting penghambat produktivitas bawang merah adalah penyakit moler. Menurut hasil wawancara dengan petani yang dilakukan oleh Wiyatiningsih (2003), penyakit ini dapat menurunkan hasil umbi lapis sebesar 50%. Wiyatiningsih (2007) melaporkan bahwa keparahan penyakit moler ini meningkat pada saat musim penghujan yang mencapai angka 13,75 30 %, sedangkan untuk musim kemarau keparahan penyakit hanya berkisar antara 0,75 15 %. Moler merupakan penyakit yang sudah dikaji mulai dari tahun 1980 oleh Ebenebe dan berlanjut hingga sampai saat ini. Penelitian Ebenebe pada tahun 1980 memperoleh patogen Glomerella cingulata dari hasil isolasi tanaman genus Allium bergejala moler, sedangkan Wiyatiningsih (2003) dan Fadhilah (2014), memperoleh isolat Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Penelitian terbaru oleh Lestiyani (2015), yang melakukan analisis beberapa isolat jamur penyebab penyakit moler secara molekular diperoleh hasil sequensing urutan basa DNA yang menunjukkan termasuk ke dalam genus Fusarium, salah satunya adalah teridentifikasi sebagai F. acutatum. Patogen penyebab moler merupakan patogen bersifat tular tanah, sehingga sangat sulit untuk dilakukan pengendalian selama petani masih belum bisa beralih untuk sementara waktu dari bawang merah ke komoditas yang lain karena keberadaan inang yang terus ada akan mendukung siklus kehidupan patogen terus berlangsung. Agrios (2005) menjelaskan bahwa kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara tanaman inang yang rentan, patogen yang virulen, dan lingkungan yang mendukung. Hasil penelitian Wiyatiningsih (2007) dan Perdhana (2015) yang memperoleh data meningkatnya insidensi penyakit moler di musim penghujan mengindikasikan bahwa musim penghujan merupakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi perkembangan penyakit ini. Pengelolaan patogen tular tanah dapat dilakukan dengan cara menekan perkembangan propagul melalui penutupan mulsa plastik sebagai salah satu cara solarisasi, tetapi cara tersebut membutuhkan banyak biaya dan waktu, di samping hasilnya juga tidak bersifat berkelanjutan dan berakibat sampingan merusak struktur tanah. Pengendalian yang bersifat berkelanjutan tanpa merusak struktur tanah dapat dilakukan dengan menggunakan agens hayati seperti mikroorganisme patogenik 3

terhadap patogen tanaman. Doran et al. (1996), menyatakan bahwa mikroorganisme menjadi kunci utama dalam menekan perkembangan patogen tular tanah. Pengendalian terhadap serangan patogen tular tanah sebaiknya lebih difokuskan terhadap perlindungan daerah perakaran karena akar merupakan pintu masuk utama patogen tular tanah. Pertumbuhan rambut akar akan menghasilkan luka yang menjadi lubang alami untuk patogen menginfeksi tanaman. Lingkungan sekitar perakaran dikenal dengan istilah rizosfer yang merupakan bagian kecil dari lingkungan tanah. Mikroba menempati relung sebagai bagian kecil dari rizosfer karena daerah tersebut sangat kaya akan mineral dan nutrisi lain sebagai hasil dari eksudat yang dilepaskan oleh akar. Menurut Narula et al. (2009), eksudat akar ini mengandung senyawa yang dibutuhkan oleh mikroorganisme seperti gula, asam organik dan asam amino sehingga banyak mikroorganisme yang tertarik untuk hidup di sekitar perakaran dan berinteraksi dengan akar. Kehidupan mikroorganisme di dalam tanah sangat kompleks terutama di daerah sekitar perakaran, selain mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap tanaman, diketahui bahwa di dalam tanah juga terdapat mikroorganisme yang bersifat positif terhadap pertumbuhan tanaman. Interaksi secara langsung terjadi antara bakteri yang hidup pada relung rizosfer dengan tanaman. Menurut catatan Blanco (2007), interaksi tersebut dibedakan menjadi menjadi tiga yaitu, menguntungkan; merugikan; dan netral. Bakteri bersifat netral diketahui memberikan dampak positif terhadap tanaman tetapi secara tidak langsung. Sebagai contoh beberapa jenis bakteri dari golongan Pseudomonas dilaporkan mampu menekan perkembangan bakteri patogen dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mekanisme Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau dengan mekanisme Induced Systemic Resistance (ISR). Pengendalian patogen dengan menggunakan agens hayati ini merupakan pendekatan dengan memanfaatkan sifat bakteri yang hidup berkelompok dengan mekanisme quorum sensing sebagai cara yang dilakukan individu bakteri untuk memberikan sinyal berupa produk senyawa biokimia tertentu yang akan menghasilkan respon berkumpulnya beberapa individu bakteri dengan kepentingan yang sama. Dengan kemampuan kolektif dari individu bakteri maka akan terbentuk 4

daya dukung bakteri terhadap tumbuhan untuk melangsungkan pertumbuhannya dan mengendalikan infeksi patogen. Peningkatan populasi rizobakteri menguntungkan tentunya akan diikuti dengan daya dukung yang semakin besar (Podile et al., 2013). Dengan melihat peranan rizobakteri yang sangat besar dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan mendukung tanaman dalam melawan serangan patogen, maka diperlukan adanya kajian mengenai kerapatan dan keragaman bakteri untuk mengetahui dan membuktikan hubungan antara kerapatan dan keragaman rizobakteri terhadap insidensi penyakit moler. Jika keanekaragaman bakteri menguntungkan pada tanah supresif (tanah terinfestasi propagul penyakit) rendah maka diperlukan adanya upaya untuk mengintroduksi bakteri menguntungkan sehingga diperoleh keseimbangan populasi bakteri yang akan dapat menekan pertumbuhan propagul patogen tanaman. Selama ini pengendalian penyakit moler yang dilakukan oleh petani bawang merah di Indonesia masih terbatas pada pengendalian secara kimiawi yang secara ekologi tidak baik untuk kelangsungan hidup organisme lain di ekosistem tanah maupun air. Pencemaran tanah oleh fungisida akan menekan populasi bakteri menguntungkan sehingga kedepan dapat mengancam keseimbangan mikroorganisme rizosfer. Jika penggunaan fungisida dilakukan secara terus menerus, maka di masa yang akan datang petani akan selalu bergantung pada fungisida karena bakteri menguntungkan sudah tidak mampu lagi mendukung pertumbuhan tanaman ataupun melindungi tanaman dari mikroorganisme patogen tanaman. Komunitas mikroba rizosfer sangat penting bagi kelangsungan kehidupan tanaman dan tegakan di atasnya. Walaupun ruang lingkupnya sangat kecil dibandingkan ekosistem tanah seluruhnya namun dalam rizosfer dihuni milyaran mikroba membentuk komunitas yang kompleks. Masing-masing mikroba beraktivitas sesuai dengan perannya, saling berinteraksi membangun jejaring dan bereaksi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Mikroba rizosfer menyediakan pemecahan masalah yang dihadapi oleh tanaman secara terpadu melebihi reaksi yang dihasilkan oleh fungsi masing-masing secara individu. Oleh karena itu menjaga kesehatan dan keseimbangan ekologi di rizosfer sangat penting untuk membantu meningkatkan produktivitas tanaman dan tegakan (Widyati, 2013). 5

Penurunkan risiko serangan penyakit moler di musim penghujan akan membantu petani untuk mendapatkan penghasilan sepanjang tahun, selain itu di sisi lain juga akan membantu tercapainya pemenuhan kebutuhan bawang merah di pasaran. Dengan terpenuhinya suplai bawang merah oleh petani, tentunya akan memperkecil peluang untuk terdesaknya bawang merah lokal oleh bawang merah impor, selain itu juga akan mengurangi potensi resiko terjadinya introduksi spesies patogen asing yang terbawa oleh bawang merah impor. 2. Tujuan 1. Mengetahui keragaman dan kerapatan rizobakteri bawang merah pada musim kemarau dan penghujan. 2. Mengetahui korelasi antara keragaman serta kerapatan populasi bakteri rizosfer pertanaman bawang merah terhadap besarnya insidensi penyakit moler pada musim kemarau dan penghujan. 3. Mengetahui jumlah ragam bakteri rizosfer bawang merah yang mempunyai aktivitas antagonistik terhadap F. acutatum pada musim kemarau dan penghujan. 3. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai data kerapatan populasi rizobakteri, keragaman rizobakteri, dan jumlah ragam rizobakteri antagonis terhadap F. acutatum di perakaran bawang merah sebagai dasar penelitian selanjutnya, dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan teknik budidaya khususnya dalam pengelolaan pengelolaan penyakit moler. 2. Rizobakteri dengan kemampuan antagonis berdaya hambat tinggi terhadap F. acutatum dapat menambah koleksi rizobakteri sebagai agens hayati yang selanjutnya dapat dikembangkan lebih luas untuk aplikasi di lapangan dalam mendukung pengelolaan penyakit moler yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. 6