BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam, utang-piutang, dan lainlainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan mu'amalah yang paling banyak dilakukan orang adalah kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencari kemaslahatan pribadi, keluarga maupun umum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan,

BAB I PENDAHULUAN. Islam ini mendapat perhatian besar karena pembagian warisan sering

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. informan, diperoleh lima kasus mengenai praktik penyelesaian pembagian harta

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. orang lain. Dan dengan meninggalnya seseorang tersebut, maka terjadi proses

BAB I PENDAHULUAN. cara yang haram. Artinya cara halal haruslah dituruti dan cara yang haram

BAB I PENDAHULUAN. berbuat dan bertingkah laku yang baik agar dapat bermuamalah dan mencari

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam merupakan agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT yang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. hokum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB III ANALISIS TERHADAP PASAL 18 PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

BAB V PENUTUP. 1. Praktik alih fungsi tanah wakaf di Desa Handil Bakti Kecamatan Alalak, ialah: dan berubah dibangun kantor desa (Kasus II).

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang lengkap dan bersifat universal, berisikan ajaran-ajaran

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEWARISAN ANAK DI LUAR NIKAH. Bentuk jamaknya adalah mawaris, yang berarti harta warisan atau harta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka.

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah Swt dengan jenis yang berbeda

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri. Salah satu komponen hukum yang menjadi bagian dari hukum

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

). )زواج 2 Kata na-ka-h}a banyak terdapat dalam Al-Qur an dengan arti

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Development Bank (IDB) tahun 1974 oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI).

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. insan (yang berlainan jenis) untuk selama-lamanya sampai ajal menjemput,

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lain. Kegiatan yang lebih banyak dan efektif ialah jual beli. Disamping sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahir, hidup dan meninggal dunia adalah hal yang pasti terjadi dan dialami oleh setiap manusia. Dalam kehidupan yang dijalaninya, sebagian orang ada yang sukses dalam usaha atau kehidupannya dan mampu mengumpulkan harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba kematiannya, maka apa yang didapatkannya dan dimiliki selama hidupnya tersebut akan ditinggalkan dan menjadi hak para ahli waris dari kerabatnya yang berhak menerimanya. Dalam hal ini, hukum kewarisan memegang peranan yang sangat penting. Sebab merupakan sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia karena setiap manusia yang hidup akan mengalami peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian. 1 Untuk penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai akibat dari adanya peristiwa hukum kematian, perlu pengaturan secara rinci agar tidak ada perselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal al-muwaris tersebut. Karena itu, Islam di dalam menetapkan hukum berpegang kepada keadilan yang merupakan sendi pembinaan masyarakat agar dapat ditegakkan. 2 1 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur an dan Hadits, (Jakarta; Tinta Mas, 1993), h. 9. 2 A. Rahman I Doi, Syari ah II: Hudud dan Kewarisan, terj. Zaimuddin dan Rusydi Sulaiman, (Jakartta; Raja Grafindo Persada, 1996), h. 69.

2 Didalam pembagian warisan ini sendiri ada rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: Pertama, muwaris atau pewaris; yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya, atau orang yang mewariskan harta dengan syarat adalah benar-benar telah meninggal dunia. Kedua, ahli waris; yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan darah, hubungan sebab perkawinan dan akibat memerdekakan budak. Dan ketiga, harta warisan; yaitu harta peninggalan si mati setelah dikeluarkan biaya perawatan jenazah, pelunasan utang dan pelaksanaan wasiat. 3 Namun untuk memperoleh warisan tersebut, ternyata dalam Islam diatur bahwa yang berhak mewarisi adalah betul-betul anak atau keturunan dari si mayit melalui pernikahan dan hubungan yang sah. Sebab, tidak ada jalan lain untuk mendapatkan keturunan/anak yang sah pula, karena menurut Islam bahwa anak yang sah (bukan zina) mempunyai hak yang penuh terhadap ibu dan ayahnya, seperti anak nasab, hak mendapatkan nafkah dan hak mendapatkan harta warisan. Mengenai anak yang tidak sah terutama anak zina, maka berbeda dengan yang demikian itu (anak bukan zina). Dalam hukum Islam mempunyai aturan hukum tersendiri, yaitu terputus hubungan nasabnya dengan ayah biologisnya dan hanya kepada ibunya saja, serta garis ibunya. Begitu juga dalam hak kewarisan, anak zina hanya mewarisi harta yang ditinggalkan ibunya saja, bukan ayahnya. Dalam menentukan secara pasti bahwa anak yang terlahir disebut sebagai anak zina, maka dapat dilihat dari dua hal, yaitu: 3 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1995), h. 17

3 Pertama, anak zina sebagai anak yang dilahirkan dari hasil perzinaan ibunya dengan laki-laki tanpa melakukan hubungan perkawinan (tanpa nikah), jadi ibunya berzina dengan seorang laki-laki namun tidak menikah dengan lakilaki tersebut sampai melahirnya, atau menikah dengan laki-laki yang lain. Kedua, bisa juga anak yang dilahirkan waktunya kurang dari 6 bulan sejak terjadinya akad nikah yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Pendapat demikian dikemukakan oleh Ibu Rusyd, 4 Muhammad Jawad Mughniyyah, 5 Muhammad bin Abdurrahman ad-dimasyqi, 6 Sayyid Bakri Muhammad Syata ad-dimyati, 7 dan Zakaria al-anshari. 8 Jadi yang dimaksud anak zina di sini ialah anak yang lahir dari hubungan perzinaan kedua orang tuanya sendiri (perzinaan yang dilakukan ayah dan ibunya sendiri sebelum mereka melaksakan pernikahan; kedua orang tua biologisnya) tanpa ikatan pernikahan dan kehamilannya di luar batas hamil enam bulan sejak akad nikah dilaksanakan hingga melahirkannya. Mengenai istilah anak zina seperti dalam hukum Islam tersebut ternyata dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dikenal, sebab hanya dikenal istilah anak diluar kawin. Pada Pasal 100 disebutkan: anak yang lahir di luar perkawinan hanya 4 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Beirut: Darul Fikri, t.th), Juz.II, h. 355. 5 Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqih Lima Mazhab, terj. Masykur A.E., (Jakarta: Lentera, 2000), Cet.5, h. 577. 6 Muhammad bin Abdurrahman ad-dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, terj. Abdullah Zaki Alkaf, (Bandung: Hasyimi Press, 2004), Cet.2, h. 327. Juz. IV, h. 49. 7 Sayyid Bakri Muhammad Syata ad-dimyati, I anatuth Thalibin, (Beirut: Darul Fikri, t.th), 8 Zakaria al-anshari, Fathul Wahab, (Bandung: Al-Ma arif, t.th), Juz. II, h. 105.

4 mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. 9 Redaksi yang senada juga disebutkan dalam pasal 186. 10 Jika telah pasti bahwa anak tersebut anak zina maka tidak mempunyai hak penuh terhadap harta warisan dari kedua orang tuanya sendiri, dan hanya punya hak kewarisan kepada ibunya saja dan keturunannya atau garis ibunya, sedangkan terhadap ayahnya tidak berhak mewarisi dan diwarisi. Nabi SAW. telah menegaskan dalam hadisnya yang berbunyi : عن عمروبن شعيب عن ابيو عن جده ان النيب صلى اهلل عليو وسلم قال: عاىرحبرة اوامة فالولدولدالزنا اليرث واليورث. )رواه الرتمذى(. اميا رجل 11 Artinya: Dari Amr bin Syu aib bahwa dari ayahnya dari datuknya, bahwa sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda: Siapa saja laki-laki yang telah berzina dengan perempuan merdeka atau seorang hamba sahaya, maka anaknya itu adalah anak zina, dia tidak dapat untuk mewarisi dan diwarisi. (HR. Tirmidzi). Berdasarkan hadis di atas, hak kewarisan seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan dan melahirkan seorang anak, maka si ayah tidak dapat diwarisi oleh anak zinanya, begitu juga sebaliknya si ayah tidak mewarisi harta anaknya (anak zinanya). Hukum Islam sendiri sebenarnya dalam mengatur kewarisan telah menetapkan secara rinci bagian masing-masing ahli sepeninggal orang yang hartnya diwarisi itu, yang dalam menetapkannya selalu perpegang kepada keadilan yang merupakan salah satu sendi pembinaan masyarakat agar dapat 9 Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia, (Surabaya: Arkola, t.th.), h. 211. 10 Ibid, h. 243. Juz. VII, h. 184. 11 Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nailul Autar, (Beirut: Darul Fikri, t.th),

5 ditegakkan. 12 dan bagian ahli waris itu sudah ditentukan yaitu: 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, 2/3, dan bagian ashabah (sisa) dan untuk anak zina tidak ada ketentuannya. Menurut ketentuan tersebut, jelaslah bahwa sorang anak zina mempunyai bagian kewarisan tersendiri, baik ia hanya seorang saja, beberapa orang, dengan anak laki-laki atau dengan ahli waris lainya. Dalam struktur ahli waris, ada diantaranya keturunan/anak diluar ikatan perkawinan. Tentu saja benih yang disemaikan ke dalam rahim kebetulan menjadi janin, sehingga perempuan tersebut hamil. Setelah kehamilan tersebut beberapa bulan terjadi, lelaki yang menggauli perempuan yang belum diikat oleh akad nikah kemudian mengawini perempuan tersebut menurut ajaran Islam, sehingga lelaki dan perempuan tersebut sah sebagai suami istri. Tentu kelahiran anak tersebut dapat diduga belum mencapai normalnya usia kelahiran pada umumnya. Atau sekurang-kurangnya baru dianggap anak itu sah enam bulan sejak perkawinan/akad nikah dilangsungkan. Dalam ketentuan fiqh mawarits, ada syarat untuk berhak ahli waris mendapatkannya. Katentuan itu salah satunya adalah adanya hubungan darah/keturunan yang orang tuanya melakukan ikatan perkawinan yang sah, sehingga anak yang terlahir dari suatu perkawinan yang sah; maka menjadi sah pula keturunan/anaknya. Setelah anak tersebut dewasa atau berhak sebagai ahli warits karena diantara anggota keluarganya ada yang meninggal. Namun di lain pihak, orang 12 A. Rahman I Doi, Loc.Cit..

6 tua kadang kala merahasiakan sejarah anak yang ada terlahir itu sebenarnya terjadi sebelum nikah. Tampilnya anak yang sebenarnya tidak berhak mewarits lebih mendominasi dengan berbagai alasan. Bahkan menguasai harta sangat mendominasi melebihi ahli warits lainnya. Perbuatan mendominasi dalam pembagian harta warisan tersebut sering terjadi, seperti yang penulis temukan di wilayah Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau terdapat permasalahan dalam pembagian warisan dimana pihak anak zina memperoleh harta warisan, yaitu: (1) anak zina menguasai sendiri harta warisan tersebut tanpa membagikannya kepada ahli waris lainnya yang memang berhak, (2) memperoleh harta warisan tersebut sesuai dengan pembagian warisan, dan (3) ada juga yang memperoleh sama besarnya dengan ahli waris lainnya (dibagi rata). Akibatnya, ahli waris lainnya memperoleh bagian yang tidak sesuai dengan ketentuan warisan, bahkan ada juga yang tidak memperoleh bagian sehingga merasa dirugikan. Padahal lebih berhak dari si anak zina tersebut. Alasan yang menyebabkan permasalahan dalam pembagian harta warisan tersebut adalah: (1) karena anak zina sebagai anak satu-satunya dari al-marhum kedua orang tuanya sehingga berhak memperoleh seluruh harata warisan, (2) karena ia orang yang paling banyak berjasa terhadap orang tuanya selama mereka hidup sehingga memperoleh harta warisan yang banyak, dan (3) ada kesepakatan dengan ahli waris lainnya untuk memperoleh pembagian yang sama besarnya.

7 Memperhatikan uraian tersebut, jelas telah terjadi permasalahan dalam pembagian harta warisan, karena anak zina mendominasi harta warisan tersebut padahal anak zina hany mempunyai bagian kewarisan dari peninggalan ibunya saja (tidak dari ayahnya atau dari yang lainnya). Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik menelitinya lebih mendalam lagi baik mengenai gambaran sebenarnya penyelasaian pembagian harta warisan terhadap anak zina, alasan yang menyebabkannya, maupun akibat yang timbulkannya. Dari penelitian lapangan yang dilakukan, hasilnya kemudian dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul: Praktik Penyelesaian Pembagian Harta Warisan Terhadap Anak Zina Di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. B. Rumusan Masalah. Dari latar belakang masalah tersebut, dirumuskanlah permasalahan penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana gambaran praktik pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau? 2. Bagimana seharusnya berlaku ketentuan hukum Islam terhadap praktik penyelesaian pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau? C. Tujuan Penelitian. Berpedoman pada rumusan masalah tersebut, ditetapkanlah tujuan penelitian ini, yaitu:

8 1. Untuk menemukan gambaran praktik pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. 2. Untuk menemukan yang seharusnya berlaku ketentuan hukum Islam terhadap praktik penyelesaian pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. D. Signifikansi Penelitian. Dari penelitian yang dilakukan ini, maka diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Bahan informasi ilmiah dalam ilmu kesyari ahan, khususnya dalam bidang Ahwal al-syakhsiyyah yang salah satunya adalah dibidang kewarisan khususnya masalah hak kewarisan dari anak zina, sehingga mengetahui tentang hak kewarisan yang sebenarnya dalam Islam. 2. Bahan kajian ilmiah untuk menambah khazanah pengembangan keilmuan pada kepustakaan IAIN Antasari Banjarmasin. 3. Bahan informasi bagi peneliti yang lain yang berkeinginan meneliti masalah ini dari aspek yang berbeda. E. Definisi Operasional. Untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi dalam memahami maksud judul penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan sebagai berikut: 1. Praktik pembagian harta warisan, ialah cara melakukan (hal, perbuatan). 13 Maksudnya ialah cara membagikan dengan hitungan tertentu terhadap 767. 13 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h.

9 harta yang diwariskan oleh orang tua yang telah meninggal dunia untuk anak-anaknya dan keluarganya. Dalam hal ini adalah terhadap anak zina, dimana cara pembagiannya adalah: (1) anak zina menguasai sendiri harta warisan tersebut tanpa membagikannya kepada ahli waris lainnya yang memang berhak, (2) anak zina memperoleh harta warisan tersebut sesuai dengan pembagian warisan yang ditentukan, dan (3) ada juga anak zina yang memperoleh sama besarnya dengan ahli waris lainnya (dibagi rata), sehingga ahli waris lainnya memperoleh bagian yang tidak sesuai dengan ketentuan warisan, bahkan ada juga yang tidak memperoleh bagian. 2. Anak zina, ialah anak yang dilahirkan kurang dari 6 bulan sejak terjadinya akad nikah yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. 14 Maksudnya ialah anak yang lahir dari hubungan perzinaan kedua orang tuanya sendiri (perzinaan yang dilakukan oleh ayah dan ibunya sendiri sebelum mereka melaksakan pernikahan; kedua orang tua biologisnya) yang terjadi di luar ikatan pernikahan dan kehamilannya di luar batas hamil enam bulan sejak akad nikah dilaksanakan. Dapat disimpulkan maksud penelitian ini adalah mengangkat permasalahan gambaran pembagian dengan hitungan tertentu terhadap harta yang diwariskan oleh orang tua yang telah meninggal dunia untuk anaknya yang terlahir karena perzinaan (yang dilakukan sendiri kedua orang tuanya), sehingga 14 Ahmad Rofiq, Op. Cit, h. 128.

10 anak zina yang mewarisi harta orang tuanya yang terjadi di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. F. Kajian Pustaka. Skripsi yang diangkat ini pada dasarnya adalah penelitian empiris, yaitu berupa penelitian lapangan yang mencari datanya dengan langsung terjun ke lapangan mengenai praktik pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. Skripsi mengenai kewariusan anak zina ini memang telah ada yang mengangkatnya, tetapi isi dan permasalahannya berbeda dengan apa yang penulis angkat. Misalnya: Pertama, "Halangan dalam kewarisan menurut hukum kewarisan Islam dan hukum positif", oleh Santi Damayati, angkatan 2002, yang isinya mengkaji melalui perbandingan antara hukum Islam dan hukum positif tentang perbedaanperbedaan yang terjadi antara kedua hukum tersebut mengenai ketentuanketentuan yang menjadi penghalang seseorang dalam menerima warisan. Kedua, "Hak ahli waris dari orang yang melakukan euthanasia (persepsi 8 orang ulama Kota Banjarmasin)", oleh Khalifah Ridha, angkatan 2001 yang mengangkat yaitu tentang hak dari ahli waris dari orang yang meninggal yang melakukan euthanasia, yang dikaji dengan menilai sejauh mana keterlibatan ahli waris terhadap proses kematian muwaris, sehingga dapat diketahui berhak atau tidaknya untuk menerima warisan.

11 Selain kedua skripsi tersebut, masih banyak lagi skripsi lainnya yang mengangkat masalah kewarisan, namun baik dari segi judul maupun dari segi isinya berbeda dengan skeipsi yang penulis angkat ini. Dari hasil penelaahan, menunjukan kesemua skripsi yang telah diangkat tersebut isinya, konsepnya, dan fokus permasalahannya berbeda sekali dengan penelitian yang penulis angkat ini. Disamping itu kebanyakan mereka mengangkat studi terkait masalah kewarisan biasa dan berbeda dengan yang penulis angkat ini, sehingga tidak ada kesamaan ataupun kemiripan dengan permasalahan yang penulis angkat ini. G. Sistematika Penulisan. Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan, terdiri atas, latar belakang masalah diangkatnya penelitian ini terkait praktik pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau yang bertentangan dengan hukum Islam. Kemudian dirumuskanlah masalah dan ditetapkan tujuan penelitiannya. Lalu disusunlah signifikansi penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan landasan teoritis yang berisikan ketentuan hukum Islam tentang kewarisan, terdiri dari: pengertian waris, dasar hukum kewarisan, sebab-sebab saling mewarisi, hak masing-masing ahli waris, dan hak kewarisan anak zina.

12 Bab III merupakan metode penelitian, terdiri atas: jenis, sifat penelitian dan lokasi penelitian, subyek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, tenik pengolahan dan analisis data, dan tahapan penelitian. Bab IV merupakan penyajian data dan analisis, terdiri dari: Pertama; penyajian data yang merupakan laporan hasil penelitian dari penelitian lapangan yang telah dilakukan, berisikan: deskripsi kasus perkasus, dan rekapitulasi dalam bentuk matrik. Kedua: analisis, yaitu dengan cara melakukan penelaahan secara mendalam terhadap data hasil penelitian di lapangan berupa tinjauan hukum Islam terhadap praktik pembagian harta warisan terhadap anak zina di Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. Bab V merupakan penutup dari penelitian ini, terdiri atas: kesimpulan dan saran-saran.