BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Job Satisfaction (kepuasan kerja) adalah suatu hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda. Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan karyawan (Robins, 1999). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: kerja yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian dengan pekerjaan. Menurut Nguyen et al. (2003) konsep job satisfaction mengandung dimensi yang bersifat multidimensional sehingga tidak dapat diprediksikan dengan dimensi tunggal. Job satisfaction profesional juga dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dalam mengukurnya diperlukan dimensi yang cukup kompleks. Beberapa dimensi yang digunakan antara lain kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap supervisi, kepuasan terhadap kompensasi yang diterima, kepuasan terhadap prospek promosi, dan kepuasan terhadap teman sejawat. Setiap pekerja atau karyawan pasti memiliki tingkat kepuasan tersendiri yang dapat diukur dengan kinerja karyawan yang bekerja di dalam perusahaan, tetapi setiap karyawan satu dengan yang lainnya belum tentu memiliki tingkat kepuasan yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan masing-masing individu. 1
2 Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dirasakan. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional seseorang yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2003). Oleh karena itu, dalam membentuk suatu tingkat kepuasan kerja yang baik, perusahaan perlu melakukan suatu tindakan agar para karyawan dapat merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Lebih lanjut, job satisfaction dapat dipahami melalui tiga aspek. Pertama, kepuasan kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan kerja. Kedua, job satisfaction sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau kinerja. Ketiga, job satisfaction terkait dengan sikap lainnya dan dimiliki oleh setiap pekerja (Luthans, 2006). Smith et al. (1996) secara lebih rinci mengemukakan berbagai dimensi dalam kepuasan kerja yang kemudian dikembangkan menjadi instrumen pengukur variabel kepuasan terhadap (1) menarik atau tidaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, (2) jumlah kompensasi yang diterima oleh pekerja, (3) kesempatan untuk promosi jabatan, (4) kemampuan atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku dan dukungan rekan sekerja. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja (job satisfaction) adalah kebijakan dalam pemberian kompensasi (gaji) oleh organisasi perusahaan kepada pegawainya. Secara normatif, kepuasan kerja bagi karyawan ditunjukkan oleh rasa puasnya pegawai terhadap imbalan yang mereka terima dari pekerjaan mereka.
3 Menurut Siagian (2008), sistem imbalan atau gaji yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan kerja para anggota organisasi sehingga organisasi tersebut memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah anggota yang memiliki sikap perilaku produktif bagi kepentingan organisasi. Sebaliknya apabila pemberian gaji yang diterima para anggota organisasi tidak sesuai maka akan terjadi ketidakpuasan kerja yang dampaknya bagi organisasi akan bersifat negatif. Selain itu menurut Bernardin dan Russel (1993:420) bahwa kompensasi langsung berupa gaji dan upah; dan kompensasi tidak langsung berupa jaminan keamanan dan kesehatan kerja, pembayaran gaji selama tidak bekerja dan pelayanan bagi para karyawan bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja pada karyawan dimana karyawan merasa puas dengan pekerjaannya diharapkan karyawan dapat bekerja lebih baik. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarkosunaryo, Akuntan Publik diminta untuk memperhatikan gaji staf Kantor Akuntan Publik (KAP) terutama seiring dengan penetapan upah minimum. Menurut Tarkosunaryo akuntan publik harus mampu memberikan gaji kepada karyawan KAP jauh diatas UMP yang ditetapkan pemerintah. Hal ini penting agar profesi Akuntan Publik didukung oleh tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan integritas yang unggul mengingat profesi ini membutuhkan keahlian, kreativitas, integritas yang tinggi diatas rata-rata praktisi akuntan lainnya sehingga wajar jika harus dihargai tinggi. Tarko seraya menjelaskan bahwa saat ini minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan publik menurun, kemungkinan salah
4 satu penyebabnya karena remunerasi tidak menarik. Berdasarkan informasi dan keterangan yang didapatkan, saat ini ada beberapa KAP yang mampu memberikan gaji yang cukup bersaing jauh diatas UMP, namun ada juga beberapa yang masih pada kisaran UMP atau bahkan dibawah UMP terutama bagi fresh graduate. Jika gaji atau penghasilan sudah pada level yang menarik maka kualitas jasa lebih mudah untuk ditingkatkan. (iapi.or.id) Kompleksitas audit didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas audit, sulit bagi seseorang namun mudah bagi orang lain. Kompleksitas audit juga bersifat penting karena kecenderungan bahwa tugas melakukan audit adalah tugas yang banyak menghadapi persoalan kompleks (Restu dan Indriantoro, 2000). Beberapa tugas audit juga dipertimbangkan sebagai tugas dengan kompleksitas yang tinggi dan sulit, sementara yang lain mempersepsikannya sebagai tugas yang mudah (Jiambalvo dan Pratt, 1982). Selain kompleks, pekerjaan auditor tidak kenal waktu, selalu dengan tingkat kesibukan waktu yang sangat tinggi. Hal ini dapat menimbulkan tekanan tersendiri bagi auditor. Auditor dituntut harus memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan ini dan menyelesaikan semua pekerjaan yang ada dalam waktu terbatas (Margheim et al. 2005). Di lingkungan pekerjaan, atasan akan melakukan perencanaan bersama para bawahan untuk menentukan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pegawai dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas tersebut, ditentukan berdasarkan persepsi atasan terhadap tingkat kompleksitas tugas dan pengalaman
5 bawahan. Atasan akan memberikan tugas yang kompleksitasnya tinggi kepada pegawainya yang sudah berpengalaman, begitu pula sebaliknya. Tetapi tidak menutup kemungkinan seorang pegawai akan mendapat tugas yang tidak sesuai dengan pengalamannya. Sehingga dalam setiap penugasan, dimungkinkan bawahan akan mendapat tugas yang sifatnya sulit sampai dengan yang paling mudah. Salah satu faktor penting dalam job satisfaction yang mempengaruhi kualitas audit yang dilakukan oleh akuntan publik yaitu jumlah sumber daya akuntan publik yang tersedia. Saat ini di Indonesia terjadi scarcity (kelangkaan) akuntan publik. Berdasarkan data IAPI per 25 Maret 2010, Akuntan Publik (pemegang Izin Praktek) di Indonesia adalah 877. Dari data IAPI juga menunjukkan bahwa 62,0% dari seluruh akuntan tersebut berada diusia 51 tahun keatas. Sementara itu peluang jasa audit masih sangat luas. Data dari Departemen Keuangan menunjukkan bahwa potensi entitas yang wajib diaudit oleh Akuntan Publik ±150.000 entitas. Total klien pada entitas yang dilaporkan ke Departemen Keuangan per 2010 adalah 13.848 dengan jumlah akuntan publik yaitu 877 orang, sehingga rasio klien berbanding dengan Akuntan Publik adalah 16:1. Data-data tersebut mengindikasikan bahwa di Indonesia telah terjadi kelangkaan pada profesi akuntan publik. Salah satu penyebab utama dari kelangkaan ini adalah masalah yang lazim dihadapi oleh profesi akuntan publik yaitu tingkat turnover karyawan yang sangat tinggi. Hal tersebut adalah hal yang umum jika seorang akuntan hanya bertahan 1 sampai 2 tahun bekerja di KAP. Sumber terdahulu menemukan bahwa salah satu
6 faktor yang mempengaruhi turnover adalah tingkat job satisfaction. Sejumlah riset tentang job satisfaction secara konsisten menyatakan bahwa ketidaksesuaian pekerjaan akan berpengaruh pada penurunan job satisfaction, mengikis komitmen dalam berorganisasi, dan berujung pada meningkatnya keinginan untuk berpindah kerja atau turnover intention (Dean et al., 1991). Melihat fenomena diatas dan didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Robie (1998) yang mengemukakan bahwa ada beberapa variabel yang dipengaruhi oleh job satisfaction yaitu gaji, kompleksitas tugas, dan time budget pressure. Job satisfaction merupakan dasar untuk mengetahui berapa besar karyawan menyenangi pekerjaan mereka (Cherrington, 1994). Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH GAJI, KOMPLEKSITAS TUGAS DAN TIME BUDGET PRESSURE TERHADAP JOB SATISFACTION AUDITOR PADA KAP. 1.2 Identifikasi Masalah Penulis mengidentifikasikan masalah yang akan menjadi pokok pemikiran dan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah gaji berpengaruh terhadap job satisfaction auditor. 2. Apakah kompleksitas penugasan audit berpengaruh terhadap job satisfaction auditor.
7 3. Apakah time budget pressure berpengaruh terhadap job satisfaction auditor. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh gaji terhadap job satisfaction auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik. 2. Untuk mengetahui pengaruh kompleksitas kerja terhadap job satisfaction auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik. 3. Untuk mengetahui pengaruh time budget pressure terhadap job satisfaction auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik. 1.4 Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis berharap agar hasil yang didapat dari penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan wawasan antara ilmu yang diperoleh dibangku perkuliahan dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai fenomena gaji, kompleksitas tugas, dan time budget pressure yang terjadi di Kantor Akuntan Publik.
8 2. Bagi Perusahaan Penulis mengharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Kantorkantor Akuntan Publik sebagai dasar pertimbangan dalam melihat faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat job satisfaction auditor. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi referensi atau sumber pengetahuan dan bahan pertimbangan bagi penelitian serta diskusi selanjutnya dengan topik yang sama. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian secara langsung di Kantor Akuntan Publik yang menjadi objek penelitian dengan menggunakan kuisioner di Bandung dan Semarang. Adapun waktu penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2013-Maret 2014.