TINJAUAN PUSTAKA Fisiologi Benih Padi Padi (Oryza sativa L.) dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan termasuk dalam famili Graminae. Berdasarkan klasifikasi baru, padi dikelompokkan ke dalam subfamili Oryzaidae, suku Oryzae dan genus oryza (Gold dalam Manurung dan Ismunadji, 1988). Benih padi terdiri dari j ali (caryopsis) yang terbungkus oleh sekam. Sekam terdiri dari "sekam kelopak" (lemma) yang ukurannya lebih besar dari "sekam mahkota" (palea) yang menutup hampir 2/3 permukaan benih, sedangkan sisi palea tepat bertemu pada bagian sisi lemma (Yoshida dalam Manurung dan Ismunadji, 1988). Oleh karena itu, lemma dan palea menutup jali dengan kuat, sehingga besar benih tidak dapat berubah bila lemma dan palea telah mencapai pertumbuhan maksimal (Murata dan Matsusima dalam Manurung dan Ismunadji, 1988). Bagian beras (selain sekam) terdiri dari endosperm 90.4-90.6%, embrio 0.8-1.1%, skutelum 2.0-2.1%, perikarp, testa dan aleuron 6.5% (Saenong, Murniati dan Bahar, 1988). Aleuron dapat terdiri dari satu sampai tujuh lapis tergantung varietas. Demikian pula lapisan aleuron akan lebih banyak bila suhu lingkungan lebih panas pada saat pemasakan benih (Juliano dalam Saenong et al., 1988). Komposisi kimia jali adalah: karbohidrat 84.83%, lemak 2.20%, serat kasar 1.1%, abu 2.09%, dan protein
7 9.78%. Disamping itu, sekam menempati 18.28% dari benih dan berfungsi sebagai pelindung jali. Meskipun benih mempunyai sekam, namun deteriorasi dalam penyimpanan dapat terjadi, salah satunya karena benih padi mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu oleat dan linoleat yang menempati jumlah terbesar dari asam lemak dalam benih dan dapat menyebabkan deteriorasi dengan adanya aktivitas enzim lipoksigenase (Juliano dalam Saenong et al., 1988). Padi Tanah Kering Pertanaman padi tanah kering/padi gogo adalah suatu cara bercocok tanam padi yang sejak permulaan masa pertumbuhan tanaman sampai panen tidak dilakukan penggenangan area pertanian. Hal ini merupakan perbedaan yang j elas dengan pertanaman padi sawah (Taslim, 1977). Pertanaman padi gogo merupakan alternatif pertanaman padi di daerah-daerah yang tidak cukup air. Pertanaman ini mendapat sumber air dari huj an, sehingga padi gogo dibudidayakan pada musim penghujan. Menurut Badan Pengendali Bimas (1977) padi gogo sebaiknya diusahakan pada tanah gembur, dengan kesuburan alami cukup dan drainase baik, misalnya pada tanah Latosol, Grumusol atau Aluvial. Selama pertanaman padi gogo, ketersediaan air tergantung dari presipitasi. Untuk daerah tropika yang terpenting adalah curah hujan, baik jumlah maupun penyebarannya.
8 Keadaan hujan ini akan menentukan produksi gabah yang akan diperoleh (De Datta dan Vergara, 1975). Menurut De Datta dan Beachell (l972) semua faktor pembatas pada pertanaman padi sawah juga merupakan pembatas pada pertanaman padi gogo, tetapi beberapa faktor pembatas lebih kritis dalam mempengaruhi produksi padi gogo, antara lain : (l) Penyebaran hujan; jumlah dan perubahan keadaan hujan adalah dua komponen yang sangat mempengaruhi produktivitas padi gogo. (2) Perubahan-perubahan hara dalam tanah; bentuk senyawa/ ion dan ketersediaan hara erat hubungannya dengan kelembaban tanah. Perubahan status hara pada kelembaban rendah sangat mempengaruhi penyediaan makanan bagi pertumbuhan padi gogo. Faktor-faktor pembatas suasana aerobik adalah kekurangan P dan Fe terutama pada tanah netral dan alkalin, sedangkan pada tanah masam adalah keracunan Mn dan AI. (3) Persaingan dengan gulma sangat serius pada pertanaman padi gogo, bahkan sering menimbulkan kegagalan total bila gulma tersebut tidak terkontrol. (4) Akibat penyakit blast yang lebih merusak pertanaman padi gogo daripada pertanaman padi sawah. Kebutuhan Air Tanaman Pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan hasil dari 8
9 proses fisiologi yang terjadi selama periode pertumbuhan. Proses tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh faktor luar seperti air tersedia, cahaya, suhu, kelembaban dan pengolahan tanah (Suhartono, 1992). Air merupakan salah satu aspek lingkungan yang paling menentukan dalam pertumbuhan tanaman. Dari seluruh senyawa yang dibutuhkan tanaman, air merupakan senyawa yang dibutuhkan dalam jumlah terbesar (Black dalam Hikmat, 1992). Pada dasarnya, tiap tanaman pada awal pertumbuhan memerlukan sedikit air. Kebutuhan itu meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada saat pertengahan periode pertumbuhan tanaman tersebut yaitu pada saat luas permukaan daun mencapai maksimum (Suhartono, 1992). Dari hasil percobaan Go (1975) didapatkan bahwa pemakaian air terbesar adalah di waktu muda dan berkurang dengan bertambahnya umur, dan tanaman-tanaman di waktu muda paling peka terhadap kekurangan air. Tidak semua air tersedia bagi tanaman. Ada tiga pembagian air sementara, yaitu air berlebih, air tersedia yang diinginkan dan air tidak tersedia (Soepardi, 1983). Untuk setiap jenis tanah tertentu mempunyai batas ketersediaan air tertinggi dan terendah bagi tanaman. Batas tertinggi dan terendah ini diterangkan dalam konsep kapasitas lapang (Field Capaci ty) dan titik layu permanen (Permanen Wilting Point).
10 Air berlebih kurang begitu berguna bagi tanaman karena akan memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan bagi tanaman dikarenakan aerasi yang buruk. Tidak saj a tanaman kekurangan oksigen, tetapi juga kegiatan bakteri seperti nitrifikasi. penambatan nitrogen dan amonifikasi banyak terganggu. Selanjutnya perubahan biokimia yang tidak menguntungkan akan dirangsang (Hikmat, 1992). Air tersedia merupakan air yang terdapat antara kapasitas lapang dan koefisien layu permanen. Sedangkan air yang tidak tersedia meliputi air higroskopik, dan sebagian air masih dapat diambil dari dalam tanah, tapi terlalu sedikit untuk menghindari kelayuan. Banyaknya air yang diserap oleh tanaman sangat ditentukan oleh tersedianya air tanah. Jumlah air yang diserap tanaman kira-kira 75 % dari total air tersedia (Tisdale dan Nelson, 1975). Air sangat. berperan dalam menentukan kelangsungan proses kehidupan tanaman. Air merupakan senyawa utama protoplasma, sebagai pelarut dan media pengangkutan harahara mineral dari tanah ke tanaman, medium berlangsungnya reaksi-reaksi metabolisme, sebagai bahan baku fotosintesa dan menentukan turgiditas sel dan jaringan tanaman, serta mempunyai peranan penting dalam fase pemanjangan dan proses pertumbuhan. Tanaman akan mengalami stress apabila suplai air tidak mencukupi kebutuhannya. Kondisi ini menyebabkan tertekannya pertumbuhan akibat gangguan dalam
11 sistem tanaman. Intersepsi, aliran masa, dan difusi merupakan mekanisme-mekanisme yang bertanggung jawab terhadap besarnya suplai hara ke permukaan akar tanaman. Berlangsungnya ketiga mekanisme tadi sangat dipengaruhi oleh tersedianya air dalam tanah. Dalam hubungannya dengan serapan P tanaman, Sabiham et al. dalam Hikmat (1992) menyatakan bahwa difusi memegang peranan penting dalam pergerakan P ke permukaan akar. Menurut Prawiranata et al. (1981) sebagian dari fosfat yang diabsorbsi oleh akar tumbuhan dialirkan ke atas dalam aliran transpirasi ke daun, maka dapat diharapkan bahwa fosfat selain diasimilasi dalam daun juga diasimilasi dalam akar. Penurunan produksi dalam keadaan kekeringan disebabkan rendahnya laju fotosintesis. Menurut Prawiranata et al. (1981) pada keadaan laju transpirasi tinggi, daun akan mengalami layu sementara serta stomata tertutup. Dalam keadaan tersebut, difusi CO 2 ke dalam daun akan terhambat dan laju fotosintesis menurun. Stress air pada pertanaman padi. dapat mempengaruhi jumlah anakan produktif, jumlah gabah permalai, persen gabah hampa permalai dan bobot 1000 butir gabah. Kondisi kekurangan air pada umur 60-70 hari dapat mengakibatkan tanaman lebih rendah, indeks luas daun berkurang dan
12 pertumbuhan tunas produktif tertekan. Jumlah gabah permalai lebih banyak dipengaruhi aktivitas tanaman selama fase reproduktif yaitu dari primordia sampai penyerbukan. Tinggi rendah persen gabah hampa permalai disebabkan oleh perbedaan tanggapan dan ketahanan tiap varietas terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama pada fase reproduktif dan pemasakan (Prawiranata et al., 1981). Defisit air yang disebabkan oleh kadar air tanah yang rendah atau keadaan atmosfer yang kering dapat menghambat beberapa proses fisiologi dalam tanaman sehingga laju prosesnya berlangsung di bawah normal. Hasil penelitian Basoeki (1986) menunjukkan bahwa benih padi gogo yang ditumbuhkan pada media pasir dengan tingkat kadar air mendekati titik layu sementara, viabilitas dan vigornya menu run secara nyata dibandingkan dengan kadar air optimum. Hasil penelitian Basoeki tersebut menggambarkan bahwa tingkat kadar air media tumbuh mendekati titik layu sementara merupakan kondisi suboptimum untuk pertumbuhan padi gogo. Ketahanan terhadap kekeringan tergantung pada beberapa faktor yang saling bertautan, yaitu Jumlah luas permukaan sistem perakaran, potensi pertumbuhan akar, ada tidaknya cendawan mikoriza, modifikasi daun serta membuka dan menutupnya stomata (Harjadi, 1979).
13 Periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad Viabilitas benih dalam Konsepsi Steinbauer-Sadjad melampaui suatu periode yang disebut Periode Viabilitas (PV). Periode viabilitas dalam konsepsi ini berawal dari saat antesis sampai benih mati. Periode viabilitas dibagi at as tiga periode yaitu periode I yang disebut dengan periode pembangunan benih, peri ode II merupakan periode simpan dan periode III atau periode kritikal (Sadjad, 1990)..pKs... " 'i' II Peri ode Viabilitas Peri ode I : Peri ode Pembangunan Benih: Peri ode II : Peri ode Simpan: periode III : Periode Kritikal: Vp : Viabilitas Potensial: Vg : Vigor: Vss : Viabilitas Sesungguhnya: P KS : Periode konservasi sebelum simpan: P KT : Peri ode konservasi sebelum tanam: D : Nilai Delta: MM : Matang Morfologi: MF: Masak Fisiologi. Gambar 1. Konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994) Menurut Sadjad (1989) pada periode I terdapat dua buah garis viabilitas, masing-masing garis viabilitas optimum atau potensial (Vp) dan garis vigor (Vg) yang keduanya merupakan garis yang terbentuk oleh titik-titik
14 nilai viabilitas yang terukur. Garis parametrik itu berakhir di suatu titik puncak yang mengakhiri periode I yang disebut titik masak fisiologi. Dalam periode I terdapat garis delta (D). Garis D ini akan mengecil mencapai minimal pada titik masak fisiologi dan mencapai maksimum pada saat matang morfologi. Garis viabilitas yang menjadi tempat kedudukan nilainilai delta disebut Bidang Vigor (BV). BV yang mengecil mengindikasikan vigor benih yang lebih besar, sebab garis Vg mendekati garis Vp, BV atau luas bidang nilai D merupakan selisih antara luas bidang bidang yang dibatasi sumbu x dan garis Vp~f (xl) dan luas bidang yang dibatasi oleh sumbu x dan garis vg~f(x2). Kaidah ketiga sebagai implikasi Konsepsi Steinbauer-Sadj ad yang mengungkapkan bahwa apabila nilai D mengecil, vigor benih membesar (Sadjad, 1993). Nilai D dikembangkan sebagai tolok ukur suatu parameter viabilitas lot ber)ih identik dengan nilai deteriorasi atau devigorasi. Periode I berkaitan dengan penentuan masak fisiologi yang diindikasikan oleh vigor yang maksimum. Untuk itu perlu ditentukan tolok ukur vigor awal benih untuk menentukan masak fisiologi yang tepat. Vigor awal menjabarkan resultante segala faktor yang berpengaruh pada periode I (Sadjad, 1993). Salah satu tolok ukur yang dapat digunakan adalah mengukur indikator cadangan energi dalam benih untuk mengetahui berapa tinggi vigor awal benih. Pada
15 kandungan energi yang maksimum benih mempunyai vigor awal yang maksimum dan pada saat itulah masak fisiologi benih dicapai (Sadjad, 1993). Menurut Sadjad (1993) benih dari anthesis sampai matang morfologi pada periode I Konsepsi Steinbauer-Sadjad secara teknologis belum dapat dikatakan sebagai benih. Pendekatan yang paling lazim digunakan adalah pendekatan fisiologi yang metodenya dibagi atas met ode langsung seperti pengamatan terhadap keadaan perkecambahan, dan metode tidak langsung seperti pengamatan terhadap aktivitas pernapasan. Pertumbuhan kecambah pada pendeteksian viabilitas disebut indikasi viabilitas langsung, sedangkan aktivitas enzim disebut indikasi viabilitas tidak langsung. Oleh karena itu, pengujian viabilitas ini dapat bermetode langsung indikasi langsung, bermetode tidak langsung indikasi langsung, bermetode langsung indikasi tidak langsung dan bermetode tidak langsung indikasi tidak langsung (Sadjad, 1993).