ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

3.1. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB V PENUTUP. mengelola daerahnya, sehingga kebutuhan kebutuhan daerah dapat dipenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan

STUDI PERBANDINGAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN KOTA TEGAL DAN KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan/bahari. Dua pertiga luas wilayah

Transkripsi:

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006

ABSTRAK Perencanaan wilayah mencakup dua hal yaitu perencanaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas dalam wilayah. Pelaksanaan kedua hal tersebut membutuhkan dana sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang cukup memadai agar dapat berjalan lancar. Sejak berlakunya otonomi daerah di Indonesia, setiap daerah dituntut kemandiriannya dalam penyelenggaraan pembangunan daerahnya dengan mengandalkan sumber keuangan daerahnya sendiri. Hal tersebut merupakan tantangan bagi daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang terbatas seperti halnya Kota Bengkulu. Keterbatasan dana pembangunan yang dimiliki Kota Bengkulu menyebabkan kota ini sangat bergantung terhadap bantuan pemerintah pusat, sedangkan salah satu persyaratan kota yang dinilai mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan daerah, dimana tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat semakin kecil dan pendapatan asli daerah menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pembangunan daerah. Oleh karena itu, Kota Bengkulu harus mampu meningkatkan kemampuan keuangan daerahnya dengan meningkatkan pendapatan asli daerah yang bersumber dari potensi lokal daerahnya guna menunjang kemandirian Kota Bengkulu dalam pembangunan dan pengembangan wilayahnya pada masa otonomi daerah ini dengan mengoptimalkan pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya pesisir sebagai salah satu potensi daerahnya. Kondisi geografis Kota Bengkulu yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera menyebabkan sebagian besar wilayah Kota Bengkulu merupakan kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya pesisir yang cukup memadai diantaranya sumberdaya perikanan, hutan manggrove, terumbu karang, potensi pertambangan bahan galian golongan C serta jasa-jasa lingkungan seperti potensi pariwisata dan pelabuhan laut. Potensi sumberdaya pesisir tersebut berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah berupa pajak, retribusi dan usaha daerah melalui usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir. Sejauh ini, usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir yang berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah belum optimal, hal tersebut dapat diketahui dari kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah Kota Bengkulu masih rendah dan tingkat pemanfaatannya hanya sebagian kecil dari potensi lestari yang tersedia, contohnya sumberdaya perikanan. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan, ketersediaan potensi lestari sumberdaya perikanan di Kota Bengkulu setiap tahunnya diperkirakan mencapai 80.072 ton tetapi baru dimanfaatkan sekitar 20% dari potensi lestari yang ada tersebut. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai modal dasar dalam penyelenggaran pembangunan dan kemampuan ekonomi Kota Bengkulu untuk berotonomi, diperlukan kajian analisis sumberdaya pesisir yang berpotensi sebagai sumber pendapatan asli daerah Kota Bengkulu yang bertujuan mengetahui sumberdaya pesisir Kota Bengkulu yang berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Metode pendekatan studi penelitian ini bersifat campuran yaitu kualitatif dan kuantitatif yang menggunakan teknik analisis AHP. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya analisis keterkaitan pengembangan sumberdaya pesisir terhadap pendapatan asli daerah, analisis usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir yang berpotensi dikembangkan sebagai usaha daerah Kota Bengkulu, analisis usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir yang berpeluang dikembangkan di Kota Bengkulu, analisis pajak dan retribusi daerah dari usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir yang berpotensi diberlakukan di Kota Bengkulu serta analisis sumberdaya pesisir yang berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Hasil kajian analisis penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya pesisir yang berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah berupa pajak, retribusi dan usaha daerah melalui usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir adalah perikanan, pertambangan bahan galian C, pariwisata dan pelabuhan. Adapun berdasarkan prioritasnya, sumberdaya pesisir yang berpeluang tinggi dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah Kota Bengkulu saat ini adalah potensi sumberdaya perikanan. Kata kunci : Pajak, Retribusi, Usaha Daerah, Potensi, Sumberdaya Pesisir, AHP.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah dimulai sejak ditetapkannya Undangundang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan otonomi berdasarkan kedua undang-undang tersebut, pada dasarnya memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut prakarsa sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat dan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kebijakan desentralisasi fiskal sebagai tindak-lanjut dari kebijakan otonomi juga memberikan kewenangan kepada daerah dalam menggali potensi lokal daerahnya yang dinilai dapat dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerahnya. (Tambunan, 2002). Konsekuensi dari pelaksanaan kedua kebijakan tersebut, menuntut setiap daerah harus mampu melaksanakan otonomi daerah secara luas, nyata, bertanggung jawab dan mampu mengatur pembiayaan pembangunan daerahnya sendiri. Salah satu ciri daerah yang mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat semakin kecil sedangkan peran pendapatan asli daerah menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pembangunan daerah.(yuliati dalam Halim, 2002:22). Kontribusi pendapatan asli daerah terhadap penerimaan daerah sebagai dana penyokong pembangunan sangat penting guna menunjang kemandirian daerah sebagai daerah otonom dalam upaya pembangunan dan pengembangan wilayah dan kota. Namun di sisi lain, saat ini sebagian besar daerah di Indonesia memiliki nilai pendapatan asli yang masih rendah, bahkan ada beberapa kota yang memiliki nilai pendapatan asli daerah jauh lebih rendah dibandingkan dengan dana perimbangan pusat. Hal tersebut menyebabkan ketergantungan daerah terhadap dana bantuan pemerintah pusat sangat tinggi dalam pembiayaan pembangunan. Berdasarkan salah satu penelitian mengenai tingkat daya saing kota-kota di Indonesia, diungkapkan bahwa tingkat perekonomian dan penerimaan daerah beberapa daerah di Indonesia masih sangat rendah. Daerah-daerah tersebut sebagian besar terletak di wilayah Indonesia bagian timur. Sedangkan untuk daerah yang terletak di wilayah Indonesia bagian barat sebagian besar merupakan daerah yang cukup makmur dengan nilai pendapatan asli daerah cukup memadai, meskipun ada juga di antara daerah-daerah tersebut yang

2 memiliki nilai pendapatan asli daerah sangat kecil dan daya saingnya secara ekonomi terhadap kota-kota lainnya sangat rendah, salah satunya adalah Kota Bengkulu. Kota Bengkulu yang berfungsi sebagai ibukota dari Propinsi Bengkulu merupakan kota kecil yang terletak di pesisir pantai barat Pulau Sumatera. Sejauh ini, Kota Bengkulu telah berupaya membangun berbagai infrastruktur perkotaan guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan wilayahnya. Hal ini dapat diketahui dari perubahan secara fisik wajah Kota Bengkulu setiap tahunnya menjadi lebih baik. Meskipun demikian, perkembangan kemajuan kota ini terkesan sangat lamban jika dibandingkan dengan ibukota propinsi tetangganya yang berada di Pulau Sumatera seperti Palembang, Padang dan Bandar Lampung. Dimana pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kota Bengkulu dinilai cukup jauh tertinggal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya dikarenakan masalah keuangan yang dialami oleh Kota Bengkulu yaitu berkaitan dengan keterbatasan dana yang dapat digunakan untuk pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan, terutama yang bersumber dari pendapatan asli daerah. Berdasarkan data realisasi penerimaan daerah Kota Bengkulu tahun 2003, diketahui bahwa nilai pendapatan asli daerah Kota Bengkulu sangat kecil, jika dibandingkan dengan dana perimbangan pusat, nilainya hanya mencapai ± 5%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel I.1. TABEL 1.1 REALISASI PENERIMAAN DAERAH KOTA BENGKULU TAHUN 2002/2003 JENIS PENERIMAAN REALISASI PENERIMAAN (Rupiah) A. Penerimaan daerah 158.678.381 1. Bagian sisa lebih perhitungan tahun lalu 3.944.117 2. Bagian asli pendapatan asli daerah 6.801.493 2.1 Pajak Daerah 3.377.391 2.2 Retribusi Daerah 2.210.364 2.3 Bagian Laba BUMD 1.213.737 2.4 Pendapatan lainnya - 3. Bagian dana perimbangan 138.471.533 3.1 Bagi hasil pajak 7.401.934 3.2 Bagi hasil bukan pajak 37.132.860 3.3 Dana alokasi umum 129.370.000 3.4 Dana alokasi khusus 1.662.466 3.5 Penerimaan lainnya 9.461.237 4. Bagian pinjaman pemerintahan daerah 4.1 Pinjaman dalam negeri - 4.2 Pinjaman luar negeri - B. Bagian urusan kas dan perhitungan 11.018.572 Sumber : Bengkulu Dalam Angka 2003. Kantor BPS Kota Bengkulu.

3 Berlakunya otonomi daerah, menuntut Kota Bengkulu untuk siap berkembang sebagai daerah otonom yang mandiri dengan keterbatasan dan kemampuan keuangan daerah yang seadanya. Oleh karena itu, untuk menunjang Kota Bengkulu sebagai daerah otonom yang mampu berkembang secara mandiri, masalah keuangan yang dialami Kota Bengkulu seharusnya dapat dikurangi bahkan diselesaikan dengan meningkatkan nilai pendapatan asli daerah. Salah satu cara yang berpeluang dilakukan diantaranya dengan menggali sumberdaya lokal daerah yang berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah, mengingat peranan pendapatan asli daerah sangat penting untuk mengurangi ketergantungan kota ini terhadap bantuan pusat dalam pembiayaan pembangunan. Berdasarkan kondisi geografis Kota Bengkulu yang terletak di pesisir pantai barat Pulau Sumatera, salah satu potensi daerah yang cukup berpeluang dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah adalah potensi sumberdaya pesisir. Kota Bengkulu memiliki garis pantai yang cukup panjang dengan luas laut territorial 53.000 Km 2 dan luas zona ekonomi eksklusif (ZEE) 685.000 Km 2 yang membentang kearah laut lepas (ZEE 200 Mil). Wilayah pesisir Kota Bengkulu yang meliputi perairan pantai dan kelautan diperkirakan memiliki luas potensi ±194.596,4 Km 2 untuk perikanan tangkap dan budidaya (payau dan laut).(profil kota di Indonesia, 2002). Potensi sumberdaya perikanan merupakan salah satu potensi sumberdaya pesisir yang menjadi andalan bagi Kota Bengkulu saat ini, dimana sumberdaya perikanan merupakan sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Bengkulu dari tahun ke tahun dibandingkan sub sektor pertanian lainnya. Selain potensi sumberdaya perikanan, Kota Bengkulu juga memiliki potensi sumberdaya pesisir lainnya seperti potensi pariwisata pesisir, jasa pelabuhan, pertambangan dan energi berupa bahan galian golongan C, hutan bakau, hutan manggrove, terumbu karang dan lain-lain. Sejauh ini, sebagian besar dari potensi tersebut telah dimanfaatkan dan dikembangkan melalui usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir, namun belum optimal sehingga kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah Kota Bengkulu dinilai masih rendah dan belum maksimal. Sumberdaya pesisir yang dimiliki Kota Bengkulu berpotensi dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah seperti kota-kota lainnya di Indonesia. Salah satu contohnya kotakota di wilayah pantura Pulau Jawa seperti Kota Jepara, Rembang, dan Tegal. Pengembangan sumberdaya pesisir di beberapa kota tersebut dilakukan melalui usaha pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya pesisir yang berpotensi sebagai sumber pendapatan asli daerah dan memiliki peluang pasar yang cukup besar. Selain itu, seiring berjalannya waktu dan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan permintaan barang dan jasa yang hampir tidak dapat dipenuhi lagi dari hasil-hasil pendayagunaan sumberdaya daratan menyebabkan pengembangan potensi ekonomi pesisir saat ini cukup diprioritaskan dan sebagai konsekuensinya tuntutan untuk