BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Learning

BAB I PENDAHULUAN. orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong. Pada perilaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal di mata dunia karena keanekaragaman tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

Tri Windha Isnandar F

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tertuang dalam. Undang Undang No 2/1989 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

KONSEP STRIVING FOR SUPERIORITY PADA SISWA PENYANDANG TUNADAKSA DI SEKOLAH INKLUSIF ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya pendidikan di negara itu. Pendidikan dalam pengertiannya yaitu:

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

BAB I PENDAHULUAN. mencuri, tawuran antara remaja, pembegalan, pemerkosaan bahkan sampai

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Tingkat Syukur Penyandang Cacat Netra. aspek syukur, dengan prosentase sebesar 73%. Sedangkan yang berada pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melakukan tugas-tugas dan fungsi kerja masing-masing. Keberlangsungan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti kegiatan di sekolah, peduli terhadap orang lain, berkenan membantu

BAB I PENDAHULUAN. Hadist di atas menunjukkan bahwa peran keluarga khususnya orang tua sangat penting dalam membentuk karakter

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi

Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa

I. PENDAHULUAN. menjadi masyarakat modern. Modernisasi memberikan banyak konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari hubungan dengan manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik antar individu. Pada kehidupan sehari-hari, seseorang yang dikatakan mandiri dan pintarpun pada suatu saat pasti akan membutuhkan pertolongan atau bantuan dari orang lain. Fenomena yang terjadi dimasyarakat menunjukkan hal yang jauh berbeda. Sekarang kepedulian orang terhadap orang lain pun mulai menurun. Masyarakat sekarang lebih mementingkan dirinya sendiri daripada orang lain, padahal budaya kita sebagai orang timur adalah kekeluargaan dan gotong-royong, namun hal itu sudah jarang ditemukan dalam kehidupan masyarakat (Asih & Margareta, 2010). Saekoni (2005) menyatakan bahwa terlalu komplek masalah-masalah sosial di negeri ini, satu hal yang paling esensial adalah hilangnya sikap prososial seperti gotong-royong, toleransi diantara orang dan kepekaan terhadap sesama. Hilangnya sikap prososial ini terjadi pada setiap lapisan masyarakat dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada mahasiswa. Mahasiswa sebagai agen perubahan seharusnya memiliki perilaku prososial yang baik, karena mahasiswa merupakan cermin dari pendidikan yang diberikan dan sebagai contoh bagi masyarakat (Asih & Margareta, 2010). Gambaran menurunnya perilaku prososial nampak pada sebagian mahasiswa Psikologi UMS. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang 1

2 peneliti lakukan pada tanggal 9 dan 10 maret 2016, terdapat mahasiswa yang menanyakan hasil asistensi salah satu mata kuliah praktikum psikologi pada mahasiswa lain, tetapi mahasiswa tersebut enggan untuk memberikan jawaban, karena menurutnya itu konsekuensi dari mahasiswa yang tidak mengikuti asistensi. Contoh lain adalah ketika ada mahasiswa yang meminjam telepon seluler kepada mahasiswa yang lain untuk menelpon, tetapi ditolak karena alasan beda operator, sehingga nanti akan kena biaya yang banyak. Senada dengan hal diatas adalah wawancara peneliti kepada salah seorang mahasiswa ketika ada bencana kebakaran di gunung Lawu pada beberapa waktu lalu, pada saat itu peneliti mengajak untuk ikut membantu proses evakuasi korban kebakaran gunung Lawu, tetapi ditolak dengan alasan banyaknya tugas kuliah yang belum selesai. Namun disamping itu, masih terdapat mahasiswa yang melakukan perilaku prososial, seperti bersedia menemani untuk konsultasi dengan dosen, mentraktir makan, membantu mengerjakan tugas kuliah, memberikan uang kepada pengemis, ikut serta dalam kegiatan donor danar dan lain sebagainya. Perilaku prososial adalah perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif. Perilaku sosial juga terdapat dalam Al Quran, Allah berfirman, Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam perbuatan dosa (QS 5: 2). Dalam Hadist Rasulullah bersabda, Hamba yang paling dicintai Allah adalah adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain dan amal yang paling baik adalah memasukan rasa bahagia kepada mukmin, menutupi rasa lapar,

3 membebaskan kesulitan atau membayar hutang (HR. Muslim). Dalam Hadist lain Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hambanya selama hambanya menolong orang lain (HR. Muslim). Perilaku prososial merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat karena manusia adalah mahkluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Perilaku prososial merupakan sebuah tindakan yang secara lahiriah ada didalam diri manusia. Hal ini karena manusia adalah mahkluk sosial yang harus bersosialisasi dengan sesama dan tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain dalam arti saling membantu, menolong, melengkapi dan menyayangi. Bushman (2011) menyatakan bahwa perilaku prososial sebagai bentuk perilaku positif yang memberikan manfaat guna menjalin hubungan kemanusiaan yang harmonis, dan mempunyai kontribusi mengurangi perilaku anti-sosial. Diterapkannya perilaku prososial tersebut, dapat menunjukkan suasana ketergantungan di antara anggota masyarakat dan adanya kesadaran bahwa dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak ada individu yang dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Setiap orang memerlukan kelangsungan hidup dalam suasana saling mendukung kebersamaan, sebagai refleksi dari sikap kerjasama dan toleransi dalam hidup bermasyarakat. Perilaku ini dapat berupa kesediaan menolong, berbagi, dan menyumbang. Rahman (2013) mengungkapkan bahwa perilaku prososial terbentuk dan berkembang mulai sejak usia anak-anak hingga dewasa, karena pada usia ini anak sudah mempunyai kemampuan perspektive taking, mempunyai kemampuan mengenali diri sendiri dan sudah mampu menunjukkan respon ketika melihat

4 seseorang menderita. Diasumsikan bahwa semakin bertambah usia individu, semakin berkembang pula kematangan sosial dan tanggung jawab sosialnya. Perilaku prososial ketika usia muda merupakan prediktor terhadap perilaku saat dewasa. Penelitian Wulandari (2012) melaporkan bahwa seseorang yang ketika usia muda perilaku prososialnya tinggi, terbukti ketika usianya dewasa jarang melakukan kejahatan yang menyebabkan dimasukan penjara. Seseorang yang ketika usia muda perilaku prososialnya rendah, terbukti ketika dewasa banyak melakukan perilaku kriminal dan agresivitasnya tinggi. Memperhatikan kontribusi positif perilaku prososial bagi individu, terutama dalam mencegah terjadinya konflik sosial, maka perilaku prososial perlu dibangun dan dipertahankan keberadaannya. Jika perilaku prososial tidak dilestarikan maka kemungkinan besar akan terjadi konflik sosial. Adanya konflik sosial yang dibiarkan, atau tanpa adanya kontrol dari masyarakat, akan berakibat munculnya perilaku yang cenderung ke arah negatif dan bertentangan dengan norma atau melawan aturan, hukum, etika, nilai, dan moral yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut dapat mengakibatkan perkelahian, tindak kejahatan, pencurian, penyalahgunaan narkotika, hubungan seks di luar nikah, dan pemerkosaan (Sarwini, 2011). Dalam kehidupan bermasyarakat, bila sikap yang tidak prososial dibiarkan atau diabaikan begitu saja, maka dampaknya akan bersifat akumulatif, yang dapat menimbulkan berbagai macam gangguan sosial yang dapat merusak mahasiswa dan masyarakat itu sendiri. Mahasiswa adalah cikal-bakal masyarakat di masa yang akan datang, sehingga jika sejak kuliah mereka terbiasa dengan perilaku

5 yang tidak prososial atau bahkan antisosial, tidak mengherankan bila setelah lulus mereka cenderung akan dengan mudah mengutamakan sikap individualistik, melakukan pengabaian terhadap sesama, atau bahkan melakukan tindakan kekerasan, kriminalitas, dan perilaku antisosial yang lainnya. Pada tingkatan pribadi, perilaku antisosial dapat terwujud dengan tindakan bunuh diri, yaitu suatu cara mengakhiri hidup dengan membunuh diri sendiri akibat depresi, atau setidaknya mencoba bunuh diri. Selain bunuh diri, ada juga perbuatan tidak senonoh kepada lawan jenis, mencuri kecil-kecilan, minum-minuman keras, sikap Agresif dan penuh kekerasan, penggunaan narkoba, perusakan fasilitas umum atau pembunuhan terhadap orang lain. Desmita (2012) menyatakan bahwa perilaku prososial sebagai tindakan sukarela dengan mengambil tanggung jawab menyejahterakan orang lain. Tindakan sukarela tersebut penting karena secara langsung memengaruhi individu dan kelompok sosial secara keseluruhan, dalam situasi interaksi akan menghilangkan kecurigaan, menghasilkan perdamaian, dan meningkatkan toleransi hidup terhadap sesama, meskipun tidak membawa keuntungan bagi diri individu si pemberi pertolongan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah kecerdasan emosi masing-masing individu. Kecerdasan emosi dapat diartikan dengan kemampuan untuk menjinakkan emosi dan mengarahkan kepada hal-hal yang lebih positif. Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan didorong oleh emosi, dalam arti bagaimana yang bersangkutan dapat menjadi begitu rasional pada suatu

6 saat dan menjadi begitu tidak rasional pada saat yang lain. Dengan demikian emosi mempunyai nalar dan logikanya sendiri (Hude, 2006). Sarwono (2009) mengatakan bahwa emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungannya untuk menolong. Emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku menolong dan pada emosi negatif memungkinkan menolong yang lebih kecil. Anggraeni (2015) mengutip pernyataan Salovey & Mayer yang mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap dan dapat berubah-ubah setiap saat. Bar-On (2006) menjelaskan kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebihkan kesenangan-kesenangan maupun kesedihan. Penelitian Rudyanto (2011) menyatakan bahwa kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap perilaku prososial, berarti semakin tinggi kecerdasan enmosi dan kecerdasan spiritual maka semakin tinggi pula perilaku sosial dan begitupun sebaliknya.

7 Mahasiswa sebagai harapan penerus bangsa dituntut untuk memiliki mental yang tangguh, intelektual, berakhlak mulia dan memiliki kepekaan social yang tinggi. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu untuk mengelola emosinya dengan baik, karena seseorang yang kurang atau tidak mampu untuk mengelola kecerdasan emosi akan cenderung bersikap negatif dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Salah satu contoh yang terjadi apabila mahasiswa tidak pandai dalam mengelola kecerdasan emosi adalah tindakan anarkis yang ditunjukan mahasiswa ketika melakukan aksi demonstrasi di pertigaan UMS, tawuran antar mahasiswa di Makasar, cacian mahasiswa di medsos kepada dosen di Klaten dan lain sebagainya. Mengacu dari dari uraian-uraian di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial? Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji secara empirik dengan mengadakan penelitian berjudul: Hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial pada Mahasisa Psikologi UMS. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui: 1. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial 2. Peran atau sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial 3. Tingkat kecerdasan emosi dan perilaku prososial

8 C. Manfaat Penelitian 1. Bagi subjek (mahasiswa Psikologi UMS), penelitian ini memberikan informasi mengenai hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial, sehingga diharapkan mahasiswa dapat memahami manfaat kecerdasan emosi sebagai upaya meningkatkan perilaku prososial. 2. Bagi pimpinan universitas, penelitian ini memberikan informasi dan gambaran tentang hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial, sehingga diharapkan pihak universitas dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang tepat agar mahasiswa mampu mengelola kecerdasan emosi secara positif dan memiliki perilaku prososial sehingga mendukung dalam menciptakan mahasiswa yang berkualitas, tangguh dan berakhlak mulia. 3. Bagi ilmuwan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi sosial, yang mana hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data tambahan bagi pengembangan studi tentang kecerdasan emosi dan perilaku prososial.