BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Pembiasaan Dalam Menumbuhkan Karakter Kemandirian Anak Usia Dini 5-6 Tahun Di Lingkugan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. tinggi serta mau bersaing dalam tantangan hidup. Akan tetapi sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN BERFIKIR KRITIS SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 COLOMADU TAHUN AJARAN 2009/ 2010

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga,

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Rakhman Firdaus, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

umum yang muncul adalah rendahnya mutu kegiatan belajar siswa seperti adanya siswa yang ingin mencapai target hanya sekedar lulus dalam sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. pokok dalam memajukan suatu bangsa khususnya generasi muda untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dirancang dan dilaksanakan selaras dengan kebutuhan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. asusila, kekerasan, penyimpangan moral, pelanggaran hukum sepertinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. Negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) informal dapat melalui keluarga dan lingkungan.

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN PJOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan. yang semakin berat terutama untuk mempersiapkan anak didik agar

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. individu semakin berkembang serta dapat menggali potensi diri. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan ketertiban dunia, serta ingin

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu lingkungan tertentu. Kesadaran itu antara lain, kalau dirinya berdisiplin baik maka akan memberi dampak yang baik bagi keberhasilan dirinya pada masa depannya. Disiplin juga menjadi sarana pendidikan. Pendidikan disiplin berperan mempengaruhi, mendorong, mengendalikan, mengubah, membina dan membentuk perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan, diajarkan dan diteladankan. Karena itu, perubahan perilaku seseorang termasuk prestasinya merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dan pembelajaran yang terencana, informal atau otodidak. Orang yang disiplin selalu membuka diri untuk mempelajari banyak hal. Sebaliknya, orang yang terbuka untuk belajar selalu membuka diri untuk belajar berdisiplin dan mendisiplikan dirinya. Semua itu tidak lepas adanya pendidikan karakter, sebagai suatu sistem manajemen pendidikan, maka dalam pendidikan karakter terdiri dari unsurunsur pendidikan yang selanjutnya akan dikelola melalui bidangbidangperencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Menurut Triatmanto (2010: 190) unsur-unsur manajemen pendidikan karakter yang akan 1

2 direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan tersebut antara lain meliputi: (1) Nilai-nilai perilaku (karakter) kompetensi lulusan, (2) Muatan kurikulum nilai-nilai karakter perilaku (karakter), (3) Nilai-nilai perilaku (karakter) dalam pembelajaran, (4) Nilai-nilai perilaku (karakter) pendidik dan tenaga kependidikan, dan (5) Nilai-nilai perilaku (karakter) pembinaan peserta didik. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan ketentuan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu: pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat dan berkesinambungan. Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilakukan secara tertentu tetapi tidak mengikuti peraturan yang ketat. Sekolah sebagai lembaga formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi siswa. Dalam pasal 3 undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional disebutkan, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

3 Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Undang-undang Sisdiknas, Asa Mandiri 2006: 53). Sebagai penyelenggara pendidikan formal, sekolah mengadakan kegiatan proses belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Di samping itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal juga berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan prestasi belajar anak didiknya. Dalam proses belajar mengajar terdapat banyak hal yang saling mendukung dan saling berkaitan dalam dunia pendidikan dan proses belajar mengajar. Masalah pendidikan tidak lepas dari keberadaan siswa yaitu yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan. Dalam perkembanganya harus melalui proses belajar. Termasuk di dalamnya belajar mengenal orang lain, belajar mengenal lingkungan sekitarnya. Hal ini dilakukan agar siswa dapat mengetahui dan menempatkan posisinya di tenggah-tengah masyarakat sekaligus mampu mengendalikan diri. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Disiplin akan membuat seseorang tahu dan dapat membedakan hal-hal apa yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tak sepatutnya dilakukan (karena merupakan hal-hal yang dilarang). Bagi seorang yang berdisiplin, karena sudah menyatu dalam dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi dirasakan sebagai beban, namun

4 sebaliknya akan membebani dirinya apabila ia tidak berbuat disiplin. Nilainilai kepatuhan telah menjadi bagian dari perilaku dalam kehidupannya. Disiplin yang mantap pada hakikatnya akan tumbuh dan terpancar dari hasil kesadaran manusia. Sebaliknya, disiplin yang tidak bersumber dari kesadaran hati nurani akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak akan bertahan lama, atau disiplin yang statis, tidak hidup (Djojonegoro dalam Soemarmo, 1998: 20-21). Kedisiplinan siswa menjadi sangat berarti bagi kemajuan sekolah (Nursito, 2002: 78). Di sekolah yang tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang baik. Sebaliknya, pada sekolah yang tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dianggap biasa dan untuk memperbaiki keadaan yang demikian tidaklah mudah. Hal ini diperlukan kerja keras dari berbagai pihak untuk mengubahnya sehingga, berbagai jenis pelanggaran yang dilakukan terhadap siswa perlu dicegah dan ditangkal karena dapat mengganggu prestasi belajar siswa. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang pelanggaran dari tingkat ringan sampai pelanggaran tingkat tinggi seperti: mengabaikan pelanggaran tata tertib sekolah, berpakaian dan berpenampilan, khususnya tentang membolos pada pelajaran tertentu, ketahuan merokok di lingkuan sekolah, terlambat masuk sekolah, berpacaran disekolah yang cenderung agresif, di tempat terbuka, tanpa ada

5 perasaan malu ataupun risih, geng siswa, atau kelompok siswa dengan tanpa identitas jelas, pertikaian antar siswa, perkelahian antar sekolah, dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (Suyanto, 2010). Karakter manusia sesungguhnya telah melekat pada kepribadian seseorang dan ditunjukkan dalam perilaku kehidupan seharihari. Sejak lahir, manusia telah memiliki potensi karakter yang ditunjukkan oleh kemampuan kognitif dan sifat-sifat bawaannya. Karakter bawaan akan berkembang jika mendapat sentuhan pengalaman belajar dari lingkungannya. Dalam hal ini keluarga merupakan lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan akan menjadi fondasi yang kuat untuk membentuk karakter setelah dewasa. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2010 telah mencanangkan gerakan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Pencanangan ini ditegaskan kembali dalam pidato presiden pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Sejak itulah pendidikan karakter menjadi perbincangan hingga saat ini, terutama bagi yang peduli dengan masalah pendidikan. Deklarasi nasional tersebut harus jujur diakui oleh sebab kondisi bangsa ini yang semakin menunjukkan perilaku antibudaya dan

6 antikarakter. Perilaku antibudaya bangsa ini di antaranya ditunjukkan oleh semakin memudarnya sikap kebhinnekaan dan kegotong-royongan kita, di samping begitu kuatnya pengaruh budaya asing di tengah-tengah masyarakat kita. Adapun perilaku anti karakter bangsa ini di antaranya ditunjukkan oleh hilangnya nilai-nilai luhur yang melekat pada bangsa Indonesia seperti kejujuran, kesantunan, dan kebersamaan. Kita harus berjuang untuk menjadikan nilai-nilai luhur itu kembali menjadi karakter yang kita banggakan di hadapan bangsa lain. Salah satu upaya ke arah itu adalah memperbaiki sistem pendidikan nasional dengan menitikberatkan pada pendidikan karakter (Marzuki, dkk. 2011) Untuk mencapai hasil yang maksimal dari gerakan nasional pendidikan budaya dan karakter bangsa tersebut, perlu tindakan pengimplementasian secara sistematis dan berkelanjutan. Sebab tindakan implementasi ini akan membangun kecerdasan emosi seorang anak. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/ amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan

7 keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan (Agil Lepiyanto, 2011:1). SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo terletak di Jl. Batoro Katong No 6B. SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo khususnya kelas XI terdapat 6 kelas dengan 2 jurusan yaitu IPA dan IPS dari masing-masing jurusan IPA terdiri dari 3 kelas dan IPS 3 kelas, pada siswa kelas XI IPS 1 ditemukan siswa yang kurang disiplin dalam hal berpakaian, jam sekolah dan dalam pembelajaran. Dalam observasi awal dijumpai siswa yang datang ke sekolah terlambat tidak tepat waktu serta cara berpakaian yang tidak rapi, dan dalam proses pembelajaran pun masih dijumpai beberapa siswa yang masih suka bermain dan bercanda dalam kelas pada waktu pembelajaran berlangsung hal ini yang peneliti sadari bahwa sikap disiplin siswa masih rendah dan perlu untuk di berikan pengarahan khususnya dalam pendidikan karakter agar terdapat perubahan pada diri siswa. Mengingat selama ini yang dilakukan oleh guru adalah melaksanakan pembelajaran tanpa disisipi nilai pendidikan karakter disiplin siswa sehingga banyak siswa yang kurang mengerti tentang arti disiplin. Implementasi pendidikan karakter harus sejalan dengan orientasi pendidikan. Pola pembelajaran harus dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai moral tertentu dalam diri anak yang bermanfaat bagi perkembangan pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus makhluk sosial (Doni A. Koesoema, 2007). Implementasi pendidikan karakter melalui orientasi pembelajaran di sekolah lebih ditekankan pada

8 keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah publik (Acep Hermawan, 2013). Hal ini karena menurut Noor Rochman Hadjam bahwa pendidikan karakter tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara kognitif, tetapi juga melalui penghayatan secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan seharihari. Kegiatan siswa seperti pramuka, upacara bendera, palang merah remaja, teater, praktek kerja lapangan, menjadi relawan bencana alam, atau pertandingan olahraga dan seni adalah cara-cara efektif menanamkan nilainilai karakter yang baik pada siswa (Lena, 2012). Berdasarkan permasalahan diatas maka judul penelitian ini adalah Model Pendidikan Karakter Dalam Rangka Peningkatan Sikap Disiplin Pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2015/2016 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana model pendidikan karakter pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2015/2016? 2. Faktor apa saja yang mendukung dalam penerapan model pendidikan karakter dalam rangka penerapan sikap disiplin siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2015/2016?

9 C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui, mendiskripsikan dan menganalisis model pendidikan karakter pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2015/2016. 2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dalam penerapan model pendidikan karakter dalam rangka penerapan sikap disiplin siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2015/2016. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang akan dilakukan mempunyai kontribusi relatif besar bagi siswa, guru, sekolah dan peneliti. Kontribusi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam rangka peningkatan pelaksanaan pendidikan karakter terhadap siswa. Serta dapat menjadi pedoman bagi Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter terhadap siswa. 2. Bagi para guru Agar menjadi bahan acuan dalam rangka meningkatkan pembentukan karakter positif kepada para siswa dan dapat meningkatkan

10 kerjasama antar semua guru bidang studi dalam rangka melaksanakan pendidikan karakter siswa. 3. Bagi peneliti sebagai media aplikasi terhadap ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah, sekaligus hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mengetahui lebih dalam mengenai pendidikan karakter terhadap peningkatan disiplin siswa. hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan dan dijadikan salah satu bahan masukan ataupun bahan pertimbangan dalam kegiatan penelitian selanjutnya 4. Bagi peneliti lain sebagai bahan pertimbangan dan sebagai pendorong untuk mengadakan penelitian yang lebih lanjut dan lebih mendalam mengenai manajemen pendidikan karakter dalam mendisiplinkan peserta didik