BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

PENYELESAIAN SENGKETA PEMANFAATAN TANAH ULAYAT KAUM DI KENAGARIAN LUBUK BASUNG. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan prasarana untuk kepentingan umum yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas dinyatakan pada Pasal

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan dipraktikan

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

JURNAL PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI KERAPATAN ADAT NAGARI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG. Oleh: P R I M A Z O L A NPM:

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan tanah untuk penguburannya. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Undang-undang No 5 tahun 1960 (UUPA) mulai berlaku tanggal 24 September 1960, bertujuan meletakkan dasar-dasar hukum tanah nasional dan menjamin adanya kepastian hak atas tanah. Di dalam UU No 5 tahun 1960 ditegaskan bahwa Undang-Undang yang baru ini didasarkan kepada hukum adat. Pasal 3 UU No 5/1960 berbunyi : Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2, pelaksanaan hal ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lain yang lebih tinggi. Dalam sistem kekerabatan di Minangkabau berlaku sistem kekerabatan matrilineal, yaitu susunan kekerabatan ditarik dari garis keturunan ibu. Orang minangkabau hidup dalam kekerabatan yang di hitung menurut garis ibu, pusaka serta waris diturunkan menurut garis keturunan ibu pula. 9

Dalam sistem kekerabatan Minangkabau yang matrilineal itu di rumah gadang berkuasa seorang laki-laki yang disebut dengan mamak rumah atau tungganai, yaitu saudara laki-laki tertua dari ibu, untuk membimbing/menjadi pembimbing anggota keluarga terdekatnya. Dalam sistem kekerabatan di minangkabau yang matrilineal itu dirumah gadang berkuasa seorang laki-laki yang disebut mamak rumah atau tungganai, yaitu saudara laki-laki tertua dari ibu untuk membimbing atau menjadi pembimbing anggota keluarga terdekatnya. Sedangkan yang memegang kendali pengaturan dan pemeliharaan terhadap harta pusaka dari kaumnya disebut mamak kepala waris. Tungganai juga dapat menjadi atau merangkap mamak kepala waris bila paruik dalam hal ini sebagai pemegang harta pusaka. 1 Dalam adat Minangkabau dikenal juga harta pusaka, yaitu harta yang diperoleh oleh generasi sebelumnya, dari mamak turun ke kemenakan dan berlanjut terus dari generasi ke generasi orang yang sekaum bertalian darah. Harta pusaka dalam Minangkabau dapat dikelompokan kedalam harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta yang telah diwariskan secara turuntemurun oleh sebuah kaum dan yang berhak atas harta pusaka tinggi ini adalah orang-orang yang segaris keturunan ibu atau disebut juga orang yang sekaum keturunan dengan kata lain pusako tinggi menjadi hak bersama. Tetapi mereka hanya memperoleh hak pakai dan bukan merupakan hak milik. Sedangkan harta pusaka rendah adalah harta yang diperoleh seseorang atau sebuah paruik berdasarkan pemberian yang dipunyai suatu keluarga berdasarkan pencahariannya, dipusakai seseorang atau kelompok yang dapat diketahui secara pasti asal usul harta tersebut. Mengenai harta pusaka ini, baik harta pusaka tinggi maupun harta pusaka rendah hanya bisa diwarisi garis perempuan secara kolektif. Sedangkan anak laki- 1 Amir syarifudin,pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm 184 10

laki dari garis keturunan ibu tidak dapat mewariskan harta pusaka itu terhadap anaknya. Anak laki-laki berhak mengatur dan melaksanakan segala hal yang berkenaan dengan kepentingan bersama, termasuk dalam memelihara harta benda kekayaan kaum serta harkat dan martabat kaum tersebut. 2 Harta pusaka dalam kekerabatan dalam matrilineal tidak dapat dibagibagikan kepada orang-perorangan karena harta tersebut akan tetap berada dalam suatu kaum. Namun dalam pelaksanaannya, masalah harta pusaka ini khususnya harta pusaka tinggi seringkali membawa sengketa dalam suatu kaum atau suku yang dikarenakan beberapa hal, sehingga sengketa tersebut diselesaikan melalui kerapatan adat nagari (KAN) ataupun mungkin berlanjut ke Pengadilan Negeri. Dalam menyelesaikan suatu sengketa adat khususnya mengenai harta pusaka tinggi, masyarakat minangkabau dapat menyelesaikannya melalui kerapatan adat nagari tersebut. Kerapatan adat nagari ini dapat menyelesaikan sengketa diluar pengadilan dan sifatnya tidak memutus, tetapi meluruskan sengketa-sengketa adat yang terjadi. Pengertian peradilan adat menurut adat disini adalah suatu proses cara mengadili dan menyelesaikan secara damai yang dilakukan oleh sejenis badan atau lembaga diluar peradilan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam pasal 1 angka 13 Perda nomor 2 tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari dijelaskan bahwa kerapatan adat nagari (KAN) adalah lembaga kerapatan dari ninik mamak yang telah ada dan diwarisi secara turuntemurun sepanjang adat dan berfungsi memelihara kelestarian adat serta menyelesaikan perselisihan sako dan pusako. Sengketa yang dapat diselesaikan oleh kerapatan adat nagari (KAN) yaitu mengenai gelar (sako), mengenai harta pusaka (pusako), dan masalah perdata 2 Ibrahim Datuk Sangguno Dirajo, Curaian Adat Minangkabau, Kristal Multimedia Bukit Tinggi, 2003, hlm 185 11

lainnya. Sengketa mengenai gelar (sako) adalah sengketa yang berkaitan dengan gelar yang diterima secara turun-temurun didalam suatu kaum yang fungsinya adalah sebagai kepala kaum-kepala adat (penghulu) dan sako ini sifatnya turuntemurun sejak dahulu sampai sekarang menurut garis keturunan ibu lurus kebawah. Sengketa mengenai harta pusaka (pusako) adalah sengketa yang berkaitan dengan harta pusaka tinggi seperti sawah ladang, pandam pakuburan, hutan tanah yang belum diolah. Sedangkan sengketa mengenai perdata lainnya adalah sengketa yang terjadi antara anggota-anggota masyarakat seperti perkawinan, perceraian, dan sebagainya. Jika terjadi sengketa dalam suatu kaum, sengketa tersebut tidak langsung dibawa kebalai adat untuk ditimbang oleh kerapatan adat nagari (KAN), tetapi proses yang dilalui adalah bajanjang naiak,batanggo turun, maka perkara ini diselesaikan oleh penghulu (Datuk) sebuah paruik dalam persukuan kedua belah pihak yang bersengketa. Menurut pepatah adat juga kusuik disalasaikan karuah dipajaniah. Dalam hal ini penyelesaian pertama adalah dengan jalan perdamaian.bila kedua belah pihak tidak mau berdamai atau merasa kurang puas maka disinilah perkara itu mau tidak mau harus dilanjutkan ketingkat untuk ditimbang di balai adat oleh kerapatan adat nagari (KAN) yang terdiri dari Penghulu suku, manti, dubalang serta orang tua dan cerdik pandai. Meskipun didalam penyelesain kerapatan adat nagari tersebut di hadiri oleh ampek jijih, tetapi penghulu suku itulah yang berhak menjatuhkan putusan, sedangkan penghulu yang lainnya hanya ikut mempertimbangkan saja. 3 Dari Pra penelitian yang telah dilakukan selama ini, terjadinya beberapa sengketa tentang harta pusaka tinggi cara penyelesaiannya bisa atau dapat diselesaikan oleh ketua adat ataupun oleh kerapatan adat nagari (KAN). Sedangkan sengketa-sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh ketua adat dan KAN, maka penyelesaian sengketa tersebut dilanjutkan ketingkat yang lebih tinggi lagi yaitu melalui Pengadilan. 3 Datoek Toeah,Tambo Adat Minangkabau,Pustaka Indonesia Bukittinggi,1989,hal.279 12

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah yang timbul untuk kemudian dijadikan suatu karya tulis ilmiah dengan judul : PENYELESAIAN SENGKETA TANAH PUSAKO TINGGI DI NAGARI TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apa yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah pusako tinggi di Nagari Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa tanah pusako tinggi di Nagari Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa tanah pusako tinggi di Nagari Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. 2. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa tanah pusako tinggi di Nagari Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini ialah : 1. Manfaat Teoritis a. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku perguruan tinggiuntuk kemajuan masyarakat dibidang hukum. 13

b. Menambah pengetahuan dibidang hukum dan hal-hal yang berhubungan dengan sengketa tanah ulayat khususnya di Minagkabau, sehingga dapat diketahui masalah yang terjadi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tolak ukur dalam penyelesaian sengketa terhadap harta pusako tinggi dari suatu masyarakat hukum adat. Terutama bagi pengambilan keputusan dalam sengketa serupa yang sedang terjadi maupun yang akan datang, baik pada lembaga asli hukum adat maupun bagi lembaga resmi pemerintahan yang akan dijadikan keputusan hukum kongkrit. E. Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan mencakup : 1. Pendekatan Masalah Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis (socio legal research) yaitu pendekatan masalah melalui penelitian hukum dengan melihat norma hukum yang berlaku dan menghubungkan dengan fakta yang ada dalam masyarakat sehubungan dengan permasalahan yang ditemui dalam penelitian. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah bersifat deskriptif yaitu penulis memberikan gambaran mengenai suatu keadaan tentang penyelesaian sengketa harta pusako tinggi yang ada di Nagari Tiku tersebut secara sistematis, factual, dan akurat sehingga bisa diuji kebenarannya. 14

3. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data Data dalam penelitian penulis dapatkan melalui : 1) Penelitian Perpustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan (library research) artinya data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan dengan membaca karyakarya yang terkait dengan persoalan yang akan dikaji. Kemudian mencatat bagian yang memuat kajian tentang penelitian. 4 Penelitian kepustakaan ini dilakukan di Perpustakaan Universitas Andalas, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas. Dari hasil penelitian ini penulis mendapatkan bahan-bahan hukum yaitu: a) Bahan Hukum Primer Dalam hal ini berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Tanah Adat. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan penulis adalah buku-buku dan tulisan yang berhubungan dengan Tanah Adat. c) Bahan Hukum Tersier hlm 3. 4 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007 15

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap sumber hukum primer dan sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum. 5 Bahan tersier dalam penelitian ini antara lain, kamus hukum dan ensiklopedi. 2) Penelitian Lapangan (Field Research) Pada penelitian ini peneliti memperoleh data dengan cara melihat kenyataan mengenai Penyelesaian Sengketa Tanah Pusako Tinggi Di Nagari Tiku. Maka berdasarkan topik yang peneliti dalami maka penelitian dilakukan di Kantor Kerapatan Adat Nagari Tiku dan juga di Kantor Pengadilan Negeri Lubuk Basung. b. Jenis Data : 1) Data Sekunder Data ini penulis peroleh dari hasil penelitian perpustakaan yaitu berupa peraturan-peraturan dan buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan Penyelesaian Sengketa Tanah Adat. 2) Data Primer Data ini penulis peroleh dengan mengadakan penelitian secara langsung ke lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 33. 5 Soerjono Soekanto, Penelitian HukumNormatif, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006 hlm. 16

a. Studi dokumen Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis bahan-bahan tertulis yang digunakan dalam peristiwa hukum. b. Wawancara Peneliti mengadakan wawancara dengan pihak yang terkait dengan masalah ini. Wawancara ini dilakukan dengan semi terstruktur yakni disamping menyusun pertanyaan, juga akan mengembangkan pertanyaan lain yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Adapun pihak yang diwawancarai yaitu lembaga adat Nagari Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Basung. 5. Populasi dan Sampel a. Populasi Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruh sengketa harta pusako tinggi yang terjadi pada masyarakat Nagari Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. b. Sampel Sampel merupakan bagian dari anggota populasi yang diamati dan merupakan perwakilan dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah satu sengketa tanah pusako tinggi yang diselesaikan terlebih dahulu melalui Kerapatan Adat Nagari Tiku dan satu sengketa tanah pusako tinggi yang penyelesaiannya di Pengadilan Negeri Lubuk Basung. 17

6. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data dilapangan sehingga siap untuk dianalisis 6. Data yang telah di dapat, dilakukan coding yaitu proses untuk mengklasifikasikan datadata yang telah diperoleh menurut kriteria yang di tetapkan. 7 Setelah dikumpulkan seluruh data dengan lengkap dari lapangan kemudian dilakukan editing yaitu meneliti kembali terhadap catatancatatan, berkas-berkas, informasi dikumpulkan oleh para pencari data yang diharapkan akan dapat meningkatkan mutu kehandalan (reliabilitas) data yang hendak dianalisis. 8 b.analisis data Data-data yang sudah diolah sebelumnya dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari permasalahan yang ada. Maka penulis melakukan analisis secara kualitatif yaitu analisis yang tidak memakai rumus statistik, karena data tidak berupa angka-angka, melainkan dalam bentuk kalimat yang dihubungkan dengan peraturan Perundang-undangan, pendapat para sarjana, dan logika kemudian diuraikan dalam kalimat-kalimat agar mudah untuk dipahami. 72. 6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1999 Hlm. 7 Bambang Sunggoro, Op.Cit 8 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 168-169 18

F. Sistematika Penulisan Skripsi ini dibuat dari empat BAB dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Dalam bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pusataka Dalam bab ini diuraikan mengenai harta pusako dan penyelesaian sengketa harta pusako yang masing-masingnya akan diuraikan lagi dalam beberapa sub pokok bahasan, yang terdiri atas: 1. Uraian mengenai tanah ulayat di minangkabau, pengertian tanah ulayat, ha katas tanah ulayat, macam-macam tanah ulayat. 2. Uraian mengenai penyelesaian sengketa dalam hukum Indonesia meliputi pengertian perkara, pembagian perkara, pengertian sengketa, macam-macam sengketa, proses penyelesaian sengketa. 3. Uraian mengenai peranan lembaga adat dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat diminangkabau meliputi penyelesaian sengketa tanah adat diminangkabau, pengertian lembaga adat, peranan kerapatan adat nagari. 19

BAB III Pembahasan Pada bab ini dibahas mengenai penyebab terjadinya sengketa harta pusako tinggi di nagari Tiku Utara Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, serta proses penyelesaian yang dilakukan. BAB IV Penutup Bagian ini merupakan bagian akhir dari penulisan yang terdiri dari kesimpulan dan saran. 20