KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SEMARANG. KEPUTUSAN BUPATI SEMARANG Nomor : 050 / 0330 / 2011 TENTANG

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL PENELITIAN

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image. ANALISIS TINGKAT SWASEMBADA WILAYAH DI KABUPATEN SEMARANG5

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

EVALUASI PELETAKAN TERMINAL BANYUMANIK DAN TERMINAL PENGGARON DALAM MENDUKUNG SISTEM AKTIVITAS SEKITAR TUGAS AKHIR

PNEUMONIA) BERBANTU SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PUSKESMAS

BAB IV HASIL PENELITIAN. Kab.Semarang, Jawa Tengah. RSUD Ungaran memiliki bangunan 200 m²

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

D A T A. HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 A n g k a S e m e n t a r a KABUPATEN SEMARANG. M e n c e r d a s k a n B a n g s a BADAN PUSAT STATISTIK

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

PENGARUH AKTIVITAS BUDIDAYA PERIKANAN AIR TAWAR TERHADAP PERKEMBANGAN DESA JIMBARAN, KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

BAB II GAMBARAN UMUM

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

Lampiran 2. Jumlah kamar hotel berbintang dan melati yang terjual di kota Semarang Kamar terjual

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KORIDOR JALAN KASIPAH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA CANDI GOLF SEMARANG

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RESORT DAN SPA Sebagai Fasilitas Pengikat Paket Wisata Adventure di Ambarawa

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pertumbuhan penduduk dari tahunketahun

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KATALOG BPS :

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI AKTIVITAS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN INDUSTRI DI KECAMATAN KALIWUNGU TUGAS AKHIR. Oleh: YOWALDI L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di. tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

4. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Transkripsi:

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i

ABSTRAK Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berkembang cukup pesat karena adanya pengaruh dari keberadaan jalur transportasi utama Semarang-Solo-Yogyakarta, adanya rencana pembangunan jalan tol Semarang-Solo dan beberapa kawasan industri besar. Faktor-faktor tersebut nantinya akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Satu sisi keberadaan jalan tol dan jalan arteri memberikan kemudahan akses sehingga dapat mendorong terjadinya perubahan dan pergeseran wilayah pertumbuhan yang diikuti adanya peningkatan jumlah penduduk. Begitupula keberadaan kawasan industri besar yang didukung dengan kemudahan aksess mendorong peningkatan aktivitas masyarakat yang secara langsung meningkatkan lahan terbangun sekitarnya. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan masyarakat memerlukan ruang untuk mewadahinya yang berupa lahan terbangun. Sedangkan dampak negatif berupa perubahan guna lahan disekitarnya, dari lahan non terbangun (lahan pertanian dan konservasi) menjadi lahan terbangun. Semua aktivitas tersebut mendorong terjadinya peningkatan akumulasi jumlah penduduk di sekitarnya. Kondisi tersebut mendorong peningkatan kebutuhan lahan permukiman yang tidak semuanya dapat ditampung oleh lahan yang tersedia di Kabupaten Semarang. Kawasan permukiman nantinya akan tumbuh dan berkembang secara sporadis dan membentuk kantong-kantong permukiman yang sebagian berada pada lahan yang tidak sesuai di Kabupaten Semarang. Hal ini mengingat wilayah Kabupaten Semarang sebagian bertopografi tidak datar karena berupa daerah pegunungan dan dialiri banyak sungai besar, kecil serta adanya danau/ rawa. Hal ini menyebabkan adanya kawasan permukiman pada lahan yang tidak sesuai untuk bermukim seperti kawasan bertopografi tidak datar, rawan bencana, sempadan sungai, sempadan jalan tol maupun kawasan lindung. Keberadaan kawasan permukiman pada lahan yang tidak sesuai tentu saja dapat menimbulkan permasalahan. Perkembangan pemukiman dapat menjadi persoalan sehubungan dengan masalah lingkungan dan sumber daya alam. Pemilihan lahan untuk dijadikan kawasan pemukiman baru merupakan proses pemanfaatan ruang. Setiap proses pemanfaatan ruang terlebih dahulu harus melalui analisis kesesuaian lahan yang bertujuan agar kegiatan yang akan diletakkan diatas lahan tersebut, sesuai dengan kemampuan lahan yang dipilih dan memberikan keuntungan terhadap kelangsungan kegiatan yang direncanakan. Analisis kesesuaian lahan pemukiman merupakan proses penggambaran tingkat kesesuaian lahan untuk kegiatan pemukiman. Tingkat kesesuaian lahan pemukiman dapat memberikan informasi dalam memprediksi tindakan apa yang diperlukan serta konsekuensinya apabila lahan tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan pemukiman baru. Sebagai salah satu upaya dalam mengidentifikasi kesesuaian lahan yang efisien dan terkendali maka diperlukan suatu instrumen yang mampu menjembatani hal tersebut dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Terkait dengan hal di atas maka perlu dilakukan kajian mengenai bagaimana tingkat kesesuaian lahan untuk permukiman di Kabupaten Semarang?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesesuaian lahan permukiman di wilayah Kabupaten Semarang sebagai salah satu wilayah yang berkembang dengan tingkat pertumbuhan lahan permukimannya cenderung meningkat setiap tahunnya. Untuk mencapai tujuan diatas maka dalam kajian ini menggunakan 3 (tiga) pendekatan studi yakni pendekatan keruangan (spatial) dengan menggunakan GIS, pendekatan kuantitatif untuk melakukan analisis secara kuantitatif terkait dengan skoring dan pembobotan, serta pendekatan kualitatif normatif terkait dengan pengolahan data yang bersifat nonnumerik berdasarkan standar yang digunakan. Adapun analisis dalam penelitian ini adalah analisis penentuan fungsi kawasan lindung dan budidaya yang terdiri dari variabel kelerengan, curah hujan, dan jenis tanah. Untuk kawasan lindung sendiri didalamnya meliputi variabel sawah irigasi teknis dan kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari sempadan sungai, sempadan danau dan sempadan jalan tol. Analisis kriteria kesesuaian lahan permukiman untuk merumuskan lahan mana saja yang sesuaiuntuk kawasan permukiman. Selanjutnya adalah analisis kesesuaian lahan permukiman yang terdiri dari variabel kelerengan, curah hujan, jenis tanah, daerah rawan bencana berupa kondisi banjir, bahaya longsor dan gunung berapi, serta kedalaman air tanah. Terakhir adalah analisis kesesuaian lahan untuk permukiman sepanjang rencana jalan tol Semarang-Solo di Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui diwilayah studi terdapat empat tingkat kesesuaian lahan permukiman yakni lahan yang sangat sesuai untuk permukiman seluas 50.609,807 Ha (50,05%) yang tersebar di Kecamatan Ambarawa, Bancak, Bandungan, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, Getasan, Jambu, Kaliwungu, Pabelan, Pringapus, Sumowono, Suruh, Susukan, Tengaran, Tuntang, Ungaran Barat dan Ungaran Timur; lahan yang sesuai untuk permukiman seluas 5.616,433 Ha (5,55%) yang tersebar di Kecamatan Ambarawa, Bancak, Bandungan, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, Getasan, Jambu, Kaliwungu, Pabelan, Pringapus, Sumowono, Suruh, Susukan, Tengaran, Tuntang, Ungaran Barat dan Ungaran Timur; lahan yang kurang sesuai untuk permukiman seluas 106,035 Ha (0,10 %) yang tersebar di Kecamatan Bandungan, Bergas, Sumowono, Ungaran Barat dan lahan yang tidak sesuai untuk permukiman berupa kawasan lindung dan penyangga seluas 44.776,323 Ha (44,29 %) yang tersebar di Kecamatan Ambarawa, Bancak, Bandungan, Banyubiru, Bawen, Bergas, Bringin, Getasan, Jambu, Kaliwungu, Pabelan, Pringapus, Sumowono, Suruh, Susukan, Tengaran, Tuntang, Ungaran Barat dan Ungaran Timur. Dari empat tingkat kesesuaian lahan permukiman tersebut, prioritas utama pembangunan untuk kawasan permukiman yaitu pada kriteria sangat sesuai dan sesuai yakni seluas 56.226,240 Ha (99,81%). Kata Kunci: Kesesuaian Lahan, Permukiman, Rencana Jalan Tol, Kabupaten Semarang, Sistem Informasi Geografis

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota terdiri dari 2 (dua) elemen penting yaitu elemen fisik dan non fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Sistem transportasi sebagai salah satu elemen fisik kota akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kota. Hal itu dikarenakan dengan adanya sistem transportasi baik sarana maupun prasarananya akan mendorong terjadinya aliran investasi, orang, maupun barang dari dan menuju kota tersebut. Transportasi merupakan sektor pendukung dalam setiap aktivitas manusia baik kegiatan pekerjaan rutin, bisnis, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Sebagai prasarana pendukung, transportasi harus dapat memberikan pelayanan yang baik agar diperoleh sistem pergerakan yang efektif dan efisien bagi penggunanya. Keberadaan jaringan transportasi akan mengakibatkan perubahan disekitarnya baik perubahan fisik dalam hal ini guna lahan dan non fisik dalam hal ini aktivitas masyarakatnya. Begitu juga dengan adanya pembangunan jaringan tranportasi baik jalan tol maupun jalan raya umum sebagai bagian dari jaringan transportasi disuatu wilayah. Keberadaan jaringan jalan terutma jalan arteri dan jalan tol disuatu wilayah akan menimbulkan berbagai dampak positif maupun negatif, dimana dampak negatif yang dapat muncul harus mendapat penanganan agar dapat diminimalisasi. Oleh karena itu dengan adanya pembangunan jaringan transportasi disuatu wilayah, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap dampak negatif seperti kebisingan, melalui penataan guna lahan disuatu wilayah, salah satunya guna lahan permukiman. Hal ini dikarenakan kawasan permukiman merupakan guna lahan yang memerlukan kenyamanan. Permukiman menempati areal paling luas dalam pemanfaatan ruang kota mengalami perkembangan yang selaras dengan perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan bentuk dan struktur suatu kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan permukiman pada setiap bagian kota tidak sama, bergantung pada karateristik masyarakat, potensi sumberdaya (kesempatan kerja) yang tersedia, kondisi fisik alami serta fasilitas kota (Bintarto dalam Sobirin, 2001). Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 dijelaskan sistem wilayah pusat permukiman adalah kawasan perkotaan yang merupakan kawasan pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat baik pada kawasan perkotaan maupun perdesaan. Keterkaitan antarwilayah merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antarwilayah, yaitu wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/ kota. Keterkaitan antar fungsi kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan, antara lain meliputi keterkaitan antar kawasan lindung dan kawasan budidaya. Keterkaitan antar kegiatan kawasan merupakan wujud keterpaduan dan sinergi antar kawasan perkotaan dan perdesaan. 1

2 Kawasan permukiman merupakan salah satu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian beserta segala aktivitas yang mendukung kehidupan manusia. Kawasan permukiman merupakan kawasan yang penting untuk direncanakan dalam pemanfaatan lahan. Hal ini dikarenakan kebutuhan lahan permukiman akan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, pembangunan dan perkembangan wilayah serta dukungan sarana prasarana trasnportasi yang ada sebagai pemacu pertumbuhan guna lahan permukiman. Selain itu, dalam penggunaan lahan permukiman merupakan salah satu kawasan yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan merupakan unsur dari kebijakan sosial nasional (White, 1988: 391). Peningkatan jumlah penduduk, pembangunan dan penambahan pusat-pusat aktivitas baru pemacu pertumbuhan wilayah secara langsung meningkatkan kebutuhan perumahan dan lahan dengan keterbatasan ketersediaan lahan di suatu wilayah. Hal itu mengakibatkan pemanfaatan lahan secara intensif dengan kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi. Implikasinya penyediaan lahan semakin menipis sehingga harga lahan menjadi mahal (Yudhohusodo, 1991). Kondisi ini mendorong penduduk mencari alternatif lahan yang lebih murah dan dapat dikembangkan. Kondisi ini dapat mendorong terjadinya penggunaan lahan produktif di pinggiran kota (Riyadi dan Bratakusumah, 2005), karena lahan yang relatif murah dapat dijumpai di daerah pinggiran dengan dominasi guna lahan pertanian dan perkebunan. Keterbatasan lahan untuk permukiman serta tingginya tingkat persaingan penggunaan lahan kota, mengakibatkan bergesernya penggunaan lahan untuk permukiman ke daerah pinggiran. Akibatnya di daerah pinggiran berkembang kawasan perumahan-perumahan yang tersebar, tidak teratur dan tidak terintegrasi satu sama lain dan memunculkan ruang-ruang kosong antar kawasan permukiman itu sendiri maupun dengan kawasan kota. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kemungkinan tidak semua penggunaan lahan permukiman berada pada lahan yang sesuai dan layak. Salah satu upaya mengidentifikasi kesesuaian lahan yang efisien dan terkendali diperlukan instrumen yang mampu menjembatani hal tersebut yakni menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan sebuah alat bantu baik sebagai tools maupun bahan tutorial utama. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan, serta analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang ditawarkan melalui analisis geografis gambar-gambar peta (Prahasta, 2002). Kemampuan tersebut membuat sistem informasi dalam SIG berbeda dengan sistem informasi pada umumnya dan membuatnya berharga dalam penentuan kebijakan untuk memberikan penjelasan tentang suatu peristiwa, membuat peramalan kejadian, dan perencanaan strategis lainnya.

3 Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berkembang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya keberadaan jalur transportasi utama Semarang-Solo-Yogyakarta, rencana pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo, dan keberadaan beberapa kawasan industri besar. Beberapa faktor tersebut mengakibatkan perubahan bagi wilayah sekitarnya. Beberapa wilayah yang dilewati jaringan transportasi dan menjadi lokasi keberadaan kawasan industri, mengalami perubahan serta secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan Kabupaten Semarang yang ditunjukkan dengan adanya beberapa perubahan fisik. Salah satu perubahan yang dimaksud adalah perubahan guna lahan disekitar jaringan transportasi dan sekitar kawasan industri baik dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun maupun dari lahan terbangun non permukiman menjadi lahan terbangun permukiman. Selain itu, kedekatan dengan Kota Semarang dan bahkan dapat dikatakan sebagian wilayah dari Kabupaten Semarang menjadi daerah pinggiran (hinterland) 1 bagi Kota Semarang, menjadikan Kabupaten Semarang berkembang pesat. Sebagian para pekerja di Kota Semarang memilih untuk bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Semarang karena lahan di wilayah ini relatif masih murah terutama pada daerah yang masih bercirikan perdesaan. Perubahan guna lahan terbangun di wilayah Kabupaten Semarang akan mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan lahan permukiman yang tidak semuanya dapat ditampung oleh lahan yang tersedia. Kawasan-kawasan permukiman tumbuh dan berkembang merata di seluruh di Kabupaten Semarang secara sporadis. Pada beberapa lokasi akan membentuk kantong-kantong permukiman, yang sebagian berada pada lahan yang tidak sesuai untuk kawasan permukiman. Hal ini mengingat bahwa wilayah studi sebagian bertopografi tidak datar karena dekat dengan daerah pegunungan. Persebaran kawasan-kawasan permukiman di wilayah studi tersebut tidak semuanya berada pada lahan yang sesuai untuk permukiman. Keberadaan kawasan permukiman pada lahan yang tidak sesuai dan dengan adanya jalan tol dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, tentu saja dapat menimbulkan permasalahan dalam jangka panjang maupun pendek. Terkait dengan hal di atas, maka analisis kesesuaian lahan pemukiman sebagai sebuah proses penggambaran tingkat kesesuaian lahan untuk kegiatan pemukiman sangat penting dilakukan. Tingkat kesesuaian lahan pemukiman dapat memberikan informasi dalam memprediksi tindakan apa yang diperlukan serta konsekuensinya apabila lahan tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan pemukiman baru. Oleh karena itulah perkembangan penggunaan lahan terutama permukiman sepanjang jaringan transportasi di Kabupaten Semarang perlu dikaji tingkat kesesuaian lahannya, agar perkembangan lahan permukiman dimasa mendatang lebih terarah dan dampak negatif yang dari pergeseran dan perubahan guna lahan dapat diminimalisasi 1 Istilah untuk daerah pinggiran suatu kota yang bercirikan pedesaan (rural)