Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MAN 2 MODEL PALU

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

ABSTRAK GAMBARAN KECUKUPAN KONSUMSI MAKANAN PADA SISWI SMP NEGERI 19 KOTA MAKASSAR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Cross Sectional dimana pengukuran variabel bebas dan variabel terikat

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

Jurnal Kesehatan Masyarakat

LAMA HAID DAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI. Menstruation Duration And Female Adolescent Anemia Occurance

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan. Terdapat sebanyak 3-5 gram besi dalam tubuh manusia dewasa

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

KAJIAN ANEMIA PADA SISWI SMA DI KABUPATEN SEMARANG

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

WAHANA INOVASI VOLUME 3 No.2 JULI-DES 2014 ISSN :

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : Endar Wahyu Choiriyah J PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI. Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL ANEMIA PENERIMA SUPLEMEN ZAT GIZI DI KABUPATEN BARRU

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN ANTARA BIOAVAILABILITAS INTAKE ZAT BESI DENGAN STATUS ANEMIA REMAJA DI YOGYAKARTA DAN PADANG SAIDA BATTY

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal. umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

GAMBARAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI YANG MENGKONSUMSI TABLET TAMBAH DARAH (FE)

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

PENDAHULUAN Latar Belakang

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S.

Kontribusi Pangan : Lauk Hewani Lauk Nabati Sayuran TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA AL HIKMAH 2 BENDA SIRAMPOG BREBES

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA WANITA VEGETARIAN USIA TAHUN DI VIHARA SEMESTA MAITREYA KOTA SEMARANG

Transkripsi:

Pendahuluan Masa remaja merupakan periode dimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan, dimana pertumbuhan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan periode kehidupan lainnya kecuali periode tahun pertama kehidupan seseorang. Periode ini membutuhkan asupan energi dan zat gizi yang optimal (Htet, M. K et al, 2013). Berdasarkan usia remaja dibagi menjadi tiga periode yaitu remaja awal pada usia 10-13 tahun, remaja pertengahan pada usia 14-16 tahun, dan remaja akhir pada usia 17-20 tahun. Puncak pertumbuhan remaja putri terjadi pada usia 12 tahun, sedangkan remaja putra terjadi pada usia 14 tahun (Indartanti, D, et al, 2014). Remaja putri dianggap memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kejadian kekurangan zat besi. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses pertumbuhan fisik yang cepat dan kehilangan zat besi (Fe) melalui menstruasi setiap bulannya (Alaofè, H et al, 2008). Usia 12 14 tahun termasuk dalam masa peralihan dari remaja awal ke remaja akhir yang merupakan masa pencarian identitas dan remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Kecemasan akan bentuk tubuh membuat remaja sengaja tidak makan atau memilih makan di luar. Kebiasaan tersebut dapat mengakibatkan remaja mengalami kerawanan pangan yang berhubungan dengan asupan zat gizi yang rendah dan dapat berisiko pada kesehatannya salah satunya termasuk anemia (Indartanti, D, et al, 2014). Penentuan status besi individual atau populasi dapat dinilai dengan mengukur jumlah besi dalam setiap kompartemen besi tubuh. Salah satu penilaian status besi yang sering digunakan yaitu dengan cara mengukur kadar hemoglobin di dalam tubuh (Macphail, P, 2014). Hemoglobin adalah senyawa protein yang berfungsi untuk membawa oksigen pada sel-sel darah merah di dalam tubuh (Fomovska, A et al, 2008). Kandungan hemoglobin yang rendah dapat mengindikasikan anemia. Anemia adalah suatu kondisi secara karakteristik terjadinya penurunan konsentrasi dari hemoglobin di dalam darah. Hemoglobin dibutuhkan untuk membawa oksigen ke dalam jaringan dan organ di dalam tubuh. Penurunan ketersediaan oksigen di dalam jaringan

dan organ terjadi ketika tingkat hemoglobin yang rendah sehingga menyebabkan timbulnya beberapa gejala terjadi pada seseorang yang menderita anemia (Kariyeva, G.K et al, 2011). Status zat besi didalam tubuh manusia tergantung pada penyerapan zat besi tersebut. Di antaranya yang dapat meningkatkan penyerapan besi atau enhancer dari sumber vitamin C. Absorpsi besi dalam bentuk non heme meningkat 4x lipat bila ada vitamin C yang berperan memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati (Syatriani, S & Aryani, A, 2010). Zat yang dapat menghambat penyerapan besi atau inhibitor antara lain adalah kafein, tanin, oksalat, fitat, yang terdapat dalam produk-produk kacang kedelai, teh, dan kopi. Kopi dan teh yang mengandung tanin dan oksalat merupakan bahan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Faktor diet lainnya yang membatasi tersedianya zat besi adalah fitat, sebuah zat yang ditemukan dalam gandum (Masthalina, H, et al, 2015). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21.7% diantaranya pada daerah perkotaan sebesar 20.6% dan di pedesaan sebesar 22.8% dan menurut jenis kelamin pada laki-laki sebesar 18.4% sedangkan pada perempuan sebesar 23.9%. Menurut Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2007, prevalensi anemia di DKI Jakarta yaitu pada laki-laki 14.6% sedangkan pada perempuan 27.6%. Melihat dampak anemia dan tingginya prevalensi pada remaja putri penelitian terkait konsumsi protein, zat besi, vitamin C, serat, tanin dan kadar hemoglobin pada remaja putri penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan konsumsi protein, zat besi, vitamin C, serat, tanin dan kadar hemoglobin pada remaja putri kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta tahun 2016. Metode Penelitian ini dilakukan pada remaja putri usia kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta pada tanggal 22 februari 2016 3 maret 2016 dengan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta sebanyak 289 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini

sebesar 88 orang yang dipilih secara proportionate stratified random sampling dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian. Pada penelitian ini subyek terdiri dari kelas VII A hingga VIII H. Variabel dependen adalah Kadar hemoglobin remaja putri. Variabel independen adalah konsumsi protein, zat besi, vitamin C, serat dan tanin pada remaja putri. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data karakteristik sampel (nama, umur, kelas) dengan bantuan form identitas. Data tentang konsumsi protein, zat besi, vitamin C dan serat diperoleh dengan wawancara dengan bantuan formulir food recall dan food model. Data konsumsi tanin diperoleh dengan bantuan formulir Food Frequency (FFQ) dalam rentang waktu 1 bulan, kemudian hasilnya dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu sering ( 1x/hari s/d 1-6x/minggu) dan tidak sering ( 1x/bulan atau tidak pernah). Data tentang kadar hemoglobin dikumpulkan dengan cara pemeriksaaan hemoglobin dengan metode Hemocue. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan program komputer. Analisis univariat dilakukan untuk mengidentifikasi usia sampel, kadar hemoglobin, konsumsi protein, zat besi, vitamin C, serat dan tanin. Analisis bivariat dengan uji korelasi untuk mengetahui hubungan konsumsi protein, zat besi, vitamin C dan serat dengan kadar hemoglobin. Uji t-independent untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin berdasarkan konsumsi tanin pada remaja putri usia kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta Tahun 2016. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan tabel 1 diketahui karakteristik sampel berdasarkan umur, sebagian besar sampel berumur 13 tahun sebanyak 44 orang (50%), sampel berumur 14 tahun sebanyak 31 orang (35,2%) dan sampel berumur 12 tahun sebanyak 13 orang (14,8%). Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel Karakteristik n (%) Umur 12 tahun 13 14.8 13 tahun 44 50 14 tahun 31 35.2 Konsumsi tanin Sering Tidak sering 53 35 60.2 39.8

Berdasarkan pembagian usia remaja, responden termasuk kepada tahap remaja awal dan pertengahan. Pada tahap ini remaja mengalami sejumlah perubahan yaitu berupa perubahan biologis, kognitif, dan emosional. Dimana masa ini adalah masa yang lebih banyak membutuhkan asupan zat gizi yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Indartanti, D, et al, 2014). Dari 88 responden yang sering konsumsi tanin sebanyak 53 orang (60.2%) sedangkan yang tidak sering konsumsi tanin sebanyak 35 orang (39.8%). Hal ini dapat terlihat dari recall yang dilakukan dimana responden mengkonsumsi minuman yang banyak mengandung tanin seperti pada teh dan kopi 2-3 x perhari. Hampir pada seluruh responden mengkonsumsi minumuan teh dibarengi dengan makanan dan juga konsumsi sehabis makan. Hal ini sangat berpengaruh pada kadar hemoglobin seseorang dimana pada saat pengukuran kadar hemoglobin responden rata-rata memiliki kadar hemoglobin 11.78 g/dl dan nilai ini berada dibawah standar nilai normal berdasarkan WHO ( 12 g/dl). Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin, Konsumsi Protein, Zat Besi, Vitamin C dan Serat Variabel Mean ± SD Kadar hemoglobin 11.78±1.55 Konsumsi protein (g) 32.11±11.68 Konsumsi zat besi (mg) 3.89±1.75 Konsumsi vitamin C 14.17±12.84 (mg) Konsumsi serat (g) 4.03±1.62 Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 88 remaja putri 12-14 tahun, rata-rata kadar hemoglobin sebesar 11.78±1.55 g/dl dengan kadar hemoglobin terendah yaitu 8.3 g/dl dan tertinggi yaitu 15.6 g/dl. Rata-rata konsumsi protein yaitu sebesar 32.11±11.68 g dimana dengan konsumsi terendah yaitu 10.7 g dan tertinggi yaitu 66.4 g. Rata-rata konsumsi zat besi remaja putri 12-14 tahun sebesar 3.89±1.76 mg dimana dengan konsumsi terendah yaitu 1 mg dan tertinggi yaitu 9.3 mg. Rata-rata konsumsi Vitamin C sebesar 14.17±12.84 mg dimana dengan konsumsi terendah yaitu 0.3 mg dan tertinggi yaitu 49.9 mg. Rata-rata konsumsi serat yaitu sebesar 4.03±1.62 g dengan konsumsi terendah yaitu 0.8 g dan tertinggi yaitu 8.1 g.

Tabel 3. Hubungan Konsumsi Protein, Zat Besi, Vitamin C, Serat dengan Kadar Hemoglobin Variabel Koefisien korelasi (r) Konsumsi protein 0.143 0.185 Konsumsi zat besi 0.135 0.211 Konsumsi vitamin C 0.218 0.042 Konsumsi serat 0.083 0.442 p-value Hasil analisis hubungan antara konsumsi protein dengan kadar hemoglobin tidak ada hubungan yang signifikan (p=0.185), dengan nilai koefisien korelasi dengan nilai r= 0.143 yang artinya variabel konsumsi protein dan kadar hemoglobin mempunyai kekuatan hubungan yang lemah. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia Rahmi (2014), bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kadar hemoglobin pada remaja putri SMA Negeri 1 Banda Aceh (p = 1.000). Hal ini mungkin bisa terjadi karena konsumsi protein yang kurang, dimana dari hasil recall didapatkan responden lebih sering mengkonsumsi jenis protein sumber nabati seperti tahu dan tempe, porsi tempe yang dikonsumsi responden yaitu rata-rata 15-50 gram/porsi dan tahu rata-rata 50 gram/porsi dimana responden mengkonsumsinya 2-3 x perhari, protein hewani yang sering dikonsumsi responden rata-rata ayam 25 gram/porsi, telur ayam 50 gram/porsi 2-3 x perhari. Berdasarkan satu satuan penukar, seharusnya tahu dikonsumsi 100 gram/porsi, tempe 50 gram/porsi dan protein hewani seperti daging ayam 50 gram/porsi dan telur ayam 60 gram/porsi. Hasil analisis hubungan antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin tidak ada hubungan yang signifikan (p=0.211), dengan nilai koefisien korelasi dengan nilai r= 0.135 yang artinya variabel konsumsi zat besi dan kadar hemoglobin mempunyai kekuatan hubungan yang lemah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aulia Rahmi (2014), bahwa tidak ada hubungan konsumsi zat besi terhadap anemia pada remaja putri (p = 1.313). Hal ini dapat disebabkan karena dari hasil recall responden lebih sering mengkonsumsi zat besi jenis non-heme seperti tahu dan tempe sedangkan untuk jenis heme seperti daging ayam, telur dan ikan segar porsi yang responden konsumsi kurang dari satu satuan penukar yang dianjurkan per porsi nya. Dari hasil recall disimpulkan bahwa responden

mengkonsumsi protein dan zat besi kurang dari AKG. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa protein harus dalam jumlah yang mencukupi agar sintesis hemoglobin berjalan dengan baik karena protein memiliki peran yang penting pada absorbsi dan transportasi besi. Sebaliknya, jika protein cukup tetapi besi dalam tubuh tidak memadai maka protein juga tidak akan berperan sebagaimana mestinya (Anderson dalam Masthalina, H et al, 2015). Hasil analisis hubungan antara konsumsi vitamin C dengan kadar hemoglobin ada hubungan yang signifikan (p=0.042), dengan nilai koefisien korelasi dengan nilai r= 0.218 yang artinya variabel konsumsi vitamin C dan kadar hemoglobin mempunyai kekuatan hubungan yang lemah. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cook dan Monsen (1977) dalam Hallberg & Hulthén (2000) bahwa penambahan asam askorbat 100 mg dengan formula cair semisintetik meningkatkan penyerapan zat besi 4,14 kali, sedangkan penambahan jumlah yang sama yaitu asam askorbat terhadap makanan standar seperti makanan yang mengandung daging, kentang, dan susu meningkat penyerapan zat besi hanya 67%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Cook J.D et al, dalam Ridwan E, 2012 bahwa penelitian di India menunjukkan bahwa terjadi peningkatan Hb yang nyata setelah diberi 200 mg vitamin C selama 60 hari pada anak penderita anemia yang konsumsi pangan nabatinya rendah vitamin C dan zat besi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradanti, C.M et al, 2015 bahwa ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin (p=0,000). Hal ini disebabkan karena beberapa responden mengkonsumsi buah yang mengandung vitamin C sehabis makan, buah yang sering dikonsumsi yaitu jambu biji, semangka dan belimbing. Hasil analisis hubungan antara konsumsi serat dengan kadar hemoglobin tidak ada hubungan yang signifikan (p=0.442), dengan nilai koefisien korelasi dengan nilai r= 0.083 yang artinya variabel konsumsi serat dan kadar hemoglobin mempunyai kekuatan hubungan yang lemah. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Aulia Rahmi (2014), bahwa tidak ada hubungan konsumsi serat terhadap anemia pada remaja putri (p =0.296). Hal ini dapat disebabkan rata-rata responden mengkonsumsi serat kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan (12.21%). Adapun jenis dan porsi sayuran yang sering dikonsumsi responden seperti bayam 30 g/porsi, buncis 50 g/porsi, kangkung 30 g/porsi, kacang panjang 20 g/porsi, wortel 20 g/porsi, dan sawi 15 g/porsi. Rendahnya konsumsi serat dari AKG tidak akan mempengaruhi ketersedian mineral khususnya zat besi di dalam tubuh karena yang mempengaruhi ketersediaan zat besi di dalam tubuh bila kita mengkonsumsi zat besi tinggi melebihi AKG. Hal ini dukung oleh teori yang mengatakan bahwa diet tinggi serat pangan juga mempunyai efek negatif bagi kesehatan yaitu menurunkan ketersediaan mineral. Pengikatan mineral zat besi oleh serat pangan merupakan penyebab utama penurunan absorpsi mineral zat besi sehingga dapat berdampak pada proses pembentukan hemoglobin dalam darah (Rahmi, A, 2014). Tabel 4. Perbedaan Kadar Hemoglobin Berdasarkan Konsumsi Tanin Konsumsi Tanin N Mean SD p-value Sering 53 11.03 1.19 0.00 Tidak 35 12.91 1.32 sering Hasil uji t-independent menunjukkan ada perbedaan kadar hemoglobin berdasarkan konsumsi tanin p = 0.000 (p>0.05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh hubungan antara asupan teh dengan zat besi sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyarno & Anggraeni, T, 2012 bahwa ada hubungan antara konsumsi teh dengan kadar hemoglobin (p=0,035). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Thankachan et al, (2008) bahwa pada wanita yang mengkonsumsi teh 1-2 cangkir sehari menurunkan absorbsi besi, baik pada wanita dengan anemia ataupun tidak. Konsumsi 1 cangkir teh sehari dapat menurunkan absorbsi Fe sebanyak 49% pada penderita anemia defisiensi besi, sedangkan konsumsi 2 cangkir teh sehari menurunkan absorbasi Fe sebesar 67% pada penderita anemia defisiensi Fe dan 66% pada kelompok kontrol. Teh yang dikonsumsi setelah makan hingga

1 jam akan mengurangi daya serap sel darah merah terhadap zat besi sebesar 64% maka dari itu dianjurkan untuk mengkonsumsi teh 2 jam setelah makan. Teh minuman yang mengandung tanin yang dapat menurunkan penyerapan besi non heme dengan membentuk ikatan komplek yang tidak dapat diserap (Temme & Van Hoydonck, 2002). Hal ini disebabkan karena responden sering mengkonsumsi teh, kopi dan coklat sehabis makan, bahkan ada responden yang mengkonsumsinya lebih dari 2x sehari. Pada saat sarapan pagi responden sering minum teh hangat, pada saat jam istirahat disekolah responden minum teh dingin, dan minuman-minuman lain yang bahan dasarnya berasal dari kopi dan coklat. Kesimpulan dan Saran Tidak ada hubungan konsumsi protein, zat besi, serat dengan kadar hemoglobin pada remaja putri kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta tahun 2016. Ada hubungan konsumsi vitamin C dengan kadar hemoglobin pada remaja putri kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta Tahun 2016. Ada perbedaan kadar hemoglobin berdasarkan konsumsi tanin pada remaja putri kelas 1-2 SMP Negeri 191 Jakarta. Diharapkan adanya pengadaan kegiatan intervensi seperti penyuluhan gizi kepada petugas gizi puskesmas Duri Kepa untuk memberi penyuluhan mengenai kadar hemoglobin dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terjadinya anemia pada remaja putrid usia 12-14 tahun. Pengumpulan data untuk menilai konsumsi zat gizi mikro disarankan untuk menggunakan formulir semi-quantitatif food frequency (SQ- FFQ) pada penelitian selanjutnya. Daftar Pustaka Alaofè, H et al. 2008. Iron Status of Adolescent Girls from two Boarding Schools in Southern Benin (Public Health Nutrition). artement de Nutrition et SciencesAlimentaires, niversit d Abomy alavi nin. doi:10.1017/s1368980008001833 Fomovska, A et al. 2008. Blood Spot Measurement of Hemoglobin in Wave I of the National Life Health & Aging Project. University of Chicago. Diakses 17 september 2015. Hallberg, L., & Hulthén, L. 2000. Prediction of dietary iron absorption: an algorithm for calculating absorption and bioavailability of dietary iron. The American Journal of Clinical Nutrition, 71(5), 1147 60. Retrieved from http://ajcn.

nutrition.org/content/71/5/1147.lon g. Di akses 24 november 2015. Htet, M. K et al. I. 2013. The influence of vitamin A status on irondeficiency anaemia in anaemic adolescent schoolgirls in Myanmar. Public Health Nutrition, 17(10), 1 8. http://doi.org/10.1017/s13689800 13002723. Diakses 23 november 2015. Indartanti, D, et al. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Usia 12-14 Tahun. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 33-39. Diakses 9 november 2011. Kariyeva, G. K et al. 2000. Turkmenistan Demographic and Health Survey.Ministry of Health and Medical Industry, Gurban sultan Eje Clinical Research Center for Maternal and Child Health. Volume 12, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 141-147. Diakses 9 desember 2015. Macphail, P. 2014. Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 4 / Essential of Human Nutrition. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Masthalina, H, et al. 2015. Pola Konsumsi (Faktor Inhibitor Dan Enhancer Fe) Terhadap Status Anemia Remaja Putri. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Mataram, Volume 11, Nomor 01, Tahun 2015, Halaman 80-86. http://dx.doi.org/10.15294/.kemas. v11i1.3516. ISSN 1858-1196. Diakses 8 november 2015. Pradanti, C.M., Wulandari & Sulistya, H. 2015. Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin pada Siswi Kelas VIII SMP Negeri 3 Brebes. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015. Rahmi, A. 2014. Hubungan Konsumsi Protein, Vitamin C, Dan Serat Terhadap Anemia Pada Remaja Putri Kelas II SMA Negeri 1 Banda Aceh (karya tulis ilmiah). Poltekkes Aceh Prodi D III Gizi, Banda Aceh. Ridwan, E. (2012). Kajian Interaksi Zat Besi dengan Zat Gizi Mikro Lain dalam Suplementasi (Review of Interactions Between Iron and Other Micronutrients in Supplementation). The Journal of Nutrition and Food Research, Badan Litbangkes,Bogor. Penel Gizi Makan. Volume 35, Nomor 01, Tahun 2012, Halaman 49-54. Setiyarno & Anggraeni, T. 2012. Hubungan Konsumsi Teh dengan Kadar Hemoglobin di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012. Syatriani, S & Aryani, A. (2010). Konsumsi Makanan dan Kejadian Anemia pada Siswi Salah Satu SMP di Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Makassar, Volume 4, Nomor 6, Tahun 2010. Diakses 17 november 2015. Temme, E. H., & Van Hoydonck, P. G. 2002. Tea consumption and iron status. European Journal of Clinical Nutrition, 56(5), 379

386. http://doi.org/ 10. 1038/sj.ejcn.1601309 Thankachan, P et al. (2008). Iron absorption in young Indian women: The interaction of iron status with the influence of tea and ascorbic acid1-3. American Journal of Clinical Nutrition, 87(4), 881 886.