III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Perlak uan Uji Persiapan Alat dan Bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

III. BAHAN DAN METODE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

TEKNOLOGI PRODUKSI Spirulina fusiformis SECARA INTENSIF DENGAN PENCAHAYAAN MONOSPEKTRUM AHMAD FAUZAN

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

PRODUKSI Spirulina sp. YANG DIKULTUR DENGAN PERLAKUAN MANIPULASI FOTOPERIOD

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

Pertumbuhan dan kandungan nutrisi Spirulina sp. pada fotoperiode yang berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian intensitas cahaya yang berbeda terhadap pertumbuhan Scenedesmus sp.

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pesatnya perkembangan industri di berbagai daerah di tanah air

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

SNTMUT ISBN:

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FOTOSINTESIS. Pengertian Fotosintesis

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab.

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ganggang Mikro

EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ikan di dalam air. Lemak mengandung asam-asam lemak yang berfungsi sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis.

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

METABOLISME 2. Respirasi Sel Fotosintesis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

BAB I PENDAHULUAN. rokok.penemuan olahan tembakau sebagai bahan rokok berawal dari bangsa Eropa. banyak dikenal sebagai bahan pembuatan rokok.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

PERTUMBUHAN Spirulina platensis YANG DIKULTUR DENGAN PUPUK INORGANIK (Urea, TSP dan ZA) DAN KOTORAN AYAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

STUDI KEMAMPUAN SPIRULINA SP. UNTUK MENURUNKAN KADAR NITROGEN DAN FOSFAT DALAM AIR BOEZEM PADA SISTEM HIGH RATE ALGAL REACTOR (HRAR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran air dimana suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat pada perlakuan cahaya merah (p<0,05) (Gambar 1). Kepadatan puncak perlakuan tersebut terjadi pada hari ke-18 kultivasi sebesar 14,83 x 10 4 sel/ml. Kepadatan puncak pada perlakuan biru-merah, ko ntrol da n biru juga terjadi saat 18 hari kultivasi dengan masing-masing jumlah kepadatan 8,67 x 10 4 sel/ml; 6,67 x 10 4 sel/ml dan 3,89 x 10 4 sel/ml. Gambar 1. Kepadatan sel Spirulina fusiformis selama kultivasi dengan perlakua n cahaya putih ( P), cahaya biru ( B), cahaya merah ( M) dan cahaya biru merah ( BM). Gambar 2. Kepadatan sel Spirulina fusiformis pada saat puncak populasi dengan perlakuan cahaya putih ( P), cahaya biru ( B), cahaya merah ( M) dan cahaya biru merah ( BM).

Selanjutnya, pengaruh perlakuan terhadap pencapaian kepadatan populasi maksimal dianalisis melalui kepadatan sel pada saat puncak populasi yaitu hari ke-18 masa kultivasi. Gambar 2 menunjukkan bahwa populasi pada perlakuan merah memiliki kepadatan sel tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol, biru dan biru-merah. Hal tersebut bahwa perlakuan cahaya merah dan biru memberikan pengaruh yang nyata terhadap puncak kepadatan populasi (p<0,05). Akan tetapi, perlakuan cahaya putih tidak berbeda nyata dengan biru-merah. 3.1.2 Biomassa Biomassa merupakan bobot populasi spirulina yang ditimbang dalam keadaan kering. Hasil biomassa S. fusiformis selama 23 hari kultivasi dapat dilihat dari Gambar 3 yang menunjukkan hasil fluktuatif. Bobot kering tertinggi diperoleh pada perlakuan merah dengan biomassa sebanyak 5,075 mg/ml pada hari ke-18 kultivasi. Kemudian dilanjutkan dengan biomassa tertinggi hingga terenda h yaitu perlakua n biru-merah sebanyak 3,625 mg/ml, perlakuan kontrol sebanyak 2,303 mg/ml dan perlakuan biru 1,453 mg/ml pada hari ke-18 kultivasi. Gambar 3. Biomassa Spirulina fusiformis kultivasi dengan perlakuan cahaya putih ( P), cahaya biru ( B), cahaya merah ( M) dan cahaya biru merah ( BM). 11

Selain itu, terdapat hubungan antara kepadatan dan bobot kering. Semakin bertambahnya kepadatan sel maka berkecenderungan semakin bertambah pula bobot kering dari S. fusiformis. Hubungan tersebut terlihat dari garis linear yang terbentuk setiap perlakuan (Gambar 4). Setiap garis linear perlakuan memiliki nilai regresi yang berbeda. Nilai regresi tertinggi terjadi pada perlakuan cahaya merah sebesar 0,956. Semakin besar nilai regresi, maka semakin besar pula hubungan antara kepadatan sel dengan nilai bobot keringnya. Gambar 4. Hubungan antara kepadatan dan biomassa Spirulina fusiformis pada perlakuan cahaya putih ( P), cahaya biru ( B), cahaya merah ( M) da n cahaya biru merah ( BM). 3.1.3 Laju Pertumbuhan Spesifik Laju pertumbuhan spesifik (LPS) merupakan parameter yang menggambarkan pertambahan sel S. fusiformis per satuan waktu. Hasil LPS selama masa kultivasi selama 23 hari mengalami penurunan pada semua perlakuan pencahayaan (Gambar 5). Akan tetapi, nilai LPS pada perlakuan merah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan biru-merah, ko ntrol dan biru. 12

Gambar 5. Laju pertumbuhan spesifik Spirulina fusiformis dengan perlakuan cahaya put ih ( P), cahaya biru ( B), caha ya merah ( M) da n cahaya biru merah ( BM). 3.1.4 Waktu Penggandaan Waktu penggandaan didefinisikan sebagai lama waktu yang dibutuhkan sel untuk menggandakan populasi. Waktu penggandaan pada semua perlakuan terhadap kultur S. fusiformis selama 23 hari kultivasi dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa waktu penggandaan relatif terus bertambah lama seiring bertambahnya masa kultivasi hingga tidak adanya lagi penggandaan pada populasi kultur tersebut. Gambar 6. Waktu penggandaan Spirulina fusiformis de ngan perlakuan cahaya putih ( P), cahaya biru ( B), cahaya merah ( M) dan cahaya biru merah ( BM). 3.1.5 Analisis Proksimat Kandungan nutrisi dari Spirulina diukur melalui analisis proksimat setelah pe manenan yaitu pada hari ke-23 kultivasi. Berdasarkan Tabel 1, protein pada 13

perlakuan merah menghasilkan nilai sebesar 65,77 % yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jika ditinjau dari kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu dengan penggunaan pencahayaan lampu putih yang umum digunakan. Nilai lemak tersebut sebesar 6,63% yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain itu, jika ditinjau dari segi nilai serat dari masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan merah menghasilkan nilai serat yang paling rendah. Tabel 1. Hasil analisis proksimat Spirulina fusiformis Jenis nutrisi Nilai nutrisi pada perlakuan pencahayaan (% per bobot kering) Putih Biru Merah Biru-Merah Protein 55,78 58,31 65,77 56,05 Lemak 6,63 5,00 4,94 3,78 Karbohidrat 6,91 7,01 3,60 16,48 Mineral 16,00 12,99 8,91 9,61 Serat 14,68 16,98 8,53 15,62 3.1.6 Analisis Klorofil Tabel 2 menunjukkan ba hwa kadar klorofil relatif lebih tinggi pada perlakuan merah sebesar 1,605 mg/l daripada perlakuan kontrol, biru-merah dan biru memiliki nilai yang lebih rendah. Tabel 2. Analisis klorofil Spirulina fusiformis Perlakuan Kadar (mg/l) Kontrol 0,987 Biru 0,356 Merah 1,605 Biru-Merah 0,935 3.1.7 Kualitas Air Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kandungan nitrat, DO dan ph selama perlakuan. Akan tetapi berbeda dengan kandungan nitrit yang terjadi penurunan dari 0,45 mg/l menjadi 0.06 mg/l hingga 0,27 mg/l. Parameter kualitas air yang memiliki nilai fluktuatif antar perlakuan adalah TAN, fosfat dan suhu. 14

Tabel 3. N ilai parameter kualitas air selama kultivasi Spirulina fusiformis Parameter/ Perlakuan Satuan K B M BM Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Nitra t mg/l 0,91 2,06 0,91 1,91 0,91 3,00 0,91 1,91 Nitrit mg/l 0,45 0,06 0,45 0,08 0,45 0,21 0,45 0,27 TAN mg/l 0,26 0,19 0,26 0,26 0,26 0,49 0,26 0,40 Fosfa t mg/l 0,59 0,49 0,59 1,01 0,59 0,53 0,59 0,38 DO mg/l 6,40 7,20 6,40 7,30 6,33 7,40 6,10 7,30 Suhu 0C 27,10 26,97 27,57 27,17 27,80 27,17 28,77 27,07 ph - 9,63 10,31 9,63 10,31 9,63 10,30 9,63 10,31 3.2 Pembahasan Ditinjau dari parameter kepadatan sel Spirulina fusiformis (Gambar 1), diketahui bahwa semua perlakuan menunjukkan adanya pertambahan kepadatan. Perlakuan pe ncahayaan TL merah 1500 lux menunjukkan populasi tertinggi pada hari ke-18 kultivasi dengan kepadatan 14,83 x 10 4 sel/ml. Sementara, untuk perlakuan pe ncaha yaan TL biru-merah, pe ncahayaan TL putih da n pe ncahayaan dengan TL biru 1500 lux menunjukkan populasi masing-masing sebesar 8,67 x 10 4 sel/ml; 6,67 x 10 4 sel/ml dan 3,83 x 10 4 sel/ml pada hari ke-18 kultivasi. Park dan Lee (2000) menjelaskan bahwa alga menyerap semua cahaya yang diterima walaupun tidak semua foton dapat dimanfaatkan. Selanjutkan Campbe ll et al. (2002) mengungkapkan bahwa spektrum cahaya yang paling efektif diserap oleh klorofil sebagai sumber energi dalam reaksi terang adalah spektrum merah dan biru. Penggunaan cahaya merah selama kultur menampilkan hasil pertumbuhan yang berbeda nyata dengan perlakuan pencahayaan lainnya serta kepadatan populasi puncak tertinggi (Gambar 2). Hal tersebut menjelaskan bahwa cahaya merah lebih dimanfaatkan oleh klorofil spirulina dalam proses fotosintesis. Sebaliknya, perlakuan cahaya biru tidak menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik. Berdasarkan Gonvindjee dan Barbara (1974) dalam Pambudi (2001) menerangkan bahwa warna merah diserap sangat kuat oleh alga untuk melakukan proses fotosintesis. Selama kultivasi dapat terlihat beberapa fase pertumbuhan dari S.fusiformis yang meliputi fase lag, fase eksponensial atau logaritma dan fase deklinasi atau fase kematian. Fase lag pada perlakuan pencahayaan relatif singkat dibandingka n de ngan perlakuan lainnya sekitar 5 hari. Menurut Fogg (1975), fase 15

ini terjadi pelambatan dalam pertumbuhan alga karena energi yang dimiliki dipusatkan untuk penyesuaian diri terhadap media kultur yang baru dan untuk pemeliharaan sehingga sebagian kecil atau tidak ada energi yang digunakan dalam pertumbuhan. Di samping itu, fakta yang membuktikan bahwa spektrum merah lebih efektif diserap dibanding dengan spektrum lain mengakibatkan energi yang produksi untuk beradaptasipun lebih banyak (Gonvindjee dan Barbara, 1974 dalam Pambudi, 2001). Setelah fase lag berakhir, maka pertumbuhan alga memasuki fase eksponensial atau fase logaritma yaitu fase pertumbuhan yang terjadi peningkatan jumlah sel secara cepat (Fogg, 1975). S. fusiformis yang dikultur menggunakan cahaya merah mengalami fase tersebut dari hari ke-5 hingga hari ke-18 masa kultivasi. Berbeda dengan perlakuan biru-merah dan kontrol yang mengalami fase eksponensial pada hari ke-8 hingga ke-18 masa kultivasi, sedangkan untuk perlakuan cahaya biru tidak menunjukkan fase eksponensial. Pertumbuhan yang terjadi pada perlakuan tersebut cenderung meningkat secara perlahan. Hal ini dikarenakan cahaya yang terpapar pada S. fusiformis yang dikultur tidak dikonversi menjadi senyawa kimiawi atau energi untuk mereka tumbuh. Cahaya tersebut lebih cenderung dipantulkan dibandingkan untuk diserap oleh klorofil. Menurut Campbell et al. (2002) klorofil akan mengkonversi cahaya yang memaparkannya menjadi energi, jika cahaya tersebut diserapnya. Kualitas cahaya juga akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis, pertumbuhan, perkembangan dan morfogenesis alga (Korbee, 2005). Selama fase eksponensial berlangsung terjadi peristiwa yang disebut doubling time atau waktu terjadinya peningkatan populasi atau generasi sel baru dua kali lipatnya secara cepat (Lee dan Shen, 2004). Selama peristiwa tersebut terjadi pembelahan yang serempak pada sel S. fusiformis. Sel-sel mati ya ng disebut nikr idia aka n putus de ngan segera, ke mudian trichoma akan terfragmentasi menjadi koloni sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonium. Setelah itu memisahkan diri da ri filament induknya untuk menjadi sel trachoma baru (Ciferri, 1983; Ali dan Saleh, 2012). Dengan demikian, ketika semua sel pada populasi tersebut bersamaan pada fase pembelahan dan didukung 16

dengan energi cahaya serta zat hara yang cukup, maka terjadilah peristiwa yang disebut doubling time. Setelah berakhirnya fase puncak, populasi S. fusiformis yang dikultur pada semua perlakuan langsung mengalami fase kematian. Fase ini terjadi pada hari yang sama yaitu hari ke-18 kultivasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya fase tersebut diantaranya adalah habisnya nutrisi dalam media dan energi cadangan di dalam sel, jenis mikroalga (Fogg, 1975), suplai cahaya yang be rkurang, umur sel yang suda h tua, ko ndisi lingk ungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhan dan kontaminasi oleh mikroorganisme lain (Becker, 1994 dalam Winarti 2003). Grafik biomassa menunjukkan bahwa bobot kering spirulina yang dikultivasi selama 23 hari terjadi peningkatan pada awal kultivasi hingga hari ke- 18, serta langsung terjadi penurunan hingga akhir kultivasi. Hal ini berkorelasi positif dengan kepadatan sel, yaitu turunnya kepadatan mengakibatkan penurunan biomassa. Pernyataan tersebut diperkuat dengan Gambar 4 yang menjelaskan bahwa adanya korelasi positif antara biomassa dan kepadatan sel dengan nilai R 2 sama dengan 90 persen. Oleh karena itu, dengan persamaan tersebut kita dapat memprediksi biomassa pada suatu kepadatan sel tertentu ataupun sebaliknya. Laju pertumbuhan spesifik spirulina cenderung terus mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan daya dukung media untuk hidup semakin berkurang seiiring bertambahnya waktu kultivasi. Faktor yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik adalah kandungan unsur hara yang terdapat dalam media kultur. Hasil tersebut sesuai de ngan pernyataan Fogg (1975) yang menyatakan bahwa peningkatan populasi alga yang terjadi menyebabkan nutrisi media berkurang sangat cepat sehingga terjadi penurunan laju pertumbuhan. Waktu penggandaan spirulina cenderung meningkat dari awal periode kultur hingga hari ke-21. Hal tersebut ditunjukkan dari waktu penggandaan yang mencapai lebih dari satu hari. Kondisi ini diduga terkait dengan fase lag yang terjadi pada awal kultur akibat adaptasi inokulan terhadap kondisi lingkungan kultur. Waktu penggandaan tertinggi ditunjukkan pada perlakuan pencahayaan TL merah de ngan nilai waktu pe nggandaan sekitar 5 hari. Perlakuan pe ncahayaan 17

putih, pe ncahayaan TL biru da n biru-merah memiliki waktu penggandaan lebih dari 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa selama 21 hari kultivasi tersebut merupakan fase peralihan dari stasioner menuju fase kematian. Waktu penggandaan pada awal inokulan menunjukkan hasil yang baik dimana semua perlakuan memiliki waktu penggandaan di bawah 2 hari. Hal tersebut disebabkan oleh media skala intermediet memiliki kondisi yang mendekati sama denga n kondisi skala laboratorium. Dengan demikian, ketika inokulan ditransfer tidak terlalu mengalami penurunan yang cukup signifikan. Seiring dengan bertambahnya masa kultivasi mengakibatkan waktu untuk menggandakan populasi dari semua perlakuan semakin lama. Hal ini berkolerasi dengan semakin berkurangnya unsur hara yang terdapat pada media kultur. Kandungan nutrisi pada suatu bahan sangat penting untuk diketahui dalam berbagai aspek baik dalam pangan maupun pakan. Kandungan nutrisi utama yang sering dicari oleh kebanyakan kalangan yaitu protein. Hal ini dikarenakan dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal dan memiliki manfaat besar bagi yang mengkonsumsinya. Nilai protein pada perlakuan cahaya merah sebesar 65,77% menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari penelitian Rafiqul et al. (2005) yang menghasilkan nilai protein sebesar 61,8%. Ditinjau dari kadar lemak da n karbohidrat pada semua perlakuan memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai lemak tertinggi terdapat pada perlakuan cahaya putih sebesar 6,63% dan kadar karbohidrat tertinggi pada perlakuan cahaya biru-merah sebesar 16,48%. Akan tetapi, nilai tersebut masih dibawah nilai hasil penelitian Rafiqul et al. (2005) yang menghasilkan kadar lemak sebesar 8,2% dan kadar karbohidrat sebesar 18,2% pada S. fusiformis yang dikultur. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan cahaya pada saat kultivasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hu (2004), bahwa adanya faktor yang mempengaruhi fotosintesis akan mempengaruhi pula pertumbuhan, susunan biokimia dan genetik pada sel, serta kondisi kultur seperti suhu, intensitas cahaya dan ph akan merubah kadar protein pada alga hijau-biru (Ciferri, 1983). Selain protein, kandungan klorofil pada mikroalga akan berubah dengan adanya perbedaan perlakuan cahaya baik intensitas, periode pemaparan maupun gelombang cahayanya. Kandungan klorofil pada perlakuan cahaya merah 18

menghasilkan nilai terbaik dibandingkan dengan perlakuan cahaya lainnya. Hal ini dapat berkorelasi dengan pertumbuhan karena dengan banyaknya cahaya merah yang ditangkap oleh klorofil dibandingkan cahaya lainnya, mengakibatkan pertumbuhan sel semakin cepat dan begitu pula dengan semakin tingginya kandungan klorofil. Berdasarkan Campbell et al. (2002), cahaya yang terserap akan memberikan keefektifan relatif panjang gelombang yang berbeda dalam menggerakkan fotosintesis, karena cahaya dapat melakukan kerja dalam kloroplas hanya jika ia diserap. Oleh karena itu, semakin tinggi nilai klorofil menunjukk an bahwa cahaya tersebut diserap secara efektif oleh kloroplas. Kisaran kualitas air pada penelitian ini masih dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan spirulina. Suhu selama penelitian mencapai kisaran 26 hingga 29 o C. Payer et al. (1980) dalam Winarti (2003) mengungkapkan bahwa suhu 25-30 o C merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan Spirulina dan dapat pula tumbuh pada suhu 20-40 o C. Borowitzka dan Borowitzka (1988) mengungkapkan bahwa umumnya kisaran suhu untuk pertumbuhan mikroalga hijau-biru lebih besar dibandingkan jenis mikroalga lainnya. Nilai derajat keasamaan atau ph selama penelitian berkisar antara 9,63 hingga 10,31. Nilai tersebut masih dalam kisaran yang optimal untuk pertumbuhan spirulina yang dapat hidup pada kisaran ph 8-11 (Ciferri, 1983). Kandungan fosfat selama penelitian terjadi penurunan nilai. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penyerapan fosfat oleh alga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Fosfat tersebut dalam bentuk ortofosfat yaitu bentuk fari forfor yang dapat langsung digunakan oleh tumbuhan (Fatimah, 2007). 19