STUNTING DAN POLA KETIMPANGAN SOSIAL EKONOMI. Vissia Didin Ardiyani Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

ARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA)

2017, No Sintang Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tah

2017, No Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 09 TAHUN 2004

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

Dr. Ir. Sukardi, M.Si

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

PENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

CAPAIAN MDGs. provinsi KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISISDATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI KALIMANTANTENGAH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 07 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

Landasan yuridis yang mendasari penyusunan rencana strategis Kecamatan Lamandau adalah :

BAB I PENDAHULUAN. kinerja yang efektif dan efisien. Performance atau kinerja merupakan hasil atau

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PENETAPAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Variabel Penelitian Pelaku kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

Dr. Ir. Sukardi, M.Si

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

PROYEK KESEHATAN DAN GIZI BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MENGURANGI STANTING (PKGBM)

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

12. PERBANDINGAN ANTAR KABUPATEN DI KALIMANTAN TENGAH/Comparison Among Regency in Kalimantan Tengah

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 08 TAHUN 2010

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

Transkripsi:

STUNTING DAN POLA KETIMPANGAN SOSIAL EKONOMI Vissia Didin Ardiyani Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Pendahuluan Sumber daya manusia (SDM) memegang peranan penting dalam perkembangan suatu bangsa anak. Secara garis besar pertumbuhan seorang anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Status gizi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan faktor menentukan status kesehatan terutama bayi dibawah umur 5 tahun.

54% kematian bayi dan balita gizi kurang 19% penyakit infeksi Gizi kurang terus menerus stunted Defisit pertumbuhan tinggi badan anak usia kurang dari 5 tahun banyak didapatkan di negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tahun 2010, di Asia mengalami penurunan drastic yaitu 28% INA masih tinggi (37%).

Defisit pertumbuhan di sebagian negara berkembang terjadi pada masa balita. Ada beberapa penyebab terjadinya defisit pertumbuhan pada masa balita: Tidak cukupnya asupan makanan, infeksi, dan berat badan pada waktu lahir. Faktor sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi status gizi anak, tetapi lebih dikarenakan ketersediaan pangan dan asupan makanan di keluarga serta meningkatnya kesakitan pada anak. Pertumbuhan tidak identik dengan pembangunan

Mukadimah laporan Human Development Index menyatakan bahwa tantangan global yang dihadapi ke depan yang mendesak yaitu keberlanjutan dan ketimpangan yang harus diatasi bersama-sama (UNDP 2011). Ketimpangan dapat terjadi di wilayah provinsi maupun antarprovinsi. Ketimpangan hasil pembangunan kesehatan tercermin dari angka stunted.

UNICEF (1990), musti sadar akan derajat kesmasy 1/3 rakyat tidak dalam kondisi kehidupan normal, 1/3 anak-anak gagal memperoleh kehidupan sehat. Menurut Valle (2001), Marmot & Walkinson (1999) kelas sosial, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan berpengaruh positif terhadap kesehatan. Tujuan: ingin melihat perbedaan prevalensi stunting terhadap status sosial ekonomi di Kalteng.

Landasan Teori dan Study Empiris Prevalensi Stunting dan Fenomena Ketimpangan Sosek Indikator Sosek: penduduk tanpa akses sanitasi, penduduk tanpa akses jalan, dan penduduk tanpa akses terhadap fasilitas kesehatan Prevalensi Stunting di Kalimantan Tengah MODEL APLIKASI MODEL UNTUK KEBIJAKAN

HIPOTESIS Terdapat pengaruh yang signifikan antara peningkatan pendapatan masyarakat, penurunan persentase penduduk tanpa akses sanitas, akses jalan, dan fasilitas kesehatan terhadap penurunan kejaadin stunting di Provinsi Kalteng.

METODOLOGI Desain Penelitian: Cross Sectional Populasi adalah: semua anak usia balita yang tercakup dalam Riskesdas 2010. Sumber Data: Riskesdas 2010 Variabel Dependent: Stunting (TB/U) Variabel Independent: Akses terhadap sanitasi, akses thd fasilitas kesehatan, dan jalan. Umur, jenis kelamin, lama ASI, imunisasi, umur ibu, pendidikan, kabupaten Analisis: Indeks Theil, Multilevel Regression

Pola Ketimpangan Stunting di Kalteng Kabupaten Theil Share Lamandau 0,0339 13,0% Sukamara 0,0284 10,9% Kotawaringin Barat 0,0096 3,7% Seruyan 0,0085 3,3% Kotawaringin Timur 0,0167 6,4% Katingan 0,0228 8,8% Gunung Mas 0,0284 10,9% Palangka Raya 0,0075 2,9% Pulang Pisau 0,0096 3,7% Kapuas 0,0287 11% Barito Timur 0,0315 12,1% Barito Selatan 0,0398 15% Barito Utara 0,0167 6,4% Murung Raya 0,0247 9,5%

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Prevalensi Stunting

Kesimpulan 1. Kontribusi (share) ketimpangan antar pulau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan di dalam pulau. 2. Terdapat hubungan yang positif yang signifikan antara penduduk tanpa akses sanitasi (nilai t=3.87), penduduk tanpa akses jalan (nilai t=3.56), dan penduduk tanpa akses terhadap fasilitas kesehatan (nilai t=6,23) dengan kejadian stunting (p<0,05) dengan Adjusted R Squared sebesar 0,73. 3. Kontribusi karakteristik anak dalam menjelaskan prevalensi stunting lebih rendah (12%) di bandingkan dengan tingkat kabupaten (73%). Artinya stunting tidak hanya ditentukan oleh karakteristik anak tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor perbedaan karakteristik antar kabupaten.

Saran 1. Intervensi program kesehatan yang intensif bagi kabupaten yang relatif terbelakang terutama untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar. 2. Serangkaian program yang bersifat holistic untuk perbaikan kesehatan balita terutama penyakit infeksi (diare dan ARI), yang diiringi dengan penanggulangan segera permaslahan gizi balita serta melakukan pemantapan pelaksanaan system ketahanan pangan dan gizi. 3. Program yang berkaitan dengan sanitasi yaitu Program Hygiene dan Sanitasi fasilitas umum. 4. Mengamati pola ketimpangan secara longitudinal.