BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dirinya untuk menikah dan membangun rumah tangga bersama pasangannya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa. kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya, ada juga yang tidak. Bagi orang yang tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut Lazarus dalam Pratiwi (2011) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin dalam Pratiwi (2011) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalau banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, dalam Pratiwi, 2011). Stres juga dapat ditimbulkan oleh adanya permasalahan di dalam kehidupan seseorang. Secara umum permasalahan yang biasanya terdapat di dalam kehidupan seseorang adalah permasalahan keluarga, ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam psikologi dikenal istilah coping (penanganan masalah). Dengan coping seseorang dapat memikirkan dan menentukan perilaku adaptif mereka untuk mengurangi atau meringankan stres dari permasalahan yang sedang mereka hadapi. 1

2 Coping (penanganan masalah) adalah pemikiran atau perilaku adaptif dalam mengurangi atau meringankan stres yang bersumber dari kondisi yang menyakitkan, berbahaya, atau menantang (Papalia dkk., 2008). Lazarus dan Folkman dalam Maharani (2010) juga menjelaskan bahwa coping adalah perubahan konstan dalam usaha kognitif dan perilaku seseorang untuk mengelola tuntutan spesifik internal dan eksternal karena dinilai sebagai beban atau melebihi kapasitas sumber daya yang dimilikinya. Dalam coping terdapat pengklasifikasian strategi coping. Dengan begitu dapat terlihat kecenderungan seseorang dalam penggunaan strategi coping. Pilihan strategi coping yang dilakukan seseorang merupakan hasil dari proses penilaian (apprasial) terhadap diri dan lingkungan fisik & sosialnya. Lazarus membagi strategi coping menjadi dua yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Model penilaian kognitif Lazarus dan Folkman dalam Papalia dkk. (2008) menjelaskan bahwa orang-orang secara sadar memilih strategi penanganan masalah berdasarkan cara mereka menerima dan menganalisis situasi. Penanganan masalah mencakup semua hal yang dipikirkan atau dilakukan seseorang dalam usaha menyesuaikan diri dengan stres, terlepas seberapa baik hal tersebut bekerja. Karena situasi tersebut berubah secara konstan, coping (penanganan masalah) merupakan proses yang dinamis dan terus berkembang. Memilih strategi paling sesuai menuntut penilaian berkesinambungan terhadap hubungan antara orang dan lingkungan.

3 Dengan coping yang efektif memungkinkan orang untuk menjaga tingkat stres dan hidup dengan stres tanpa kerusakan psikis dan psikologis yang signifikan (Richard Lazarus dan Bernice Lazarus, 2006). Salah satu permasalahan yang sering ditemukan adalah masih banyak terdapat kesenjangan gender. Kesenjangan gender dapat terjadi dimana saja, khususnya didalam kehidupan keluarga. Wanita sering kali menjadi korban. Tidak adanya keberanian dan ketidakberdayaan seorang wanita membuat mereka dapat dengan mudah dianiaya oleh pasangan mereka sendiri. Hal tersebut dapat terus menerus berlangsung, karena seorang istri membiarkan hal tersebut terus terjadi pada dirinya. Yuliani dalam Adriadi (2012) menyatakan bahwa kesenjangan gender merupakan kenyataan yang harus dihadapi perempuan di hampir semua belahan dunia dan dapat ditemukan disemua ranah: publik maupun privat, domestik-reproduktif maupun produktif. Dalam organisasi publik dapat dikatakan perempuan berada pada posisi termarjinalkan. Sistmen budaya patriarki yang menanamkan pemahaman bahwa wilayah publik (politik atau dunia kerja) sebagai wilayah laki-laki, bisa dituding sebagai faktor penyebab utama mengapa kiprah perempuan di ranah publik secara umum berada pada posisi subordinat laki-laki. Adriadi (2012) juga menjelaskan bahwa, penindasan terhadap perempuan atau kesenjangan gender itu ada karena perempuan bekerja tetap diharapkan memainkan peran sebagai istri dan ibu. Kedua peran itu menuntut kewajiban yang berhubungan dengan urusan domestik.

4 Dalam lingkungan masyarakat, banyak terdapat bias gender. Dengan begitu tidak jarang menimbulkan diksriminasi gender atau perbedaan pandangan mengenai peranan suatu gender. Sutrisno (2013) memberikan beberapa contoh diskriminasi gender, di antaranya adalah apabila ada wanita yang sedang merokok, maka wanita tersebut akan dipandang sebagai wanita yang kurang baik dan beda halnya dengan pria yang merokok yang selalu di anggap biasa atau wajar saja bagi sebagian masyarakat. Dari segi penampilan, nilai-nilai gender juga mulai banyak bergeser seiring dengan pesatnya perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh banyaknya pengaruh budaya luar sehingga memotivasi kalangan remaja atau orang dewasa untuk bisa tampil seperti para artis yang mereka idolakan. Hal ini mempengaruhi pula gaya berpakaian zaman sekarang, sehingga terkadang dapat kita temui beberpa laki-laki yang berpakaian agak mirip wanita dan begitu pula sebaliknya. Buku panduan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (2011) menyatakan bahwa gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat. Sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang terdiri dari perempuan atau laki-laki yang telah ditentukan secara kodrati, yang tidak dapat ditukar atau diubah. Jadi seks adalah bawaan, kodrat, ciptaan tuhan, dan sifatnya mutlak. Ketidakadilan dan diskriminasi sering terjadi pada wanita. Ketidakadilan dan diskriminasi adalah perlakuan tidak adil dan pembedaan

5 perlakuan terhadap seseorang sebagai bagian dari kelompok atau gender. Ketidakadilan dan diskriminasi dapat menjadi suatu tindak kekerasan. Rohman dalam Rachmawaty (2014) menjelaskan bahwa istilah kekerasan berasal dari bahasa latin violentina, yang berarti keganasan, kebengisan, kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan. Tindak kekerasan, merujuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun menurut masyarakat umum tindakan tersebut dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditunjukkan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban. Salah satu bentuk kekerasan yang ingin peneliti soroti adalah kekerasan yang terjadi terhadap perempuan. Buku panduan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (2011) memberikan penjelasan bahwa menurut Pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan PBB Tahun 1993, kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut. Kekerasan yang terjadi terhadap perempuan merupakan salah satu

6 bentuk ketidakadilan gender, oleh karenanya kekerasan terhadap perempuan sering disebut kekerasan yang berbasis gender. Salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang sering kita temui adalah kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga biasa terjadi dalam hubungan perkawinan. Memahami hak-hak perempuan dalam perkawinan sebagai upaya pencegahan KDRT, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (2013) menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seseorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Kekerasan dalam rumah tangga dilatar belakangi dengan berbagai motif diantaranya adalah, kecemburuan, sikap protektif terhadap pasangan yang terlalu berlebihan, ketidakmampuan mengontrol emosi, rasa tidak puas terhadap pasangan, perilaku sadisme atau masokisme, dan sebagainya. Hidup dalam kerasan dalam rumah tangga dapat mengakibatkan tingkat stres yang tinggi. Ketidakmampuan menanggulangi perasaan stress tersebut dapat menimbulkan trauma terhadap pasangan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Tidak mudah mengenali pasangan yang berpotensi melakukan kekerasan dalam suatu hubungan intim. Hal tersebut dapat dicegah jauh sebelum

7 seseorang memiliki hubungan yang lebih serius dengan orang yang memiliki kecenderungan melakukan tindak kekerasan. Seseorang juga dapat melihat bagaimana biasanya orang menyikapi suatu permasalahan, apakah orang tersebut seringkali menyelesaikannya dengan kekerasan atau berusaha menyelesaikan permasalahan dengan bijak dengan mendiskusikan setiap permasalahan secara sabar. Orang yang berpotensi melakukan kekerasan dalam rumah tangga seringkali menumpahkan emosi kepada pasangan dengan menghina dan mengancam pasangan dengan berbagai bentuk kekerasan. Belakangan ini sering terdengar maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasana kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Buku Panduan Hak-Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak, 2013). Perempuan seringkali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, walaupun tidak menutup kemungkinan hal tersebut juga dapat terjadi pada pria. Buku panduan hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (2013) menjelaskan bahwa kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan

8 ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Buku panduan hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga, pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (2013) menyatakan bahwa korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga adalah suami, istri, dan anak; orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; orang yang bekerja membantu rumah tangga (pembantu rumah tangga) dan menetap dalam rumah tersebut. Seorang istri yang berada dalam lingkup rumah tangga dan mengalami kekerasan dapat dikatakan sebagai korban. Hal tersebut juga berlaku bagi anak-anak serta anggota keluarga lainnya. Wanita seringkali tidak mampu menyikapi tindak kekerasan yang menimpa dirinya. Tidak jarang wanita hanya menerima setiap tindak kekerasan yang dialaminya tanpa berbuat sesuatu yang berarti untuk menjauhinya dari tindak kekerasan tersebut. Ketidakberdayaan wanita untuk melawan kekerasan yang dialami olehnya sering dijadikan alasan. Padahal

9 sekarang ini banyak lembaga yang bersedia memberikan perlindungan bagi para wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Pemerintah juga ikut serta memberikan perlindungannya dengan berbagai Undang-undang dan perlindungan hukum yang sudah ada. Salah satu lembaga yang memiliki konsentrasi untuk memberikan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan seperti: pendampingan, konseling, bantuan hukum, rujukan medis dan rumah aman secara geratis adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Menurut sumber data P2TP2A, terdapat data jumlah korban yang telah di tangani oleh P2TP2A bersama dengan mitra kerjanya dalam periode tahun 2006 sampai september 2013 terdapat: 1015 kasus pada tahun 2006, 1583 kasus pada tahun 2007, 1448 kasus pada tahun 2008, 950 kasus pada tahun 2009, 935 kasus pada tahun 2010, 1381 kasus pada tahun 2011, 1429 kasus pada tahun 2012, dan 1096 kasus sampai dengan bulan september 2013. Diantaranya terdapat kasus anak, seperti persetubuhan, pencabulan, fisik, psikis, penelantaran rumah tangga, eksploitasi, trafiking, diskriminasi, membawa lari anak di bawah umur, penganiayaan, dan kasus lainnya; tindak kekerasan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, trafiking, dan kasus lainnya. Jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sudah ditangani oleh P2TP2A pada tahun 2013 adalah 64% kekerasan fisik, 27% kekerasan psikis, 2% kekerasan seksual, dan 7% penelantaran rumah tangga. Berdasarkan data tersebut DKI Jakarta menempati urutan tertinggi di Indonesia sebagai kota yang memiliki kasus kekerasan dalam

10 rumah tangga, khususnya bagi wanita. Sedangkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2013 yang dirilis oleh Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), mencatat 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah ini, 263.285 atau 94% kasus diperoleh dari pengadilan agama (PA) dan 16.403 atau 6% kasus diperoleh dari 195 lembaga mitra pengada layanan dari 31 propinsi. Komnas Perempuan mengkategorikannya sebagai kekerasan psikis (poligami tidak sehat), krisis akhlak, cemburu, kawin paksa, kawin di bawah umur, kekejaman mental, dihukum, politis, gangguan pihak ketiga dan ketidakharmonisan, kekerasan ekonomi (masalah ekonomi dan tidak ada tanggung jawab), dan kekerasan fisik (kekejaman jasmani dan cacat biologis). Peneliti ingin mencoba mengidentifikasikan gambaran strategi coping yang dipakai oleh seorang istri korban kekerasan dalam rumah tangga, di lihat dari pendekatan coping berfokus pada masalah, coping berfokus pada emosi, dan coping pada istri korban kekerasan didalam rumah tangga. Dalam model coping yang berfokus pada masalah strategi penanganan masalahnya ditujukan langsung untuk menghilangkan, mengatur atau meningkatkan kondisi yang menekan sedangkan dalam model coping yang berfokus pada emosi penanganan masalahnya berfokus pada penilaian kognitif dan strategi coping diarahkan kepada pengaturan respon emosional terhadap situasi yang menekan atau mengurangi pengaruh fisik atau psikologisnya (Papalia dkk, 2008).

11 1.2 Rumusan Masalah Peneliti ingin meneliti tentang Bagaimana Gambaran Strategi Coping Pada Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mendapatkan gambaran pemilihan strategi coping bagi istri korban kekerasan dalam rumah tangga. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasikan strategi coping bagi istri korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan strategi coping. 3. Mendapatkan gambaran mengenai fase coping yang dialami oleh setiap istri korban kekerasan dalam rumah tangga. 4. Mendapatkan gambaran mengenai bentuk-bentuk kekerasan di dalam rumah tangga. 5. Mengidentifikasi penyebab terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga.

12 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Untuk Ilmu Pengetahuan Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang tertarik dengan penelitian mengenai strategi coping pada istri korban kekerasan domestik. 1.4.2 Manfaat Untuk Profesi Menambah pengetahuan berkaitan dengan penanganan wanita korban kekerasan dalam rumah tangga. Menambah pengetahuan bagi pemilihan strategi coping yang efektif dalam penanganan wanita korban kekerasan dalam rumah tangga. 1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat Sebagai pengetahuan dan informasi tentang bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Dapat lebih mewaspadai tindak kekerasan dalam rumah tangga yang mungkin saja bisa terjadi kepada dirinya. Dapat mengarahkan dirinya maupun anggota keluarga yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga untuk mendapatkan bantuan yang tepat.