KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya.

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU PASANGAN DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

I. PENDAHULUAN. Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN UKDW

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

I. PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam kehidupannya sehari-hari selalu dihadapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

Transkripsi:

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010 200 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa hidup, berkembang sesuai dengan pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam hidupnya. Manusia tercipta sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa membutuhkan orang lain, selalu berinteraksi, saling bersosialisasi maupun bertukar pengalaman serta untuk meneruskan keturunan. Meneruskan keturunan dapat ditempuh melalui proses pernikahan, yang kemudian terbentuklah sebuah keluarga. Pada dasarnya manusia terpanggil untuk hidup berpasang-pasangan. Manusia dapat menemukan makna hidupnya dalam pernikahan. Sebagian orang menganggap bahwa pernikahan membatasi kebebasannya, tetapi bagaimanapun juga sebagian besar dari masyarakat mengakui bahwa pernikahan memberikan jaminan ketentraman hidup. Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia dengan orang yang dicintainya. Menurut UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa (Walgito, 1984). 1

2 Orang yang memasuki kehidupan perkawinan pastilah membawa kebutuhan, harapan dan keinginannya sendiri-sendiri. Individu berharap bisa memenuhinya dalam institusi perkawinan yang dibangun. Kepuasan pernikahan seseorang ditentukan oleh tingkat terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan orang yang bersangkutan. Orang akan merasakan suka duka kehidupan pernikahan dalam usahanya mencapai pemenuhan ini. Persepsi individu terhadap situasi yang dialami sehari-hari itu menjadi dasar penilaian terhadap kepuasan pernikahannya. Kepuasan pernikahan seseorang merupakan penilaiannya sendiri terhadap situasi perkawinan yang dipersepsikan menurut tolak ukur masingmasing pasangannya. Secara umum, Chapel dan Leigh (dalam Pujiastuti, 2001) menyebut kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas pernikahan secara keseluruhan. Apabila seseorang merasa puas terhadap pernikahan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya. Ia merasa hidupnya lebih berarti dan lebih lengkap dibandingkan dengan sebelumnya. Irama kehidupan yang semakin cepat membuat kehidupan keluarga menjadi penuh tekanan dan persaingan, sehingga banyak yang kemudian mengalami keterasingan dari ikatan-ikatan yang semestinya dapat memberikan kehangatan, karena masing-masing hanya memperturutkan ego dan dominasi kepentingan pribadi. Kehidupan keluarga pun menjadi terasa kering dan hambar, sehingga keluarga menjadi rentan terhadap berbagai masalah dan konflik yang

3 muncul. Baik suami ataupun istri dapat mengalami ketidakpuasan dalam pernikahan meskipun tidak ada konflik dalam rumah tangganya. Namun suami istripun juga dapat merasa sangat puas dalam ikatan dengan masalah penyesuaian yang tidak terpecahkan. Realitas lain juga menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, sering muncul konflik suami isteri yang berujung dengan perceraian. Perceraian adalah contoh ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang paling mudah dilihat dan sekarang sedang marak terutama di kalangan selebritis Indonesia. Berkaitan dengan masalah perceraian dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974 disebutkan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yaitu antara suami istri tidak akan dapat rukun sebagai suami istri dan mereka sudah tidak dapat didamaikan (Kowani, 1983). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya perceraian dapat menjadi alternatif terbaik dalam memecahkan permasalahan suami istri setelah semua cara yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan pernikahan tidak berhasil. Ini berarti bahwa perceraian terjadi karena ada permasalahan antara pasangan suami istri yang tidak teratasi. Wahyuningsih (2005) mengemukakan bahwa berdasarkan data yang dihimpun dari Pengadilan Agama di Yogyakarta dari tahun 2000 sampai tahun 2002, dapat diketahui bahwa permasalahan yang paling sering dilaporkan oleh pasangan suami istri yang akan bercerai adalah perselisihan yang terus menerus antara pasangan suami istri (48.8%). Glick (dalam Kompas, 2006) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan angka perceraian dikalangan yang berpendidikan rendah mencapai 55 persen. Di

4 Indonesia perceraian ini bisa ditemukan di desa-desa dengan faktor pemicu antara lain pernikahan dini dan tingkat pendapatan yang rendah. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Glick dan Norton (dalam Kompas, 2006) memperlihatkan bahwa perceraian dikalangan pasangan dengan pendapatan rendah tiga kali lebih banyak dibanding dikalangan pasangan dengan pendapatan yang cukup. Masalah ekonomi sering juga menjadi alasan orang bercerai, terlebih kalau sang suami tidak punya pekerjaan tetap. Penelitian lain yang dilakukan Spanier dan Glick (dalam Kompas, 2006) menunjukkan bahwa pernikahan dini menghadapi resiko dan dapat menjadi sebab perceraian yang serius. Perempuan muda yang menikah pada usia 18 tahun tiga kali berkecenderungan bercerai dibandingkan perempuan yang menikah pada usia 20 tahun ke atas. Bahkan mereka yang menikah pada usia 18-19 tahun, 50% mengalami kegagalan pernikahan. Kecenderungan yang sama terjadi pada pria yang menikah terlalu muda, Norton dan Glick (dalam Kompas, 2006). Mengakhiri pernikahan dengan bercerai memang sah secara hukum, namun karena pernikahan merupakan persekutuan seumur hidup, mestinya masalah-masalah yang timbul dalam rumah tangga dapat diperbaiki dan disembuhkan dengan kedewasaan suami istri. Seringkali ditemui kenyataan bahwa seseorang tidak pernah berkembang kapasitasnya walaupun sudah menikah. Padahal seharusnya orang yang sudah menikah kepribadiannya makin sempurna, dari sisi wawasan dan pemahaman makin luas dan mendalam, dari segi fisik makin sehat dan kuat, secara emosi makin matang dan dewasa, trampil dalam berusaha, bersungguh-sungguh dalam bekerja, dan teratur dalam aktifitas

5 kehidupannya sehingga dirasakan manfaat keberadaannya bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Idealnya suatu pernikahan adalah apabila antara pasangan suami istri memiliki kematangan, baik dari segi biologis maupun psikologis. Kematangan biologis adalah apabila seseorang telah memiliki kematangan baik dari segi usia maupun dari segi fisik / jasmani. Sedangkan kematangan psikologis adalah bila seseorang telah dapat mengendalikan emosinya dan dapat berpikir secara baik, dapat menempatkan persoalan sesuai dengan keadaan subjektif-objektif (Rochmaningrum, 2005). Pernikahan sarat dengan persoalan yang mungkin terjadi, individu haruslah siap secara fisik atau mental, kesiapan mental seseorang biasanya ditunjukkan dengan adanya kematangan pribadi. Gunarsa (2000) menyatakan bahwa individu yang memiliki kematangan pribadi adalah yang telah mencapai tingkat kedewasaan, mampu mengembangkan fungsi pikiran dan mengembalikan emosi serta mampu menempatkan diri untuk mengatasi kelemahan dalam menghadapi tantangan baik dari diri sendiri maupun orang lain. Muhdlor (1994) mengatakan bahwa kematangan pribadi sangat besar artinya bagi pasangan yang berumah tangga. Suami istri yang belum matang dari segi pribadi didalam membina pernikahan akan sering terjadi pertengkaran, percekcokan bahkan kalau dibiarkan terus menerus akan menjurus ke perceraian. Tidak adanya kematangan pribadi menyebabkan masing-masing pasangan kurang dapat menerima dan memahami pasangannya, tidak ada penyesuaian diantara mereka sehingga mengakibatkan keluarga tidak harmonis. Kematangan pribadi

6 dapat dilihat pada kemampuan penyesuaian diri dan prilaku koping yang positif dalam mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik. Kemampuan ini selain dapat menjaga keseimbangan, selebihnya juga mendatangkan rasa puas dan bahagia, baik bagi individu maupun orang lain. Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa komunikasi merupakan pusat cara pasangan suami istri untuk hidup harmonis satu sama lain. Serentak setelah pasangan saling berkomunikasi, maka suami istri berbagi dalam sistem interaksi yang selalu berubah dan bergerak maju serta terjadinya perubahan fase kehidupan pada masing-masing pasangan disamping berbagi perasaan, pengasuhan anakanak, waktu-waktu yang menyenangkan dan waktu-waktu menghadapi masalah. Suami istri harus mampu menciptakan komunikasi yang harmonis dalam keluarga, sebab komunikasi harmonis akan memungkinkan adanya saling pengertian dan ketulusan terhadap segala aspek kehidupan itu sendiri. Piet Go (1990) menyatakan bahwa komunikasi dalam hubungan suami istri adalah wahana ekspresi diri dan sarana untuk menghayati hidup bersama. Suami istri dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik, menciptakan pengertian dan kepuasan bagi masing-masing individu dengan menciptakan kualitas komunikasi yang tinggi. Apabila komunikasi antara suami istri berkualitas, maka pasangan suami istri tersebut akan lebih tahan menghadapi masalah-masalah yang muncul dalam pernikahan. Namun jika kualitas komunikasi buruk, kemampuan individu menghadapi masalah-masalah pernikahan akan rendah. Dukungan sosial dapat terjalin dengan baik apabila suami maupun istri berperan aktif yaitu mau dan mampu mengkomunikasikan perasaan serta

7 tanggapan terhadap pendapat dan sikap dari pasangannya. Lasswell dan Lasswell (1982) menjabarkan unsur-unsur pokok kualitas komunikasi, yaitu adanya keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, empati dan kesediaan untuk mendengarkan. Jika suami istri mampu mencapai tingkat kualitas komunikasi yang tinggi, suami istri dapat saling mengkomunikasikan berbagai masalah perbedaan, keinginan dan harapan sehingga menimbulkan pengertian dan kepuasan bagi masing-masing pihak. Menciptakan keluarga harmonis, bahagia dunia dan akherat adalah tujuan dari pernikahan yang sesungguhnya. Pernikahan yang sukses merupakan suatu hubungan yang dinamis, dimana kepribadian dari kedua pasangan berkembang secara terus menerus, sehingga dalam hubungan tersebut tercapai kepuasan pribadi pada taraf yang tinggi. Suami istri yang memiliki pribadi matang dan kualitas komunikasi baik akan menyebabkan masing-masing pasangan dapat menerima dan memahami pasangan, dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik, menciptakan pengertian dan kepuasan dalam pernikahan. Wasserman dan Davis (dalam Rakhmat, 1991) mengemukakan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Hubungan suami istri memiliki pola-pola interaksi antar individu (suami / istri), dan didalamnya pula individu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangannya untuk yang pertama kali. Pola-pola interaksi maupun proses pertumbuhan dan perkembangan pasangan suami istri dalam hubungan pernikahan tidak bisa dilepaskan dari masalah komunikasi. Hal ini dapat dimengerti karena komunikasi merupakan hal yang sangat esensial untuk

8 pertumbuhan kepribadian manusia. Disamping itu komunikasi merupakan hal yang berkaitan erat dengan prilaku dan pengalaman kesadaran manusia, suatu kondisi yang berpengaruh pula terhadap perkembangan pribadi individu. Kematangan pribadi dan kualitas komunikasi yang telah diulas dimuka, kiranya dipandang sebagai faktor yang cukup penting dalam kepuasan pernikahan. Berdasar uraian di atas, maka penulis mengajukan pertanyaan penelitian Apakah ada hubungan antara kematangan pribadi dan kualitas komunikasi terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri? Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, penulis mengajukan judul Kepuasan Pernikahan Ditinjau Dari Kematangan Pribadi Dan Kualitas Komunikasi. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui hubungan antara kematangan pribadi dan kualitas komunikasi dengan kepuasan pernikahan. 2. Mengetahui hubungan antara kematangan pribadi dengan kepuasan pernikahan. 3. Mengetahui hubungan antara kualitas komunikasi dengan kepuasan pernikahan.

9 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah pada ilmu bidang psikologi, khususnya psikologi sosial, mengenai kematangan pribadi dan kualitas komunikasi dalam kaitannya dengan kepuasan pernikahan. b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan berpikir para pasangan suami istri akan pentingnya pencapaian kepuasan pernikahan bagi kesehatan mental dan keharmonisan kehidupan rumah tangga, sehingga mereka dapat melakukan antisipasi atau cara-cara yang tepat untuk menghindari terjadinya disharmoni dalam suatu pernikahan. Penelitian ini bermanfaat pula bagi para psikolog, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses konseling keluarga dan perkawinan.