BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. islam adalah realisasi dari tujuan utama ibadah dan perinciannya tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

RT 01/05 Desa Gentan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, untuk selanjutnya mohon disebut. Melawan

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

P U T U S A N. Nomor : 24/Pdt.G/2011/PA.Ktb. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kasus yang terbanyak di Pengadilan tersebut.hal ini berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

Pengadilan agama tersebut; Telah membaca berkas perkara yang bersangkutan; Telah mendengar keterangan pemohon serta saksi-saksi.

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak terjadi dan sulit untuk dilakukan upaya pencegahan.

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. 1 Disamping itu pencatatan. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

P E N E T A P A N. Nomor : 0011/Pdt.P/2010/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif dan erat sekali hubunganya dengan kerohanian seseorang.

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan institusi atau lembaga yang sangat penting dalam, masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita.institusi ini juga memiliki kedudukan yang terhormat dalam Hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut pendapat Sayuti Thalib, pengertian perkawinan adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang perempuan. (Sayuti Thalib, 186, hal. 47). 2 Soebekti yang menyatakan bahwa perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan dinyatakan pada Pasal 2: Perkawinan menurut Hukum Islam adalah 1 Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 1 2 Hj. Mulati, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, PT. Pustaka Mandiri, 2011, hlm 1.

pernikahan yaitu akad yang sangat kuat (mitsaqon ghalizhan) untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan. Undang-Undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian Pasal 26 Burgerlijk Wetboek. Menurut PC. Hadiprastowo, perkawinan adalah persekutuan hidup meliputi keselamatan hidup, yang menghendaki laki-laki dan perempuan jadi satu. Satu dalam kasih Tuhan, satu dalam mengasihi, satu dalam kapatuhan, satu dalam menghayati kemanusiaan dan satu dalam membentuk beban pernikahan. Apabila seorang pria dan wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka telah berjanji akan taat pada peraturan hukum yang berlaku dalam perkawinan dan peraturan itu berlaku selama perkawinan itu berlangsung maupun setelah perkawinan itu putus. 3 Perkawinan dianggap sah, jika diselenggarakan: Pertama, Menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kedua, Dicatat 3 Soemijati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet. 2 (Yogyakarta: Liberti, 1996), hlm.10 2

menurut perundang-undangan dengan dihadiri oleh pegawai pencatatan nikah. (Pasal 2). 4 Perkawinan atau pernikahan diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan bersuami istri. 5 Suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum islam bagi yang beragama islam, artinya perkawinan itu dilakukan harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam kompilasi hukum islam. Selain itu syarat-syarat perkawinan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena perkawinan yang dilangsungkan tidak menurut syarat sahnya ataupun rukun perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang tersebut, maka perkawinannya dapat dibatalkan. Selain itu, pada dasarnya seseorang yang melangsungkan suatu perkawinan diharuskan melengkapi seluruh syarat-syarat perkawinan dan diharuskan mendaftarkan diri terlebih dahulu, maksudnya agar lebih mengetahui dengan jelas identitas diri calon mempelai yang sebenarnya. Bukti yang menerangkan identitas diri adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Keterangan yang diminta dari Kepala Desa atau Kantor Kelurahan setempat dimana calon mempelai bertempat tinggal. 4 MR Martiman Prodjohamidjojo, HukumPerkawinan Indonesia, Jakarta, Indonesia, Jakarta, Indonesia Legal Center Publishing, 2007, hlm 9. 5 W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm 453 3

Dalam prakteknya, permasalahan yang muncul di Kantor Urusan Agama (KUA) adalah masalah mengenai ketidakakuratan data identitas calon mempelai. Dengan adanya pemalsuan identitas akan menyebabkan timbulkan kerugian masing-masing pihak baik dari pihak keluarga calon pengantin maupun bagi lembaga pemerintahan itu sendiri. Maka akan ada kesan dengan adanya pemalsuan data identitas ini terjadi karena tidak berfungsinya pengawasan baik dari pihak keluarga atau pejabat berwenang sehingga perkawinan itu bias terlaksana. Semua pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) senantiasa dilakukan dalam upaya penyelidikan kebenaran mengenai data-data calon mempelai dan wali baik mengenai kebenaran nama, usia, jenis kelamin dan status sehingga apa yang nantinya dituliskan dalam sebuah akta nikah maupun berkas-berkas perawinan adalah benar adanya dan dapat dipertanggung jawabkan. Secara struktural Kantor Urusan Agama (KUA) hanya sebagai unit terkecil dari Departemen Agama. Walaupun demikian dalam kinerjanya Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, sehingga dalam melaksanakan tugas-tugasnya Kantor Urusan Agama (KUA) harus berusaha semaksimal mungkin dan berupaya untuk terus mengembangkan dan menerapkan sistem pertanggung jawaban yang tepat dan akurat. Sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) itu menerapkan sistem pertanggung jawaban yang tepat dan akurat, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) itu dapat berjalan 4

secara baik dan benar. Hal di atas dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya administrasi pernikahan khususnya mengenai pencatatan harus dilaksanakan seteliti dan secermat mungkin, sehingga penyimpangan-penyimpangan dalam administrasi perkawinan seperti pemalsuan identitas baik mengenai status maupun data dari calon mempelai tidak terjadi. Banyak laki-laki beristri di Indonesia yang status perkawinannya dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih menyatakan dirinya sebagai bujang. Kartu Tanda Penduduk inilah yang menjadi senjata ampuh mereka untuk menikah lagi tanpa sepengetahuan istrinya. Perilaku mereka tersebut dapat dikatakan melanggar hukum dengan pemalsuan identitas. 6 Pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan. Dengan adanya putusan pengadilan yang membatalkan perkawinan, maka perkawinan yang telah terjadi dianggap tidak pernah ada. Meskipun perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada, tidak serta merta menghilangkan akibat hokum dalam perkawinan yang pernah dilaksanakan. Putusan pengadilan merupakan putusan akhir, apakah perkawinan tersebut dibatalkan atau tetap disahkan, tentunya melalui pertimangan kemaslahatan yang dilakukan oleh hakim. Untuk itu putusan hakim yang 6 Hukum Online, Menguak Sisi Gelap Poligami,http://hukumonline.com/berita/baca/hol15941/menguak-sisi-gelap-poligami, (18 November 2011) 5

aik tentunya akan memenuhi 3(tiga) unsur atau aspek sekaligus secara berimbang yaitu memberikan kepastian hukum, rasa keadilan dan manfaat bagi para pihak dan masyarakat. Putusan pengadilan tentang pembatalan yang tidak sah dapat memawa akibat hukum baik bagi suami atau istri dan keluarganya masingmasing sebagaimana yang terdapat dalam hukum nasional yaitu Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana suami istri tersebut kembali seperti keadaan semula atau diantaranya seolah-olah tidak pernah melangsungkan perkawinan. Adanya perbedaan fakta antara yang tertera pada surat keterangan dengan yang ada pada kenyataan merupakan bentuk tidak terpenuhinya syarat perkawinan yang dapat merugikan pihak lain. Tidak terpenuhinya syarat-syarat maupun rukun dalam melangsungkan perkawinan menjadi penyebab dibatalkannya suatu perkawinan. Seperti dalam perkara Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Salatiga No. 0560/Pdt.G/2011/PA.Sal terdapat fakta bahwa perkawinan antara Pemohon dan Termohon dibatalkan atas dasar adanya pemalsuan status diri Termohon yaitu suami. Pada saat melangsungkan perkawinan, Pemohon mengaku berstatus janda dengan bukti surat akta cerai suami terdahulu dan Termohon berstatus duda mati dengan bukti surat kematian istri terdahulu yang dinikahi termohon tanpa dicatatkan. Termohon yang menyatakan sebagai duda mati melengkapi syarat-syarat dengan surat kematian istri yang dikeluarkan oleh Lurah Tajur, Ciledug, Kota 6

Tangerang, guna memperjelas status dirinya sebagai duda mati, sehingga perkawinan antara pemohon dan termohon terlaksana tanpa ada suatu halangan. Namun, setelah beberapa bulan menikah, pemohon mengetahui bahwa termohon sedang dalam proses perceraian dengan istri pertamanya, sehingga perkawinan pemohon dengan termohon terjadi sebelum termohon mendapatkan akta cerai. Kenyataan tersebut diketahui pemohon sejak pemohon bermaksud mengurus tunjangan sebagai istri pensiunan TNI yang kemudian ditolak karena masih tercantum nama istri pertama dari termohon yang belum diceraikan secara sah. Dari peristiwa pembatalan perkawinan tersebut permasalahannya terletak pada adanya penghalang perkawinan antara pemohon dan termohon yang menjadi penyebab perkawinannya harus dibatalkan.permasalahan selanjutnya terjadinya penipuan status yang dilakukan termohon yang mengaku sebagai duda mati, padahal masih terikat perkawinan sah dengan seorang wanita. Berdasarkan hal-hal tersebut maka penulis mencoba untuk meninjau lebih dalam melalui penulisan skripsi dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM AKIBAT PEMALSUAN IDENTITAS DALAM PERKAWINAN (Studi Kasus Nomor : 0560/Pdt.G/2011/PA.Sal) 7

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum akibat pemalsuan identitas dalam perkawinan? 2. Bagaimana sanksi hukum bagi pelaku pemalsuan identitas dalam hal terjadinya perkawinan (studi kasus putusan nomor : 0560/Pdt.G/2011/PA.Sal)? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan penulisan yang hendak dicapai, yaitu: 1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum akibat pemalsuan identitas dalam perkawinan. 2. Untuk mengetahui sanksi hukum bagi pelaku pemalsuan identitas dalam hal terjadinya perkawinan (studi kasus putusan nomor : 0560/Pdt.G/2011/PA.Sal). D. Definisi Operasional Sebelum melangkah lebih jauh kepada pokok-pokok pembahasan pada bab- bab berikutnya, ada baiknya penulis menjelaskan beberapa istilah yang akan digunakan dalam pembahasan pada bab-bab berikutnya, diantaranya adalah sebagai berikut: 8

1. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 7 2. Pembatalan adalah tindakan pengadilan yang menyatakan perkawinan yang dilakukan itu tidak sah. 8 3. Pegawai pencatat nikah ialah Pegawai Negeri yang diangkat berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1946 pada tiap-tiap kantor urusan Agama kecamatan. 9 4. Izin pengadilan agama ialah penetapan yang berupa izin untuk calon mempelai yang belum mencapi umur 21 tahun yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama. 5. Pemalsuan berasal dari kata dasar palsu. Arti palsu adalah tidak tulen, tidak sah, lancing, tiruan, gadungan, curang, tidak jujur. Sedangkan pemalsuan berarti hal (perbuatan dan sebagainya) memalsukan. 10 6. Identitas mempunyai arti keadaan atau ciri-ciri seseorang, kedudukan seseorang dalam masyarakat. 11 7. Catatan Sipil adalah suatu lembaga pemerintahan yang bertujuan untuk mengadakan pendaftaran serta pembaharuan yang selengkaplengkapnya dan sejelas-jelasnya serta memberi kepastian hukum yang 7 Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, Pasal 1, Undang-Undang Nomor.1 tahun 1974, LN No. 1 tahun 1974, TLN No. 3019. 8 Sri Soesilowati Mahdi, et. al, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Cet I, (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm. 45 9 Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 25 10 Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Reality Publisher, 2006), hlm. 398 9

sebesar-besarnya atas peristiwa seperti kelahiran, pengakuan terhadap kelahiran, perkawinan, perceraian serta kematian. 12 8. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 13 E. Metode Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, metode penelitian yang dipakai adalah dengan pendekatan normatif yaitu dengan melakukan penelitian dari bahan pustaka dan studi dokumen. 1) Tipe Penelitian Tipe penilitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu: Metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mencari data-data melalui bahan pustaka dan studi dokumen. Tujuannya adalah untuk mencari kebenaran teoritis tentang masalah yang diteliti. 14 2) Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah bersifat deskriptif analitis, dengan menggambarkan permasalahan-permasalahan yang ada 12 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, (Bandung; Alumni, 1979), hlm. 23 13 Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, UU. No 13 Tahun 2006, LN. No. 64 tahun 2006, TLN No. 4635 14 Soerjono Soekanto dan Sri Harmudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 35. 10

dikaitkan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif dalam perundang-undangan yang berlaku. 15 3) Jenis Bahan Hukum Dalam penelitian ini data yang penulis gunakan sebagai bahan penulisan adalah data sekunder.data sekunder adalah data yang di peroleh dari bahan pustaka atau literatur yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder. a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Komplikasi Hukum Islam (KHI) dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan. Diantaranya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan. 4) Analisis Bahan Hukum Data yang digunakan adalah kualitatif untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yaitu dengan melakukan analisis terhadap asas-asas hukum yang berlaku serta peraturan perundang-undangan dalam kaitannya pencatatan perkawinan. 15 Soerjono Soekanto, Op.Cit. 11

F. Sistematika Penulisan Dalam setiap penulisan karya ilmiah mengandung didalamnya sistematika penulisan yang berguna untuk membantu penulis mengembangkan tulisan tanpa keluar dari ide pokok penulisan tersebut. Adapun sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam bab ini penulis hanya memberikan Pengertian Perkawinan, Tujuan dan Asas Perkawinan, Syarat Sah Perkawinan Pembatalan Perkawinan, dan Putusnya Hubungan Perkawinan. BAB III : TINJAUAN TERHADAP PEMALSUAN IDENTITAS DALAM STATUS PERKAWINAN Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang Pengertian Pemalsuan Identitas, Ketentuan Hukum Bagi Pemalsuan Identitas Perkawinan, Akibat Pemalsuan Identitas Dalam Pembatalan Perkawinan. 12

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM AKIBAT PEMALSUAN IDENTITAS DALAM HAL TERJADINYA PERKAWINAN Dalam bab ini penulis akan membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap korban pemalsuan identitas perkawinan dan sanksi hukum bagi pelaku pemalsuan identitas perkawinan. BAB V : PENUTUP Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas didalam skripsi ini. 13