II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

dokumen-dokumen yang mirip
I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN KUALITAS AIR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

BAB II TINJUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. terintegrasi, dan menciptakan suatu simbiotik antara keduanya (Rakocy et al.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Nur Rahmah Fithriyah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Conqruist (1981), teh diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki panjang batang mencapai 30 cm. Eceng gondok memiliki daun bergaris

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan

PARAMETER KUALITAS AIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak disukai konsumen karena rasanya yang lezat dan gurih, sedangkan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Budidaya Lele (Clarias gariepinus) di Indonesia

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Akuaponik Akuaponik merupakan jawaban dari efisiensi air dan penghematan lahan budidaya yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008). Teknologi akuaponik juga menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi tanaman atau sayuran hidroponik (Diver, 2006) yaitu ikan dan tanaman tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi dan mampu menciptakan suatu simbiotik diantara keduanya (Pramono, 2009). Sistem ini merupakan teknologi terapan hemat lahan dan air dalam budidaya ikan. Selain hemat lahan dan air dalam pelaksanaannya, sistem akuaponik cukup efektif dalam mengurangi limbah buangan hasil budidaya. Manfaat terbesar dari penerapan sistem akuaponik, nitrat dan fosfat yang merupakan limbah budidaya ikan dapat diserap dan digunakan sebagai pupuk oleh tanaman akuatik sehingga menurunkan konsentrasi cemaran serta meningkatkan kualitas air. Pemantauan kualitas air diantaranya untuk mengetahui gambaran kualitas air pada suatu tempat secara umum parameter fisika, kimia dan biologi selanjutnya menilai kelayakan untuk kepentingan budidaya perikanan (Effendi, 2003). Kualitas air yang tepat dan dalam kisaran layak untuk kegiatan budidaya, sangat berkaitan dengan sintasan dan pertumbuhan ikan (Effendi, 2002). 2.2 Amonia dan Faktor yang Mempengaruhinya

8 Amonia (NH 3 ) merupakan sisa proses metabolisme organisme budidaya. Amonium (NH + 4 ) bersifat non toksik, sedangkan yang berbentuk tak terionisasi (NH 3 ) bersifat sangat toksik (Kordi dan Tancung, 2007). Konsentrasi NH 3 dipengaruhi atau ditentukan oleh ph dan suhu. Kandungan NH 3 tertinggi dijumpai pada siang hari dimana CO 2 rendah dan ph tinggi. Pada konsentrasi tinggi, amonia bebas beracun bagi udang dan ikan. Kedua bentuk amonia tersebut sangat dipengaruhi oleh ph dan suhu perairan. Melalui proses nitrifikasi, amonia akan dioksidasi oleh bakteri menjadi nitrit (NO - 2 ) dan nitrat (NO - 3 ). Sebaliknya melalui proses denitrifikasi nitrat akan direduksi oleh bakteri menjadi nitrit dan dari nitrit menjadi amonia atau N 2 (Affandi dan Usman, 2002). Berikut reaksi nitritasi dan nitratasi menurut Wahyu, dkk., 2010 : Reaksi nitrifikasi : 2NH 3 + 3O 2 2NO 2 - + 2 H + + 2H 2 O Reaksi denitrifikasi : 2NO 2 - + O 2 2NO 3 - Masalah ekskresi amonia pada ikan adalah dalam pergerakan amonia dari insang ke air diluar tubuh ikan. Jika konsentrasi amonia dan ph air rendah daripada cairan dalam tubuh ikan, NH 3 akan terdifusi dengan cepat dari insang ke air. Sekali NH 3 melewati + membran insang ke dalam air, berubah menjadi NH 4, laju kecepatannya tergantung kepada ph air (Affandi dan Usman, 2002). Pada saat ph air meningkat, konsentrasi + NH 3 hubungannya dengan NH 4 akan meningkat, dan membuat pergerakan NH 3 dari

9 epithelium insang sulit. Jika kandungan N tinggi bakteri nitrifikasi terhambat aktifitasnya dalam merombak amonia menjadi nitrat, sehingga terjadi penimbunan amonia (Tuwo, 2011).Selain dipengaruhi oleh ph dan suhu berdasarkan penelitian yang ada, amonia juga dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Siklus nitrogen tejadi dalam dua kondisi yaitu kondisi aerob dan kondisi anaerob. Pada kondisi aerob, selama nitrit terbentuk cepat, nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter. Pada kondisi anaerob, nitrat dapat berkurang menjadi nitrit yang selanjutnya hasil pengurangan tersebut dilepaskan sebagai gas nitrogen (Tuwo, 2011). 2.3 Fungsi Tanaman Kangkung untuk Mengurangi Konsentrasi Amonia Tanaman kangkung merupakan jenis tanaman hijau yang memiliki akar, batang, daun bunga, buah dan biji. Kangkung memiliki perakaran tunggang dengan banyak akar samping. Akar tunggang tumbuh dari batangnya yang berongga dan berbuku-buku. Daun kangkung berbentuk daun tunggal dengan ujung runcing maupun tumpul mirip dengan bentuk jantung hati, warnanya hijau kelam atau berwarna hijau keputihputihan dengan semburat ungu dibagian tengah. Bunganya berbentuk seperti terompet berwarna putih ada juga yang putih keungu-unguan. Buah kangkung berbentuk seperti telur dalam bentuk mini warnanya coklat kehitaman, tiap-tiap buah terdapat atau memiliki tiga butir biji. Umumnya banyak dimanfaatkan sebagai bibit tanaman. Jenis dari kangkung ini terdiri dari dua jenis yaitu kangkung air dan kangkung darat, namun jenis tanaman yang paling umum dibudidayakan oleh masyarakat kita yaitu tanaman kangkung darat atau yang biasanya dikenal baik dengan sebutan kangkung cabut. Adapun klasifikasi dari tanaman kangkung sebagai berikut :

10 Kerajaan : Plantae Divisi :Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Solanales Famili : Convolvulaceae Genus :Ipomoea Spesies :Ipomea aquatic Tanaman yang bisa dimanfaatkan pada sistem akuaponik sebaiknya mempunyai nilai ekonomis, misalnya bayam hijau, bayam merah, kangkung, tomat, sawi, mentimun dan selada. Fungsi penggunaan tanaman pada sistem akuaponik ialah mengurangi limbah buangan hasil kegiatan budidaya melalui penyerapan oleh akar tanaman (Setijaningsih, 2009). Banyak tanaman yang telah digunakan dalam penelitian pada sistem akuaponik, antara lain kangkung, mentimun dan tomat. Salah satu tanaman yang umumnya digunakan pada sistem akuaponik yaitu tanaman kangkung, karena harga jual dan permintaan yang cukup tinggi. Kangkung merupakan tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat dan dalam pemeliharaanya memerlukan air secara terus-menerus (Nugroho dan Sutrisno, 2008). Kelebihan tanaman kangkung juga mudah dibudidayakan dengan waktu panen yang cukup singkat. Kangkung yang ditanam di daerah tercemar akan menyerap zat-zat beracun yang terdapat di lingkungan. Menurut Setijaningsih (2009), penggunaan

11 kangkung dalam sistem akuaponik mampu mengurangi limbah nitrogen budidaya hingga 58%. 2.4 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.4.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1985. Klasifikasi ikan lele dumbo (C. gariepinus) menurut Saanin (1989) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub Kelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Chordata : Pisces : Teleostei : Ostariophysoidei : Silaroidae : Claridae : Clarias : Clarias gariepinus 2.4.2 Morfologi Lele dumbo memiliki kepala yang panjang hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Tanda yang khas dari lele dumbo adalah tumbuhnya empat pasang sungut seperti kumis di dekat mulutnya. Sungut tersebut berfungsi sebagai alat penciuman serta alat peraba saat mencari makan (Najiyati, 2003)

12 Lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan sama sekali tidak memiliki sisik. Warnanya hitam keunguan atau kemerahan dengan bintik-bintik yang tidak beraturan. Warna kulit tersebut akan berubah menjadi mozaik hitam putih jika lele sedang dalam kondisi stress dan akan menjadi pucat jika terkena sinar matahari langsung (Arifin, 2009). 2.4.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup Habitat atau tempat hidup ikan lele dumbo adalah air tawar. Air yang paling baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah dan mata air, namun lele dumbo juga dapat hidup dalam kondisi air yang rendah O 2 seperti dalam lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen yang rendah. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan yaitu arborescent. Alat tersebut memungkinkan lele mengambil O 2 langsung dari udara sehingga dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat tersebut juga memungkinkan lele dumbo hidup di darat asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembaban yang cukup (Nugroho, 2007). Salah satu sifat dari lele dumbo adalah suka meloncat ke darat, terutama pada saat malam hari. Hal tesebut terjadi karena lele dumbo termasuk ikan nocturnal, yaitu hewan yang lebih aktif beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Sifat tersebut juga yang menyebabkan lele dumbo lebih menyenangi tempat yang terlindung dari cahaya (Khairuman, 2010). Dilihat dari makanannya, lele dumbo termasuk hewan karnivora atau pemakan daging. Pakan alami lele dumbo adalah cacing, kutu air, dan bangkai binatang. Lele dumbo

13 sangat agresif dalam memangsa makanan, karena apapun yang diberikan pasti dilahapnya. Hal tersebut yang menyebabkan lele dumbo sangat cepat pertumbuhannya (Ridwan, 2002). 2.5 Parameter Kualitas Air 2.5.1 DO (Dissolved Oksigen) Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO 2 dan H 2 O. Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang terkandung pada metabolisme ikan (Kordi dan Andi, 2009). 2.5.2 Suhu Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut.

14 Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis) (Kordi dan Andi, 2009). 2.5.3 ph Menurut Andayani (2005), ph adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus ph = -log (H + ). Air murni terdiri dari ion H + dan OH - dalam jumlah berimbang hingga ph air murni biasa 7. Makin banyak ion OH - dalam cairan makin rendah ion H + dan makin tinggi ph. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H + makin rendah ph dan cairan tersebut bersifat masam. ph antara 7-9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, ph air dapat turun hingga mencapai 4. Perairan yang asam akan kurang produktif, justru dapat membunuh hewan budidaya. Pada ph rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan ph 6,5-9,0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5-8,7 (Kordi dan Andi,2009).