I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak ada satupun

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Analisis Isu-Isu Strategis

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami oleh negara-negara di Asia Tenggara sejak pertengahan tahun 1997. Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sektor pertanian telah berulang kali membuktikan diri sebagai sektor yang tahan terhadap krisis perekonomian dan merupakan suatu aset kekayaan dasar bagi kesejahteraan masyarakat serta bagi kegiatan pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Di samping itu resources based negara Indonesia memang terletak pada sektor-sektor primer (termasuk pertanian dalam arti luas), baik dari sisi kelimpahan potensi sumber daya alam maupun besarnya potensi tenaga kerja yang tersedia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus tetap mengembangkan sektor pertanian karena mempunyai peranan penting sebagai penghasil bahan makanan, penghasil devisa, memberikan kesempatan kerja dan juga sebagai pasar bagi produk-produk industri. Bidang peternakan sebagai salah satu sub sektor dari sektor pertanian merupakan bidang usaha yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Hal ini terkait dengan kesiapan sub sektor peternakan dalam menyediakan bahan pangan hewani masyarakat, mutlak untuk perkembangan dan pertumbuhan. Kandungan gizi hasil ternak dan produk olahannya sampai saat ini mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kandungan gizi asal tumbuhan. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan peternakan untuk memenuhi kebutuhan gizi, maka pembangunan peternakan saat ini, telah diarahkan

pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui pendekatan kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan landasan baru yaitu efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan (sustainability). Di samping itu, pembangunan sub sektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian, harus dilaksanakan secara bertahap dan berencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain melalui peningkatan produksi ternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat peternak dari waktu ke waktu. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing baik pada skala lokal, regional, nasional maupun internasional (Saragih, 2000). Sejalan dengan itu, sektor pertanian pun masih menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia, yang ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap PDB nasional seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Kontribusi PDB sektor pertanian termasuk perikanan dan kehutanan dalam kurun waktu 2004-2009 ialah sebesar (13-15 persen) dari nilai total PDB nasional. Angka tersebut dapat dikatakan relatif besar, mengingat kontribusi sektor pertanian tersebut menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan (sekitar 27 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restaurant yang mencapai 16 persen. Pada tahun 2008, kontribusi sektor pertanian bahkan berada pada urutan kedua di bawah sektor industri pengolahan. Perkembangan sub sektor peternakan tersebut, dapat terlihat dari persentase kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang relatif stabil berada dikisaran 12 persen. Salah satu jenis usaha pada sub sektor peternakan yang cukup mendapat perhatian yaitu usaha sapi perah yang dikembangkan untuk memenuhi permintaan susu yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan juga melihat tendensi

pertambahan jumlah penduduk, pendapatan dan meningkatnya kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya gizi. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persentase) LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 14,34 13,13 12,97 13,71 14,46 15,29 Tanaman Bahan Makanan 50,30 49,79 49,48 48,92 48,85 48,82 Tanaman Perkebunan 15,08 15,50 14,63 15,07 14,80 13,11 Peternakan 12,35 12,14 11,79 11,32 11,55 12,12 Kehutanan 6,16 6,20 6,94 6,67 5,64 5,24 Perikanan 16,11 16,38 17,16 18,03 19,17 20,71 Pertambangan dan Penggalian 8,94 11,14 10,98 11,17 10,92 10,54 Industri Pengolahan 28,07 27,41 27,54 27,06 27,89 26,38 Listrik, Gas, & Air Bersih 1,03 0,96 0,91 0,88 0,82 0,83 Konstruksi 6,59 7,03 7,52 7,73 8,48 9,89 Perdagangan, Hotel & Restoran 16,05 15,56 15,02 14,92 13,97 13,37 Pengangkutan dan Komunikasi 6,20 6,51 6,93 6,69 6,31 6,28 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 8,47 8,31 8,06 7,73 7,43 7,20 Jasa-jasa 10,32 9,96 10,07 10,11 9,73 10,22 Produk Domestik Bruto 100 100 100 100 100 100 *angka sementara **angka sangat sementara Sumber : BPS (2009) (diolah) Pada perkembangannya, sub sektor peternakan dituntut untuk berperan serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi dengan meningkatkan produksi melalui proses pengembangan budi daya. Meskipun produksi susu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun akan tetapi belum bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan susu di dalam negeri yang mencapai 1,5 miliar liter per tahun dimana 67 persen masih harus diimpor karena peternak sapi lokal hanya mampu menghasilkan sekitar 500 juta liter susu per tahun. Hal ini menunjukkan antara persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar daripada ketersediaan susu yang ada sehingga menyebabkan tingginya tingkat impor terutama untuk susu.

Tingginya tingkat impor terutama pada sektor peternakan dapat dilihat pada Tabel 2, dimana dapat diketahui bahwa dalam kurun 2006-2008, sektor peternakan masih menyumbang tingkat impor yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tingkat ekspornya. Tabel 2. Neraca Ekspor-Impor Subsektor Peternakan Indonesia 2006-2008 TAHUN EKSPOR IMPOR NERACA VOLUME NILAI VOLUME NILAI VOLUME NILAI 2006 198.407 388.939 880.430 1.190.396-682.023-801.457 2007 458.900 748.531 950.518 1.695.459-491.618-946.928 2008 413.770 782.992 733.951 1.653.914-320.181-870.922 Sumber : BPS (2009) Tingginya tingkat konsumsi susu Indonesia yang relatif meningkat dari tahun ke tahun, ternyata bila dibandingkan dengan konsumsi susu negara lainnya di kawasan Asia Tenggara, tingkat konsumsi susu penduduk Indonesia masih terbilang sangat rendah. Hal ini diketahui dari tingkat konsumsi susu yang hanya 10 liter per kapita per tahunnya, yang artinya penduduk Indonesia dalam satu tahun rata-rata hanya minum 55 gelas susu. Tingginya tingkat impor produk susu tersebut tidak lain juga karena disebabkan oleh fluktuasi harga susu dunia yang tentu saja akan berpengaruh terhadap harga susu lokal. Saat ini, harga susu dunia berada pada level 3000-4000 US Dollar per ton. Sementara untuk di tingkat lokal sendiri, rata-rata mengalami penurunan hingga Rp. 200 per liternya. Penurunan harga dikarenakan daya serap susu oleh IPS (Industri Pengolahan Susu) yang menurun karena harga susu impor lebih menguntungkan dibandingkan dengan membeli susu dari peternak/koperasi. Walaupun terdapat perbedaan harga antara harga susu lokal dengan harga susu dunia, tetapi masyarakat cenderung untuk lebih mengkonsumsi produk susu impor karena masyarakat relatif lebih mempercayai kualitas susu impor. Dengan perbedaan yang tentunya tidak terlalu signifikan tetapi tingkat impor

yang masih relatif tinggi jelas berakibat kepada rendahnya kesejahteraan peternak sapi perah. Belum lagi bila ditambah dengan peraturan pemerintah mengenai bea masuk susu impor yang relatif sangat rendah bahkan mendekati nihil, sehingga membuat tingginya peredaran susu impor di kalangan masyarakat. Selain permasalahan dari segi impor susu yang relatif banyak serta rendahnya tingkat harga yang diterima oleh peternak. Kendala lain yang dihadapi peternak sapi perah ialah biaya produksi peternak yang cenderung terus meningkat. Misalnya, biaya pakan konsentrat berkisar antara Rp 1.600-Rp 2.000 per kilogram, padahal pada runtun waktu 2006-2007 sebelum kenaikan harga komoditas, biaya pakan konsentrat pada kisaran Rp 1.000-Rp 1.200 per kilogram. Lebih lanjut lagi, jika bahan baku susu di industri dan peternak turun Rp 100-Rp 200 per liter dan harga pakan konsentrat naik Rp 100-Rp 200 per kilogram, maka tingkat keuntungan peternak menurun pada kondisi saat ini, dari 18,3 persen menjadi 7,7 persen. Sementara industri persusuan tingkat keuntungannya meningkat dari 46,1 persen menjadi 52,1 persen dan pedagang ritel pun tingkat keuntungannya meningkat dari 27,5 persen menjadi 31,1 persen. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa dampak kebijakan insentif stimulus fiskal tersebut hanya menguntungkan IPS dan pedagang ritel. Kondisi ini tidak menciptakan iklim kondusif bagi pembangunan peternakan nasional (Ditjennak, 2009). Oleh karena itu, seluruh aktor yang terlibat dalam industri susu harus terus berupaya untuk selalu melakukan introspeksi dan melakukan pengembangan sehingga dapat meminimalisir segala bentuk hambatan yang terjadi dan pada akhirnya tentu dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan senantiasa selalu melakukan analisis rantai nilai, dimana seluruh aktor yang

terlibat dalam kegiatan perusahaan dianalisis secara mendetail untuk mengetahui dimana titik terlemah dalam kegiatan perusahaan. Analisis rantai nilai pun bertujuan untuk meminimalisir berbagai hambatan yang terjadi, dan ketika perusahaan mengetahui dimana titik yang menjadi hambatan bagi perusahaan, maka perusahaan dapat dengan segera untuk melakukan perbaikan bukan hanya dari segi produksi, melainkan perbaikan dari semua bagian, baik dari segi process, product, functional, channel, serta intersectoral. Cisarua Mountain Dairy atau yang biasa dikenal sebagai Cimory, sudah paham mengenai berbagai hambatan yang selama ini menghadang industri susu. Sebagai salah satu pemain lama dalam industri susu, bukan menjadi jaminan bila Cimory dapat mengatasi seluruh hambatan tersebut. Apalagi, dengan kondisi Cimory saat ini, yang sama sekali tidak memiliki sapi perah sendiri dan sangat bergantung kepada para peternak sekitar, sehingga membuat Cimory merasakan dampak secara tidak langsung bila terjadi goncangan yang menghambat perkembangan peternak sapi perah. Berdasarkan kondisi Cimory tersebut, ditambah dengan visi dan misi perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah, maka sudah sewajarnya bila perusahaan terus berupaya memberikan proses maksimal agar pada akhirnya dapat dinikmati oleh peternak sapi perah. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi dari rantai nilai Cimory secara keseluruhan, dimana dengan menggunakan analisis rantai nilai, perusahaan dapat mengetahui dengan pasti dimana titik terlemah yang menjadi hambatan perusahaan selama ini. Ditambah dengan adanya regulasi pemerintah yang semakin mengizinkan adanya peredaran susu impor, tentunya analisis rantai nilai ini dapat berguna bagi perusahaan setidaknya untuk terus dapat

konsisten bersaing dengan produk lokal lainnya. Selain dengan menggunakan analisis rantai nilai, penelitian ini juga akan menggunakan analisis pengelolaan rantai nilai, dimana dengan menggunakan analisis rantai nilai, perusahaan dapat meningkatkan loyalitas serta kerjasama yang terjalin diantara berbagai aktor yang terlibat sehingga ke depannya bisa tercipta hubungan yang lebih baik. 1.2. Rumusan Masalah Seiring dengan adanya tuntutan mengenai hidup sehat yang berdampak terhadap peningkatan kebutuhan konsumsi susu masyarakat, maka Cimory sebagai salah satu pemain dalam industri pengolahan susu, diharuskan untuk selalu melakukan inovasi dalam pengembangan produk olahan. Proses inovasi tersebut menjadi penting, mengingat produk olahan yang dihasilkan oleh Cimory yang berupa susu pasteurisasi, memiliki tingkat kadaluarsa yang cukup cepat. Hal ini menyebabkan Cimory harus bisa memaksimalkan pasokan susu segar yang ada dengan menciptakan produk olahan dengan tingkat kadaluarsa yang lebih lama, salah satunya yakni memaksimalkan produk olahan keju, yang diyakini semakin lezat bila susu yang digunakan telah melalui proses penyimpanan yang cukup lama. Selain masalah inovasi tersebut, terbatasnya pasokan susu segar dari peternak yang dikirim ke Cimory, dapat menghambat produktivitas dari Cimory. Dengan adanya informasi dari pihak manajemen Cimory bahwa hingga saat ini, pasokan susu segar yang dikirim ke Cimory masih di bawah kapasitas produksi dari Cimory, sehingga masih dibutuhkan pasokan susu segar yang diharapkan dapat terus meningkat. Apalagi dengan rencana pihak Cimory yang berencana untuk melakukan ekspansi pabrik pengolahan susu segar ke daerah Sentul dengan kapasitas yang lebih tinggi, yang tentunya membutuhkan

lebih banyak pasokan susu segar dari peternak. Selain itu, beragamnya kualitas dari susu segar yang dihasilkan oleh peternak menjadi hambatan tersendiri bagi Cimory, mengingat adanya keterbatasan modal serta teknologi yang digunakan oleh para peternak sapi perah yang terbilang masih di bawah rata-rata standar normal. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap beragamnya kualitas susu segar yang dihasilkan oleh para peternak, yang secara tidak langsung tentunya akan berdampak terhadap tingkat harga yang didapatkan oleh para peternak sapi perah disesuaikan dengan kualitas dari pasokan sapi perah tersebut. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, menjadi sangat menarik bila penelitian ini berupaya untuk menganalisa mengenai analisis rantai nilai dari Cimory. Beberapa perumusan masalah dari penelitian ini ialah : 1. Bagaimana peta rantai nilai yang diterapkan oleh Cimory saat ini? 2. Bagaimana pengelolaan rantai nilai yang dilakukan oleh Cimory? 3. Bagaimana tingkat efisiensi produksi para peternak pemasok Cimory? 4. Atribut apa sajakah yang menjadi penghambat dalam rantai nilai Cimory? 5. Strategi apakah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hambatan yang dialami oleh Cimory? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini ialah : 1. Memetakan rantai nilai produk olahan susu segar di Cimory. 2. Menganalisa pengelolaan rantai nilai produk olahan susu segar yang dilakukan oleh Cimory. 3. Menganalisa tingkat efisiensi produksi para peternak pemasok Cimory. 4. Menganalisa atribut-atribut yang menjadi hambatan bagi Cimory.

5. Merumuskan strategi yang tepat untuk meminimalisir hambatan yang dialami oleh Cimory.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB