UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA

dokumen-dokumen yang mirip
Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya

Dharmayatra tempat suci Buddha

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA PGRI 2 BANJARMASIN

PERAN LEMBAGA DAKWAH KAMPUS (LDK) NURUL FATA DALAM MENINGKATKAN AKHLAK AKTIVISNYA DI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN ANTASARI BANJARMASIN

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP PEMECAHAN MASALAH KEBIASAAN MEMBOLOS PADA SISWA SMP MUHAMMADIYAH 4 BANJARMASIN

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD

MASALAH SISWA YANG MEROKOK DI SMP NEGERI 3 KERTAK HANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PENETAPAN ASAL USUL ANAK YANG LAHIR AKIBAT PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN (ANALISIS PENETAPAN NOMOR: 0180/Pdt.P/2015/PA.Bjm) SKRIPSI

STRATEGI COPING PADA MAHASISWA KORBAN BROKEN HOME (STUDI KASUS ATAS EMPAT MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM ANGKATAN 2011)

PERAN GURU PAI DALAM MEMBENTUK AKHLAK SISWA DI MTS MUHAMMADIYAH 2 KELAYAN BANJARMASIN

Oleh: AJI ABDUL MAJID NIM:

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG STATUS ANAK DI LUAR PERKAWINAN NOMOR46/ PUU-VIII/2010 DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM DANHUKUM DI INDONESIA SKRIPSI

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI MTs RAUDHATUSYSUBBAN SUNGAI LULUT KABUPATEN BANJAR

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

DAKWAH DI KALANGAN REMAJA ( KAJIAN TERHADAP PESAN DAKWAH RUBRIK REMAJA MAJALAH ARSADA TAHUN 2011 )

Skripsi Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam.

IMPLEMENTASI MEDIA BLOG DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI ) DI MADRASAH ALIYAH KANJENG SEPUH SIDAYU - GRESIK

Pnt. : Biarlah orang yang takut akan TUHAN berkata:

PESAN DAKWAH DALAM FILM MY NAME IS KHAN (Analisis Semiotik Terhadap Nilai-nilai Islam Dalam Film)

PERSETUJUAN. : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidiyah/Strata 1 (S1) Alamat : Jln. Tugu Hamayung 02 Januari 1949 Kec. Daha Utara. Kab.

PEMBINAAN AKHLAK PADA ANGGOTA POLISI MILITER ANGKATAN DARAT DI DENPOM MULAWARMAN BANJARMASIN

UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII DI SMP ISLAM TERPADU UKHUWAH BANJARMASIN

PENANAMAN NILAI-NILAI SOSIAL PADA DIRI SISWA KELAS III PADA PEMBELAJARAN IPS DI MIN ANDAMAN II KECAMATAN ANJIR PASAR KABUPATEN BARITO KUALA

SKRIPSI SITI CHOLIFAH NIM: /TP

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG ARAH KIBLAT MENURUT ILMU FALAK S K R I P S I

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih

Assalamualaikum Wr. Wb

PRODUKTIVITAS APARATUR SIPIL NEGARA. ( Studi Kasus Di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul Pada Tahun 2015) SKRIPSI

IBADAT PEMBERKATAN PERTUNANGAN

EVEKTIVITAS PENERAPAN STRATEGI EVERYONE IS A TEACHER HERE DALAM PEMBELAJARAN SKI KELAS VIII DI MTs NEGERI MULAWARMAN BANJARMASIN OLEH: A.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN 2015 M/1437 H

UPAYA GURU AQIDAH AKHLAK DALAM MENDISIPLINKAN SISWA DI MAN 2 MODEL BANJARMASIN OLEH ANNISA DAMAYANTI

D. ucapan benar E. usaha benar

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

PERAN DEPARTEMEN QUALITY CONTROL DALAM STANDARISASI BAHAN BAKU PT. PURA BARUTAMA UNIT OFFSET

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai derajat. Sarjana S-1 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

KEPUTUSAN MAHA SANGHA SABHA (PASAMUAN AGUNG) TAHUN 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 02/PA/VII/2002

STRATEGI BANK BRI SYARIAH DALAM MENANGANI PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BERMASALAH (Study Kasus Pada Bank BRI Syariah Cabang Pekanbaru)

ZAKAT HARTABAGI ANAK-ANAK DAN ORANG GILA (studikomperatifmenurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi i) SKRIPSI

ANALISIS MATERI DAN METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM UNTUK MENANAMKAN AKHLAK ANAK DI KELOMPOK BERMAIN AISIYAH AR-ROSYID BALEHARJO WONOSARI GUNUNGKIDUL

BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG

Doakan Orang Lain, Malaikat Mendoakanmu

PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMP ISLAM TERPADU UKHUWAH BANJARMASIN

PERANAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENUMBUHKAN MINAT SISWA UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN KONSELING INDIVIDU DI MTS NEGERI TARIK SIDOARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL

Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010

PELAKSANAAN PENDEKATAN SALINGTEMAS PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DI SDN KEBUN BUNGA 5 KOTA BANJARMASIN OLEH SALMAN FAUZI

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 RANTAU KABUPATEN TAPIN

PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA ANAK DI PANTI ASUHAN YAYASAN AR-RISALAH PUTRA BANJARMASIN

PENGGUNAAN STRATEGI GROUP INVESTIGATION PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV DI MIS NURUL ISLAM JALAN A. YANI KM 5 BANJARMASIN

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SRONO BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI

MAKNA TASBÎH DALAM AL-QUR ÂN ( Suatu Kajian Tematik ) SKRIPSI

PENGGUNAAN MEDIA TANGRAM PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR KELAS III DI MI SINAR ISLAM KECAMATAN KELUA KABUPATEN TABALONG

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN 2016 M/1437 H

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017

AKTIVITAS KELOMPOK KERJA GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DI KECAMATAN BERUNTUNG BARU KABUPATEN BANJAR. Oleh JAMALUDDIN

LAPORAN TUGAS AKHIR SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PANTI ASUHAN SINAR MELATI 25 AL-QAHHAAR YOGYAKARTA

RIBA DAN FENOMENA SOSIAL MASYARAKAT PEDAGANG AIR TIRIS (Studi Analisis Pemahaman Pedagang Emas Tentang Implikasi Riba) SKRIPSI

PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENGEMBANGKAN KOMPETENSI GURU DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 1 GAMBUT KABUPATEN BANJAR

TRISATYA DASADARMA PRAMUKA

TRADISI MEMBANGUN RUMAH DI DESA SUNGAI RANGAS ULU KECAMATAN MARTAPURA BARAT KABUPATEN BANJAR

KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PASAL 20 UNDANG-UNDANG NO 31 TAHUN 1999 JO

METODE DAKWAH MELALUI WISATA RELIGI. (Studi Kasus di Majelis Ta lim Al-Khasanah Desa Sukolilo. Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora)

HADIAH TETHADAP NASABAH DI BADAN USAHA MILIK DESA MAKMUR SEJAHTERA MENURUT EKONOMI ISLAM SKRIPSI

PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI DI KB IT UMAR BIN KHATTAB KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017

DAMPAK PSIKOLOGIS PERNIKAHAN DINI DAN

ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI

KUPON BERHADIAH BAGI KONSUMEN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Maxcell Depo Teknik Bangunan Kendari)

PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008

Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya:

PENANAMAN AKHLAKUL KARIMAH OLEH GURU KEPADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 CANDI LARAS UTARA KABUPATEN TAPIN

Skripsi. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

PENANAMAN NILAI-NILAI AKHLAK PADA SISWA KELAS X DI SMAN 2 KANDANGAN KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

SITI MEGAWATI NIM:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi.

KAWIN MIS-YAR MENURUT HUKUM ISLAM (Kajian Fatwa Kontemporer Yusuf Qardhawi)

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP IT ASSAIDIYYAH KIRIG MEJOBO KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMPIT UKHUWAH BANJARMASIN. Oleh NOOR FAHMI

IMPLEMENTASI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMK MUHAMMADIYAH 3 BANJARMASIN

PENGGUNAAN MEDIA NAPIER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS III DI MI ABI MANAP KECAMATAN BATAGUH KABUPATEN KUALA KAPUAS

STRATEGI GURU PAI DALAM PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SMALB UPTD SLB-C NEGERI PEMBINA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

MOTTO. kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

I Love My Job and My Family:

PERAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA BERINGIN JAYA KECAMATAN ANJIR MUARA KABUPATEN BARITO KUALA

IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK PADA ANAK USIA DINI DI PAUD CAHAYA GUNUNGPATI SEMARANG TAHUN 2012/2013

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Tarbiyah

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB MANAKIB AS-SAYYIDAH KHADIJAH AL-KUBRA KARYA ABU FATHIMAH AL-HAJJ MUNAWWAR IBN AHMAD GHAZALI AL-BANJARI

Manfaatkan Waktu. Semaksimal Mungkin

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Transkripsi:

1 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta) Oleh MA MUN NIM. 0032118712 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1428 H/2007 M

2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Teologi Islam Oleh Ma mun NIM. 0032118712 Pembimbing I Di bawah Bimbingan Pembimbing II Drs. H. Roswen Dja far Dra. Hj. Hermawati, M.A NIP. 150 022 782 NIP. 150 227 408 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1428 H/2007 M

3 KATA PENGANTAR بسم االله الرحمن الرحيم Segala puja dan puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan kekuatan iman dan Islam, taufiq, hidayah serta inayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad Saw. yang telah memberikan cahaya dan fatwa kepada seluruh ummatnya hingga akhir zaman. Syukur dengan mengucap al-hamdulillah, dan dengan usaha maksimal dan tekad yang bulat serta dorongan yang kuat dari saudara-saudaraku tercinta dan kedua orang tua, akhirnya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan, walaupun tentunya hambatan dan rintangan senantiasa menanti silih berganti. Atas izin Allah Swt. semua kesulitan dan hambatan dapat diatasi, sehingga hasil usaha dan jerih payah ini dapat disajikan sebagaimana yang ada di hadapan pembaca. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai ukuran sempurna. Untuk itu sumbangsih dan pemikiran, kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan. Disadari sepenuhnya dengan kerendahan hati, bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang turut membantu dengan rela berpartisipasi dalam membantu proses penulisan skripsi ini dari awal hingga selesai, maka sudah sepantasnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta staf dan Bapak Drs. H. Roswen Dja far, sebagai pembimbing I

4 dan Dra. Hj. Hermawati, M.A sebagai pembimbing II atas kebijaksanaannya dalam memberikan tugas kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan Perbandingan Agama yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan dan meminjam buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. 4. Bapak Suddhi Citto, selaku Bhante/Bikkhu Vihara Buddha Metta Arama Menteng, Jakarta yang telah memberikan data dan kontribusinya dalam rangka penyelesaian skripsi ini. 5. Kakak dan adik-adikku tercinta Hendar & Ali serta teman-teman satu perjuangan seperti Topan & Bezho yang telah membantu penulis dalam memberikan semangat dan motivasinya demi terselesaikannya skripsi ini. 6. Ayah dan Ibunda tercinta (Bapak Marhadi dan Umi Sunaiyah) yang senantiasa berusaha dan berdoa serta mendidik penulis dengan penuh tanggungjawab dan selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil. 7. Sanak famili dan handai taulan serta rekan mahasiswa fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya jurusan Perbandingan Agama angkatan 2000 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dengan suka rela dalam penyelesaian skripsi ini.

5 Walaupun demikian, banyaknya pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, bukan berarti kepada mereka pertanggungjawaban dibebankan, akan tetapi penulislah yang bertanggung jawab sepenuhnya, baik yang menyangkut kekhilafan maupun kekurangan-kekurangannya. Akhirnya hanya kepada Allah Swt. penulis serahkan segalanya, semoga jasa dan bantuan semua pihak yang diberikan kepada penulis menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak. Mudah-mudahan usaha kecil penulis melalui tulisan ini dapat membawa manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca pada umumnya. Amin ya rabb al- alamin. 01 Pebruari 2007 M Jakarta, 13 Muharram 1428 H Penulis

6 Halaman Judul DAFTAR ISI i... KATA PENGANTAR iv...daftar ISI PENDAHLUAN : BAB I A. Latar Belakang Masalah...1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...5 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...6 D. Metodologi Penelitian...7 E. Sistematika Penyusunan...8 RUANG LINGKUP PERAYAAN KATHINA : BAB II A. Pengertian Kathina...10 B. Sejarah Timbulnya Kathina...13 C. Manfaat Perayaan Kathina...18 D. Persembahan Dana Dalam Kathina...23 VIHARA BUDDHA - METTA ARAMA MENTENG - JAKARTA :BAB III A. Sejarah Singkat Vihara Buddha Metta Arama...29 B. Peran dan Fungsi Vihara Buddha Metta Arama...31 C. Aktivitas Dalam Vihara Buddha Metta Arama...35 D. Arti Simbol Dalam Vihara Buddha Metta Arama...39 PELAKSANAAN UPACARA KATHINA DI VIHARA :BAB IV

7 BUDDHA METTA ARAMA MENTENG JAKARTA A. Persiapan Upacara Kathina...46 B. Tata Cara Upacara Kathina...49 C. Tujuan Upacara Kathina...52 D. Kandungan Makna Dalam Upacara Kathina...55 E. Analisa Kritis...61 PENUTUP : BAB V A. Kesimpulan...67 B. Saran-saran...68 71... 72... 74... DAFTAR ISTILAH BUDDHA DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, religi merupakan unsur yang teramat penting. Hal ini disebabkan karena religi telah mengambil tempat yang teramat besar dalam jiwa manusia. Kurft mengatakan bahwa kepercayaan adalah urusan hati, menyita seluruh hidup, berakar dalam jiwa manusia sebagai keseluruhan dengan segala ungkapan yang banyak seginya. 1 Dengan kepercayaan yang dimiliki, manusia menjawab pertanyaan yang timbul sebagai akibat dari berbagai pengalaman yang tidak dapat dimengerti, pengalaman yang timbul dalam konfrontasi dengan alam dan dalam kehidupan pribadi dan sekitarnya. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan terkadang tidak dapat dijawab misalnya adalah masalah upacara yang berkaitan erat dengan kepercayaan manusia. Kepercayaan bagi manusia menjadi suatu pegangan dalam meyakini sebuah upacara yang sifatnya mungkin bisa dikatakan supranatural yang berada di luar batas pemikirannya. Suparlan mengatakan bahwa kepercayaan merupakan suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan dalam suatu masyarakat dalam menginterpretasi atau memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai sesuatu yang gaib dan suci. 2 Pandangan 1 A.C. Kruyt, Keluarga Dari Agama Suku Masuk ke Agama Kristen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1976), h. 76 2 Ronald Robert (ed), Agama; Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta : Rajawali Press, 1988), h. v - vi

9 terhadap adanya suatu dunia yang gaib dan suci yang sifatnya supranatural itu adalah sesuatu yang universal dalam setiap kepercayaan yang dimiliki manusia yang selanjutnya kepercayaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk berbagai Aktivitas dan tindakan religius tersebut yang diperagakan pada suatu aktivitas upacara. upacara merupakan usaha manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan, dewadewa dan penghuni-penghuni dunia gaib lainnya. Tindakan-tindakan religius itu sendiri memang cenderung bersifat simbolis, sehingga dalam upacara itu dipahami dengan simbol-simbol. Hal tersebut pada dasarnya menguatkan dan membuat suatu kepercayaan menjadi nyata. Dalam hal ini C. Greetz mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Agama adalah suatu sistem simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana-suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat dan tahan lama dalam diri manusia, dengan merumuskan konsep-konsep tentang suatu tatanan umum, eksistensi dan membungkus konsep-konsep itu dengan aura faktualitas, sehingga suasana-suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak nyata. 3 Upacara dengan segala perlengkapannya senantiasa mewujudkan emosi keagamaan yang menjadi perhatian anggota masyarakat. Penyelenggaraan upacara, selain berfungsi komunikatif juga dapat mensosialisasikan norma-norma dan nilai-nilai yang diajarkan oleh sistem kepercayaan. Sosialisasi memang dapat ditempuh dengan berbagai cara, tetapi upacara bersama adalah suatu cara yang mempercepat terjadinya sosialisasi. Hal ini bukan saja menampilkan materi dan tahap-tahap upacara, melainkan terkandung di dalamnya ungkapan-ungkapan 3 C. Greezt, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta : Kanisius, 1992), h. 5

10 emosional yang merangsang terciptanya kekokohan norma dan nilai yang bersifat kohesif pada anggota masyarakat. Masyarakat Indonesia yang bersifat bhinneka terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh nusantara pada hakekatnya adalah eka atau satu adanya. Demikian pula agama-agama yang hidup dan berkembang di Indonesia bersifat bhineka yang terdiri dari agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Konghuchu dan Buddha serta setiap agama mempunyai kitab suci yang berbedabeda. Walaupun agama tersebut tidak mungkin dapat dipersatukan, namun sebagai bangsa yang besar, seluruh umat beragama dapat dipersatukan di bawah landasan hukum Pancasila. Salah satu agama yang hidup dan berkembang di Indonesia serta berada di bawah landasan hukum Pancasila adalah agama Buddha. Agama Buddha merupakan salah satu agama yang hidup dan berkembang di Indonesia. Agama ini terdiri dari beberapa aliran yang terorganisir dalam majelis-majelis serta Sangha yang tergabung dalam perwalian umat Buddha Indonesia (WALUBI). Ada tiga aspek yang menjadi kerangka dasar dari ajaran agama Buddha yaitu aspek Bakti, Saddha dan Sila. Mengenai aspek bakti, setiap aliran dalam agama Buddha memiliki perbedaan dalam hal cara pelaksanaan upacara kebaktian. Akan tetapi ada juga persamaan dan keseragaman pada saat mereka mengadakan upacara kebaktian tersebut. Aspek bakti ini terbagi ke dalam dua bagian yaitu : 4 Tata kebaktian menurut agama Buddha terdiri atas kebaktian umum yang dihadiri oleh Bhikkhu Sangha, kebaktian umum yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu 4 Tim Penyusun Paritta Suci dan Penuntun Kebaktian dan Upacara, (Jakarta : Departemen Agama RI, 1998), h. 1-2

11 Sangha, kebaktian pembukaan pendidikan agama Buddha dan kebaktian penutupan pendidikan agama Buddha. Sedangkan upacara menurut agama Buddha terdiri dari upacara suci waisak, upacara asaddha, upacara magha puja, upacara perkawinan, upacara kematian dan upacara kathina. 5 Tidak dapat dipungkiri bahwa memang setiap agama memiliki perayaan dan upacara keagamaan. Demikian pula dengan umat Buddha, memiliki berbagai upacara keagamaan berikut tata caranya yang wajib dilaksanakan untuk memohon kepada Tuhan agar senantiasa memberikan tuntunan, perlindungan dan kesejahteraan, baik lahir maupun batin. Oleh sebab itu, dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, umat Buddha melaksanakan upacara kebaktian dan berbagai upacara lainnya dengan tujuan untuk dapat meningkatkan kehidupannya dalam melaksanakan sembahyang yang sudah seharusnya dilaksanakan oleh seluruh umat Buddha di manapun mereka berada. Salah satu upacara yang tidak kalah pentingnya bagi kalangan umat Buddha adalah upacara kathina. Dari beberapa kebaktian agama Buddha, upacara kathina 6 merupakan salah satu upacara penting dalam agama Buddha. Upacara ini dimaksudkan untuk menghormati dan merenungi sifat-sifat Sang Buddha. Para umat Buddha diharapkan dapat saling asih, saling asuh dan saling asah, demi solidaritas dan kelangsungan agama Buddha Sasana. Di samping itu, upacara kathina mendorong seorang Bhikkhu menjadi bhikkhu yang baik dan taat pada Vinaya 5 Suwarno T., Buddha Dharma Mahayana, (Jakarta : Majelis Agama Buddha Indonesia, 1999), h. 15 6 Upacara kathina merupakan upacara pemberian jubah kepada Sangha. Lihat Warta Visudha, No. 4, Edisi Oktober 1990, h. 3

12 serta mendorong umat yang baik serta taat pada sila. Hal ini sesuai dengan sabda Sang Buddha : Engkaulah yang harus mengingatkan dan memeriksa dirimu sendiri. Oh Bhikkhu, bila engkau dapat menjaga dirimu sendiri dan selalu sadar, maka engkau akan hidup dalam kebahagiaan. 7 Demikian sabda Sang Buddha yang tentunya sangat berkaitan dengan perayaan kathina. Adapun yang mendorong penulis untuk mengangkat ke permukaan tentang masalah ini dilandasi oleh beberapa hal yaitu : 1. Perayaan kathina merupakan praktek kehidupan beragama Buddha, yakni melaksanakan kewajiban umat terhadap Sangha. Para rahib Buddha tidak mengucilkan diri, namun mengabdikan diri kepada masyarakat luas. 2. Upacara kathina memiliki keunikan tersendiri, bahwa upacara ini tidak dapat diselenggarakan tanpa kehadiran bhikhu. 3. Sejauh pengamatan penulis, masalah ini belum pernah dibahas oleh mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berangkat dari pola pikir di atas, penulis merasa tertarik untuk menuangkan sebuah obsesi yang terdapat dalam diri penulis yang kemudian diwujudkan dalam bentuk skripsi yang diberi judul : UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng-Jakarta). Topik ini menarik untuk dikaji, karena implikasinya sangat 7 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Budhis 1996 2026, (Jakarta : Yayasan Dhammadiepa Arama, 1997), Cet. ke-1, h. 29

13 luas sehingga dapat dijadikan gambaran bagi umat lain untuk mengeluarkan dana dalam melakukan kebajikan/jasa sepanjang hayatnya. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Upacara kathina yang menjadi pembahasan utama dalam karya ilmiah ini adalah salah satu rangkaian upacara yang dilaksanakan oleh umat Buddha. Banyak hal yang dapat diangkat dalam persoalan ini seperti ajaran Kitab Suci Agama Buddha, pengetahuan umat Buddha dan pengaruh agama Buddha terhadap perayaan upacara kathina. Agar dapat memberikan fokus masalah, maka pembahasan skripsi ini dibatasi hanya pada upacara kathina dalam agama Buddha dengan rumusan permasalahannya yaitu : Bagaimana proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha khususnya di vihara Buddha Metta Arama Jakarta, dengan batasan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha? 2. Sarana apa saja yang dapat digunakan dalam upacara kathina pada agama Buddha? 3. Maksud dan Tujuan apa yang hendak dicapai dalam upacara kathina? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah serta manfaat penulisan, maka penulisan skripsi ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha pada vihara Metta Arama Menteng Jakarta.

14 2. Memperoleh gambaran tentang maksud dan tujuan pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha pada vihara Metta Arama Menteng Jakarta. 3. Memenuhi sebagian persyaratan akademis untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang agama Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan Perbadingan Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan khazanah keilmuan Islam dan dapat memberikan penjelasan tentang proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha. 2. Manfaat praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa bahan bacaan berbentuk karya ilmiah di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan Perbandingan Agama. D. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yakni penelitian tentang hubungan fenomena sosial tertentu dengan menganalisa dan menginterpretasikan melalui data yang ada. 8 Pengumpulan data dalam rangka pembahasan skripsi ini diperoleh 8 Penelitian ini memiliki dua tujuan, pertama untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak

15 melalui studi kepustakaan atau library research dan field research atau penelitian lapangan. Pengumpulan data-data skripsi yang diperoleh melalui studi kepustakaan, penulis mengambil sumber dari buku-buku, makalah, majalah dan surat kabar yang berhubungan erat dengan tema skripsi ini. Kemudian untuk memperoleh data lapangan, penulis melakukan observasi dan wawancara dengan cara mendatangi obyek yang diteliti seperti gambaran umum lokasi penelitian dan kondisi Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta untuk mendapatkan data serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan dalam penelitian ini. Pada metode ini, penulis menggunakan dua teknik yaitu : a. Observasi, penulis mengadakan pengamatan langsung ke Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta untuk memperoleh data yang akurat tentang gejala, peristiwa dan kondisi aktual yang terjadi pada masa sekarang yang sudah barang tentu berkaitan erat dengan masalah upacara kathina. b. Wawancara, penulis mengadakan tanya jawab dengan Bhikkhu Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta untuk memperoleh data yang dibutuhkan dan dianggap akurat. Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh PT. Hikmat Syahid Indah Jakarta akan mewarnai seluruh bentuk penulisan skripsi ini. melakukan pengujian hipotesa. Kedua, untuk memprediksi fenomena sosial tertentu. Lihat Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metodologi Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1999), Cet. ke- 1, h. 4

16 E. Sistematika Penyusunan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka diperlukan suatu sistematika penyusunan. Adapun sistematika penyusunan yang dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini. Bab I menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang tujuannya untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, metodologi penelitian yang dipergunakan dalam rangka memudahkan penulisan dan sistematika penyusunan dipergunakan untuk memberikan penjelasan secara garis besar mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini. Bab II berisikan tentang ruang lingkup perayaan kathina yang pembahasannya meliputi pengertian kathina, sejarah timbulnya kathina, manfaat perayaan kathina dan persembahan dana dalam kathina. Bab III menguraikan tentang kondisi Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta yang pembahasannya meliputi sejarah singkat Vihara Buddha Metta Arama, peran dan fungsi Vihara Buddha Metta Arama, aktivitas dalam Vihara Buddha Metta Arama serta arti simbol dalam Vihara Buddha Metta Arama. Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi ini, yaitu masalah proses pelaksanaan upacara kathina di Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta yang pembahasannya meliputi persiapan upacara kathina, tata

17 cara upacara kathina, tujuan upacara kathina dan kandungan makna dalam upacara kathina dan analisa kritis. Bab V merupakan bab penutup dari skripsi ini, di dalamnya memuat beberapa kesimpulan dan saran-saran yang merupakan kristalisasi dari uraianuraian bab-bab terdahulu yang kemudian diakhiri oleh daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran.

18 BAB II RUANG LINGKUP PERAYAAN KATHINA A. Pengertian Kathina Kathina berasal dari bahasa Pali/Sansekerta. Menurut S. Wojowasito, kathina merupakan kata sifat yang berarti keras, kuat dan kokoh. 9 Sementara itu Suddhi Citto mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kathina adalah kain katun untuk bahan jubah, karena pada masa silam, para bhikkhu membuat jubahnya dari kain-kain bekas jika tidak menerima pemberian dari umat. 10 Dengan demikian kathina adalah upacara keagamaan di lingkungan umat Buddha, merupakan hari dana yang biasanya dilangsungkan setiap bulan purnama pada bulan Oktober. 11 Masa kathina dimulai satu hari setelah hari purnama pada bulan Oktober sampai dengan hari purnama bulan November. Salah satu hari dalam batas waktu satu bulan tersebut dapat dipilih untuk penyelenggaraan upacara. Dibalik persembahan jubah, upacara kathina tidak semata-mata merupakan suatu bentuk peringatan. Perayaan kathina adalah praktek kehidupan beragama Buddha, yakni melaksanakan kewajiban umat terhadap Sangha. Para rahib Buddha tidak mengucilkan diri, namun mengabdikan diri kepada 9 S. Wojowasito, Kamus Kawi Indonesia, (Bandung : CV. Pangarang, tth), Cet. ke-1, h. 131 10 Suddhi Citto, Samanera Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Maret 2006 11 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000), Cet. ke-2, h. 457

19 masyarakat luas. Umat mempersembahkan dana kepada mereka. 12 Tidak ada upacara kathina tanpa persembahan dana. Istilah Bulan Dana bagi umat Buddha tentu tidak asing lagi, karena di dalam agama Buddha juga terdapat bulan dana tetapi tidak menggunakan istilah Bulan Dana umat Buddha atau Bulan Berdana Bagi Umat Buddha atau dengan istilah yang lainnya. Masa satu bulan yang merupakan bulan dana tersebut dikenal dengan istilah masa atau bulan kathina. 13 Bulan kathina selalu hadir antara bulan Oktober dan bulan November, yakni setelah berakhirnya masa vassa. Masa ini merupakan yang tepat bagi umat Buddha memberikan dana kepada para bhikkhu yang telah menjalankan masa vassa. Sang Buddha memberikan izin kepada para bhikkhu untuk mencari kain/bahan jubah baru, untuk mengganti jubah yang lama yang telah robek. 14 Kalau dibayangkan kehidupan di zaman Sang Buddha, tentu tidak sama dengan kehidupan di zaman sekarang. Dalam kitab-kitab suci diceritakan bagaimana kehidupan pada zaman Sang Buddha. Ada orang yang kaya raya, ada raja yang menjadi sponsor atau menopang kehidupan para bhikkhu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Tentu tidak semua bhikkhu hidup dari bantuan orang kaya atau raja yang memerintah. 15 Para bhikkhu yang hidup di daerah yang makmur, yang didukung oleh orang kaya atau raja, tidak akan merasakan kesulitan untuk mendapatkan empat 12 K. Wijaya Mukti, Berebut Kerja Berebut Surga, (Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, 2003), Cet. ke-2, h. 16 13 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina, Warta Visudha, No. 4, Edisi Oktober 1990, h. 3 14 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina Warta Visudha, Oktober 1990, h. 4 15 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina Warta Visudha, Oktober 1990, h. 5

20 kebutuhan pokok yang berupa jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Nampaknya umat Buddha pada zaman Sang Buddha selalu menyediakan empat kebutuhan pokok dengan baik, tetapi untuk jubah para bhikkhu umumnya mengumpulkan kain bekas pembungkus mayat yang dikenal dengan nama amsukula. Kain-kain tersebut dikumpulkan dan dijahit menurut ketentuan yang ada, menjadi jubah. Pembuatan jubah ini biasanya dilakukan pada masa kathina, dan untuk mewarnai diperlukan alat berupa bingkai untuk membentangkan jubah tersebut. Bingkai inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kathina. 16 Masa kathina merupakan satu kurun yang paling baik bagi umat Buddha untuk mempraktekkan perbuatan baik, terutama dengan cara berdana. Ladang yang paling baik untuk berdana adalah Sangha. Dalam Paritta Sanghanussatti dinyatakan bahwa lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam semesta, dan lain sebagainya merupakan tempat yang cukup baik untuk berdana. 17 Dalam masa satu bulan tersebut, umat memilih satu hari tertentu untuk merayakan upacara kathina. Pemilihan hari tersebut tentu sangat bergantung pada umat itu sendiri, di samping kesediaan para bhikkhu yang akan menghadiri upacara kathina yang diadakan. 18 Dari uraian-uraian tentang definisi kathina, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kathina pada dasarnya suatu upacara keagamaan di lingkungan 16 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina, Warta Visudha, Oktober 1990, h. 3 17 Dhana Putra,, Bulan Dana, Bulan Kathina, Warta Visudha, h. 4 18 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina, Warta Visudha, h. 3

21 umat Buddha dengan cara memberikan dana kepada Sangha dan dilaksanakan pada setiap bulan purnama yang jatuh pada bulan Oktober. B. Sejarah Timbulnya Kathina Hari raya kathina juga bisa disebut hari raya persembahan dana kepada Arya Sangha, yang terdiri dari para bhikksu dan bhiksuni. Hari raya yang diperingati dan dirayakan setelah para bhiksu dan bhiksuni berada pada masa vassa atau istirahat pada musim hujan selama tiga bulan ini memiliki makna yang dalam, yang wajib direnungkan oleh umat Buddha. Dalam masa vassa tersebut para bhiksu tidak berkelana, tetapi berdiam di satu tempat untuk membina diri guna meningkatkan kemajuan batin. Masa vassa ditetapkan Sang Buddha setelah mendengar masukan, yang mempertanyakan mengapa para siswa Sang Buddha pergi berkelana pada musim hujan di mana saat itu banyak tunas baru yang tumbuh, sehingga tunas-tunas tersebut banyak yang terinjak dan mati. Dari laporan ini, akhirnya ditetapkanlah masa vassa. 19 Alasan lain adalah karena ketika para bhiksu ingin menyampaikan hormat kepada Sang Buddha, beliau melihat pakaian yang mereka kenakan telah rusak. Oleh karena itu, beliau menganjurkan kepada umat Buddha yang mampu untuk memberikan persembahan jubah kepada Sangha sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, dan waktu yang paling tepat untuk memberikan persembahan 19 Warta WALUBI, Edisi November 2003, h. 16

22 tersebut adalah setelah masa vassa, 20 karena setelah melatih diri, para bhiksu memiliki batin yang lebih tinggi kualitasnya, sehingga dapat diharapkan menjadi ladang yang subur untuk menanam jasa. Selain merupakan saat yang sangat tepat dan amat baik untuk berdana, bulan kathina juga merupakan saat yang indah bagi semua umat Buddha untuk mendengarkan khotbah dharma dari Sangha yang membina secara intensif, sehingga merupakan berkat rohani yang menyegarkan batin. 21 Umat Buddha biasa memberikan persembahan kepada para bhiksu dan bhiksuni, baik berupa bahan untuk jubah, obat-obatan, barang-barang keperluan sehari-hari maupun uang dengan tujuan agar mereka dapat memenuhi kebutuhankebutuhannya. Pemberian semacam ini biasanya mereka lakukan pada hari raya kathina. Adapun sejarah timbulnya kathina ini mengacu kepada peraturan kebhikkhuan yang mengharuskan para bhikkhu untuk menetap di suatu tempat selama musim hujan atau masa vassa. Selama masa itu, mereka tidak berkelana seperti biasanya. Hal ini dapat dilihat pada masa sejarah timbulnya kathina di India misalnya. 22 Pada masa kehidupan Sang Buddha masyarakat mulai menanam sayur mayur dan tanaman lainnya, di ladang mereka pada awal musim hujan. Karena itu, mereka merasa khawatir kalau tanaman mereka yang mulai tumbuh subur itu akan terinjak-injak oleh kaki para bhikkhu yang berkelana. Mereka lalu meminta kepada Sang Buddha agar para bhikkhu tidak berkelana selama musim hujan. 20 Masa vassa adalah masa istirahat bagi para bhikkhu untuk tidak melakukan perjalanan. Lihat Warta Walubi, Edisi November 2003 21 Warta WALUBI, November 2003, h. 17 22 Buddha Cakkha, 1990, h. 32

23 Permohonan mereka pun dikabulkan oleh Sang Buddha dengan menetapkan aturan bahwa setiap bhikkhu harus menetap di satu tempat selama musim hujan atau yang lebih dikenal dengan istilah masa vassa. 23 Masa vassa berlangsung selama tiga bulan terhitung sejak hari pertama setelah purnama Sidhi bulan Asadha. 24 Dalam masa vassa ini para bhikkhu berusaha mendalami ajaran sang Buddha yang lebih sungguh-sungguh, melatih diri dengan sila dan Samadhi, serta meminta bimbingan dari bhikkhu-bhikkhu yang lebih senior. 25 Akhir dari masa vassa ini ditandai dengan hari pavarana. Hari pavarana adalah hari uposatha istimewa, karena pada hari uposatha ini para bhikkhu tidak membacakan peraturan kebhikkhuan sebagaimana biasanya. Pada hari ini, para bhikkhu saling introspeksi, yang telah melakukan kesalahan, mengakui kekeliruannya kepada bhikkhu yang lebih senior dan saling maaf memaafkan, serta saling memberikan nasehat agar kelak menjadi lebih baik lagi. 26 Setelah hari pavarana, tibalah masa kathina. Masa kathina ini berlangsung selama satu bulan. Para bhikkhu boleh mencari kain-kain untuk bahan jubah, karena pada masa silam para bhikkhu membuat jubahnya dari kainkain bekas jika tidak menerima pemberian dari umat. Untuk itulah, pada masa kathina ini umat Buddha mempersembahkan kain-kain untuk jubah serta berbagai keperluan pokok lainnya sebelum para bhikkhu mulai berkelana kembali. 27 23 Tahukkah Anda Apakah Kathina itu?, Buddha Cakkha, 1990, h. 31 24 Asadha menurut umat Buddha adalah bulan November dan pada bulan ini biasanya turun hujan. Lihat Herman S. Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 20 25 Herman, Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 21 26 Herman, Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 22 27 Herman, Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 20

24 Ada satu hal yang penting dalam masa kathina ini, yaitu persembahan jubah kathina. Meskipun jubah atau kain bisa dipersembahkan hampir setiap saat kepada para bhikkhu atau Sangha, namun jubah yang dipersembahkan itu hanyalah jubah biasa, bukan jubah kathina. Agar bisa disebut sebagai jubah kathina, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 28 Jubah itu dipersembahkan pada masa kathina. Jubah itu diterima oleh minimal 5 orang bhikkhu yang menetap bersama-sama di suatu tempat yang sama. Para bhikkhu tersebut semuanya menjalani masa vassa dengan baik dan lengkap. Jubah atau kain jubah itu diperoleh dengan cara yang sah, bukan dengan jalan meminta, meminjam, mengambil milik orang lain, dan lain sebagainya. Kain jubah tersebut dicuci, dipotong, dijahit dan dicelup selama tidak lebih dari satu hari. Sebelum matahari terbit kembali, jubah tersebut harus sudah siap pakai, dan Sangha yang menerima persembahan kathina akan melakukan Sangha Kamma, bermusyawarah untuk menentukan siapa di antara mereka yang berhak untuk mengenakan jubah kathina tersebut. Semua bhikkhu yang mengikuti upacara persembahan jubah kathina ini akan memperoleh lima hak istimewa sampai selesai musim dingin atau sampai empat bulan setelah masa kathina, yaitu : 1. Para bhikkhu boleh meninggalkan vihara tanpa pamit. 2. Para bhikkhu boleh pergi tanpa harus membawa tiga perangkat jubah secara lengkap. 28 Herman, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 32

25 3. Para bhikkhu boleh makan secara berkelompok tanpa melakukan pelanggaran vinaya. 4. Para bhikkhu boleh menyimpan jubah ekstra atau jubah tambahan tanpa batas waktu. 5. Para bhikkhu bisa memperpanjang masa kathina sampai akhir musim dingin. 29 Dengan demikian proses lahirnya kathina ini sangat berkaitan dengan erat kondisi musim pada suatu negara misalnya India. Selama musim hujan, biasanya berbagai jenis tanaman akan tumbuh subur. Oleh karena itu masyarakat mulai menanam beberapa jenis tanaman yang biasa dikonsumsi oleh mereka setiap hari pada awal musim hujan. Namun terdapat kekhawatiran yang sangat berlebihan pada diri masyarakat bahwa tanamannya itu akan terinjak-injak oleh kaki para bhikkhu yang berkelana. Mereka lalu memohon kepada Sang Buddha agar para bhikkhu tidak berkelana selama musim hujan. Akhirnya permintaan mereka dikabulkan oleh Sang Buddha dengan cara menetapkan aturan bahwa setiap bhikkhu harus menetap di satu tempat selama musim hujan yang kemudian istilah Buddha dikenal sebagai masa vassa. 30 Pendapat lain mengatakan bahwa selesai masa vassa yang lamanya tiga bulan, rombongan para bhikkhu akhirnya meneruskan perjalanan ke Savathi walaupun hujan terus turun, jalan tergenang air dan para bhikkhu akhirnya tiba di vihara Jetavana. Kemudian Sang Buddha melihat dan memperhatikan para bhikkhu jubahnya sudah mulai rusak, lalu Sang Buddha mengizinkan untuk membuat jubah baru sebagai pengganti jubah lama. Setelah Sang Buddha Bahagia, 1986), h. 20 29 Buddha Cakkha,, 1990, h. 31 30 Oka Diputra, Pedoman Penerangan Agama Buddha, (Jakarta: Dharma Nusantara

26 mengizinkan pembuatan jubah berarti membuat kesempatan bagi umat untuk berdana kain jubah dan barang kebutuhan sehari-hari para bhikkhu. Sejak peristiwa itu dimulailah kathina dana. Demikian proses sejarah timbulnya kathina yang menurut kepercayaan umat Buddha merupakan bulan dan kesempatan yang amat baik untuk memberikan dana kepada para bhikkhu. 31 C. Manfaat Perayaan Kathina Perayaan kathina merupakan tradisi dari zaman Sang Buddha, di mana suatu ketika Sang Buddha bersemayam di vihara Jetavana, di kota Savathi, waktu itu ada para bhikkhu di kota Patheyya yang berjumlah 30 orang bertekad melatih meditasi untuk menemani Sang Buddha, tetapi di tengah perjalanan sudah mulai musim hujan. Jadi dengan terpaksa rombongan para bhikkhu tersebut bervassa di kota Sakeyya yang jaraknya tinggal 6 Yojana dari kota Savathi. Selesai masa vassa yang lamanya tiga bulan akhirnya meneruskan perjalanan ke Savathi walaupun hujan terus turun dan jalan tergenang air. Para bhikkhu akhirnya tiba di vihara Jetavana. Kemudian Sang Buddha melihat dan memperhatikan para bhikkhu jubahnya sudah mulai rusak, lalu Sang Buddha mengizinkan untuk membuat jubah baru sebagai pengganti jubah yang lama. Setelah Sang Buddha mengizinkan pembuatan jubah berarti membuat kesempatan bagi umat untuk 31 Oka, Pedoman Penerangan Agama Buddha, h. 21

27 berdana kain jubah dan barang kebutuhan barang sehari-hari para bhikku. Sejak peristiwa itu dimulailah kathina dana. 32 Berdasarkan pada peristiwa kathina dana inilah, maka kemudian setiap tahun para bhikkhu diwajibkan untuk melaksanakan vassa di suatu tempat selama tiga bulan, dan menurut kitab Vinaya Pitaka bagi bhikkhu yang tidak melaksanakan vassa dianggap telah melanggar vinaya. 33 Salah satu tujuan vassa adalah untuk memberi kesempatan kepada para bhikkhu agar dapat mengkonsentrasikan pikiran mereka pada pengembangan diri baik dalam hal meditasi maupun dalam dhamma. Hal ini sangat penting, sebab selain pada masa vassa ini maka sepanjang tahun para bhikkhu sangat sibuk dengan tugas-tugas rutin, sehingga mereka seringkali tidak mempunyai kesempatan untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan diri masingmasing. 34 Umat yang berdiam di sekitar tempat vassa para bhikkhu juga selain akan mendapatkan banyak manfaat, juga bisa merayakan hari kathina. Hari kathina yang oleh umat Buddha dirayakan sekali dalam satu tahun memang bukan sekedar perayaan biasa. Hari kathina tidak bisa disamakan dengan hari raya Budhis lainnya. Karena pada hari kathina umat Buddha secara langsung mengamalkan ajaran Sang Buddha, yaitu berdana. Namun, di samping itu masih 32 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996 2026, (Jakarta : Yayasan Dhammadiepa Arama, 1997), Cet. ke-1, h. 29 33 Adi Suhardi Heryanto, Hari Kathina dan Manfaatnya, Buddha Cakkhu, Edisi November 1988, h. 10 34 A. S. Heryanto, Hari Kathina dan Manfaatnya, Buddha Cakkha, November 1988, h. 10

28 banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi umat sehubungan dengan perayaan hari kathina. Bagi umat Buddha, perayaan kathina memiliki banyak manfaat di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Mendapat banyak kesempatan untuk mendengar khotbah dhamma Seperti diketahui bahwa saat ini jumlah vihara dan cetiya 35 yang ada di Indonesia cukup banyak, sedangkan jumlah bhikkhu yang ada belum memadai, sehingga banyak umat pada vihara-vihara dan cetiya-cetiya tertentu yang jarang mendapat kesempatan untuk mendengar khotbah dari para bhikkhu, terutama bagi umat di daerah-daerah. Dengan adanya bhikkhu yang melaksanakan vassa di tempat mereka, berarti banyak umat yang mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan khotbah dhamma. 2. Mendapat peluang untuk berdana Bagi vihara atau cetiya yang jarang mendapat kunjungan para bhikkhu akan sedikit pula mempunyai peluang untuk berdana kepada bhikkhu Sangha. Jika terdapat bhikkhu yang melaksanakan masa vassanya di sana, maka selama kurang lebih tiga bulan para umat yang berada di sekitar tempat vassa mempunyai kesempatan untuk berdana, baik berupa dana makanan, obatobatan maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya. 3. Mendapat peluang untuk melatih diri dalam hal Sila dan Bakti 35 Cetiya adalah nama lain bagi vihara Buddha.

29 Dengan adanya bhikkhu yang berdiam di daerahnya selama masa vassa, maka umat yang ada di sana mendapat banyak kesempatan untuk berlatih diri dan meminta bimbingan sila dan sekaligus mempraktekkan bakti mereka kepada bhikkhu Sangha. 4. Mendapat peluang untuk memperoleh bimbingan langsung dari para bhikkhu Dengan adanya bhikkhu yang melaksanakan masa vassa di suatu vihara atau cetiya, maka para umat akan mendapatkan bimbingan langsung dari para bhikkhu, sehingga hal yang tidak diketahui mengenai Buddha Dhamma ataupun keragu-raguan para umat dapat langsung terjawab. Di samping itu, para umat juga akan mendapat bimbingan langsung dalam hal Buddha Dhamma dan latihan meditasi, serta nasehat-nasehat atau saran-saran untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. 5. Mendorong dan memberi semangat kepada para umat untuk lebih giat belajar dhamma. Dengan adanya bhikkhu di dekat para umat, maka mereka akan bersemangat dan rajin mengikuti kebaktian dan belajar dhamma. 6. Memberi peluang untuk menumbuhkan suasana religius dalam keluarga Dengan adanya bhikkhu di sekitar tempat tinggal umat Buddha, maka para umat dapat menumbuhkan suasana religius dalam keluarga masingmasing dengan cara mengajak keluarga mengunjungi para bhikkhu, mengajak keluarga untuk berdana kepada para bhikkhu, mengajak keluarga untuk mengikuti setiap kebaktian dan kegiatan-kegiatan vihara atau cetiya, dan lain sebagainya. 7. Mendapat peluang untuk mengembangkan diri

30 Dengan hadirnya bhikkhu di sekitar umat Buddha selama masa vassa, maka umat yang akan mendapat peluang untuk melatih dan mengembangkan diri masing-masing dengan cara mencontoh hal-hal yang baik dari kehidupan para bhikkhu seperti hidup sederhana, mudah dirawat dan sedikit kebutuhannya, bersemangat, teguh dalam hal vinaya atau sila, rajin untuk mengembangkan diri, melatih kesabaran dan hidup penuh dengan cinta kasih serta sayang kepada semua makhluk. 8. Memupuk karma baik Dengan melakukan dana kepada bhikkhu Sangha, rajin mengikuti kebaktian dan secara kontinyu berlatih meditasi, maka berarti umat Buddha telah memupuk karma baik. 9. Membantu menjaga kelestarian Buddha Dhamma Dengan memperhatikan dan melengkapi kebutuhan-kebutuhan bhikkhu Sangha berarti umat Buddha telah membantu menjaga kelestarian Buddha Dhamma di dunia ini. Setelah masa vassa berakhir, maka para umat yang ada di sekitar tempat vassa para bhikkhu diberi kesempatan untuk menyatakan rasa terima kasih mereka atas bimbingan, pengarahan serta bantuan dan pengabdian yang telah diberikan para bhikkhu dengan cara berdana keperluan-keperluan para bhikkhu seperti jubah-jubah, obat-obatan, makanan, dan lain sebagainya. Kesadaran umat Buddha untuk berdana selama bulan kathina cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun, namun sayangnya pada hari-hari biasa setelah lewat hari kathina, banyak umat yang melupakan hal berdana ini,

31 sehingga pernah terjadi pengurus sebuah vihara terpaksa memesan nasi catering untuk para bhikkhu karena tidak setiap hari ada umat yang berdana makanan, padahal cukup banyak umat Buddha yang tinggal di sekitar tempat tersebut. Dengan demikian, perayaan kathina seharusnya dijadikan momen yang paling untuk mengintrospeksi diri, jangan sampai kejadian seperti ini terulang kembali. Kenyataan yang ionis ini seharusnya tidak sampai terjadi jika para umat yang ada dapat menyadari dan mau memperhatikan hal-hal yang tampak kecil namun cukup penting ini. Untuk mengatasi hal tersebut perlu ditingkatkan pengarahan dan penerangan yang cukup intensif oleh para tokoh dan Pandita Buddhis, agar dapat menggerakkan hati dan kesadaran para umat untuk lebih sering berdana makanan dan mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para bhikkhu, demi untuk kelestarian Buddha Sasana di dunia ini. 36 D. Persembahan Dana Dalam Kathina Berdana adalah hal yang banyak dilakukan oleh masyarakat beragama. Semua agama mengajarkan pada ummatnya untuk berdana. Dalam agama Buddha pun diajarkan tentang berdana. Sang Buddha sering menjelaskan dana dalam berbagai kesempatan kepada siswa-siswa dan para bhikkhu serta kepada umat awam sebagai salah satu dari perbuatan baik. Beliau menjelaskan bahwa dana adalah suatu pemberian yang ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Dana juga merupakan pelepasan sebagian miliki umat kepada makhluk lain tanpa ada pamrih 11 36 Adi Suhardi, Hari Kathina dan Manfaatnya, Buddha Cakkha, November 1988, h.

32 apapun. Hal ini dijelaskan oleh Sang Buddha guna menangkal berbagai anggapan dari kelompok lain bahwa ajaran Sang Buddha sama dengan ajaran mereka. 37 Kelompok-kelompok lain pada zaman Sang Buddha dahulu juga mengajarkan tentang dana, tetapi disertai dengan persembahan kepada dewadewa agar mereka memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada ummatnya. Inilah contoh dana yang disertai dengan harapan-harapan. Sedangkan dalam ajaran Buddha dana adalah salah satu dari sepuluh perbuatan baik yang merupakan suatu pemberian, derma, atau pelepasan sebagian milik umat itu sendiri kepada makhluk lain tanpa menginginkan imbalan. Bila umat berdana pasti ada pahalanya, karena hal ini sesuai dengan kerja hukum kamma bahwa segala perbuatan pasti ada akibatnya. Sang Buddha juga menjelaskan bahwa jika dana yang diberikan disertai dengan suatu harapan-harapan akan mengurangi buah atau pahala berdana itu sendiri. 38 Dari gambaran di atas tampak bahwa umat Buddha meyakini bahwa perbuatan baik itu adalah usaha untuk kemandirian manusia itu sendiri, dalam arti bahwa manusia tidak bergantung kepada dewa-dewa atau Tuhan menurut keyakinan para umat Buddha. Sang Buddha sebagai guru para dewa dan manusia mengajarkan kepada para siswa-nya untuk selalu gemar berdana. Sang Buddha menerangkan bahwa ketika beliau menjadi bodhisatta, beliau selalu berusaha menyempurnakan dasa paramita yang salah satunya adalah berdana. Dalam sepuluh paramita, dana merupakan urutan yang pertama dan sering dilakukan oleh bodhisatta. 39 Dalam kesempurnaan paramita, seorang bodhisatta menyempurnakan dana paramita dalam tiga tingkatan. Pertama dana paramita yaitu kesempurnaan dari dana biasa (materi), kedua upadana paramita yaitu kesempurnaan- 12 37 Berdana, Menyempurnakan Paramita, Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 38 Adi Suhardi, Hari Kathina dan Manfaatnya, Buddha Cakkha, November 1988, h.13 39 Adi Suhardi, Hari Kathina dan Manfaatnya, Buddha Cakkha, November 1988, h.13

33 kesempurnaan dekat (memberikan anggota badan), dan ketiga adalah paramatha dana paramita yaitu kesempurnaan mutlak (memberikan kehidupannya untuk makhluk lain). Dengan usaha yang gigih dalam menyempurnakan dana paramatha dan juga paramita yang lain akhirnya beliau mencapai penerangan kesempurnaan. 40 Untuk mencapai tujuan akhir, beliau tidak hanya memberikan materi atau barang tetapi juga anggota tubuhnya, bahkan mengorbankan kehidupannya sendiri. Hal ini beliau lakukan untuk mengikis nafsu keserakahan yang bersemayam dalam batinnya. Sebagai manusia biasa yang diliputi dosa dan keserakahan, gemar berdana adalah salah satu cara mengikis nafsu di atas. Walaupun dana yang diberikan sebatas materi dan bentuk dana lainnya. 41 Selain dana tersebut, masih ada lagi dana mulia lainnya yaitu kathina dana. Kathina dana berbeda dengan lainnya. Berdana pada bhikkhu tidak berarti melakukan kathina dana, tetapi berdana kepada bhikkhu Sangha yang telah menjalankan vassa merupakan kathina dana. 42 Para bhikkhu selama musim vassa sepanjang tiga bulan menetap di suatu tempat untuk belajar dan praktek dhamma. Mereka mengembangkan perbuatan baik, melatih sila dan bermeditasi. Ibarat sepetak sawah yang sedang diolah agar menjadi subur, demikianlah para bhikkhu bervassa. Sangha akhirnya pun dikenal sebagai ladang subur untuk menanam jasa. Maka ketika tiba hari 40 Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11 41 Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 12 42 Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 14

34 kathina, umat Buddha dapat menabur benih di ladang yang subur sehingga dapat memetik hasil yang melimpah ruah. 43 Kathina merupakan kesempatan yang paling baik bagi umat untuk berdana. Berdana pada Sangha di bulan kathina berarti memberikan sumber kebahagiaan bagi umat, karena mendapat kesempatan berdana pada Sangha dan sumber kebahagiaan para bhikkhu, karena mereka dapat memberikan kesempatan bagi umat untuk berbuat baik. Kedua kamma pahala inilah yang dapat melestarikan dhamma baik oleh para bhikkhu maupun oleh umat. 44 Bertambahnya pengertian umat akan arti pentingnya berdana terutama kathina dana, telah mendorong mereka untuk melaksanakan perayaan kathina, sehingga perayaan kathina dilakukan di vihara-vihara atau di cetiya-cetiya di berbagai daerah. Tidak jarang satu kota yang memiliki beberapa vihara mengadakan perayaan kathina beberapa kali. 45 Adapun dana yang dapat umat berikan berupa empat kebutuhan pokok yaitu jubah, atau bahan jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Empat kebutuhan pokok tersebut merupakan kebutuhan bagi semua orang. Memberikan kebutuhan berupa tempat tinggal bukan berarti membawa rumah BTN atau rumah dengan sistem knok down yang kini sedang populer itu. Tempat tinggal yang di 43 Kemanakah Dana Kathina Anda?, Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11 44 Kemanakah Dana Kathina Anda?, Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11 45 Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 12

35 sini berarti kuti 46 yang ada di vihara, yang merupakan sumbangan umat ketika dalam pembangunannya. 47 Di samping itu, umat juga memberikan keperluan yang lainnya seperti sabun, sikat gigi, handuk, pasta gigi dan benda-benda lainnya. Banyaknya dana yang diberikan kepada para bhikkhu tergantung kepada pribadi masing-masing, tergantung kepada kerelaan, dan faktor-faktor lainnya yang ada dalam benak umat masing-masing. 48 Akibat banyaknya umat Buddha yang merayakan kathina, vihara-vihara yang cukup besar dan terkenal menjadi supermarket. Sabun, pasta gigi, sikat gigi, handuk, kain putih, dan lain sebagainya sangat banyak. Tentu saja tidak semuanya digunakan oleh para bhikkhu. Akhirnya dana tersebut disalurkan kembali kepada umat yang memerlukan di daerah atau diserahkan ke panti asuhan dan dalam beberapa tahun terakhir ini, umat Buddha lebih senang memberikan uang. Hal ini disebabkan karena umat tidak tahu apa yang dibutuhkan oleh para bhikkhu dan dengan uang itu tentu bisa dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dana yang akan dipersembahkan pada saat kathina bukan hanya untuk bhikkhu tertentu saja atau kepada bhikkhu yang disenangi atau kepada bhikkhu yang sering memberikan khotbah dhamma di vihara. Dana tersebut dipersembahkan kepada Sangha, 49 bukan kepada pribadi bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut. 50 46 Kuti adalah tempat tinggal para bhikkhu dan samanera yang berada di sekitar vihara 47 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina,Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 4 48 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina, Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 6 49 Sangha adalah pemimpin tertinggi yang ada dalam agama Buddha 50 Dhana Putra, Bulan Dana, Bulan Kathina, Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 8

36 Berdasarkan keterangan diperoleh keterangan bahwa tampak dengan jelas adanya perubahan pemikiran dalam Budhisme, bukan nilai pahala atau balasan dari Tuhan, namun kepentingan dan kebutuhan manusia dalam hal ini para penganut agama Buddha dan para bhikkhunya. Dari perayaan kathina yang dilakukan di berbagai daerah, khususnya di Indonesia para bhikkhu menerima dana kathina. Persembahan dana itu dapat berupa empat kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, papan dan obat-obatan. Selain itu seorang bhikkhu dapat menerima dana materi berupa uang. Dengan demikian persembahan dana dalam kathina merupakan persembahan umat berupa bahan jubah atau jubah, di samping dana-dana lainnya yang merupakan empat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan dan obat-obatan.

37 BAB III VIHARA BUDDHA METTA ARAMA MENTENG JAKARTA A. Sejarah Singkat Vihara Buddha Metta Arama Lahirnya vihara Buddha Metta Arama ini dipelopori oleh seorang pengusaha kaya raya yang memang memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap perkembangan agama Buddha di Indonesia. Beliau ini tidak segan-segan untuk memberikan sebagian hartanya guna mengembangkan agama Buddha di Indonesia. Pengusaha kaya raya tersebut yang peduli terhadap perkembangan agama Buddha di Indonesia belakangan ini kerap kali dikenal dengan sebutan Dra. Sri Hartati Murdaya. Dra. Sri Hartati Murdaya adalah seorang pengusaha terkenal beserta suaminya memiliki rumah mewah yang beralamat di jalan Lembang Terusan D59 Jakarta dengan luas tanah sekitar 250 m 2 bermaksud menghadiahkan rumah tersebut untuk dijadikan vihara Buddha Metta Arama. Pengambilan nama vihara ini berawal dari pemikiran beliau tentang adanya vihara di dalam rumah. Oleh karena letak vihara ini di dalam rumah, maka beliau namakan arama yang kini resmi dinyatakan dengan sebutan vihara Buddha Metta Arama. Vihara Buddha Metta Arama ini kemudian diresmikan menjadi tempat ibadah pada tanggal 15 September 1997. 51 Dra. Sri Hartati Murdaya pada awalnya adalah seorang penganut agama Buddha yang taat, namun karena banyaknya permasalahan yang ia hadapi 51 Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto, Jakarta, tanggal 29 Maret 2006.

38 terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah kehidupan dunia, maka akhirnya ia mengalami kehampaan spriritual yang mengakibatkan dirinya tidak lagi berpedoman kepada ajaran Sang Buddha dalam setiap tingkah lakunya dan cenderung meninggalkan pesan-pesan Buddha yang mengajarkan tentang hidup sederhana. Mungkin hal inilah yang kemudian ia sebut sebagai kehampaan spiritual. 52 Berlatar belakang dari kehampaan spiritual inilah kemudian ia menghadihakan rumahnya untuk dijadikan vihara sebagai bentuk kepeduliannya kepada para bhikkhu dan sekaligus menemukan jalannya sesuai dengan ajaranajaran Buddha yang selama ini ia tinggalkan dan campakkan. Kerelaan Sri Hartati Murdaya untuk memberikan rumahnya agar dijadikan sebagai vihara ini terbukti dengan banyaknya fasilitas rumah yang seharusnya ia pergunakan untuk kepentingan bisnis, kini ia digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan vihara. Berkat kemurahan hati beliau dan sebagai penganut agama Buddha yang taat, maka sekarang ini telah berdiri sebuah vihara di tengah-tengah perumahan mewah yang diberi nama Vihara Buddha Metta Arama. Vihara ini terletak di jalan Lembang Terusan D59, Telp. (021) 331961 Jakarta 10310 Indonesia. Kini Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta ini dihuni oleh 5 orang bhikkhu dan 4 orang samanera. Semua kebutuhan pokok bhikkhu dan 4 orang samanera ini seperti sandang, pangan, papan dan obat-obatan ditanggung oleh seorang pengusaha terkenal bernama Dra. Sri Hartati Murdaya. Dengan demikian tugas para bhikkhu dan siswanya saat ini hanyalah mengajarkan pesan- 52 Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.