Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian 675-1.050 m dpl. Kota Bandung memiliki luas wilayah mencapai 16.729 Ha. Jumlah penduduknya mencapai 2,2 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk mencapai 2,56% per tahun [1]. IV.2 Tata Guna Lahan Kota Bandung Gambar IV.1 Peta Tata Guna Lahan Kota Bandung [34] Lahan kota Bandung yang telah terbangun mencapai 67,46% dari seluruh wilayah terdiri atas pemukiman (86,9%), jasa (2,64%) dan industri (5,2%) IV-1
serta lahan konservasi (5,2%). Kegiatan jasa/komersial terjadi di pusat kota, permukiman menyebar di bagian barat kota. Sementara aktivitas industri terpusat di bagian timur dan barat [19]. Peta tata guna lahan kota Bandung dapat dilihat pada gambar diatas. IV.3 Kondisi Meteorologi Kota Bandung dipengaruhi oleh muson dimana angin bertiup rata-rata pada bulan November - Januari dari arah barat. Sementara pada bulan Juni - September dari arah timur. Penguapan mencapai 3,2 mm/tahun, tekanan udara rata-rata 922 mb dan kelembaban relatif 77,2%. Suhu rata-rata 23,1 o C dan curah hujan rata-rata 148,35 mm [19]. Pemantauan kondisi meteorologi dan klimatologi ini dilakukan secara kontinyu di Lanud Husein Sastranegara dan Stasiun Geofisika Kelas I BMG di Jalan Cemara. Untuk gambaran mengenai kecepatan dan arah angin kota Bandung dapat dilihat dalam bentuk windrose dibawah ini. IV.4 Profil Sumber Emisi Secara umum sumber pencemar dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sumber alami dan sumber antropogenik. Di Bandung sumber pencemar alami yang diperkirakan cukup berpengaruh adalah : tanah, debu jalan, gunung berapi. Sedangkan pencemar antropogenik yang diidentifikasi meliputi : industri (tekstil dan logam), aktivitas pembakaran sampah (biomass burning), dan transportasi. Sumber lain yang diperkirakan cukup berpengaruh sebagai sumber pencemar antropogenik antara lain perumahan dan pengelolaan limbah padat [31]. IV-2
Gambar IV.2 Data Windrose Bulanan Kota Bandung Tahun 1998 2003 [34] IV-3
Gambar IV.3 Wind Rose Musim Hujan Kota Bandung Tahun 2006-2007 IV-4
Gambar IV.4 Wind Rose Musim Kemarau Kota Bandung Tahun 2006-2007 IV.4.1 Sumber Emisi Alami Tanah di kawasan Bandung umumnya terdiri atas latosol, andosol, regosol, aluvial yang umumnya berasal dari hancuran batuan gunung berapi dan debu pasir. Jenis tanah ini mengandung unsur utama Si, Al, Fe, K, Ti, Mn, Ca, Mg yang terdapat dalam bentuk mineral-mineral SiO 2, Al 2 O 3, Fe 2 O 3, MgO, CaO, Na 2 O, K 2 O, TiO [25] 2. Tanah yang terbang ke udara umumnya terdiri dari IV-5
oksida aluminium, silika, potasium, kalsium, titanium, mangan dan besi (Fairbridge,1977). Oksida lima unsur utama tanah yaitu Al, Si, Ca, Ti, dan Fe menyusun 85% total komposisi [10]. Pegunungan yang mengelilingi kota Bandung dimana yang utama adalah gunung Burangrang (2.063 m dpl) dan gunung Patuha (2.433 m dpl) di sebelah barat daya, gunung Papandayan (2.622 m dpl) di sebelah tenggara, gunung Tangkuban Parahu serta gunung Malabar (2.200 m dpl) di sebelah utara dan gunung Wayang Windu di sebelah selatan. Unsur/senyawa utama yang dikeluarkan gunung berapi adalah : SO 2, S, Al,Si, Fe dan Ca [6]. Selain tanah dan aktivitas vulkanik, sumber alami lainnya yang berpotensi menjadi sumber emisi partikulat di kota Bandung adalah garam laut. Emisi garam laut terjadi melalui mekanisme evaporasi air laut yang banyak mengandung NaCl dan kemudian terbawa oleh angin yang pada kondisi meteorologi skala meso partikel garam tersebut dapat terbawa sampai kawasan ini melalui mekanisme transport jarak jauh. Sumber emisi garam laut yang potensial terletak di kawasan Indramayu dan Pelabuhan Ratu, seperti terlihat pada peta dibawah ini. IV.4.2 Sumber Emisi Antropogenik Inventarisasi emisi yang telah dilakukan Soedomo (1993) memberikan gambaran mengenai penyebaran intensitas emisi di daerah studi, yaitu kota Bandung. Empat sumber utama pencemar udara telah dianalisis, yaitu transportasi kendaraan bermotor, industri, rumah tangga dan pengelolaan sampah kota. Sektor transportasi merupakan sumber yang paling besar kontribusinya, khususnya dalam hal CO, THC, NO x, dan Pb. Sektor industri merupakan sektor kedua terbesar, diikuti oleh rumah tangga dan pengelolaan sampah kota. IV-6
Kota Bandung Gambar IV.5 Peta Jawa Barat [1] Aktivitas pembakaran sampah diteliti oleh Bambang Supriatno [32] di Bandung emisinya partikulat 594.3 kg/hari, SO 2 37.14 kg/hari, NO x 222.8 kg/hari, Hidrokarbon 1114.3 kg/hari, CO 3120.1 kg/hari. Transportasi banyak mengemisikan senyawa organik dan elemental karbon. Aktivitas transportasi tahun 1989 emisi partikulatnya mencapai 610.72 kg/hari [34].. Penelitian JICA menunjukkan bahwa kendaraan bermotor mengemisikan 76% elememental karbon, 10 % karbon organik, 10% Pb dan sulfat 7% [5]. Laju penambahan kendaraan di Bandung sekitar 12% pertahun, cukup tinggi dibandingkan laju penambahan ruas jalan yang hanya sebesar 0.6 % per tahun [2]. Minyak tanah sebagai bahan bakar mengemisikan partikulat 0.00051 g/l [12], sementara kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar mengemisikan partikulat berukuran <5 µm sebesar 549, 82 µg/m 3 dan partikulat berukuran <0.3 µm hanya sebesar 46, 85 µg/m 3[15]. IV-7
Industri menempati 10% luas kota tersebar di bagian Timur dan Barat. Pertumbuhan Industri mencapai 16.42%. Industri tekstil menempati 37%, makanan dan minuman 11%, farmasi kimia plastik 8%, kertas dan percetakan 7% [2]. Industri besar lain adalah : PT Dirgantara Indonesia dan PT PINDAD dimana industri ini banyak menggunakan logam-logam dalam aktivitasnya, dan juga terdapat banyak industri electroplating di area By-Pass Soekarno Hatta kota Bandung ini. Industri di kawasan kabupaten Bandung yang diprediksikan turut mempengaruhi pencemaran di Bandung terpusat di daerah Paseh dan Majalaya (Tenggara Bandung), Katapang dan Dayeuhkolot (Selatan Bandung) serta Padalarang dan Batujajar (Barat Bandung). Industri besar di kawasan kabupaten Bandung meliputi 47 %, industri bahan bangunan terpusat di bagian Barat, industri logam beraglomerasi di daerah Cimahi, sementara tekstil tersebar di kawasan Barat, Timur dan Selatan [3]. Sementara itu, industri kapur yang terletak di kawasan Citatah Padalarang juga berpotensi menjadi sumber emisi di kota Bandung. Gambar IV.6 Pertumbuhan Jumlah Kendaraan di Kota Bandung [2] IV-8