Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

dokumen-dokumen yang mirip
Bab V Hasil dan Pembahasan

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KULIAH III KEMASAN GELAS. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu menjelaskan aplikasi kemasan gelas pada bahan pangan.

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TARIF LINGKUP AKREDITASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BAB III TINJAUAN KAWASAN WILAYAH

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

ANALISIS PENCEMARAN UDARA DENGAN BOX MODEL (DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMAR UDARA) STUDI KASUS DI KOTA TANGERANG

PROFIL SANITASI SAAT INI

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

BAB II STUDI PUSTAKA

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

IV KONDISI UMUM TAPAK

BAB III STUDI LITERATUR

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Geografi

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

KERUSAKAN LINGKUNGAN

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

Transkripsi:

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian 675-1.050 m dpl. Kota Bandung memiliki luas wilayah mencapai 16.729 Ha. Jumlah penduduknya mencapai 2,2 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk mencapai 2,56% per tahun [1]. IV.2 Tata Guna Lahan Kota Bandung Gambar IV.1 Peta Tata Guna Lahan Kota Bandung [34] Lahan kota Bandung yang telah terbangun mencapai 67,46% dari seluruh wilayah terdiri atas pemukiman (86,9%), jasa (2,64%) dan industri (5,2%) IV-1

serta lahan konservasi (5,2%). Kegiatan jasa/komersial terjadi di pusat kota, permukiman menyebar di bagian barat kota. Sementara aktivitas industri terpusat di bagian timur dan barat [19]. Peta tata guna lahan kota Bandung dapat dilihat pada gambar diatas. IV.3 Kondisi Meteorologi Kota Bandung dipengaruhi oleh muson dimana angin bertiup rata-rata pada bulan November - Januari dari arah barat. Sementara pada bulan Juni - September dari arah timur. Penguapan mencapai 3,2 mm/tahun, tekanan udara rata-rata 922 mb dan kelembaban relatif 77,2%. Suhu rata-rata 23,1 o C dan curah hujan rata-rata 148,35 mm [19]. Pemantauan kondisi meteorologi dan klimatologi ini dilakukan secara kontinyu di Lanud Husein Sastranegara dan Stasiun Geofisika Kelas I BMG di Jalan Cemara. Untuk gambaran mengenai kecepatan dan arah angin kota Bandung dapat dilihat dalam bentuk windrose dibawah ini. IV.4 Profil Sumber Emisi Secara umum sumber pencemar dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sumber alami dan sumber antropogenik. Di Bandung sumber pencemar alami yang diperkirakan cukup berpengaruh adalah : tanah, debu jalan, gunung berapi. Sedangkan pencemar antropogenik yang diidentifikasi meliputi : industri (tekstil dan logam), aktivitas pembakaran sampah (biomass burning), dan transportasi. Sumber lain yang diperkirakan cukup berpengaruh sebagai sumber pencemar antropogenik antara lain perumahan dan pengelolaan limbah padat [31]. IV-2

Gambar IV.2 Data Windrose Bulanan Kota Bandung Tahun 1998 2003 [34] IV-3

Gambar IV.3 Wind Rose Musim Hujan Kota Bandung Tahun 2006-2007 IV-4

Gambar IV.4 Wind Rose Musim Kemarau Kota Bandung Tahun 2006-2007 IV.4.1 Sumber Emisi Alami Tanah di kawasan Bandung umumnya terdiri atas latosol, andosol, regosol, aluvial yang umumnya berasal dari hancuran batuan gunung berapi dan debu pasir. Jenis tanah ini mengandung unsur utama Si, Al, Fe, K, Ti, Mn, Ca, Mg yang terdapat dalam bentuk mineral-mineral SiO 2, Al 2 O 3, Fe 2 O 3, MgO, CaO, Na 2 O, K 2 O, TiO [25] 2. Tanah yang terbang ke udara umumnya terdiri dari IV-5

oksida aluminium, silika, potasium, kalsium, titanium, mangan dan besi (Fairbridge,1977). Oksida lima unsur utama tanah yaitu Al, Si, Ca, Ti, dan Fe menyusun 85% total komposisi [10]. Pegunungan yang mengelilingi kota Bandung dimana yang utama adalah gunung Burangrang (2.063 m dpl) dan gunung Patuha (2.433 m dpl) di sebelah barat daya, gunung Papandayan (2.622 m dpl) di sebelah tenggara, gunung Tangkuban Parahu serta gunung Malabar (2.200 m dpl) di sebelah utara dan gunung Wayang Windu di sebelah selatan. Unsur/senyawa utama yang dikeluarkan gunung berapi adalah : SO 2, S, Al,Si, Fe dan Ca [6]. Selain tanah dan aktivitas vulkanik, sumber alami lainnya yang berpotensi menjadi sumber emisi partikulat di kota Bandung adalah garam laut. Emisi garam laut terjadi melalui mekanisme evaporasi air laut yang banyak mengandung NaCl dan kemudian terbawa oleh angin yang pada kondisi meteorologi skala meso partikel garam tersebut dapat terbawa sampai kawasan ini melalui mekanisme transport jarak jauh. Sumber emisi garam laut yang potensial terletak di kawasan Indramayu dan Pelabuhan Ratu, seperti terlihat pada peta dibawah ini. IV.4.2 Sumber Emisi Antropogenik Inventarisasi emisi yang telah dilakukan Soedomo (1993) memberikan gambaran mengenai penyebaran intensitas emisi di daerah studi, yaitu kota Bandung. Empat sumber utama pencemar udara telah dianalisis, yaitu transportasi kendaraan bermotor, industri, rumah tangga dan pengelolaan sampah kota. Sektor transportasi merupakan sumber yang paling besar kontribusinya, khususnya dalam hal CO, THC, NO x, dan Pb. Sektor industri merupakan sektor kedua terbesar, diikuti oleh rumah tangga dan pengelolaan sampah kota. IV-6

Kota Bandung Gambar IV.5 Peta Jawa Barat [1] Aktivitas pembakaran sampah diteliti oleh Bambang Supriatno [32] di Bandung emisinya partikulat 594.3 kg/hari, SO 2 37.14 kg/hari, NO x 222.8 kg/hari, Hidrokarbon 1114.3 kg/hari, CO 3120.1 kg/hari. Transportasi banyak mengemisikan senyawa organik dan elemental karbon. Aktivitas transportasi tahun 1989 emisi partikulatnya mencapai 610.72 kg/hari [34].. Penelitian JICA menunjukkan bahwa kendaraan bermotor mengemisikan 76% elememental karbon, 10 % karbon organik, 10% Pb dan sulfat 7% [5]. Laju penambahan kendaraan di Bandung sekitar 12% pertahun, cukup tinggi dibandingkan laju penambahan ruas jalan yang hanya sebesar 0.6 % per tahun [2]. Minyak tanah sebagai bahan bakar mengemisikan partikulat 0.00051 g/l [12], sementara kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar mengemisikan partikulat berukuran <5 µm sebesar 549, 82 µg/m 3 dan partikulat berukuran <0.3 µm hanya sebesar 46, 85 µg/m 3[15]. IV-7

Industri menempati 10% luas kota tersebar di bagian Timur dan Barat. Pertumbuhan Industri mencapai 16.42%. Industri tekstil menempati 37%, makanan dan minuman 11%, farmasi kimia plastik 8%, kertas dan percetakan 7% [2]. Industri besar lain adalah : PT Dirgantara Indonesia dan PT PINDAD dimana industri ini banyak menggunakan logam-logam dalam aktivitasnya, dan juga terdapat banyak industri electroplating di area By-Pass Soekarno Hatta kota Bandung ini. Industri di kawasan kabupaten Bandung yang diprediksikan turut mempengaruhi pencemaran di Bandung terpusat di daerah Paseh dan Majalaya (Tenggara Bandung), Katapang dan Dayeuhkolot (Selatan Bandung) serta Padalarang dan Batujajar (Barat Bandung). Industri besar di kawasan kabupaten Bandung meliputi 47 %, industri bahan bangunan terpusat di bagian Barat, industri logam beraglomerasi di daerah Cimahi, sementara tekstil tersebar di kawasan Barat, Timur dan Selatan [3]. Sementara itu, industri kapur yang terletak di kawasan Citatah Padalarang juga berpotensi menjadi sumber emisi di kota Bandung. Gambar IV.6 Pertumbuhan Jumlah Kendaraan di Kota Bandung [2] IV-8