BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan Nilai (PPN) dengan dasar hukum berdasarkan pada undangundang. Nomor 8 Tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi, seperti halnya harga barang-barang kebutuhan pokok yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana

BAB I PENDAHULUAN. jalannya roda pemerintahan. Lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kewajiban membuat faktur pajak (tax invoice) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi dalam membenahi administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

:Prosedur Pembuatan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dengan Aplikasi e-spt PPN 1111 DM :Faiga Meiriskha NIM : ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 35 tahun di bidang perpajakan seperti penghitungan, pemeriksaan dan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. informasi.pada perekonomian secara keseluruhah pada saat ini teknologi

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakuan faktur pajak manual, kantor pajak memberikan kebebasan

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN FAKTUR PAJAK TERBARU

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan dan pembangunan di negara kita ini, tentu membutuhkan

PER - 3/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENY

SE - 98/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, I

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cara Perpajakan (KUP), pengertian pajak adalah : Menurut Adriani dalam Purwono (2010 : 7) pengertian pajak yaitu :

PER - 50/PJ/2009 TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangunan negara (Soemitro dalam Handayani dan Supadmi, 2012). Salah

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan pembangunan yang berlangsung secara

Kendala Implementasi e-faktur pada PT. PMTI

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus.

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab dibidang perpajakan sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak memegang peranan utama dalam keberlangsungan negara. Postur

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara yang berasal dari iuran masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara yang digunakan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum yang diberikan pemerintah terhadap warganya atas pembayaran

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dianggap mampu mencerminkan kerjasama nasional. Dalam hal pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Bagi pelaku bisnis pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Nilai (PPN) yang mulai diberlakukan secara efektif sejak 1 April 1985 telah

KEP-754/PJ./2001TATA CARA PELAKSANAAN KONFIRMASI FAKTUR PAJAK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI PERPA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran masyarakat dan dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan secara langsung yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Surya Manurung (2013), Pemerintah melalui Institusi Kementerian Keuangan menetapkan Rp 1.529 triliun untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan negara mulai dari membayar gaji pegawai, pemberian subsidi, membayar utang luar negeri dan pembangunan infrastruktur. Pemerintah masih mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebagai Rp 1.193 triliun atau 78 persen dari total penerimaan negara (www.pajak.go.id). Salah satu jenis pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan dasar hukum berdasarkan pada undangundang Nomor 8 Tahun 1983 yang ditetapkan sejak 1 April 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dasar pemikiran atas Pajak Pertambahan Nilai adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. 1

2 Berdasarkan Perpres No 162 Tahun 2014 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah penerimaan negara yang jumlahnya signifikan yaitu 39,5%. Sehingga penegakan hukum serta pengawasan pemerintah untuk PPN cukup ketat. Salah satu bentuk pengawasan yang bisa dilakukan pemerintah ialah melalui faktur pajak. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusahan Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Waluyo, 2011:315). Faktur pajak berfungsi sebagai bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur pajak yang sudah dibuat oleh PKP wajib dilaporkan melalui SPT Masa PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya. Salah satu hak perpajakan dari PKP yaitu dapat mengkreditkan faktur pajak masukan sehingga dalam perhitungan serta pengisian SPT PPN, PKP wajib mencantumkan daftar faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran. Selain itu berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Rumitnya perhitngan PPN tersebut mengakibatkan tidak semua orang dapat mengisi SPT PPN dengan benar ketika pelaporan.

3 Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 pasal 2 ayat 2 Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pasal 14 ayat 1 d UU No.28 tahun 2007 menyebutkan pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu, dan Pasal 14 ayat 1 f UU No.28 tahun 2007 menyebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan penerbitan faktur pajak. Sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib menyetor, melaporkan SPT Masa PPN dengan menggunakan elektronik SPT PPN 111 yang program e-spt sudah ditetapkan dan disediakan Direktorat Jenderal Pajak. SPT Masa PPN telah mengalami perubahan, sebelum Januari 2011, SPT Masa PPN menggunakan formulir SPT Masa PPN 1107, sedangkan setelah Januari 2011 SPT Masa PPN telah menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111. Perbedaan pada kedua SPT Masa PPN tersebut adalah pada penyebutan faktur pajak. SPT Masa PPN 1107 ada istilah Faktur Pajak Sederhana dan Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Sederhana merupakan bukti penjualan yang diberikan kepada pembeli yang bukan PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan tidak dapat dikreditkan PPN

4 Masukannya oleh PKP tersebut, seperti nota kontan, invoice, dan bukti penjualan lain. Sedangkan Faktur Pajak Standar adalah faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP dan bagi pembeli Faktur Pajak Sederhana ini dapat dikreditkan menjadi PPN Masukan. Faktur Pajak Standar diatur oleh Undang Undang dan tata cara pengisian sesuai dengan ketentuan Perpajakan. SPT Masa PPN 1111 yang diterbitkan tanggal 1 Januari 2011 mengalami perubahan dari SPT Masa PPN 1107 sebelumnya. Pada SPT Masa PPN 1111 ini tidak ada lagi Faktur Pajak Standar maupun Faktur Pajak Sederhana. Pada SPT ini yang ada hanya faktur pajak. Dokumen yang berupa faktur pajak sama dengan Faktur Pajak Standar (dari SPT PPN 1107 sebelumnya, hanya berganti menjadi faktur pajak. Sedangkan, Faktur Pajak Standar sudah tidak ada lagi. Apabila PKP tidak menerbitkan faktur pajak, maka pengisian di SPT akan masuk ke dalam faktur pajak yang digunggung, sedangkan bagi PKP yang menerbitkan faktur pajak, akan masuk ke dalam faktur pajak yang tidak digunggung. Tahun 2010, Penyelidik Direktorat Jenderal Pajak menginvestigasi kerugian negara sebesar Rp 607 milyar yang disebabkan oleh penyalahgunaan faktur pajak fiktif. Dan dalam berita pada tahun 2009 hingga 2012 kerugian negara akibat faktur pajak fiktif mencapai Rp 1,1 Triliun. faktur pajak fiktif secara sederhana merupakan faktur pajak yang tidak sah, misalnya karena identitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) penerbit tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Luiyanto dan Titi Muswati,

5 2009). Penyalahgunaan faktur pajak fiktif ini bukan hanya melibatkan PKP semata melainkan juga oknum petugas pajak, serta pihak-pihak lainnya yang berhasil diungkap oleh aparat hukum yang berwenang. Meskipun oknum yang terkait dengan penyalahgunaan faktur pajak fiktif tersebut sudah dijatuhi hukuman, ternyata efek jera yang ditimbulkan tidak berpengaruh. Dengan kata lain permasalahan ini masih terus saja terjadi. Melihat banyaknya kasus penyalahgunaan faktur pajak fiktif membuat pemerintah mencari cara yang efektif untuk menanggulanginya, dan mulai tahun 2013 ini Direktorat Jenderal Pajak menerapkan kebijakan baru yang tertuang dalam peraturan PER-24/PJ/2012 sebagai penyempurna peraturan PER-13/PJ/2010, poin terpenting dalam peraturan baru ini mengenai perubahan penomoran seri faktur pajak dimana dalam PER- 24/PJ/2012 penomoran seri faktur pajak tidak dilakukan sendiri oleh PKP melainkan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tidak semua PKP akan diberikan jatah nomor faktur pajak, Kantor Pelayanan Pajak akan lebih selektif dalam memberikan nomor pajak, hanya pengusaha yang dianggap layak dan diyakini keberadaannya diberi nomor faktur pajak, yaitu mereka yang telah melakukan kegiatan verifikaasi dan registrasi ulang. Perubahan kebijakan baru mengenai penomoran seri faktur pajak yang terhutang dalam PER-24/PJ/2012, bertujuan untuk meminimalkan penyalahgunaan faktur pajak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,

6 dimana mekanisme pelaksanaan lebih diperketat, sehingga diharapkan penerimaan kas negara dari faktur pajak bisa terserap dengan maksimal. Pada tahun 2014, DJP mengeluarkan Peraturan Nomor PER- 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Dalam peraturan tersebut memberitahukan mengenai tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik. Selanjutnya, melalui Keputusan DJP Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, DJP menetapkan PKP (temasuk wajib pajak besar) yang diwajibkan untuk membuat faktur pajak berbentuk elektronik. Kedua peraturan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 2014. Untuk PKP yang telah diwajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat faktur pajak berbentuk elektronik atau membuat faktur pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud pada PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, PKP tersebut dianggap tidak membuat faktur pajak. (Pasal 11 ayat (4) PMK- 151/PMK.03/2013). Berdasarkan KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak Yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, berikut ini adalah 3 tahap yang dilakukan Dirjen Pajak untuk menerapkan E-Faktur:

7 1. Tahap I : mulai tanggal 1 Juli 2014, Wajib Pajak tertentu (diatur dalam KEP-136/PJ/2014) diwajibkan menggunakan E-Faktur dalam transaksinya. 2. Tahap II : mulai tanggal 1 Juli 2015, seluruh PKP di Jawa dan Bali diwajibkan untuk menggunakan E-Faktur dalam transaksinya. 3. Tahap III : mulai tanggal 1 Juli 2016, PKP di seluruh Indonesia wajib menggunakan E-Faktur, serta sejak tanggal dikukuhkannya bagi PKP baru. Sebagai persiapan penerapan E-Faktur tahap kedua, mulai tanggal 20 Mei sampai dengan 30 Juni 2015 masing-masing Kantor Pelayanan Pajak menyelenggarakan sosialisasi mengenai administratif dan tata cara penggunaan aplikasi E-Faktur. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan penerapan E-Faktur yang efektif diterapkan pada tanggal 1 Juli 2015 di Jawa dan Bali. Penelitian atas Penerapan E-Faktur telah dilakukan oleh Ary Kurniawan (2016) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan E-Faktur terhadap terhadap Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wonocolo Surabaya secara keseluruhan sudah cukup baik meskipun masih ada beberapa kekurangan menyangkut Political Environtment menyangkut dukungan dari pihak otoritas tertinggi terhadap proyek e-government. Lalu penelitian Penerapan E-Faktur juga telah dilakukan oleh Selfi Ayu Permata Sari (2015) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa E-Faktur memiliki kelebihan dan kelemahan dalam

8 penerapannya. Kelebihan dari e-faktur yaitu dapat lebih efektif dan efisien dalam pembuatan serta transaksi faktur pajak. Sedangkan kelemahan dari aplikasi e-faktur ini yaitu cara kerja yang lebih rumit dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak manual serta aplikasi SPT PPN sebelumnya. Dan penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan E- Faktur terdapat di Tabel 2.2. Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti akan melakukan sebuah penelitian yang berjudul Analisis Penerapan, Pemahaman, dan Keefektifan E-Faktur Terhadap Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Pada PT. Gemilang Matari Fastener). B. Rumusan Masalah Penelitian Adapun rumusan permasalahan yang Penulis ajukan sesuai dengan latar belakang diatas adalah : 1. Apa manfaat pembaruan sistem E-Faktur pada PPN? 2. Apakah penerapan E-Faktur pada PT. Gemilang Matari Fastener telah sesuai dengan PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur)? 3. Apakah kelebihan dan kekurangan E-Faktur dari segi pendapat karyawan PT. Gemilang Matari Fastener? 4. Apakah E-Faktur efektif dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT Masa PPN?

9 5. Bagaimana perbedaan kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan sistem E-Faktur terhadap pelaporan SPT Masa PPN. C. Tujuan Dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganilisis : 1. Mengetahui manfaat pembaruan sistem E-Faktur pada PPN. 2. Mengetahui penerapan E-Faktur pada PT. Gemilang Matari Fastener yang telah sesuai dengan PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur). 3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari E-Faktur. 4. Mengetahui apakah E-Faktur efektif dapat mengurangi tingkat pembetulan SPT Masa PPN. 5. Mengetahui perbedaan kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan sistem E-Faktur terhadap pelaporan SPT Masa PPN. 2. Kontribusi Penelitian Adapun kontribusi penelitian dalam penulisan karya tulis ini Penulis mengharapkan sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan (PT. Gemilang Matari Fastener) Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengguna E-Faktur dalam memberikan gambaran mengenai

10 penerapan E-Faktur sebagai perbaikan sistem administrasi PPN serta keefektifan bagi pengusaha kena pajak terhadap pelaporan SPT Masa PPN. 2. Bagi Peneliti Peneliti ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan peneliti, khususnya dalam bidang perpajakan dengan cara membandingkan teori yang diperoleh dengan kenyataan atau kondisi yang sebenarnya terjadi dilapangan. 3. Ilmu Perpajakan Menambah literatur dan acuan penelitian pada bidang perpajakan sehingga dapat dijadikan bahan keputusan atau referensi, terutama untuk peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 4. Bagi Pembaca Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aplikasi perpajakan terbaru E-Faktur dan dapat mengelola PPN sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, yang dapat dijadikan sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti lain yang meneliti dalam hal Perpajakan terutama Pajak Pertambahan Nilai.