BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I Simpulan Setelah membahas hasil dari analisis dan menguji kepatuhan kewajiban Perpajakan perusahaan, khususnya penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT TCI. Maka penulis memberi simpulan sebagai berikut: 1. Untuk Penyerahan Barang Kena Pajak selama 2006, 2007, dan 2008, ada beberapa Penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, Hal ini disebabkan PT TCI tidak mau dikenakan Pajak Pertambahan Nilai lebih besar. Akibatnya akan berdampak negatif bagi perusahaan dimasa mendatang, selain itu PT TCI harus menanggung sanksi sebagai konsekuensi dari Penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak dilaporkan Pajak Pertambahan Nilainya. 2. Untuk Perolehan Barang Kena Pajak selama 2006, 2007, dan 2008, penulis menemukan Faktur Pajak Masukan Sederhana yang dikreditkan dalam SPT Masa PPN. Perusahaan masih belum mengerti mengenai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, terutama mengenai Faktur Sederhana. 3. Faktur Pajak Masukan yang tercecer atau tidak dapat ditemukan saat penulis melakukan penelitian akan berdampak negatif pada perusahaan dikemudian hari, karena Faktur Pajak merupakan bukti pungutan yang sah, sehingga jika 89
dilakukan pemeriksaan oleh Fiskus. Maka Faktur Pajak yang telah dikreditkan tersebut tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN. 4. Penulis menyimpulkan bahwa dalam hal Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, perusahaan belum melakukan Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dengan baik dan benar. Diantaranya: Dalam kegiatan perolehan Barang Kena Pajak PT TCI menerima Faktur Sederhana dari customer yang merupakan bukti pungutan pajak, namun dalam ketentuan Faktur Pajak Sederhana tidak dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN, Kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak ada beberapa Barang Kena Pajak yang tidak dilaporkan, namun dalam pelaporan dan penyetoran SPT Masa PPN perusahaan sudah mengikuti Ketentuan Perpajakan yang berlaku yang terdapat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dan Buku Pengisian SPT Masa PPN, dimana perusahaan telah meminimalisasi biaya perusahaan dengan membayar sesuai ketentuan yang berlaku selama 2006-2008, sehingga tidak dikenakan sanksi atas keterlambatan pelaporannya. 5. Kelebihan dari perusahaan dalam Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, perusahaan tidak pernah mengalami keterlambatan atas pembayaran / penyetoran dan jumlah Pajak terutang yang disetorkan telah sesuai dengan jumlah Pajak Terutang yang tercantum dalam SPT Masa PPN 6. Kelemahan dari perusahaan adalah perusahaan belum dapat membedakan mana Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan tidak dapat 90
dikreditkan dan tidak melaporkan seluruh kegiatan Penyerahan Barang Kena Pajaknya. V.II Saran Berdasarkan simpulan yang ada, maka penulis memberikan rekomendasi / saran, berupa: 1. Perusahaan sebaiknya melakukan pembetulan atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang belum dilaporkan, sebelum dilakukan pemeriksaan oleh Fiskus. Karena akan merugikan PT TCI dimasa mendatang, diantaranya: Perusahaan dapat dikenakan sanksi atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak dilaporkan. Perusahaaan dapat merugikan Pengusaha Kena Pajak Pembeli, dimana Pengusaha Kena Pajak Pembeli tidak dapat mengkreditkan Faktur Pajak Masukan. Karena jika dilakukan pemeriksaan oleh Fiskus, maka Fiskus akan melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang telah dikreditkan Pengusaha Kena Pajak Pembeli. Pengusaha Kena Pajak Pembeli dapat mengajukan klaim atas kelalaian tersebut. Sehingga perusahaan harus menanggung beban pajak yang dikenakan fiskus ditambah dengan klaim dari pembeli. Oleh karena itu seharusnya, perusahaan melaporkan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak-nya. 2. Untuk perolehan Barang Kena Pajak yang mana Pengusaha Kena Pajak penjual menerbitkan Faktur Sederhana atas Penyerahan Barang kena Pajak kepada PT 91
TCI. PT TCI harus lebih memperhatikan Faktur Pajak yang diterima-nya, agar dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN. 3. Dalam hal pengarsipan dokumen, Faktur Pajak yang hilang atau tercecer harus segera dicek keberadaanya atau segera meminta Faktur Pajak Pengganti kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual, agar sewaktu-waktu jika ada pemeriksaan dapat menunjukan bukti pungutan atas Pajak Pertamabahan Nilai yang sudah dipungut atau dibayarkan atas Penyerahan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dilakukan selama 2006, 2007, dan 2008. 4. Perusahaan sebaiknya melakukan pembetulan dalam SPT Masa Pembetulan ke Kantor Pelayanan Pajak dan meminta untuk diterbitkan Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar oleh Fiskus. Dengan Sanksi 2% x DPP, Namun jika dilakukan pemeriksaan oleh Fiskus dikenakan sanksi berupa kenaikan sebesar 100%. Berikut perhitungan sanksi yang harus dibayar PKP jika melakukan pembetulan Tahun 2006 sebesar Rp. 7.410.000 PPN Rp. 741.000 Tahun 2007 sebesar Rp. 19.425.564 PPN Rp.1.942.557 Tahun 2008 sebesar Rp. - PPN Rp. - Sanksi yang akan dikenakan dengan asumsi pembetulan dilakukan pada agustus 2009, maka penghitungan rata rata untuk setiap tahun-nya dihitung berdasarkan awal tahun. Tahun 2006 DPP adalah 2% x 7.410.000 x 24 (maks) = Rp. 3.556.800 Tahun 2007 DPP adalah 2% x 19.425.564 x 24 (maks) = Rp. 9.324.271 Maka atas sanksi tersebut, total sanksi yang harus dibayarkan sebesar Rp. 12.881.071 92
5. Perusahaan dapat mencari perkembangan Peraturan-peraturan Perpajakan dalam internet, atau meminta konsultan pajak untuk membantu perusahaaan dalam aspek kewajiban perpajakannya serta melatih bagian administrasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan Perpajakan. 6. Untuk Faktur Pajak Keluaran maupun Faktur Pajak Masukan, ada baiknya syarat material dan formal dalam pembuatan Faktur Pajak diperhatikan, sehingga terhindar dari kesalahan dalam pengkreditan Perpajakan. 7. Dokumen-dokumen pendukung harus disimpan rapi, untuk menghindari pemeriksaan Pajak dengan masa dasaluarsa 10 tahun dari tanggal pembuatan Faktur. 93