PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERI-URBAN BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN DATA TERRASAR-X ARIF NOFYAN SYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek serta fenomena

LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2.

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB II RADAR APERTUR SINTETIK INTERFEROMETRI. (Interferometric Synthetic Aperture Radar INSAR)

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diterima 30 April 2014; Disetujui 23 Mei 2014 ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE POHON KEPUTUSAN DENGAN ALGORITME ITERATIVE DYCHOTOMISER 3 (ID3) PADA DATA PRODUKSI JAGUNG DI PULAU JAWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KLASIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU WILAYAH JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR RIDWAN AGUNG PRASETYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

JENIS CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kecerdasan Buatan Materi 6. Iterative Dichotomizer Three (ID3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

Pendahuluan. Metode Penelitian. Hasil Sementara. Rencana Selanjutnya

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Bab 1 P e n d a h u l u a n

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Latar Belakang PENDAHULUAN Wilayah peri-urban yang berkonotasi sebagai wilayah yang berada di sekitar kota dapat diartikan juga sebagai wilayah Pra- Urban. Istilah ini mengandung makna bahwa wilayah peri-urban merupakan wilayah batas antara perkotaan dan pedesaan (Yunus 2008). Terbentuknya wilayah peri-urban didorong oleh meningkatnya arus urbanisasi. Wilayah peri-urban ini dapat ditemukan di pinggiran perkotaan seperti di pinggiran Jakarta, Bogor, Surabaya, Bandung, dan kota-kota besar lainnya. Salah satu persoalan di wilayah peri-urban adalah konversi lahan pertanian. Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman di wilayah peri-urban jika tidak dipantau akan menjadi masalah baru. Persebaran daerah hijau sebagai wilayah tangkapan air juga akan berkurang. Wilayah perairan juga harus mendapat perhatian, mengingat air adalah sumber kehidupan. Oleh karena itu, pemantauan lahan pertanian, pemukiman, ruang terbuka hijau, dan wilayah perairan ini menjadi penting untuk daerah peri-urban. Pemantauan wilayah peri-urban dapat dilakukan dengan teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Teknologi ini memanfaatkan wahana satelit untuk melakukan pengambilan citra kenampakan bumi dari luar angkasa. Terdapat dua sistem pencitraan yang paling banyak dimanfaatkan, yaitu sistem pasif dan sistem aktif. Citra penginderaan jauh sistem pasif memiliki kekurangan bila diimplementasikan pada wilayah tropika basah. Pengambilan citra oleh sensor ini hanya bisa dilakukan ketika langit cerah. Jika terhalang awan, citra yang diharapkan belum dapat diperoleh dalam rekaman tunggal. Oleh karena itu, wilayah tropika basah seperti Indonesia memerlukan mekanisme pemantauan satelit yang tidak terganggu oleh adanya awan, yaitu satelit SAR (synthetic aperture radar), di antaranya adalah TerraSAR-X. Telaah pustaka menunjukan bahwa data TerraSAR-X telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Rizal (2009) telah berhasil menggunakan data TerraSAR-X untuk memetakan sawah baku pada kawasan berbukit di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi petakan sawah dan mengestimasi luas sawah per-petak. Martinis et al. (2009) menunjukkan bahwa TerraSAR-X juga dapat dimanfaatkan untuk deteksi banjir pada tingkat near real time sehingga sangat bermanfaat untuk pemantauan kejadian bencana alam. Aplikasi citra satelit ini pada bidang pemantauan lahan basah juga telah dilakukan (Hong et al. 2010). Lisini et al. (2008) telah melakukan pemetaan menggunakan data TerraSAR-X untuk pemetaan wilayah urban (perkotaan). Pendekatan yang digunakan adalah ekstraksi ciri spasial dan elemen tekstur pada data SAR asli dan berhasil memetakan persebaran wilayah pemukiman, pepohonan, dan perairan. Penelitian ini memanfaatkan citra TerraSAR-X untuk membedakan berbagai tutupan lahan di wilayah peri-urban dengan metode klasifikasi pohon keputusan (decision tree). Pendekatan yang digunakan adalah berbasis rona dan ekstraksi ciri elemen tekstur. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan aturan (rule) klasifikasi yang handal dan mudah dipahami untuk tujuan tersebut. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengkaji metodologi yang implementatif untuk memantau tutupan lahan di kawasan peri-urban memanfaatkan data SAR resolusi tinggi TerraSAR-X. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan batasan sebagai berikut: 1. Jenis tutupan lahan dibedakan menjadi 6 (enam), yaitu tubuh air, sawah, pemukiman padat, pemukiman menengah, vegetasi berkayu, dan industri. 2. Filter tekstur yang digunakan pada penelitian ini ada 4 (empat) filter, yaitu mean, variance, data range, dan entropy. 3. Data yang digunakan adalah data polarisasi linier ganda TerraSAR-X di Sidoarjo, Jawa Timur. Wilayah Peri-urban TINJAUAN PUSTAKA Hogrewe et al. (1993) dan Iaquinta & Drescher (2000) memaparkan bahwa wilayah peri-urban sebagai batas antara perkotaan dan pedesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Secara geografis berada di pinggiran wilayah urban, 2. Pemukiman tersebar, 1

3. Tata letak yang rumit, 4. Ketersediaan air terbatas, 5. Vegetasi berkayu sedikit, 6. Kepadatan penduduk tinggi, dan 7. Tempat perubahan sosial yang dinamis. Radar Radar merupakan sistem penginderaan jauh aktif karena dapat menyediakan sendiri sumber energinya. Sistem mengiluminasi medan dengan energi elektromagnetik, mendeteksi pantulan energi dari medan, dan mencatat pantulan energi sebagai sebuah citra. Sistem radar beroperasi secara bebas pada berbagai kondisi pencahayaan dan umumnya tidak tergantung pada cuaca. Radar merupakan singkatan dari radio detection and ranging bekerja pada spektrum elektomagnetik dengan panjang gelombang 1 mm - 1 m. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Semakin besar panjang gelombang maka semakin kuat daya tembus gelombang. Panjang gelombang yang digunakan berpengaruh pada citra yang diperoleh (Sabins 2007 dalam Handayani 2011). SAR Polarimetri Polarisasi gelombang elektromagnetik menggambarkan orientasi vektor bidang elektrik pada titik yang diberikan selama satu periode gerakan (Ban 1996 dalam Handayani 2011). Kedalaman penembusan dari sumber gelombang mikro tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang (Sabins 2007 dalam Handayani 2011). Gelombang sinyal radar dapat ditansmisikan atau diterima dalam polarisasi yang berbeda. Sinyal dapat disaring sehingga gelombang dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang (tenaga yang tidak terpolarisasi menyebar kesemua arah tegak lurus arah perambatannya). Suatu sinyal SAR (Synthetic Aperture Radar) dapat ditransmisikan pada bidang mendatar (H) ataupun tegak (V). Oleh karena itu, terdapat empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu dikirim Horizontal diterima Horizontal (HH), dikirim Horizontal diterima Vertikal (HV), dikirim Vertikal diterima Horizontal (VH), dan dikirim Vertikal diterima Vertikal (VV). Citra dengan polarisasi searah (parallel polarization) dihasilkan dari paduan HH dan VV. Citra polarisasi silang (cross polarization) dihasilkan dari paduan HV atau VH (Lillesand dan Kiefer 1990 dalam Handayani 2011). Berbagai obyek dapat mengubah polarisasi energi radar yang dipantulkan sehingga bentuk polarisasi sinyal sangat memengaruhi kenampakan obyek pada citra yang dihasilkan (Sabins 2007 dalam Handayani 2011) TerraSAR-X TerraSAR-X merupakan satelit buatan Jerman. TerraSAR-X pertama kali diluncurkan pada 15 Juni 2007 dari Baikonur, Kazakstan. TerraSAR-X termasuk satelit dengan sensor aktif. TerraSAR-X menggunakan radar X-band berkualitas tinggi untuk pemantauan bumi di orbit polar pada ketinggian antara 512 km hingga 530 km. TerraSAR-X dirancang untuk melaksanakan tugas selama lima tahun (Gambar 1). TerraSAR-X menggunakan radar dengan panjang gelombang 31 mm dan bekerja pada frekuensi 9,6 GHz. Gambar 1 Ilustrasi satelit TerraSAR-X (Infoterra 2011). TerraSAR-X memiliki kelebihan yaitu independen terhadap kondisi cuaca dan pencahayaan, artinya satelit ini dapat melakukan pencitraan meskipun daerah yang diamati terhalangi oleh awan. Hal ini dapat dilakukan karena satelit ini menggunakan sensor elektromagnetik gelombang mikro. TerraSAR-X juga dapat diandalkan untuk menyediakan citra radar dengan resolusi hingga 1 m (Lisini et al. 2008). Fitur teknis TerraSAR-X antara lain: X-band SAR (panjang gelombang 31 mm, frekuensi 9.6 GHz), single, dual, dan quad polarisasi, sudut geometri akuisisi: side-looking, perulangan orbit: sun-synchronous dawndusk, repetition rate: 11 hari; karena petak overlay, waktu kembali 2,5 hari dapat dicapai, 2

ketinggian orbit berkisar dari 512 km hingga 530 km, dan tiga operasional imaging mode: Spotlight, StripMap, dan ScanSAR. Speckle Noise Gelombang radar dapat memengaruhi secara konstruktif atau destruktif untuk menghasilkan piksel terang dan gelap yang dikenal sebagai speckle noise. Speckle noise biasa terlihat di sistem penginderaan radar. Speckle noise dalam data radar diasumsikan memiliki model kesalahan multiplikative (perkalian) dan harus dikurangi sebelum data dapat dimanfaatkan. Idealnya, speckle noise di citra radar harus benar-benar dihapus, namun dalam praktiknya noise ini dapat dikurangi secara signifikan. Secara umum, speckle noise dapat dikurangi dengan pengolahan multi-look atau spatial filtering. Spatial filtering dikategorikan ke dalam dua kelompok yang berbeda, yaitu non-adaptive dan adaptive. Fast Fourier Transform (FFT) adalah contoh non-adaptive filtering. Mean, median, Lee-Sigma, Local-Region, Lee, Gamma MAP, dan Frost filtering adalah contoh adaptive filtering (Mansourpour et al. 2006). Hamburan Balik (Backscatters) Koefisien hamburan balik (backscatter coefficient) adalah ukuran kuantitatif dari intensitas energi yang balik ke antena. Hamburan balik radar banyak dipengaruhi oleh karakteristik permukaan, seperti kekasaran permukaan (Sabins 2007 dalam Handayani 2011). Oleh karena itu, hasil interpretasi Radar ditentukan oleh hamburan balik (backscatter) dari obyek yang diterima kembali oleh sensor. Menurut Freeman dan Durlen (1998), terdapat tiga mekanisme scattering dasar (Gambar 2): surface scattering (single bounce): hamburan dari suatu permukaan objek double bounce scattering: hamburan dari pemantul sudut dihedral, permukaan pemantul dapat terbuat dari bahan dielektrik yang berbeda, misalnya interaksi tanahbatang pohon untuk hutan volume (canopy) scattering: hamburan yang berkaitan dengan hamburan acak total, sehingga gelombang yang terhambur adalah gelombang yang sepenuhnya tak terpolarisasi. Gambar 2 Ilustrasi tiga meknisme scattering dasar: (a) canopy scatter, (b) doublebounce scatter, (c) surface scatter (Freeman dan Durlen 1998). Lee Filtering Lee filter didasarkan pada asumsi bahwa mean dan variance dari piksel yang penting adalah sama dengan lokal mean dan variance dari semua piksel dalam suatu kernel. Rumus yang digunakan untuk Lee filter (Lee 1981 dalam Mansourpour et al. 2006): dengan = 1 = = + + "# $h $&$+ $h $&$ =! '( ) +1 $h $&$ Transformed Divergence (TD) Keterpisahan spektral pada berbagai sensor merupakan isu yang penting dikaji sebelum metode klasifikasi diterapkan (Panuju et al. 2010). Penelitian ini menggunakan nilai Transformed Divergence (TD) untuk mengamati keterpisahan spektral antara dua 3

kelas yang berbeda, yang dihitung dengan rumus: * + =2-1./ + 1 8 23 + =0.5 789 9 + :89 ;< 9 +;< := * = +0.5 9 ;< 9 +;< > > + > > +? < @;< @ * @@;< < +B< + dengan * adalah nilai Transformed Divergence, > adalah nilai rataan vektor kelas ke-i, 9 adalah nilai matriks koragam kelas kei, m adalah jumlah kelas, tr adalah fungsi trace dalam aljabar matriks, T adalah fungsi transposisi. Nilai TD berkisar antara 0 sampai dengan 2. Semakin mendekati nilai TD=2, maka dua kelas tersebut semakin terpisah secara baik (Richards & Jia 2006 dan Panuju et al. 2010). Convolution Kernel Semua filter dihitung dalam lingkup area lokal menerapkan strategi convolution kernel. Proses konvolusi diilustrasikan pada Gambar 3 (Trisasongko 2002). Ukuran kernel filter tekstur yang diamati pada penelitian ini adalah sebesar 3x3, 5x5, 7x7, 9x9, 11x11, 13x13, dan 15x15 piksel. Hal ini dilakukan untuk mengamati kemampuan tiap filter tekstur dalam berbagai ukuran kernel untuk menyelesaikan masalah keterpisahan pasangan kelas. Gambar 3 Proses konvolusi dengan kernel 3x3 piksel: (a) citra awal (b) citra hasil konvolusi. Texture Filtering Fitur tekstur berisi informasi mengenai distribusi variasi derajat keabuan (grayscale) dalam channel tertentu (Haralick et al. 1973 dalam Trisasongko 2002). Penelitian ini menggunakan pendekatan texture filtering untuk mendapatkan fitur tekstur. Terdapat empat macam filter tekstur yang diamati pada penelitian ini, yaitu data range, mean, variance, dan entropy. Data range adalah selisih antara nilai piksel terbesar dengan nilai piksel terkecil dalam kumpulan nilai piksel tertentu. Mean adalah rataan dari kumpulan nilai piksel yang diamati. Variance adalah ukuran penyebaran nilai, yaitu seberapa jauh suatu nilai piksel berada terhadap rataan dari kumpulan nilai piksel. Entropy adalah ukuran sebaran peluang, yaitu sebuah ukuran (variasi atau keragaman) yang didefinisikan pada distribusi probabilitas kejadian yang diamati (Trisasongko 2002). Klasifikasi Pohon Keputusan (Decision Tree) Decision tree adalah sebuah struktur pohon, dimana setiap simpul (node) pohon merepresentasikan atribut yang telah diuji, setiap cabang merupakan suatu pembagian hasil uji, dan node daun (leaf) merepresentasikan kelompok kelas tertentu. Level node teratas pada sebuah decision tree adalah node akar (root) yang biasanya berupa atribut yang paling memiliki pengaruh terbesar pada suatu kelas tertentu. Pencarian solusi pada decision tree umumnya dilakukan secara topdown. Proses mengklasifikasi data baru (testing) dilakukan dengan menguji nilai atribut, yaitu dengan cara melacak jalur dari root sampai leaf, kemudian akan diprediksi kelas yang dimiliki oleh suatu data baru tersebut. Salah satu metode yang digunakan untuk membuat decision tree adalah algoritme ID3 atau Iterative Dichotomiser 3 (baca: tree). Algoritme pada metode ini menggunakan konsep dari entropi informasi. Secara ringkas, strategi pembentukan decision Tree dengan algoritme ID3 adalah: 1. Penghitungan Information Gain untuk setiap atribut dengan menggunakan CD,F=G.HD ID JI D G.HD J MNO dengan G.HD= P B log P B P ; log P ; 2. Pemilihan atribut yang memiliki nilai information gain terbesar, 3. Pembentukan simpul yang berisi atribut tersebut, 4. Proses perhitungan information gain akan terus diulangi sampai semua data telah masuk dalam kelas yang sama. Atribut yang telah dipilih tidak diikutkan lagi dalam perhitungan nilai information gain. Algoritme C4.5 adalah pengembangan dari algoritme ID3 yang diperkenalkan oleh 4

Quinlan (Quinlan 1993 dalam Han & Kamber 2006). Pemilihan atribut pada algoritme C4.5 dilakukan dengan menggunakan Gain Ratio dengan rumus: CTD,F= CD,F D.UVWD, F Atribut dengan nilai Gain Ratio tertinggi dipilih sebagai atribut uji untuk simpul. Nilai gain adalah information gain. SplitInfo menyatakan entropi atau informasi potensial dengan rumus: D.UVWD,F= D D log D D @ < Algortime C4.5 memiliki keunggulan dibandingkan dengan ID3. Algoritme C4.5 mampu menangani atribut dengan tipe numerik dan kategori, mampu menangani atribut yang kosong (missing value), dan dapat memangkas cabang. Telaah pustaka menunjukan bahwa algoritme pohon keputusan telah banyak digunakan untuk pembentukan rule klasifikasi citra SAR. Trisasongko (2009) telah melakukan penelitian pemetaan hutan mangrove menggunakan data radar fullypolarimetric. Penelitian tersebut menggunakan tiga algoritme pohon keputusan berbeda, antara lain Classification and Regression Trees (CART), C4.5, dan Random Forests (RF). METODE PENELITIAN Secara umum, penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap, yaitu studi pustaka, pengumpulan data, pra-proses data, analisis keterpisahan kelas, pembentukan rule, penerapan rule, dan analisis hasil (Gambar 4). Data Penelitian Citra utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data satelit TerraSAR-X wilayah Sidoarjo, Jawa Timur. Modus pencitraan yang digunakan adalah Spotlight dan diakuisisi tanggal 22 Desember 2007. Data TerraSAR-X yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra polarisasi linier ganda, yaitu polarisasi HH dan polarisasi VV. Citra dari Google Earth digunakan sebagai citra acuan pada penelitian ini. Citra acuan ini digunakan untuk mengetahui penutupan lahan lebih detail pada daerah pengamatan secara visual. Alat Penelitian Gambar 4 Metode penelitian. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data TerraSAR-X pada penelitian ini antara lain: ENVI 4.5 Google Earth 6.0 WEKA 3.6 OpenOffice SpreadSheet 3.3 Notepad++ 5.8 Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah notebook dengan spesifikasi: Processor Intel Core 2 Duo Mobile Intel 965 Express Chipset RAM 2 GB Harddisk 320 GB 5