4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

IV. KONDISI UMUM LOKASI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kecamatan Kretek

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas hektar. Desa yang terdiri

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

P R O F I L DESA DANUREJO

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

PROFIL KECAMATAN BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012)

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Pematang Pasir menjadi desa definitif relatif masih baru yaitu pada tahun

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Demografis Desa Sungai Keranji

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

Bab III Karakteristik Desa Dabung

BAB II KONDISI OBYEKTIF LOKASI DESA BITUNG JAYA KEC. CIKUPA KAB. TANGERANG

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

Gambar 6. Peta Kabupaten Karawang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

SYLVOFISHERY (MINA HUTAN) : PENDEKATAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SECARA LESTARI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

Transkripsi:

27 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Lokasi penelitian, khususnya ekosistem mangrove masuk dalam wilayah pengelolaan Resort Polisi Hutan (RPH) Tegal-Tangkil, BKPH Ciasem- Pamanukan. Secara administrasi terletak di Kecamatan Blanakan. Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 7,839.37 ha (Profil Kecamatan Blanakan 2011). Luas ekosistem mangrove di RPH Tegal-Tangkil secara keseluruhan adalah 2,858.74 ha sedangkan luas wilayah di 3 desa kajian adalah 1,513.59 ha (KPH Purwakarta 2010). Lokasi penelitian ini difokuskan pada 3 desa yaitu Desa Jayamukti, Blanakan, dan Langensari. Luas wilayah per kelurahan/desa disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil Desa Luas wilayah (ha) Desa* Perhutani** Petak** Jayamukti 1,547.90 735.25 2;3;4;5 Blanakan 980.46 576.34 6;7 Langensari 786.90 202.00 8 Jumlah 3,315.26 1,513.59 Sumber: *Anonimous (2011) **KPH Purwakarta (2010) Pada umumnya topografi di lokasi penelitian adalah berupa dataran, pantai dengan ketinggian 0 10 m dpl. Adapun batas wilayah penelitian ini adalah: Utara : Laut Jawa Selatan: Kec. Ciasem Timur : Desa Muara Ciasem Barat : Desa Rawameneng Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten (skala 1:200,000) di dalam laporan Kelas Perusahaan Mangrove (KPH Purwakarta 2010), jenis batuan dan tanah yang terdapat di lokasi penelitian adalah jenis tanah alluvial hidromorf, alluvial dengan warna tanah kelabu, kelabu tua dan coklat. Batuan tersebut berasal dari bahan endapan liat dan pasir dengan fisiografi daratan.

28 4.2. Ekosistem Mangrove 4.2.1. Vegetasi Mangrove Berdasarkan dokumen Kelas Perusahaan Mangrove (KPH Purwakarta 2010), luas kawasan ekosistem mangrove yang masuk dalam wilayah RPH Tegal- Tangkil adalah 1,731.50 ha. Kawasan yang bervegetasi adalah 964.65 ha (55.71 %), sedangkan yang tidak bervegetasi adalah seluas 766.35 ha (44.29 %). Vegetasi di lokasi penelitian empang-parit merupakan hutan tanaman dengan jenis bakau-bakau (R. mucronata) dan api-api (A. officinalis). Jenis-jenis tersebut ditanam dengan jarak 2 m x 2 m dan 5 m x 5 m, sehingga kerapatannya adalah 400 2,500 pohon/ha. Dalam perkembangannya telah terjadi penebangan atau mati, sehingga kerapatannya sudah menurun. Bahkan ada kawasan yang sudah tidak ada mangrove sama sekali (Gambar 6). Gambar 6 (a) (b) Kondisi umum mangrove di minawana lokasi penelitian; (a) mangrove dibiarkan, (b) mangrove di tebang untuk memperluas areal tambak (sumber: Dokumentasi pribadi 2012) Dari 56 petak contoh yang diamati, pohon mangrove yang ditemukan umumnya adalah jenis A. officinalis. Keliling rata-rata pohon A. officinalis berkisar antara 13-60 cm dan R. mucronata berkisar antara 13-30 cm. Masingmasing tinggi kedua jenis pohon berkisar antara 2-6 m. Di samping itu juga terdapat tanaman baru hasil rehabilitasi di tambak-tambak yang sudah tidak bermangrove. Untuk vegetasi mangrove di pinggir pantai pada umumnya didominasi oleh jenis anakan dari mangrove jenis A. officinalis dengan keliling berkisar antara 4 12 cm dengan tinggi 1-2 m dan kerapatan mencapai 5 ind/m 2 (Gambar 7).

29 (a) Gambar 7 Kondisi umum mangrove di dekat laut (sempadan pantai); (a) mangrove dibiarkan (ketebalan 10 20 m), (b) sempadan pantai jadi tambak (sumber: Dokumentasi pribadi 2012) 4.2.2. Pembagian Blok Berdasarkan pembagian Blok KP Mangrove di RPH Tegal-Tangkil yang masuk di dalam BKPH Pamanukan terbagi dalam 3 blok, yaitu 1) Blok Perlindungan sebesar 17.31 % (2,752.40 ha), 2) Blok Pemanfaatan73.48 % (11,681.93 ha), dan 3) Blok Lainnya sebesar 9.20 % (460.08 ha). Blok perlindungan merupakan zona yang difokuskan utuk kegiatan perlindungan dan konservasi. Blok perlindungan yang ideal memiliki lebar 200 m dari bibir pantai dan 50 m dari tepi sungai. Akan tetapi saat ini mengalami penurunan akibat konversi menjadi lahan tambak. Pada Blok Pemanfaatan merupakan kawasan pemanfaatan empang parit (minawana) dengan pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan pemanfaatan jasa lingkungan berupa wisata. Pada Blok ini masyarakat diberikan kesempatan untuk menggarap empang. Untuk zona pemanfaatan jasa lingkungan terdapat Wanawisata dan Penangkaran Buaya Blanakan. Luas areal penangkaran tersebut adalah 6 ha. Pada Blok lainnya diperuntukan tempat saluran pipa oleh PT Pertamina. (b) 4.2.3. Tambak Milik Tambak milik saat ini pada umumnya adalah tambak murni. Luas tambak milik di 3 desa kajian mencapai 591.25 ha. Batas antara tambak milik dengan tambak Perum (minawana) adalah Kali Malang I. Kali tersebut membentang dari timur (S. Ciasem) sampai barat (S. Cilamaya). Sementara itu, antara tambak milik

30 dengan pemukiman terdapat hamparan sawah milik masyarakat desa. Saat ini pasaran harga tambak milik mencapai Rp 100 juta/ha, lebih tinggi dari pasaran tambak perum (minawana) yang berkisar antara Rp 30 75 juta/ha. Akan tetapi harga tambak ini masih lebih rendah dibanding harga sawah (padi) yang mencapai Rp 250 juta/ha tergantung lokasi. Tambak milik tersebut pada umumnya dikenakan pajak desa yang berkisar antara Rp 200,000.00 Rp 300,000.00. Gambar 8 Salah satu contoh kondisi tambak milik di lokasi penelitian (Sumber: Dokumentasi pribadi 2012) 4.2.4. Tambak Tumpangsari/Minawana Tambak tumpang sari dilaksanakan dengan pola empang parit, yaitu tambak yang dibuat berupa parit yang mengelilingi hutan bakau dalam satu petak. Pada awalnya luas parit maksimum 20% dari luas anak petak. Akan tetapi semakin lama luas parit semakin meningkat karena pembukaan lahan mangrove untuk tambak. Luas anak petak berkisar antara 0.5 3 ha sehingga masing-masing penggarap tambak memiliki luas garapan yang berbeda. Pada awalnya luas garapan yang boleh digarap oleh petani tambak adalah maksimum 2 Ha, dengan tujuan pemerataan empang garapan. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu banyak penggarap tambak memiliki garapan lebih dari 2 ha. Bahkan ada yang mencapai 10 15 ha terutama yang memiliki modal. Kondisi minawana pada saat ini dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 5 Pada setiap petak tambak (minawana) terdapat 1 saluran yang menuju laut yang dinamakan kalen. Setiap kalen memiliki nama sesuai dengan pemilik tambak didaerah tambak milik. Panjang kalen di Desa Jayamukti mencapai 3.5 km sedangkan kalen di Desa Blanakan-Langensari mencapai 2.5 km. Lebar kalen di Desa Jayamukti dan Blanakan berkisar antara 2.5 3 m dengan tinggi 1,5 m,

31 sedangkan lebar kalen di Desa Langensari mencapai 4.83 5.67 m dengan kedalaman 1.5 m. Secara umum kondisi saluran/kalen di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5 (a) (b) Gambar 9 (c) Kondisi minawana saat ini (a) sistem minawana di Penangkaran buaya (konsep lama) (b) penutupan sekitar 75%; (c) Penutupan mangrove 50%; (d) penutupan mangrove hanya 30% (Sumber: Dokumentasi pribadi 2012) (d) Desa Tabel 5 Kondisi saluran/kalen di lokasi penelitian Kalen/Saluran Jumlah Panjang Lebar Atas Lebar Dasar Tinggi Luas Tambak Jayamukti 22 3.5 3.98 2.40 1,38 735.25 Blanakan 6 2.5 4.00 2.50 1,50 576.34 Langensari 5 2.0 5.67 4.83 1,50 202.00 Sumber: Hasil pengamatan (2012) dan KUD Karya Bukti Sejati (2012) Selain itu terdapat saluran besar yang melintang dari arah timur sampai barat yang dinamakan Kali Malang. Kawasan minawana di Desa Jayamukti terdapat 3 Kali Malang yang melintang dari Sungai Blanakan (timur) sampai Sungai Gangga (barat) sepanjang 5 km. Adapun di Desa Blanakan dan Langensari hanya terdapat 1 Kali Malang yang melintang dari desa Muara (S. Ciasem) di

32 sebelah timur dan sampai di S. Blanakan di sebelah barat sepanjang 5 km. Kali Malang II dan III di Desa Jayamukti memiliki panjang sekitar 2.5 4.0 km. Lebar Kali Malang pada umumnya adalah 6 m dengan tinggi 2 m, akan tetapi banyak mengalami pendangkalan di lokasi tertentu terutama pada kali Malang II dan III. Baik saluran/kalen maupun kali seharusnya minimal setiap 5 tahun dilakukan pengerukan karena terjadi pendangkalan di lokasi tertentu. Kebijakan untuk pengerukan biasanya tergantung pada kebijakan desa terutama pengurus KUD. Gambar 10 Kondisi Kali Malang (kanan) dan kalen/saluran (kiri) (sumber: dokumentasi pribadi 2012) Setiap penggarap tambak diikat dengan suatu perjanjian kerjasama perum perhutani unit III yang berisikan hak dan kewajiban penggarap tambak. Hak penggarap tambak adalah hak pengelolaan tambak dan hasil tambaknya. Adapun kewajiban penggarap tambak adalah diharuskan membayar: 1. Ganti rugi penggunaan kawasan ekosistem mangrove, yaitu sebesar Rp 75,000.00/ha/thn untuk lahan hutan kelas I, Rp 45,000.00/ha/thn untuk lahan hutan kelas II dan Rp 30,000.00/ha/thn untuk lahan kelas III 2. Iuran desa dan LMDH sebesar Rp 25,000.00/ha/th 3. Menanam, memelihara, dan menjaga keamanan hutan 4. Ijin usaha tambak sebesar Rp 5,000.00/ha/thn 5. Administrasi sebesar Rp 7,500.00/ha/thn 6. Dana pelestarian lingkungan sebesar Rp 30,000.00/ha/thn untuk lahan kelas I dan II, serta Rp 25,000.00/ha/thn untuk lahan kelas III

33 4.3. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat 4.3.1. Kependudukan Penduduk di Kecamatan Blanakan yang terdistribusi di 9 desa pemukiman pada tahun 2011 berjumlah 64,431 jiwa (21,463 KK) yang terdiri dari 32,227 lakilaki dan 32,214 perempuan. Adapun jumlah penduduk yang masuk ke dalam wilayah penelitian di 3 desa pengamatan terdiri dari 11,015 laki-laki dan 10,689 perempuan dengan total jumlah penduduk 21.680 jiwa (33.65% dari jumlah penduduk Kecamatan Blanakan). Untuk lebih jelas jumlah penduduk di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin Desa Jumlah KK Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-Laki Perempuan Total Blanakan 3,447 5,879 5,584 11,463 Jayamukti 2,103 3,484 3,417 6,901 Langensari 1,120 1,652 1,688 3,340 Jumlah 6,670 11,015 10,689 21,704 Kecamatan Blanakan 21,463 32,227 32,214 64,431 Sumber: Anonimous (2011) Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik bekerja dan cara berpikir. Umur penduduk di lokasi penelitian pada umumnya didominasi oleh kelompok umur 22-59 tahun (57.24%). Kelompok umur 22-59 ini merupakan kelompok umur produktif. Secara lebih lengkap distribusi kelompok umur di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Klasifikasi umur penduduk Kecamatan Blanakan Desa Kelompok umur (tahun) 0-15 16-21 22-59 >60 Blanakan 2,878 974 5,071 2,017 Jayamukti 1,812 649 3,536 904 Langensari 882 309 1,585 564 Jumlah 5,572 1,932 10.192 3,485 Kecamatan Blanakan 12,147 6,837 37,136 6,404 Sumber: Anonimous (2011) 4.3.2. Pendidikan Penduduk Tingkat pendidikan formal penduduk Kecamatan Blanakan tergolong masih rendah, ada sekitar 2,719 jiwa kepala keluarga yang tidak tamat Sekolah

34 Dasar (SD) (36.00%) dan 3927 jiwa kepala keluarga yang hanya tamat SD (52.00%). Sedangkan penduduk yang pernah mengenyam pendidikan SLTA hanya 690 jiwa (9.14%) dan Perguruan tinggi hanya 216 jiwa (2.86%). Dari kondisi pendidikan seperti itu dapat berpengaruh terhadap pengetahuan yang bersifat teknis dan keahlian dalam melakukan kegiatan usaha yang produktif. Selain itu akan berpengaruh juga terhadap daya serap dari program-program yang akan dikembangkan oleh pemerintah. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Blanakan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Klasifikasi tingkat pendidikan formal penduduk di lokasi penelitian Desa Tidak Tamat Tamat Tamat Tamat SD SD/SLTP SLTA AK/PT Blanakan 1,583 2,286 385 142 Jayamukti 708 1023 181 56 Langensari 428 618 124 18 Jumlah 2,719 3,927 690 216 Kecamatan Blanakan 7,951 11,583 2,091 459 Sumber: Anonimous (2011) SD Sarana pendidikan di lokasi penelitian terdiri dari: TK sebanyak 16 unit, sederajat sebanyak 27, SLTP sederajat sebanyak 3 unit, dan 3 unit SLTA sederajat (Tabel 9). Di Kecamatan Blanakan tidak terdapat perguruan tinggi, jadi penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi umumnya harus ke daerah lain, seperti Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung hingga ke Yogyakarta. Tabel 9 Fasilitas pendidikan Kecamatan Blanakan Desa Fasilitas Pendidikan TK SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA Blanakan 2 9 2 3 Jayamukti 8 3 Langensari 1 2 1 Jumlah 11 14 2 3 Kecamatan Blanakan 16 27 3 3 Sumber: Anonimous (2011) dan Pengamatan (2012) 4.3.3. Mata Pencaharian Penduduk Masyarakat yang bekerja di bidang pertanian (termasuk perikanan dan peternakan) baik pemilik lahan maupun buruh di lokasi penelitian mencapai

35 29.61%. Kawasan minawana di RPH Tegal-Tangkil, bagi masyarakat Desa Jayamukti, Blanakan, dan Langensari adalah merupakan sumber kehidupan masyarakat sekitar. Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kawasan minawana berprofesi sebagai penggarap tambak/empang, buruh, penangkap kepiting, penangkap wideng, penangkap udang, penangkap belut, penangkap ular, penangkap burung, penangkap biawak dan pencari kayu dari luar Kecamatan Blanakan. Kelompok penangkap ini nantinya disebut dengan kelompok penangkap ikan dan biota lainnya. Keberadaan mangrove bagi penggarap tambak memberikan nilai tambah dengan adanya udang harian yang dapat dipanen setiap hari. Secara rinci mata pencaharian masyarakat di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Penelitian Jenis Mata Pencaharian Desa (Jiwa) Blanakan Jayamukti Langensari Persentase Petani sawah dan tambak 1,535 384 128 9.43 Buruh tani sawah dan tambak 2,050 1,091 763 17.99 Buruh migran (TKI/TKW) - 42 97 0.64 Nelayan 340 26 5 1.71 Peternak 10 73 22 0.48 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 30 12 18 0.28 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 9 5-0.06 Pedagang keliling 47 97 42 0.86 Petugas kesehatan (perawat, dokter, bidan, mantri, dll) 6 12 4 0.10 Seniman lokal - 5-0.02 Montir (bengkel) 9 6 4 0.09 Karyawan perusahaan swasta - 375 42 1.92 Pembantu Rumah tangga 34 34 124 0.88 Pengrajin 3 12-0.07 Pengusaha kecil dan menengah 10 5-0.07 Tidak bekerja 2,878 1,669 882 25.01 Lainnya 4,502 3,053 1,209 40.38 Jumlah 11,463 6,901 3,340 100.00 Sumber: Anonimous (2011) Masyarakat yang tidak memiliki sawah ataupun empang, sebagian bekerja sebagai buruh di empang/tambak ketika sawah tidak dalam masa tanam dan panen. Buruh tersebut terdiri dari buruh harian (keduk teplok) dan buruh panen (khusus panen musiman ikan/udang). Masyarakat yang menjadi buruh, biasanya

36 sudah memiliki pelanggan sendiri. Mereka yang mempekerjakan buruh biasa disebut dengan istilah bos. Masyarakat penangkap ikan dan biota lainnya, yang hidup di sekitar mangrove, menjadikan kawasan minawana sebagai bagian dari lahan mata pencaharian sehari-hari. Menangkap kepiting misalnya telah menjadi alternatife pekerjaan selain menjadi buruh. Bahkan penggarap tambak pun ada yang menjadi penangkap kepiting saat musim panen sedikit. Menangkap kepiting bakau merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan karena harganya tinggi. Penangkapan kepiting dilakuan pada siang hari dan malam hari. Penangkapan kepiting pada siang hari menggunakan alat pancing dan bubu, sedangkan pada malam hari menggunakan bantuan cahaya senter dan atau aki. Selain menangkap ikan dan kepiting, ada juga yang mencari ular, wideng, dan burung. Penangkapan belut biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum terik matahari. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat penangkap kepiting, wideng, dan belut, diperoleh informasi bahwa semakin banyak mangrove di kawasan minawana, peluang untuk mendapatkan hasil tangkapan menjadi lebih besar. Hasil tangkapan akan lebih banyak pada kawasan minawana dengan penutupan yang tinggi. Kondisi sumberdaya ekosistem mangrove dalam sistem minawana saat ini cukup memprihatinkan. Luasan mangrove semakin rendah akibat penebangan oleh penggarap tambak atau orang luar. Penebangan mangrove pada kawasan sekitar pantai yang merupakan bagian dari sempadan (green belt), semakin merusak system ekologi mangrove. Walaupun demikian, secara ekologi dan ekonomi masih memberikan manfaat langsung yang nyata bagi masyarakat sekitar.