BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

dokumen-dokumen yang mirip
Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien

Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli Definisi Ada Daftar Pustakanya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. BAB II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

UNIVERSITAS GALUH PROGRAM PASCA SARJANA

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan. kepribadian manusia melalui pemberian pengetahuan, pengajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BAB I PENDAHULUAN. menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu Negara tidak terlepas dari sistem pendidikan, sebab

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memiliki peran strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Amellya Nisfiatin Barroroh, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu. menghasilkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif,mandiri, mempunyai

Smart, Innovative, Professional

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi perkembangan anaknya ke arah yang lebihbaik (Nurul, 2002). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut bahwa Ibu adalah seorang perempuan yang telah mengandung selama sembilan bulan dan telah melahirkan seorang anak serta merawat dengan penuh kasih sayang. 2. Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahum 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peserta didik merupakan anggota

masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bab IV UU Nomor 20 Tahun 2003, yaitu : a) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. b) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. c) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,vokasi, keagamaan, dan khusus. 3. Pendidikan Formal di Indonesia Pendidikan formal dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah jalur pendidikanyang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal menurut Soedomo (dalam Suprijanto, 2007) yaitu kegiatan belajar yang disengaja, baik oleh warga belajar maupun pembelajarnya didalam suatu latar yang distruktur sekolah. Ciri pendidikan formal yaitu merupakan sistem persekolahan, berstruktur, berjenjang, penyelenggaraannya disengaja (Suprijanto, 2007) Jenjang pendidikan formal terdiri atas : a) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, meliputi : TK (Taman Kanak-kanak),SD (Sekolah Dasar) atau MI (Madrasah Ibtidaiyah), SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan bentuk lain yang sederajat. b) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, berbentuk SMU

(Sekolah Menengah Umum) atau MA (Madrasah Aliyah), SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan), atau bentuk lain yang sederajat. c) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka, dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. B. Pola Pengasuhan 1. Defenisi Pola pengasuhan merupakan pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, dalam menanamkan nilai-nilai hidup, dan dalam mengelola emosi (Sunarti, 2004, hlm.93). Pola pengasuhan anak adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi bagaimana masa depan anak kita nanti. Apakah ia akan tumbuh menjadi anak seperti dambaan orang tua atau bahkan sebaliknya (Ananda, 2011,hlm.3). Pengertian pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat.orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh

yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002, hlm. 86). Menurut Baumrind, para orang tua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka. Orang tua juga perlu untuk melakukan penyesuaian perilaku mereka terhadap anak, yang didasarkan atas kedewasaan perkembangan anak karena setiap anak memiliki kebutuhan dan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh adalah interaksi antara anak dan pengasuh selama pengasuhan, yang meliputi proses mengembangkan cara mendidik dengan memberi aturan-aturan dan batasan-batasan yang diterapkan pada anak-anaknya, pemeliharaan, menanamkan kepercayaan, cara bergaul, sikap menciptakan suasana emosional memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan, serta mengajarkan tingkah laku umum yang dapat diterima oleh masyarakat. 2. Tipe-tipe Pola Pengasuhan Salah satu cara agar anak berhasil dimasa depannya dapat dimulai di lingkungan keluarga, yaitu dengan menerapkan pola asuh orang tua terhadap anak yang tepat. Kesalahan yang terjadi dapat berakibat buruk bagi masa depan anak, baik dari segi kognitif, afektif, dan perilaku (Surya, 2007, hlm.86). Pola pengasuhan pun menjadi sangat berpengaruh. Pola pengasuhan tersebut masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, dan karir orang tua di luar rumah (Danarty, 2010, hlm.18). Menurut Tjandrasa (2005) sumber sikap orang tua dalam pola pengasuhan juga dipengaruhi

oleh pengalaman orang tua di masa kecilnya dan pengaruh nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya. Pada dasarnya, setiap orang tua menginginkan anaknya kelak menjadi orang yang matang dan dewasa secara sosial. Sehingga apapun jenis pengasuhan yang diterapkan orang tua pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai hal tersebut. Namun, kadang orang tua tidak menyadari bahwa pola pengasuhan tertentu dapat membawa dampak merugikan anak. Menurut seorang pakar psikologi, Diana Baumrind, ada empat jenis pola pengasuhan, yaitu : otoriter, permisif, indulgent, dan demokratis (Danarti, 2010, hlm.19). a. Pola Pengasuhan Otoriter Pola otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator, dan memaksa anak untuk selalu mengikuti perintah orang tua tanpa banyak alasan. Dalam pola asuh ini, biasa ditemukan penerapan hukuman fisik dan aturan-aturan tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak tentang guna dan alasan dibalik aturan tersebut (Danarti, 2010, hlm.19). Dalam pola asuh orang tua merupakan sentral artinya segala ucapan, perkataan maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anakanak. Supaya taat, orang tua tak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak. Orang tua beranggapan agar aturan itu stabil dan tak berubah, maka seringkali orang tua tak menyukai tindakan anak yang memprotes, mengkritik atau membantahnya (Dariyo, 2007, hlm. 206-207). Kondisi tersebut mempengaruhi perkembangan diri pada anak. Banyak anak yang dididik dengan pola asuh otoriter ini, cenderung tumbuh berkembang menjadi pribadi yang suka membantah, membrontak dan berani melawan arus terhadap lingkungan sosial. Kadang-kadang anak tidak mempunyai sikap peduli, antisipasi,

pesimis dan anti-sosial. Hal ini, akibat dari tidak adanya kesempatan bagi anak untuk mengemukakan gagasan, ide, pemikiran maupun inisiatifnya. Apapun yang dilakukan oleh anak tidak pernah mendapat perhatian, penghargaan dan penerimaan yang tulus oleh lingkungan keluarga atau orang tuanya (Dariyo, 2007, hlm. 207). b. Pola Pengasuhan Permisif Kebalikan dengan tipe otoriter, tipe ini adalah permisif alias serba membolehkan. Pola permisifadalah pola di mana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau memedulikan kehidupan anaknya. Akibatnya, anak menganggap bahwa aspek-aspek lain dalam kehidupan orang tuanya lebih penting daripada keberadaan dirinya. Walaupun tinggal di bawah atap yang sama, bisa jadi orang tua tidak begitu tahu perkembangan anaknya (Danarti, 2010, hlm. 20-21). Pola asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak buruk, di antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosial yang buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula si anak melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak (Danarti, 2010, hlm.21). Pola asuh ini juga dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri, dan kurang intens mengikuti pelajaran sekolah (Surya, 2007, hlm. 87). c. Pola Pengasuhan Indulgent Orang tua seperti ini ingin selalu terlibat dalam semua aspek kehidupan anak, namun mereka tidak memberi tuntunan dan kontrol kepada anak. Mereka cenderung membiarkan anaknya melakukan apa saja sesuai dengan keinginan mereka. Dalam bahasa sederhananya, orang tua akan selalu menuruti keinginan anak, apa pun

keinginan tersebut. Bahkan orang tua jadi tidak punya posisi tawar sama sekali di depan anak karena semua keinginan si anak akan dituruti, tanpa mempertimbangkan apakah itu baik atau buruk baginya (Danarti, 2010, hlm.21). Banyak orang tua yang menerapkan pola asuh ini berkilah bahwa sikap yang di ambilnya didasari rasa sayangnya terhadap anak. Karena itulah, semua keinginan anak harus dituruti. Padahal cinta terhadap anak tidak identik dengan keharusan menuruti semua keinginannya. Akibat buruk yang harus diterima anak sehubungan dengan pola asuh orang tua yang seperti ini adalah anak jadi sama sekali tidak belajar mengontrol diri. Ia selalu menuntut orang lain untuk menuruti keinginannya, tapi tidak berusaha belajar menghormati orang lain. Anak pun cenderung mendominasi orang lain sehingga punya kesulitan dalam berteman (Danarti, 2010, hlm. 21-22). d. Pola Pengasuhan Demokratis Pola demokratis mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat dan penuh welas asih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, dan mendukung tindakan anak yang konstruktif. Anak yang terbiasa dengan pola asuh demokratisakan memperoleh dampak menguntungkan, di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya diri, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi, dan bisa komunikasi baik dengan teman-temannya ataupun orang-orang yang lebih dewasa Danarti, 2010, hlm. 22). Berdasarkan Hart, Newell dan Olsen (dalam Santrock, 2007) pengasuhan demokratis merupakan gaya pengasuhan yang paling efektif diantara gaya pengasuhan yang lain karena orang tua menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi sehingga memberikan kesempatan pada anak untuk membentuk kemandirian dengan memberikan batas, standar, dan panduan yang dibutuhkan anak.

Karena hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak dapat berjalan dengan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian yang mantap pada diri anak. Anak makin mandiri, matang dan dapat menghargai diri sendiri dengan baik. Pola asuh demokratis ini akan dapat berjalan secara efektif bila ada tiga syarat yaitu : 1). Orang tua dapat menjalankan fungsi sebagai orang tua yang memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya. 2). Anak memiliki sikap yang dewasa yakni dapat memahami dan menghargai orang tua sebagai tokoh utama yang tetap memimpin keluarganya. 3). Orang tua belajar memberi kepercayaan dan tanggung jawab terhadap anaknya (Dariyo, 2007, hlm. 208). 3. Tujuan Pola Pengasuhan Pada dasarnya, tujuan dari pengasuhan adalah untuk mengajarkan anak agar bisa berprilaku baik, mengembangkan pilihan gaya hidup yang sehat, dan membuat keputusan bagi diri mereka kelak. Setelah mempelajari keempat pola pengasuhan di atas, hanya pola demokratis yang memberikan banyak dampak positif kepada anak. Karena itu, pola demokratis bisa dijadikan pilihan bagi orang tua. Intinya, beri anak kesempatan untuk bicara, tetapi kontrol sepenuhnya berada di tangan orang tua (Danarti, 2010, hlm. 23).

4. Masalah Pengasuhan Anak Permasalahan yang timbul dari pengasuhan anak, antara lain : a. Kadang-kadang orang tua terlalu menuntut pada anak untuk menjadi yang terbaik, sementara potensi yang dimiliki tidak memadai. Akibat yang timbul adalah anak menjadi malas belajar dan malas sekolah. b. Karena ingin melihat anaknya berprestasi lebih baik disekolah, orang tua kemudian yang mengerjakan tugas-tugas sekolah anaknya. Akibat yang timbul adalah anak belajar untuk tidak berusaha maksimal dengan daya upayanya sendiri. c. Timbul kekhawatiran yang berlebihan dari pihak orang tua tentang kondisi anaknya. Akibatnya muncul keragu-raguan dalam mendidik anak, sehingga anak mengembangkan sikap ragu-ragu serta rasa tidak percaya diri (Pratisti, 2008, hlm.101). 5. Tips Mendidik Anak a. Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola asuh keluarga berbasis agama dinilai sebagai pendidikan paling baik sampai saat ini. b. Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berprilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif. c. Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting. Hal ini agar terjadi saling pengetahuan dan tidak menimbulkan salah paham.

d. Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhan anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani. e. Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera. Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua terhadap anak adalah bentuk kasih sayang, jadi andapun harus pintar-pintar memberikan hukuman apa yang cocok bagi anak anda (Ananda, 2011, hlm.54).