PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2017, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembar

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

: a. bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2017, No Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran N

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Ta

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI POLEWALI MANDAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN No. 3, 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Und

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT WALIKOTA YOGYAKARTA,

BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG 2017

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN JABATAN DI INSTITUT SENI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Neg

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tam

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

Mengingat -2- : 1. Undang-Undang Kementerian Nomor Negara 39 Tahun (Lembaran 2008 Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lem

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

Arsip Nasional Republik Indonesia

2017, No Indonesia Nomor 5494); 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpu

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Re

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pengaduan dari masyarakat merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan terhadap pelayanan publik penyelenggaraan tugas pemerintahan, yang memerlukan pengelolaan secara baik, tanggapan secara cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

- 2-3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2014, Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2014, Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam

- 3 - Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 13. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122); 14. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 191); 15. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Per/05/M.PAN/ 4/2009 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah; 16. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1813); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR.

- 4 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disingkat BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 2. Pegawai BAPETEN adalah aparatur sipil negara yang diangkat dalam suatu jabatan atau ditugaskan dan bekerja secara penuh pada unit kerja BAPETEN. 3. Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. 4. Pengaduan Masyarakat adalah bentuk Pengawasan Masyarakat yang disampaikan kepada Kepala BAPETEN oleh orang perorangan, kelompok masyarakat, atau badan hukum, berupa keluhan dan/atau ketidakpuasan serta sumbangan pemikiran, saran, gagasan yang bersifat membangun. 5. Pengaduan Berkadar Pengawasan adalah Pengaduan Masyarakat yang berisi informasi adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pegawai BAPETEN sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat/negara. 6. Pengaduan Tidak Berkadar Pengawasan adalah Pengaduan Masyarakat yang berisi informasi mengenai sumbang saran pemikiran, kritik konstruktif, dan sebagainya yang bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan tugas dan fungsi BAPETEN. 7. Penanganan Pengaduan Masyarakat adalah proses kegiatan yang meliputi penerimaan, pencatatan, penelaahan, konfirmasi, klarifikasi, penelitian, pemeriksaan, pelaporan, tindak lanjut, dan pengarsipan terhadap Pengaduan

- 5 - Masyarakat. 8. Pelapor adalah orang perorangan, kelompok masyarakat, atau badan hukum yang menyampaikan Pengaduan Masyarakat kepada Kepala BAPETEN. 9. Terlapor adalah Pegawai BAPETEN yang diduga melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang. 10. Unit Kerja adalah unit kerja yang dipimpin oleh pimpinan tinggi pratama dan Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan di lingkungan BAPETEN. 11. Penelaahan adalah kegiatan penelitian atas dokumen dan/atau informasi yang disampaikan oleh Pelapor agar dapat dirumuskan inti masalah guna penanganan lebih lanjut. 12. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar untuk menilai kebenaran atas Pengaduan Masyarakat. 13. Konfirmasi adalah proses kegiatan untuk mendapatkan penegasan mengenai keberadaan Terlapor maupun mengenai masalah yang dilaporkan atau diadukan. 14. Klarifikasi adalah proses penjernihan masalah atau kegiatan untuk memberikan penjelasan, data, dokumen, dan/atau bukti-bukti mengenai permasalahan yang diadukan pada proporsi yang sebenarnya kepada Pelapor dan instansi terkait. 15. Tindak Lanjut adalah kegiatan aksi yang harus dilakukan oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang atas rekomendasi hasil penelaahan dari Pengaduan Masyarakat yang disampaikan. 16. Saluran Pengaduan adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pengaduan. 17. Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat adalah Pegawai BAPETEN pada Unit Kerja yang mempunyai tugas dan fungsi ketatausahaan pengawasan internal. 18. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah Unit Kerja di lingkungan instansi

- 6 - pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan fungsional terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Pasal 2 Peraturan Kepala Badan ini bertujuan untuk: a. mendorong peran aktif masyarakat untuk menyampaikan pengaduan; b. mewujudkan Penanganan Pengaduan Masyarakat secara baik, cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan; dan c. memberdayakan Pengaduan Masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi BAPETEN. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Kepala Badan ini meliputi: a. mekanisme penyampaian Pengaduan Masyarakat; dan b. Penanganan Pengaduan Masyarakat. BAB II MEKANISME PENYAMPAIAN DAN PENERIMAAN PENGADUAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Penyampaian Pengaduan Masyarakat Pasal 4 (1) Orang perorangan atau kelompok masyarakat dapat menyampaikan Pengaduan Masyarakat kepada Kepala BAPETEN. (2) Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diklasifikasikan sebagai tindakan yang berkaitan dengan: a. penyalahgunaan wewenang; b. penyelenggaraan pelayanan masyarakat; c. tindak pidana korupsi; d. pelanggaran ketentuan kepegawaian atau kode etik;

- 7 - e. pelanggaran ketentuan peradilan; f. ketatalaksanaan; dan g. pengaduan lain. Pasal 5 (1) Penyampaian Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat disampaikan melalui mekanisme: a. langsung; dan/atau b. tidak langsung. (2) Pengaduan Masyarakat melalui mekanisme langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan tatap muka langsung antara Pelapor dengan Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat. (3) Pelapor yang melakukan pengaduan melalui mekanisme langsung harus mengisi formulir pengaduan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini. (4) Pengaduan Masyarakat melalui mekanisme tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan secara: a. elektronis; atau b. nonelektronis. Pasal 6 (1) Penyampaian Pengaduan Masyarakat secara elektronis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a dilakukan secara: a. surat elektronis; b. telepon; atau c. faksimile; (2) Penyampaian Pengaduan Masyarakat secara nonelektronis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf b dilakukan melalui Saluran Pengaduan berupa: a. surat; dan/atau b. kotak pengaduan.

- 8 - Pasal 7 Pengaduan Masyarakat secara elektronis dan nonelektronis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling sedikit memuat: a. identitas Pelapor, meliputi; 1. nama; 2. domisili; 3. nomor telepon; 4. alamat surat elektronik (e-mail); dan 5. fotokopi kartu identitas. b. identitas Terlapor, meliputi: 1. nama; 2. jabatan; 3. Unit Kerja; dan 4. Instansi. c. isi atau materi pengaduan. Bagian Kedua Penerimaan Pengaduan Masyarakat Pasal 8 (1) Pengaduan Masyarakat kepada Kepala BAPETEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diterima oleh Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat. (2) Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat dengan: a. mencatat secara manual atau menggunakan sistem komputerisasi; b. menyampaikan kepada APIP; dan c. memberikan informasi tentang status pengaduan kepada Pelapor.

- 9 - BAB III PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 9 (1) Penanganan Pengaduan Masyarakat dilaksanakan oleh APIP. (2) Proses Penanganan Pengaduan Masyarakat meliputi: a. Klarifikasi identitas pelapor; b. Penelaahan Pengaduan Masyarakat; c. Pemeriksaan Pengaduan Berkadar Pengawasan; d. Pelaporan hasil pemeriksaan; e. Tindak Lanjut dan pemantauan; f. penyampaian informasi Penanganan Pengaduan Masyarakat; dan g. laporan dan pengarsipan Penanganan Pengaduan Masyarakat. Bagian Kedua Penelaahan Pengaduan Masyarakat Pasal 10 (1) Penelaahan Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dilakukan dengan tahapan: a. mengklasifikasikan Pengaduan Masyarakat ke dalam tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); b. merumuskan inti masalah yang diadukan; c. menguji dan menghubungkan materi pengaduan dengan peraturan yang relevan; d. meneliti dokumen dan/atau informasi yang pernah ada terkait dengan materi pengaduan yang baru diterima; e. menentukan pengaduan yang diterima sebagai: 1. Pengaduan Berkadar Pengawasan; atau 2. Pengaduan Tidak Berkadar Pengawasan; dan

- 10 - f. menetapkan hasil Penelaahan Pengaduan Masyarakat untuk proses penanganan selanjutnya. (2) Apabila hasil Penelaahan menunjukkan Pengaduan Masyarakat merupakan Pengaduan Berkadar Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 1, APIP menindaklanjuti dengan Pemeriksaan. Pasal 11 (1) Dalam hal APIP menentukan pengaduan yang diterima sebagai Pengaduan Tidak Berkadar Pengawasan, pengaduan dikembalikan kepada Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat. (2) Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat menyampaikan Pengaduan Tidak Berkadar Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e angka 2 kepada Unit Kerja terkait melalui Kepala Inspektorat untuk ditindaklanjuti. (3) Pengaduan Tidak Berkadar Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai bahan informasi, atau bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau kebijakan yang relevan oleh unit kerja terkait. (4) Hasil tindak lanjut oleh unit kerja terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat melalui Kepala Inspektorat. Bagian Ketiga Pemeriksaan Pengaduan Berkadar Pengawasan Pasal 12 Pemeriksaan Pengaduan Berkadar Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilakukan oleh APIP melalui tindakan: a. Konfirmasi kepada Pelapor; dan b. Klarifikasi.

- 11 - Pasal 13 Dalam melakukan tindakan Konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, APIP melakukan: a. proses untuk memastikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor; dan b. pencarian informasi tambahan untuk memastikan dugaan pelanggaran yang dilaporkan. Pasal 14 Dalam melakukan tindakan Klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, APIP melakukan: a. permintaan informasi dan penjelasan baik secara lisan maupun tertulis kepada pihak yang terkait dengan permasalahan yang diadukan; b. permintaan dokumen pendukung kepada pihak terkait atas informasi dan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan c. penilaian terhadap permasalahan yang diadukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pelaporan Hasil Pemeriksaan Pasal 15 (1) Hasil proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, disusun oleh APIP sebagai laporan hasil pemeriksaan. (2) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat kesimpulan dan kategori pelanggaran terhadap dugaan pelanggaran yang diadukan. (3) Kategori pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. pelanggaran etika; b. pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil; c. pelanggaran yang menimbulkan kerugian negara; dan/atau d. pelanggaran ketentuan perdata atau pidana.

- 12 - (4) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala BAPETEN. Bagian Kelima Jangka Waktu Penanganan Pengaduan Masyarakat Pasal 16 (1) APIP harus menyelesaikan penanganan Pengaduan Masyarakat paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya pengaduan sampai dengan pelaporan hasil pemeriksaan. (2) Dalam hal Penanganan Pengaduan Masyarakat belum selesai dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), APIP harus membuat laporan tertulis kepada Kepala BAPETEN. (3) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan alasan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 17 Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (2), Kepala BAPETEN dapat memberikan perpanjangan waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kepada APIP untuk menyelesaikan penanganan Pengaduan Masyarakat. Bagian Keenam Tindak Lanjut dan Pemantauan Pasal 18 (1) Kepala BAPETEN menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada para pihak agar melakukan tindak lanjut sesuai dengan kategori pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). (2) Para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. atasan langsung atau tim pemeriksa untuk dugaan pelanggaran kode etik dan disiplin pegawai negeri sipil; b. Tim Penyelesaian Kerugian Negara BAPETEN untuk

- 13 - dugaan pelanggaran kerugian negara; atau c. Biro Hukum dan Organisasi untuk dugaan pelanggaran ketentuan perdata dan pidana. (3) Biro Hukum dan Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bertindak sebagai pihak yang mewakili BAPETEN untuk: a. melakukan bantuan hukum terhadap pelanggaran ketentuan perdata; dan b. melakukan pelaporan pelanggaran ketentuan pidana kepada penegak hukum. Pasal 19 Jangka waktu pelaksanaan Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Hasil Tindak Lanjut yang dilakukan oleh para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) harus disampaikan kepada APIP. Pasal 21 APIP melakukan pemantauan atas Tindak Lanjut selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Bagian Ketujuh Penyampaian Informasi Penanganan Pengaduan Masyarakat kepada Pelapor Pasal 22 (1) APIP melalui Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat menyampaikan informasi hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat kepada Pelapor berupa status penyelesaian Penanganan Pengaduan Masyarakat.

- 14 - (2) Status penyelesaian Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikategorikan: a. status dalam proses, untuk Pengaduan Masyarakat yang masih dalam proses penanganan; atau b. status selesai, untuk Pengaduan Masyarakat yang telah selesai ditangani secara tuntas. (3) Untuk Pengaduan Masyarakat yang telah selesai ditangani secara tuntas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, harus disampakan informasi bahwa: a. pelanggaran terbukti; atau b. pelanggaran tidak terbukti. Pasal 23 (1) Dalam hal merasa tidak puas atas hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat oleh APIP, Pelapor dapat menyampaikan Pengaduan Masyarakat kembali paling lama 14 (empat belas) hari setelah penyampaian status penyelesaian Penanganan Pengaduan Masyarakat diterima. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan bukti baru. (3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BAPETEN dapat melakukan Pemeriksaan ulang terhadap hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat oleh APIP. Bagian Kedelapan Laporan dan Pengarsipan Penanganan Pengaduan Masyarakat Pasal 24 (1) APIP harus menyampaikan laporan Penanganan Pengaduan Masyarakat kepada Kepala BAPETEN; (2) Laporan Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara sistematik, singkat, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan. (3) Laporan Penanganan Pengaduan Masyarakat kepada Kepala BEPETEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala paling singkat setiap 6 (enam) bulan sekali.

- 15 - Pasal 25 (1) Pengarsipan hasil proses Penanganan Pengaduan Masyarakat dilakukan oleh Pejabat Penerima Pengaduan Masyarakat. (2) Pengarsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kategori Pengaduan Masyarakat, klasifikasi pengaduan, dan waktu pengaduan. Pasal 26 Dalam penanganan terhadap Pengaduan Masyarakat, APIP memiliki kewajiban: a. menjunjung nilai dasar, yaitu berani, integritas, tangguh, dan inovatif; b. melaksanakan tugas dan wewenang secara proporsional dan profesional; c. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja; e. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif untuk peningkatan kinerja; dan f. menjaga kerahasiaan informasi kepada pihak manapun selain pejabat yang diberi kewenangan baik selama maupun sesudah tidak menangani pengaduan.

- 16 - BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2017 KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA, JAZI EKO ISTIYANTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 631

- 17 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PENGADUAN MASYARAKAT Nomor Pengaduan: I. IDENTITAS 1. Pelapor Nama Tempat/tgl lahir Alamat Rumah No. identitas (KTP) No. Telepon/HP Alamat Email /WA / lainnya 2. Terlapor Nama Jabatan Unit Kerja Instansi II. ISI/MATERI PENGADUAN 1. Uraian Pengaduan 2. 3. 4. Sumber informasi pengaduan Dokumen Pendukung Pengaduan (dilampirkan jika ada) Waktu dan tempat penyampaian pengaduan *) Petugas Penerima Pengaduan Masyarakat Pelapor, *) Diisi Petugas Penerima Pengaduan (... ) (...) KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, JAZI EKO ISTIYANTO