HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. benda lain, sering dilakukan oleh muda-mudi dalam perkembangan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

HUBUNGAN LAMA PERAWATAN PASIEN DENGAN MOTIVASI KEBUTUHAN SEKSUAL LAKI-LAKI USIA TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sikap permisif tersebut lebih ditunjukkan secara terbuka dikarenakan pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur Ridho F 100 040 008 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya. Berkaitan dengan masalah seksualitas Mu tadin, (2002) mengemukakan bahwa pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. 1

2 Mendukung pendapat di atas Budiman, (1999) menambahkan bahwa meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet. Berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, kenyatan memperlihatkan bahwa tidak semua remaja berhasil atau mampu melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungannya. Hal ini tampak dari banyaknya keleluhan remaja yang disampaikan dalam rubrik konsultasi psikologi salah satu masalahya mengenai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar. adalah masturbasi atau onani, yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi Beberapa pnelitian yang dapat memberikan gambaran tentang perilaku onani di Indonesia antara lain yaitu Sarwono (1981) telah melakukan penelitian terhadap ratusan remaja dan pemuda di Jakarta tentang masalah seks. Pada penelitian tersebut presentase siswa SMP yang mengaku telah melakukan onani lebih tinggi dibandingkan prosentase siswa SMU (karena jumlah subjek SMP jauh lebih sedikit daripada subjek SMU yang mencapai jumlah ratusan). Karena penelitian tersebut

3 ditujukan kepada siswa SMP, SMU dan belum kepada siswa SMK maka peneliti ingin melakukan penelitian ini terhadap para siswa SMK. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Short (Fisher, 1994) memaparkan bahwa 94% kaum laki-laki melakukan onani secara teratur sebelum menikah, kecuali jika individu secara aktif telah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Pendapat yang relavan dengan masalah onani dikemukakan oleh Kartono (1989) yang menyatakan bahwa 9 dari 10 onani mendapat kebiasaan beronani karena meniru temannya, mendapatkan informasi yang memberikan adanya dorongan kematangan seksual yang semakin memuncak dari dalam diri individu. Lebih jelas lagi peneliti Neisser dan Hirschfel (Kartono, 1992) memberi data mengenai lamanya melakukan onani yaitu : 14% melakukan onani dalam waktu relatif pendek 21% melakukan onani dalam waktu 1 sampai 2 tahun 30% melakukan onani dalam waktu 3 sampai 4 tahun 35% melakukan onani dalam waktu 9 sampai 10 tahun Pendapat yang mendukung dengan beberapa teori di atas dikemukakan oleh Hartono (2004) yang menyatakan bawha dalam hal melakukan masturbasi atau onani, pria lebih banyak dibanding wanita (83% vs 37. 7%). Hal ini sesuai dengan kondisi fisiologis pria, yakni dorongan seks lebih ditentukan oleh tingkat testoteron yang lebih tinggi dibanding wanita, sehingga otomatis dorongan seksualnya lebih besar Berkaitan dengan hal di atas, harga diri merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi perilaku onani remaja, terutama remaja laki-laki. Terdapat penelitian

4 mengenai pengaruh hubungan seks remaja terhadap kondisi mereka setelah dewasa. Pada penelitian ini diperiksa berbagai konsekwensi negatif karena melakukan hubungan seks di usia dini yang terkait dengan kondisi di masa dewasanya pada penelitian yang dilakukan Zimet (Hartono, 2004) dari Sekolah Kedokteran Universitas Indianapolis dan rekan-rekannya, mereka mengevaluasi 188 pelajar ketika mereka berusia 12 dan 14 tahun yang duduk di kelas tujuh. Para partisipan itu dalam kuesioner yang dibagikan menyebutkan bahwa mereka masih perawan dan jejaka. Selain itu aspek harga diri mereka juga diukur. Lebih lanjut Zimet (Hartono, 2004) dalam hasil penelitian menyebutkan bahwa anak perempuan kelas tujuh yang memiliki harga diri yang tinggi jarang yang menginginkan melakukan hubungan seks, tetapi anak laki-laki yang memiliki harga diri yang tinggi lebih ingin melakukan hubungan intim. Perilaku seksual seperti perilaku onani di kalangan anak laki-laki seringkali dianggap sebagai suatu yang bisa diterima dalam masyarakat, dan merupakan kebanggaan bagi anak laki-laki melakukan hubungan seksual ketika masih sangat muda. Berkaitan dengan pendapat tentang harga diri di atas tokoh Masters & Johnson (Damayanti, 2000) menyatakan bahwa harga diri pada masa remaja cenderung negatif karena adanya proses perubahan yang terjadi pada masa pubertas. Ditambahkan oleh Damayanti (2000) yang mengatakan bahwa harga diri merupakan aspek kepribadian yang turut andil dalam mengontrol perilaku seksual pada masa remaja.

5 Remaja memiliki harga diri positif atau tinggi diharapkan lebih mampu mengontrol perilaku seksualnya misalnya perilaku onani. Selain itu remaja laki-laki yang memiliki harga diri positif atau tinggi lebih percaya diri, mandiri, menghadapi tantangan lebih antusias dan mampu mengatasi stress serta emosi yang negatif. Asumsi ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mu tadin, (2002) yang menyatakan bahwa remaja laki laki yang kurang mampu menghargai dirinya sendiri biasanya harga dirinya rendah atau negatif, dan akan mengalami kesulitan untuk mengontrol dan mengendalikan diri ketika berada dalam situasi yang penuh rangsang seksual dan cenderung mengambil keputusan berdasarkan perasaan saat itu, tanpa sempat berfikir panjang. Misalnya sedang terangsang secara seksual, maka remaja laki-laki melakukan perilaku masturbasi untuk menyalurkan dorongan-dorongan seksualnya tersebut agar cepat terpuaskan. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa harga diri akan mempengaruhi proses berfikir dan bertingkah laku. Seperti dikemukakan oleh Azwar, (1995). munculnya harga diri membuat remaja tidak mudah ceroboh melakukan tindakan yang dapat merendahkan harga dirinya dan bisa mengontrol dorongan perilaku seksualnya. Karena itu para remaja membutuhkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari orangtua atau orang dewasa lainnya untuk menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses perkembangannya yang kita sering sebut dukungan sosial. Orang tua perlu memberikan penjelasan seksual secara jujur, sederhana dan terus terang kepada anaknya pada saat-saat yang tepat berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologik seperti adanya ereksi.

6 Suasana dukungan sosial yang muncul atau di munculkan dengan rumah tangga yang hangat bisa menciptakan atau meningkatkan harga diri pada remaja, dan selanjutnya para remaja sendiri lebih akan terbuka kepada orang tua tentang hal-hal yang dialaminya. Onani pada usia remaja mesti mendapat perhatian yang bijaksana dari orang tua. Jika respon orang tua terlalu negatif terhadap proses ini, maka kemungkinan kegiatan masturbasi justru akan semakin membahayakan. Teori ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Maharani dan Andayani (2003) bahwa individu yang mendapat dukungan sosial dari keluarga dan orang-orang terdekat secara berulang kali akan merasakan berkurangnya kelelahan emosional dan menjadi bersikap positif Perubahan fisik yang diikuti dengan perubahan social dan psikologis akan membawa perilaku remaja dalam menilai diri sendiri dan mensejajarkan siapa saya dengan bagaimana orang lain melihat saya. Bertitik tolak dari latar belakang yang telah penulis kemukakan serta teoriteori yang mendasari hal tersebut, dapat dikemukakan bahwa onani adalah gejala umum atau universal yang dilakukan oleh remaja dan dianggap sebagai akibat dari ketidakmampuan remaja memecahkan konflik batin, terutama konflik tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan seksualnya khususnya tentang onani. Harga diri dan dukungan sosial yang kurang juga bisa memunculkan perilaku onani yang ada. Pada penelitian ini peneliti ingin melakukan penelitian pada para remaja laki-laki, karena itu peneliti memilih untuk melakukan penelitian pada SMK, karena pada SMK yang akan diteliti, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual seseorang. Internet contohnya, pada SMKN tersebut para siswa

7 bebas untuk mengakses internet, sudah kita ketahui bersama bahwa mengakses pornografi pada internet dapat begitu bebasnya, jika hal itu terjadi dan terus menerus maka timbullah dorongan-dorongan seksual dan disinilah letak harga diri dan dukungan sosial sangat diperlukan. Untuk dapat membendung dan mengarahkan ke hal yang lebih tepat. Berdasarkan uraian di atas maka timbul rumusan masalah sebagai berikut Apakah ada hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki. Hal tersebut perlu dibuktikan secara empiris. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja lakilaki. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki 2. Hubungan antara harga diri dengan intensi perilaku onani pada remaja lakilaki. 3. Hubungan antara dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki. 4. Tingkat harga diri pada remaja laki-laki. 5. Tingkat dukungan sosial pada remaja laki-laki. 6. Tingkat intensi perilaku onani pada remaja laki-laki.

8 C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Kepala sekolah Memberikan informasi mengenai hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan di sekolah dengan memberikan dukungan agar proses perkembangan fisik, sosial maupun seksual siswa tidak mengarah pada tingkah laku yang negatif 2. Bagi Guru Bimbingan Konseling Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan mengenai hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki, sehingga dapat memecahkan berbagai persoaial terutama yang berkaitan dengan problem-problem sosial maupun seksual. 3. Bagi siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki, sehingga siswa dapat lebih memahami tugas perkembangan pada masa remaja dengan baik. 4. Bagi orang tua siswa Memberikan informasi dan masukan bagi orangtua untuk lebih intensi mengajarkan pendidikan dan informasi yang benar agar anak memperoleh

9 pengetahuan dan informasi yang cukup tentang pentingnya pengetahuan seksual yang benar dan memilik harga diri serta dukungan sosial yang optimal. 5. Bagi ilmuwan psikologi Penelitian ini memberikan nilai positif bagi pengembangan ilmu pada umumnya dan pada ilmu psikologi pada khususnya hubungan antara harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani pada remaja laki-laki. 6. Bagi peneliti lain Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memperdalam, memperkaya, dan mengembangkan khasanah teoritis mengenai hubungan harga diri dan dukungan sosial dengan intensi perilaku onani dan dapat memberikan kerangka pemikiran pada penelitian yang akan datang.