BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan program-program pembangunan di daerahnya. Demikian juga dengan sumber keuangan penyelenggaraan pemerintahan yang diatur oleh Pusat. Beranjak dari kondisi tersebut mendorong timbulnya tuntutan agar kewenangan pemerintahan dapat didesentralisasikan dari Pusat ke Daerah. Untuk mengatasi hal ini maka ditetapkanlah Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi Daerah. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 ini menitikberatkan otonomi pada daerah kabupaten dan kota, dengan tujuan untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain UU No.32 Tahun 2004 ditetapkan juga UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi. Undang undang ini menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab kepada daerah. Konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas ini adalah pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi daerahnya yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan potensi sumber daya keuangan secara optimal. Pasal 4 Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan atas keadilan dan kepatuhan. Masyarakat selaku stakeholder keuangan pemerintah daerah dapat memantau aliran dana yang ada dipemerintahan sehingga kecurangan dapat dihilangkan. Salah satu instrument untuk menilai kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan disahkan. Hasil rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolak ukur dalam: 1. menilai kemandirian keuangan daerah dalam membangun penyelenggaraan otonomi daerah. 2. mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah. 3. mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya.

4. mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. 5. melihat pertumbuhan atau perkiraan perolehan pendapatan dan pengelolaan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Penggunaan analisis rasio sebagai alat analisis keuangan secara luas sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh: 1. keterbatasan penyajian laporan keuangan pada lembaga pemerintahan daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan keuangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat komersial, 2. selama ini penyusunan APBD masih dilakukan berdasarkan pertimbangan incremental budget yaitu besarnya masing-masing komponen pendapatan dan pengeluaran dihitung dengan meningkatkan sejumlah persentase tertentu (biasanya berdasarkan tingkat inflasi). Karena disusun dengan pendekatan incremental maka sering kali mengabaikan bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misalkan adanya prinsip yang penting pendapatan naik meskipun untuk menaikkan itu diperlukan biaya yang tidak efisien. Menurut Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000, APBD seharusnya disusun dengan pendekatan kinerja (performance budget), 3. penelitian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah lebih ditekankan pada pencapaian target, sehingga kurang

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan APBD ini adalah: 1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah, 2. pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya, 3. pemerintah pusat/propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolan keuangan daerah, 4. masyarakat dan kreditor sebagai pihak yang akan turut memiliki saham pemerintah daerah, bersedia memberikan pinjaman ataupun membeli obligasi. Otonomi bertujuan agar masyarakat dapat kembali merasakan pertumbuhan ekonomi yang pesat di daerah tersebut. Namun ditengah perjalanan otonomi, kita selaku masyarakat harus mengetahui apakah otonomi di Propinsi Riau berjalan di jalur yang benar. Dengan otonomi maka daerah memperoleh banyak tambahan dana. Diharapkan dengan dana yang banyak ini maka kesejahteraan rakyat di Propinsi Riau dapat naik ataupun menjadi lebih baik dari sebelumnya, diiringi dengan meningkatnya kinerja pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan suatu daerah menggali PAD akan mempengaruhi perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat. Sumber

keuangan yang berasal dari PAD lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar PAD. Hal ini karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah demi kelancaran penyelenggaraan urusan daerahnya. Sementara sumber keuangan yang berasal dari bantuan pemerintah pusat, umumnya sudah ditentukan untuk pembiayaan tertentu yang sifatnya mengikat. Oleh karena itu sangat wajar jika pemerintah daerah berusaha bagaimana memperoleh PAD semaksimal mungkin agar bisa memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya demi perkembangan dan pembangunan daerahnya, khususnya di Propinsi Riau. Sebagai gambaran kinerja keuangan di Propinsi Riau disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi No Tahun Laporan Keuangan REALISASI Kinerja Keuangan 1 2004 710,000,000,000 710,384,050,000 100% 2 2005 674,880,950,000 769,561,700,000 114% 3 2006 877,529,660,000 964,668,290,000 110% 4 2007 1,198,657,898,600 1,257,664,410,520 105% 5 2008 1,089,591,000,000 1,521,892,847,623 140% Dari gambaran ini dapat kita lihat kinerja keuangan Pemerintah Daerah Propinsi Riau dari tahun 2004-2008 terus meningkat. Hal ini menunjukkan kinerja keuangan pemerintah daerah Propinsi Riau semakin maksimal untuk setiap tahunnya dalam merealisasikan target Anggaran Pendapatan Asli Daerahnya. Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus

(DAK) terhadap kinerja keuangan dengan belanja modal sebagai variabel intervening di kabupaten dan kota Propinsi Riau. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Riau?. 2. Apakah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja keuangan dengan belanja modal sebagai variabel intervening di Kabupaten dan Kota Propinsi Riau?. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus secara simultan dan parsial terhadap kinerja keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Riau. 2. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus secara simultan dan parsial terhadap kinerja keuangan

1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berarti bagi daerah yang menjadi lokasi penelitian, yaitu: 1) Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisis kinerja keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Riau sejak diberlakukannya otonomi daerah. 2) Bagi pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten dan Kota di Propinsi Riau yang menjadi lokasi penelitian, untuk dapat menganalisis kekuatan daerahnya, dilihat dari sisi pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus serta potensi pergerakan kinerja keuangan. 3) Bagi akademisi diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama pada bidang penelitian yang sejenis. 1.5. Originalitas Penelitian Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian seperti ini pernah dilakukan. Penelitian yang peneliti lakukan ini, merupakan pengembangan ide dari penelitian yang dilakukan oleh Florida (2007).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Asha Florida yaitu: 1. Variabel independen penelitian terdahulu adalah pendapatan asli daerah, sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus serta penambahan variabel intervening yaitu belanja modal. 2. Populasi penelitian terdahulu adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara sedangkan populasi penelitian saat ini adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Propinsi Riau. Namun dalam pengambilan sampel mengalami perbedaan dikarenakan perbedaan kriteria pengambilan sampel penelitian. 3. Penelitian terdahulu memiliki tahun amatan antara tahun 2001-2005, sedangkan dalam penelitian ini memiliki tahun amatan antara tahun 2004-2009