BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ciwidey, daerah ini kaya akan pemandangan alam dan mempunyai udara yang

BAB I PENDAHULUAN. Ciwidey merupakan salah satu kawasan wisata yang terdapat di kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung ibu kota Jawa Barat terkenal dengan banyaknya objek wisata yang dikunjungi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anies Taufik Anggakusumah, 2013

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hanisa Aprilia, 2014 Analisis Preferensi Wisatawan Terhadap Pengembangan Atraksi Wisata Di Cipanas Cileungsing

2015 PENGARUH PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PERILAKU VANDALISME DI TAMAN WISATA ALAM SITU PATENGGANG KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

2015 STRATEGI PENGEMBANGKAN FASILITAS DIJATILUHUR WATER WORLD(JWW) KAB.PURWAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andi Sulaiman, 2014

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi berkepanjangan pernah menimpa negara Indonesia dampak

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

I. UMUM. Sejalan...

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Statistik Kunjungan Wisatan Mancanegara ke Indonesia Pada Tahun Tahun Jumlah Wisatawan %

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menkmati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi dan Kreatif posted : 24 Oktober 2013, diakses : 8 Maret 2015)

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi keutungan tersendiri untuk menarik wisatawan. Seakan tidak ingin

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahdiana Kartika Sari, 2015

HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata merupakan komoditi yang dikembangkan dan diandalkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini terdapat empat komponen yaitu latar belakang yang berisi halhal

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 ( 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN WISATA PANTAI TRIANGGULASI DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI (Penekanan Desain Arsitektur Organik Bertema Ekoturisme)

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN PENGEMBANGAN FASILITAS WISATA BERDASARKAN PREFERENSI PENGUNJUNG DI WANA WISATA SITU CISANTI KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

Transkripsi:

A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki jumlah pulau sekitar 17.508 dan setiap pulau yang dimiliki Indonesia tentunya memiliki keunikan dan kekhasannya masingmasing. Baik dari keindahan alam secara fisiologis, keberagaman sumber daya alam hayati yang meliputi flora fauna, maupun kekayaan budaya. Kekayaan dan keberagaman potensi yang dimiliki Indonesia, merupakan anugerah yang harus dapat dikembangkan serta dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Tentunya harus dilakukan dengan sistem pengelolaan yang memperhatikan dan memegang teguh prinsip dan kelestarian lingkungan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan yang timbul akibat adanya pemanfaatan yang berlebihan. Pengelolaan potensi keberagaman budaya dan alam juga harus memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan dalam menampung segala upaya pengelolaan yang dilakukan, agar tetap terjaga dengan baik. Pada hakekatnya titik fokus pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab adalah terwujudnya pengembangan pariwisata berkelanjutan atau biasa disebut dengan Sustainable Tourism Development (STD). Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan harus mampu mencegah dampak negatif yang mungkin timbul. Menurut seorang ahli yang bernama Lane (Sharpley; 2000 hlm.8) menyatakan bahwa pariwisata berkelanjutan adalah hubungan triangulasi yang seimbang antara daerah tujuan wisata (host area) dengan habitat dan manusianya, pembuatan paket liburan (wisata), dan industri pariwisata, dimana tidak satupun stakeholder dapat merusak keseimbangan. Hal tersebut juga sejalan dengan apa yang dikatakan seorang ahli, bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan ditandai dengan 4 kondisi, diantaranya : 1) Pendidikan bagi tuan rumah, pelaku industri, dan pengunjung/wisatawan 2) anggota masyarakata harus terlibat dalam prosesn perencanaan dan pembangungan 3) investasi pada bentuk-bentuk transportasi alternative, dan 4) kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi dan iklim mikro harus dimengerti dan didukung oleh (Yaman dan Mohd, 2004 hlm. 584) Seluruh stakeholder yang terkait satu sama lain harus

memiliki visi dan misi serta persepsi yang sama, sehingga pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat tercapai. Dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, pemerintah Republik Indonesia (Agenda 21 sektoral, 2000) mengembangkan beberapa indikator yang terkait, yakni : Kesadaran tentang tanggungjawab terhadap lingkungan, Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pembangunan pariwisata. Kemantaban/keberdayaan industri pariwisata, Kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pariwisata yang berkelanjutan merupakan pariwisata yang mengedepankan prinsip-prinsip konservasi dan pelibatan masyarakat. Dalam pariwisata, pelibatan masyarakat biasa dikenal dengan istilah Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata berbasis masyarakat. Definisi pariwisata berbasis masyarakat menurut Hadiwijoyo (2012, hlm.71) adalah pariwisata yang menyadari kelangsungan budaya, sosial, dan lingkungan. Bentuk pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat untuk masyarakat, guna membantu masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life). Sehingga kehadiran pariwisata bukan semata-mata untuk mencari keuntungan bagi pihak pengelola, namun harus memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Salah satu pelaksanaan Community Based Tourism adalah dengan melibatkan masyarakat, untuk ikut menjadi pengelola dan pengambil keputusan di suatu obyek daya tarik wisata. Pariwisata harus dapat meletakan masyarakat sebagai prioritas, jangan sampai mengesampingkan keberadaan masyarakat hanya untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Tanpa ada masyarakat, suatu obyek daya tarik wisata tidak akan mungkin berkembang dengan baik, dan menjadi obyek daya tarik wisata yang berkelanjutan. Karena bagaimanapun masyarakat akan berpikir bahwa obyek daya tarik yang dibangun di wilayah mereka, maka harus dapat memberikan dampak positif bagi mereka. Berikut merupakan beberapa obyek daya tarik wisata di Indonesia yang sudah menerapkan konsep Community Based Tourism di obyek daya tarik wisata yang mereka kelola. Beberapa objek daya tarik wisata yang diantaranya sudah menerapkan konsep Community Based Tourism pada umumnya kebanyakan adalah desa-desa wisata seperti desa wisata Panglipuran Bali, desa wisata Sade Lombok, Kampung Cirendeu Cimahi, desa wisata Pasanggrahan, dan desa wisata lainnya. Namun pada saat ini, bukan hanya desa wisata yang menerapkan konsep ini. Beberapa objek daya tarik wisata di

Indonesia juga sudah banyak yang memulai untuk mengembangkan konsep Community Based Tourism. Sejalan dengan perkembangan konsep CBT, pembangunan pariwisata seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan ataupun melakukan sebuah usaha. Peningkatan kunjungan wisatawan ke suatu obyek daya tarik wisata seharusnya dapat memberikan manfaat sebesar mungkin guna membantu peningkatan kesejahteraan masayarakat di sekitar obyek daya tarik wisata. Dalam penerapan konsep Community Based Tourism, harus ada komunikasi yang baik antara pihak pengelola dan masyarakat lokal. Kedua belah pihak ini harus memiliki kesamaan persepsi untuk mencapai tujuan bersama, tanpa merugikan satu sama lain. Jangan sampai karena tidak adanya komunikasi yang baik serta adanya perbedaan persepsi antara pihak pengelola dan masyarakat lokal, malah menimbulkan suatu masalah baru yang dapat menghambat perkembangan suatu obyek daya tarik wisata. Konflik masyarakat di suatu obyek daya tarik wisata tersebut, salah satunya dapat dilihat dengan terjadinya masalah di kalangan masyarakat yang menjadi pekerja resort di Bunaken. Masyarakat mengeluh bahwa upah yang mereka terima tidak sebanding dengan waktu dan tenaga yang telah mereka habiskan untuk bekerja di sana. Sehingga mereka menganggap bahwa diri mereka di eksploitasi oleh pihak pengelola dan merasa tidak mendapat keuntungan yang sebanding. Hal ini terjadi tidak lain, karena masyarakat lokal di Bunaken dengan kehadiran pariwisata mereka menjadi sangat menggantungkan hidupnya pada pariwisata. Masalah yang sama juga terjadi di Jawa Barat, yakni di kawasan Pangandaran. Namun perbedaannya masalah yang terjadi di Pangandaran adalah konflik antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya, mereka merasa tidak mendapatkan keuntungan dengan semakin berkembangnya pariwisata di kawasan ini. Mereka beranggapan bahwa pembagian lahan pekerjaan baik melalui perekrutan pegawai resort, hotel, restoran, dan took souvenir tidak adil. Banyak dari masyarakat yang mengaku tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan masyarakat yang memang sudah bekerja atau berusaha di kawasan Pangandaran ini. Sehingga mereka menggunakan cara-cara yang tidak sesuai untuk

mendapatkan keuntungan, banyak dari mereka yang seakan-akan memaksa masyarakat yang bekerja atau berusaha di kawasan ini untuk memberikan sejumlah uang atau biasa disebut dengan japrem (jatah preman). Masyarakat yang dimintai japrem ini juga merasa sangat dirugikan dan diresahkan dengan perbuatan tersebut. Padahal seharusnya, masyarakat di kawasan ini dapat bersatu untuk saling membantu satu sama lain. Hal ini juga dapat dijadikan bahan interopeksi bagi pihak pengelola serta pemerintah untuk lebih memajukan sektor pariwisata di kawasan Pangandaran. Bunaken dan Pangandaran dapat menjadi contoh dari sekian banyak konflik yang terjadi di suatu objek daya tarik wisata, karena adanya perbedaan pandangan atau persepsi antara pihak-pihak yang terkait. Sejalan dengan perkembangan pariwisata berbasis masyarakat di Indonesia, Jawa Barat memiliki salah satu kawasan wisata alam yang sering dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara yaitu kawasan Ciwidey yang terletak di Kabupaten Bandung. Sejak dahulu kawasan Ciwidey dikenal sebagai salah satu kawasan pariwisata yang unggul dan paling diminati di Jawa Barat. Di kawasan ini terdapat beberapa objek daya tarik wisata alam, diantaranya Bumi Perkemahan Ranca Upas, Taman Wisata Alam Cimanggu, Patuha Resort, dan Wana Wisata Kawah Putih. Namun salah satu yang menjadi tujuan paling favorit para wisatawan untuk datang ke Ciwidey adalah Wana Wisata Kawah Putih. Di Wana Wisata Kawah Putih ini para wisatawan disuguhkan dengan pemandangan alam yang sangat indah, yakni pemandangan berupa kawah gunung api dengan pasir berwarna putih dan air berwarna biru terang yang dikelilingi oleh hamparan ekosistem hutan, baik hutan alam maupun hutan buatan (hutan dengan jenis tanaman Eucalyptus) serta hamparan bebatuan yang semakin menambah keindahannya. Oleh karena itu tidak sedikit wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang tertarik untuk datang menikmati pemandangan yang ada di Wana Wisata Kawah Putih. Wana Wisata Kawah Putih sendiri merupakan sebuah danau yang ni memiliki luas area sekitar 1.087 ha dengan lahan pemanfaatan seluas 25 ha yang terletak di Kecamatan

Rancabali, Desa Alam Endah dan termasuk RPH Patuha, BPKH Ciwidey Kabupaten Bandung. Pada tahun 1987 Wana Wisata Kawah Putih dikembangkan sebagai sebuah kawasan tujuan wisata oleh PT. Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten tepatnya (PT. Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten). Wana Wisata Alam Kawah Putih ini merupakan salah satu obyek daya tarik wisata alam yang paling diminati wisatawan. Berikut ini merupakan data jumlah kunjungan wisatawan selama 5 tahun terkahir : Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan ke Wana Wisata Kawah Putih Tahun 2010-2014 Tahun Jumlah Pengunjung (orang) 2010 163,712 2011 119,425 2012 241,218 2013 301,936 2014 272,535 Sumber : Kantor Pemasaran Wana Wisata Kawah Putih Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Wana Wisata Kawah Putih sempat mengalami penurunan jumlah kunjungan, yakni pada tahun 2011. Namun setelah tahun 2011 jumlah kunjungan ke obyek daya tarik wisata ini kembali mengalami peningkatan, dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014. Penurunan jumlah kunjungan pada tahun 2014 ke Wana Wisata Kawah Putih ini, tidak berpengaruh terhadap jumlah pendatapannya. Berikut merupkan Pendapatan di Wana Wisata Kawah Putih pada 5 (lima) tahun terakhir. Tabel 1.2. Jumlah Pendapatan di Wana Wisata Kawah Putih Tahun 2010-2014 Tahun Pendapatan (Rp) 2011 14,663,226,000 2012 20,602,549,500

2013 16,867,031,760 2014 17,626,785,310 Sumber : Kantor Pemasaran Wana Wisata Kawah Putih Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, pendapatan yang diperoleh Wana Wisata Kawah Putih bukanlah jumlah yang sedikit. Sehingga sejak dikembangkan sebagai obyek daya tarik wisata alam, banyak masyarakat lokal sekitar Wana Wisata Kawah Putih yang sangat menggantungkan hidupnya di kawasan wisata ini untuk mencari keuntungan. Tidak sedikit masyarakat ini yang mencari keuntungan dengan berdagang mulai dari makanan khas Ciwidey seperti strawberi dan juga makanan olahan strawberi lainnya sampai dengan berdagang souvenir khas Bandung dan Ciwidey. Selain berjualan, masyarakat lokal di Wana Wisata Kawah Putih ini banyak yang bergerak dalam usaha restoran atau rumah makan dan juga usaha penyediaan jasa akomodasi seperti guesthouse, wisma, hotel, dsb. Berikut ini merupakan data mengenai usaha wisata yang berkembang di sekitar Wana Wisata Kawah Putih Tabel 1.3 Daftar Objek Daya Tarik Wisata dan Usaha Wisata yang berada di Desa Alamendah No. Objek Daya Tarik Wisata / Alamat Usaha Wisata 1. Kawah Putih Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km.25 - Desa Alamendah 2. Budidaya Tanaman Stroberi Tersebar hampir di seluruh wilayah Desa Alamendah 3. Pusat Rehabilitasi Primata Jawa Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km.12 T A F Desa Alamendah 4. Pemandian Air Panas Punceling Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Desa Alamendah 5 Pemandian Air Panas Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km. 10 Cimanggu Desa Alamendah

6. Tubing / Water Fall Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Desa Alamendah 7. Ciwidey Valley Hot Spring Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Water & Resort Km.16.5 Desa Alamendah. 8. Bebek Unti Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km.17 Kp.Warungpalu Desa Alamendah. 9. MS Hotel Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km.08 Kp.Sinapeul Desa Alamendah Kecamatan Rancabali 10. Patuha Resort Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km.09 Kp.Barutunggul Desa Alamendah Kecamatan Rancabali. 11. Saung Gawir Kampung Babakan Jampang, Desa Alamendah Kecamatan Rancabali. 12. emte Highland Resort Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Km.10 Rancaupas. 13 Situ Patengan Jalan Raya Ciwidey-Rancabali Desa Alamendah Km 27 Sumber: Data Olahan Peneliti, 2015 Pada awalnya, pihak pengelola mengizinkan masyarakat untuk berjualan secara bebas, namun hal tersebut menimbulkan sebuah masalah yang berkaitan dengan kenyamanan wisatawan, dimana suasana di Wana Wisata Kawah Putih menjadi sangat padat dan tidak kondusif karena dipenuhi oleh para pedagang yang berjualan hingga ke dalam kawah. Pada akhirnya diberlakukan sistem pengelolaan yang baru, para pedagang dilarang untuk berjualan ke atas mendekati kawah. Sebagai penggantinya, pihak pengelola Wana Wisata Kawah Putih mengembangkan beberapa usaha kemitraan bagi masyarakat lokal di kawasan ini yakni dengan menyediakan kios-kios yang dapat digunakan oleh para warga untuk berdagang, kios-kios tersebut terletak di dekat gerbang utama tepatnya di area parkir. Hal ini dilakukan pihak

pengelola guna menciptakan suasana wisata yang tertib dan nyaman. Berikut merupakan daftar usaha kemitraan yang ada di Wana Wisata Kawah Putih : Tabel 1.4. Jumlah Kemitraan beserta pekerja di Wana Wisata Kawah Putih No. Jenis Kemitraan Jumlah Pekerja 1 Kios Makanan 69 Orang 2 Kios Strawberi 59 Orang 3 Kios Aksesoris 17 Orang 4 Kios Toilet 14 Orang 5 Kios Foto 40 Orang 6 Parkir R2 6 Orang 7 Parkir R4 6 Orang 8 Parkir R6 3 Orang 9 Ontang-anting 87 Orang Jumlah 9 Kemitraan 301 Orang Sumber : Kantor Wana Wisata Kawah Putih Para pekerja usaha kemitraan yang di sediakan oleh pihak pengelola hampir seluruhnya merupakan warga Desa Alamendah. Selain berdagang, warga desa Alamendah juga berlaku O - -anting ini merupakan fasilitas transportasi yang diberikan oleh pihak pengelola untuk mengantarkan wisatawan dari pintu masuk utama menuju pintu masuk kawah. Sehingga wisatawan dianjurkan untuk menggunakan ontang-anting dan meninggalkan kendaraan pribadi mereka di area parkir yang sudah di sediakan. Nyatanya upaya yang dilakukan oleh pengelola dalam melibatkan warga desa Alamendah sebagai pelaku wisata di Wana Wisata Kawah Putih ini dianggap belum dapat memberikan kepuasan dan jalan keluar bagi masyarakat. Masih saja ada warga desa yang merasa kurang puas, karena jumlah 301 orang dianggap belum bisa mewakili keseluruhan jumlah masyarakat Desa Alamendah yang berjumlah

21.829 orang. Sehingga pemberlakuan peraturan dilarang berjualan secara bebas ini malah menimbulkan masalah baru karena banyaknya tentangan dari pihak warga Desa Alamendah. Mereka mengeluh bahwa pendapatan mereka menjadi menurun drastis setelah diberlakukannya sistem pengelolaan yang baru. Perbedaan persepsi antara pengelola dan masyarakat lokal inilah yang pada akhirnya menimbulkan masalah di sekitar kawasan wisata Kawah Putih. Seperti yang terjadi pada awal tahun 2015, ribuan warga Desa Alamendah Kecamatan Rancabali melakukan aksi unjuk rasa ke pengelola kawasan wisata Kawah Putih. Mereka mengancam akan menutup pintu masuk menuju kawasan wisata Kawah Putih. Aksi unjuk rasa ini dilakukan karena warga tidak lain merasa kecewa dan menuntut pembagian hasil (lampiran 1.25, hlm.187). M D A y R y J ada rame-rame ngelakuin aksi, ya warga sini ingin menuntut adanya pembagian keuntungan gitu karena kan Kawah Putih adanya di wilayah desa kami tapi sampai dengan saat ini dari pihak Kawah Putih sendiri belum ada jawaban sama sekali. Ya jadi sampai sekarang, kami masih j (lampiran 1.20, hlm.169) Tindakan dari warga desa Alamendah ini bisa jadi merupakan suatu respon masyarakat terhadap keberadaan pariwisata di kawasan yang mereka anggap sebagai wilayah mereka. Tipe dari respon yang dapat timbul sangat bergantung pada sejauh mana pariwisata memberikan dampak kepada masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan Dokey, seiring meningkatnya aktivitas pariwisata di suatu kawasan maka penduduk kawasan tersebut akan bereaksi kepada wisatawan, melewati beberapa tahapan dalam sebuah kerangka teori yang disebut Irridex (irritation index) tahapannya dimulai dari euphoria hingga antagonism (dalam Pitana dan Gayatri. 2005:84). Permasalahan ini dikhawatirkan akan menjadi semakin besar dan akan berpengaruh terhadap keberlangsungan pariwisata di Wana Wisata Kawah Putih. Maka harus ada solusi, yakni dengan pengembangan program pelibatan masyarakat yang ideal menurut kedua persepsi tersebut. Permasalahan di Wana Wisata Kawah Putih yang terjadi diperkirakan karena adanya perbedaan persepsi antara pengelola dan masyarakat ini, seharusnya dapat diselesaikan dengan program pelibatan masyarakat yang tepat dalam pengelolaan sebuah kawasan wisata. Program pelibatan masyarakat ini dapat dilakukan yakni dengan mengacu pada 10 prinsip dasar mengenai

Community Based Tourism yang dikeluarkan oleh The United Nations Environment Program (UNEP) dan World Tourism Organization (WTO) tahun 2005 yang tentunya sangat mengedepankan kesejahteraan masyarakat. 10 Prinsip tersebut diantaranya : 1. Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata 2. Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek; 3. Mengembangkan kebanggaan komunitas; 4. Mengembangkan kualitas hidup komunitas; 5. Menjamin keberlanjutan lingkungan; 6. Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal ; 7. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas; 8. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia; 9. Mendistribusikan keuntungan secara adil kepada anggota komunitas 10. Berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek-proyek yang ada di komunitas. 10 Prinsip Community Based Tourism di atas dapat dijadikan salah satu pedoman dan acuan dalam mengembangan program pelibatan masyarakat di suatu obyek daya tarik wisata. Sampai dengan saat ini, pihak pengelola Wana Wisata Kawah Putih sudah berusaha mengembangkan program pelibatan masyarakat yang sesuai. Namun pada kenyataanya tetap saja masyarakat lokal merasa tidak puas dengan program pelibatan masyarakat yang telah di jalankan di Wana Wisata Kawah Putih. Sehingga untuk mengetahui apa penyebab dari masalah yang terjadi, peneliti tetarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut untuk dibahas lebih mendalam dengan mengacu pada teori Community Based Tourism dan mengambil judul : Analisis Persepsi Pengelola dan Masyarakat dalam Pengembangan Program Pelibatan Masyarakat di Wana Wisata Kawah Putih. B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka diperoleh beberapa masalah yang akan diidentifikasi, diantaranya : 1. Bagaimana persepsi pengelola mengenai pelibatan masyarakat dalam pengelolaan di Wana Wisata Kawah Putih? 2. Bagaimana persepsi masyarakat lokal mengenai pelibatan masyarakat dalam pengelolaan di Wana Wisata Kawah Putih? 3. Adakah perbedaan persepsi antara pengelola dan masyarakat mengenai program pelibatan masyarakat dalam pengelolaan di Wana Wisata Kawah Putih? 4. Bagaimana program pelibatan masyarakat yang tepat untuk dilaksanakan di Wana Wisata Kawah Putih? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka didapatkan tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu : 1. Mengidentifikasi persepsi pengelola mengenai pelibatan masyarakat dalam pengelolaan di Wana Wisata Kawah Putih. 2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat lokal mengenai pelibatan masyarakat dalam pengelolaan di Wana Wisata Kawah Putih 3. Menganalisis perbedaan persepsi antara pengelola dan masyarakat mengenai program pelibatan masyarakat dalam pengelolaan di Wana Wisata Kawah Putih 4. Mengidentifikasi program pelibatan masyarakat yang tepat untuk dilaksanakan di Wana Wisata Kawah Putih. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya : 1. Manfaat praktis

a. Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti adalah memberikan suatu pengalaman yang baru berkaitan dengan penelitiab, serta melatih kemampuan diri untuk dapat mengidentifikasi dan menganalisis sutau fenomena yang terjadi pada suatu kawasan secara sistematis dengan mengaplikasikan teori yang selama ini diperoleh b. Bagi Pengelola dan instansi terkait Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola dan instansi terkait, dalam pengembangan program pelibatan masyarakat di Wana Wisata Kawah Putih. 2. Manfaat Teoritis Manfaat teoiris dari penelitian ini adalah dapat dijadikan satu referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan pengembangan program pelibatan masyasrakat di suatu kawasan wisata. E. Struktur Organisasi Skripsi Proposal ini disusun sebagai langkah awal dalam penyusunan skripsi mahasiswa Manajemen Resort & Leisure dengan menginduk kepada sistematika penulisan yang tercantum dalam buku Pedoman Akademik terbitan Universitas Pendidikan Indonesia. Berikut sistematika yang digunakan : 1. BAB I : PENDAHULUAN Berisi mengenai penjabaran latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. 2. BAB II : KAJIAN PUSTAKA Berisi teori-teori para ahli yang mendukung penelitian dan kerangka pemikiran. 3. BAB III : METODE PENELITIAN Penjabaran mengenai metode yang digunakan dan penjelasan seperti : Populasi, Sampel, Lokasi, Variabel, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, dan Teknik Pengumpulan Data.

4. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Penjelasan mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian 5. BAB V : KESIMPULAN Hasil dari pembahasan dan rekomendasi yang di rekomendasikan penulis 6. DAFTAR PUSTAKA Daftar sumber yang mendukung dalam penulisan skripsi.