BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha masyarakat untuk memajukan peradaban dan pengetahuan. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerjasama. Akan tetapi banyak persoalan-persoalan yang sering muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. situasi pergaulan (pendidikan), pengajaran, latihan, serta bimbingan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Sisdiknas Pasal 4 ayat 4 menyatakan bahwa Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pradja. AL

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas proses pembelajaran, dimana peserta didik kurang mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sertifikasi untuk meningkatkan kemampuan profesional pendidik, kebijakan baik kurikulum maupun standar pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) kepada orang yang belum dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar (SD) menjadi fokus perhatian dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I. pembelajaran yang berlangsung sehingga siswa cenderung pasif. Sikap siswa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan. akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menurut Undang-Undang RI no 20 Tahun 2003 pendidikan diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci utama bagi kemajuan suatu bangsa. manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan. Undang-Undang Sistem

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan manusia sempurna melalui pendidikan, di dalam pendidikan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, dunia pendidikan sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia mulai mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Terbukti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat suatu bangsa. Pendidikan diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Pasal 20 Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. agar berperan secara aktif serta partisipatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pengertian pendidikan, Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003). Pengertian ini bermakna proses pembelajaran seharusnya menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Inilah yang dimaksud dengan proses pembelajaran berbasis siswa (student center). Di dalam Standar Proses tertulis bahwa proses pembelajaran hendaknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif di dalamnya. Lebih lanjut dalam Permendiknas RI No.41 tahun 2007 dikatakan bahwa di dalam proses pembelajaran, diperlukan guru yang mampu memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi serta kreatifitas peserta didik. Rahasia dalam kesuseksesan pendidikan terletak pada sikap menghargai siswa. William A. Ward (dalam Danandjaya, 2012) mengatakan bahwa pengajar yang baik akan menjelaskan. Pengajar yang baik akan mendemonstrasikan. Namun, pengajar yang terbaik adalah pengajar yang menginspirasi siswa. Selain itu Wallace Stegner (dalam Danandjaya, 2012) mengatakan bahwa seorang pengajar memperluas sudut pandang suatu materi pelajaran melalui pengalaman belajar peserta didik. Seorang pengajar yang baik harus mampu menyajikan pembelajaran yang inovatif, yang mampu menarik minat belajar siswa. Model pembelajaran quantum merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran yang dapat diaplikasikan oleh guru-guru. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk melakukan berbagai macam kegiatan belajar yang menyenangkan. Ada banyak tipe pembelajaran quantum, salah satunya adalah VAK (visual, auditori, kinestetik). 1

2 Model pembelajaran quantum tipe ini disesuaikan dengan gaya belajar siswa yang pada dasarnya berbeda-beda. Beberapa siswa dapat belajar secara optimal apabila menggunakan gambar-gambar atau hal-hal nyata yang dapat dilihat. Kelompok siswa ini dapat dimasukkan dalam kategori pembelajar visual. Sebagian siswa akan belajar dengan optimal apabila mendengarkan informasi yang berhubungan dengan apa yang dipelajarinya. Mereka termasuk dalam kategori pembelajar auditori.untuk pembelajar kinestetik, mereka adalah siswa-siswa yang mampu belajar secara optimal apabila melakukan sesuatu yang berhubungan dengan apa yang sedang mereka pelajari (DePorter & Hernacki, 2003). Namun berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, guru-guru di SD Negeri Kutowinangun 12 cenderung menggunakan gaya mengajar konvensional seperti ceramah dan mencatat. Hal tersebut menempatkan guru sebagai pelaku utama dalam pembelajaran. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan salah satu misi SD Negeri Kutowinangun 12 yaitu untuk melakukan pembelajaran yang adil, aman, demokratis, mencerdaskan (Adam Muncer) dan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Ritual guru mengajar siswa mendengar menuntut siswa untuk duduk menyimak dengan tertib. Aktivitas siswa akan dianggap sebagai gangguan dalam proses pembelajaran (Danandjaya, 2012). Proses pembelajaran cenderung monoton dan membuat siswa bosan. Siswa terlihat kurang antusian dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran. Pada akhirnya materi yang dipelajari kurang dimengerti secara optimal. Selanjutnya, kecenderungan untuk mencatat apa yang dikatakan guru, membuat siswa menghafalkan isi catatannya. Sehingga apa yang dipelajari hanya dapat diingat dalam jangka waktu yang pendek. Hal-hal tersebut akan berpengaruh pada hasil belajar siswa yang cenderung menurun. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan suatu pembaharuan dalam proses pembelajaran. Maka dari itu, guru dituntut untuk menemukan dan menciptakan macam-macam media dalam pembelajaran yang mampu menarik minat belajar siswa (Danandjaya, 2012).

3 Hasil evaluasi kemampuan siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 12 pada mata pelajaran IPA menunjukkan bahwa banyak siswa yang belum tuntas nilainya. Ketuntasan siswa kelas V pada mata pelajaran IPA hanya sebesar 58%. Hasil evaluasi IPA selengkapnya dapat dilihat di tabel berikut ini : Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Hasil Evaluasi IPA kelas V di SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga No Ketuntasan (KKM : 65) Frekuensi Persentase 1 Tuntas 20 58% 2 Tidak Tuntas 14 42% Jumlah 34 100% Berdasarkan tabel 1.1 di atas tampak bahwa ketuntasan belajar siswa sebelum diadakan tindakan hanya 20 siswa yang tuntas dan 14 siswa yang tidak tuntas. Dari permasalahan di atas diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu menarik serta meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran quantum tipe VAK yang dapat memenuhi perbedaan gaya belajar tiap siswa. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar IPA dan sikap siswa dengan menerapkan model pembelajaran quantum tipe VAK pada kelas V SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga semester II tahun pelajaran 2013/2014. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah bahwa pembelajaran di kelas yang sering menggunakan metode ceramah dan media yang kurang menarik bagi peserta didik membuat siswa tidak aktif dalam pembelajaran, cenderung pasif dan tidak antusias dalam pembelajaran karena hanya

4 mendengarkan penjelasan guru. Dampaknya hasil belajar yang diperoleh kurang optimal. Sehingga banyak siswa yang tidak tuntas KKM (65). 1.3 Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi dengan nilai pada mata pelajaran IPA rendah pada kelas V SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga, dan upaya meningkatkan hasil belajar IPA dan memperbaiki sikap siswa dengan menerapkan model pembelajaran Quantum Tipe VAK di kelas V SD Negeri Kutowinangun 12 pada mata pelajaran IPA semester II tahun ajaran 2013/2014. 1.4 Rumusan Masalah Setelah melihat hasil nilai tes kenaikan kelas V di SD Negeri Kutowinangun 12 pada mata pelajaran IPA dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPA masih kurang memuaskan. Sebanyak 42% dari seluruh jumlah siswa tidak tuntas dari nilai KKM 65. Selain itu, siswa tidak bersikap antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal tersebut dikarenakan guru di SD ini masih menggunakan metode konvensional (ceramah dan mencatat) dalam pembelajaran. Untuk itu diperlukan suatu inovasi dalam pembelajaran IPA di SD ini. Model pembelajaran Quantum Tipe VAK dianggap mampu meningkatkan hasil belajar IPA dan memperbaiki sikap siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA dan memperbaiki sikap siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga semester II tahun ajaran 2013/2014. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung dan tidak langsung dalam dunia praktisi pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan. Untuk itu, manfaat-manfaat tersebut dapat diuraikan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis.

5 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pendidikan dan dapat dijadikan bahan kajian bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini dikarenakan prinsip pembelajaran model Quantum Tipe VAK berdasar pada gaya belajar tiap orang yang berbeda-beda (Colin dan Nicholl, 2002). Pembelajaran model Quantum Tipe VAK akan lebih efektif karena mengkombinasikan ketiga gaya belajar (visual, auditori, kinestetik). 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang dapat dirasakan secara langsung dari penelitian ini selain untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan juga memberikan manfaat bagi peserta didik, guru, sekolah dan perpustakaan sekolah. a. Bagi Siswa - Membantu siswa dalam memecahkan masalah dan berfikir kritis untuk dapat dikembangkan melalui pembelajaran secara aktif dapat mudah terjadi bila situasi pembelajaran dekat dengan situasi kehidupan nyata. - Meningkatkan antusiasme siswa dalam proses pembelajaran yang aktif dan menyemangkan. b. Bagi Guru Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan dan pemilihan pendekatan/ model pembelajaran untuk digunakan pada saat proses belajar mengajar. c. Bagi Kepala Sekolah - Mengetahui interaksi antara guru dan siswa dalam pembelajaran dan mengetahui efektivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. - Sebagai bahan pengembangan kurikulum sekolah.