BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai agen penyakit. Penyakit yang penyebab utamanya berakar pada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PENCEMARAN UDARA DI PROVINSI RIAU. Analisis Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

3. BAB I. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. non-infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di Negara berkembang.

Kiat Atasi Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perilaku adalah suatu tindakan atau perbuatan yang bisa kita amati bahkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan. Salah satu misi tersebut adalah memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

Lampiran.1. Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS KOTA BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan manusia, yang merupakan hak dasar dan tidak bisa diganggu gugat dalam keadaan apapun. Namun dalam kenyataannya keadaan kesehatan di Indonesia belum memuaskan. Salah satu penyebab masalah kesehatan adalah akibat lingkungan yang buruk. Dimana Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi sebagai penyakit tertinggi di Indonesia seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Lingkungan merupakan determinan utama derajat kesehatan masyarakat. Kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat yang masih rendah menyebabkan berbagai penyakit antara lain ISPA. Penyakit berbasis lingkungan ini dapat timbul karena sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat, seperti pemukiman yang tidak sehat dan perubahan pola hidup manusia. Salah satu yang menyebabkan hal ini terjadi karenaadanya kemajuan teknologi yang semakin canggih, sehingga terjadi peningkatan polusi pencemaran udara yang disebabkan antara lain oleh kendaraan bermotor maupun industri yang semakin banyak tumbuh menjamur di kawasan pemukiman masyarakat. Berdasarkan hasil laporan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun 2011 adalah 5 diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita 1

2 meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4% (RISKESDAS, 2013) Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA merupakan penyakit berbasis lingkungan yang selalu masuk dalam 10 besar penyakit dihampir seluruh puskesmas di Indonesia. Indonesia sebagai daerah tropis berpotensi menjadi daerah endemik dari beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi acaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA, misalnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh gas buangan yang berasal dari sarana transpotasi dan polusi udara dalam rumah tangga karena asap dapur, asap rokok, perubahan iklim global antara lain perubahan suhu udara, kelembaban, dan curah hujan serta kebakaran hutan yang mengakibatkan terjadinya kabut asap sebagaimana kejadian yang ada di Riau. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut di Riau yang terjadi mengakibatkan pencemaran lingkungan terutama udara, hal ini mengakibatkan angka kunjungan pasien akibat penyakit ISPA meningkat baik di puskesmas maupun di rumah sakit. Kabut asap menyebabkan juga banyaknya masyarakat yang mengalami asma, pneumonia, iritasi mata dan iritasi kulit. Hal ini diakibatkan oleh penurunannya kualitas udara, sehingga daya tahan tubuh masyarakat menjadi lemah dan mudah untuk terserang penyakit terutama kepada balita dan anak-anak.

3 Angka kejadian ISPA di Provinsi Riau cukup tinggi, kasus ISPA sebanyak 65.232 kasus (37,5%) dan di Kota Dumai kasus ISPA sebanyak 1.046 kasus (1,6%). Berdasarkan data yang diperoleh,bahwa 10 penyakit terbesar yang ada di Kota Dumai masih juga didominasi oleh penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan seperti ISPA 1.046kasus (1,6%). Sedangkan di Kecamatan Bukit Kapur sendiri, data kesakitan menunjukkan bahwa penderita penyakit ISPA adalah yang tertinggi di Kota Dumai dengan 657 kasus (62,8%) (Dinas Kesehatan Kota Dumai,2014). Untuk itu dibutuhkan kerja keras dari segala pihak dengan berbagai lintas sektor dalam menangani penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan terutama ISPA. Salah satunya yaitu meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, karena puskesmaslah yang berfungsi memberikan fasilitas pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat. Selain itu puskesmas juga melakukan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan pereventif, terlebih lagi di era JKN ini puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatifnya juga. Puskesmas Bukit Kapuradalahsalah satu puskesmas yang ada di Kota Dumai,yang terletak pada Kecamatan Bukit Kapur dengan jumlah penduduknya 45.304 jiwa (BPS Kota Dumai Tahun 2014). Puskesmas ini memiliki instalasi gawat darurat (IGD) serta unit pelayanan rawat inap yang menjadi puskesmas percontohan yang ada di KotaDumai. Dalam program kesehatan lingkungan di puskesmas, kegiatan-kegiatan upaya kesehatan lingkungan yang dilakukan untuk menanggulangi ISPA adalah

4 dengan melakukan penyuluhan kesehatan, pembagian masker secara gratis dan pelarangan melakukan pembakaran secara besar-besaran tanpa izin. Karena di Kecamatan Bukit Kapur ditemukan masalah lingkungan dimana pada Kecamatan Bukit Kapur terjadi pencemaran udara yang disebabkan oleh asap karena kebakaran hutan dan lahan gambut. Hal ini menyebabkan polusi udara, sehingga udara yang dihirup tidak baik bagi kesehatan, serta menimbulkan masalahmasalah kesehatan lingkungan lainnya. Adapun upaya promotif dan preventif yang dilaksanakan oleh Puskesmas Bukit Kapur berdasarkan survei awal dan wawancara dengan pegawai sanitarian adalah pada upaya promotif, melakukan peninjauan dan penyuluhan ke Rukun Tetangga, sekolah-sekolah,warung-warung serta lingkungannya. Sedangkan untuk upaya preventif dengan menyediakan masker gratis dan melakukan gotong royong melakukan penghijauan di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Berdasarkan survei pendahuluan dan pengamatan yang dilakukan pada Puskesmas Bukit Kapur diketahui bahwa pelaksanaan dan cakupan dari upaya promotif dan preventif melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan belum menunjukkan hasil yang maksimal. Pada kegiatan preventif dan promotif puskesmas ini lebih banyak menangani masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan kuratif dibandingkan dengan pelayanan kesehatan preventif dan promotif, terlihat dari pasien yang mengantri untuk berobat cukup banyak. Setelah adanya JKN pun tidak ada terlihat perbedaan maupun perubahan ke arah yang lebih baik dalam pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan dari upaya promotif dan preventif ini juga pelaksanaannya masih belum terarah dan kadang diadakan tidak sesuai dengan jadwal atau waktu yang telah ditetapkan pada POA

5 sebelumnya. Pada pelaksanaannya juga upaya promotif dan preventif di Puskesmas Bukit Kapur tidak memiliki sasaran atau target yang jelas, ditandai dengan tidak terdapat angka sasaran yang ingin dicapai secara tertulis di dalam data puskesmas. Dalam pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif untuk program penanggulangan ISPAdi Puskesmas Kecamatan Bukit Kapur terdapat kendalakendala yang harus dihadapi oleh petugas sanitariannya, yaitu sarana dan prasarana yang tidak memadai, serta kurangnya sumber daya manusianya untuk mendukung kegiatan penyuluhan berupa pemberian informasi dan edukasi tentang penyakit ISPA kepada masyarakat. Selain itu pada survey pendahuluan juga terdapat ketidaksinambungan antara petugas sanitarian dengan kepala puskesmas, dimana kurangnya koordinasi dan komunikasi yang baik. Sehingga pelaksanaan program masih tidak berjalan efektif, termasuk dalam pembagian tugas dan pengawasan terhadap pelaksanaan program. Oleh karena itu diperlukan juga penelitian untuk mengetahui pelaksanaan program preventif dan promotif untuk penyakit ISPA di Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai - Riau Tahun 2015. 1.2 PerumusanMasalah Adapun rumusan masalah yang dapat ditemukan berdasarkan latar belakang di atas yaitu : Bagaimana pelaksanaan program preventif dan promotif untuk penyakit ISPA di Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai-Riau tahun 2015.

6 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan program preventif dan promotif untuk penyakit ISPAdi Puskesmas Bukit Kapur di Kota Dumai-Riau Tahun 2015. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Dumai untuk meningkatkan pelaksanaan program preventif dan promotif untuk penyakit ISPA. 2. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada petugas atau pelaksana program preventif dan promotif untuk penyakit ISPA di Puskesmas Kecamatan Bukit Kapur Kota Dumai.