SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

dokumen-dokumen yang mirip
SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Sampai pada hari ini masyarakat Indonesia belum terlepas dari krisis

LETTER OF CONSENT. Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi, analisis dan pembahasan hasil penelitian, pada

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. dalam buku Etika Profesi Pendidikan). Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan jenjang

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV ANALISA PENDEKATAN HUMANISTIK DENGAN TEKNIK CLIENT-CENTERED OLEH GURU KELAS DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TUNARUNGU

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pertama, terdapat kecenderungan semakin tinggi motivasi belajar, aktivitas belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

BAB I PENDAHULUAN. siswa aktif melakukan kegiatan yang bertujuan. Di jenjang sekolah menengah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB IV ANALISIS TENTANG IMPLEMENTASI METODE CERITA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

CHECK LIST POTENSI KOMPONEN KETERANGAN KOMITMENT TERTULIS /KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah hak bagi setiap individu dan

QuizNona: Apakah Nona Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin

BAB IV ANALISIS DATA. peneliti, maka peneliti menganalisis dengan analisis deskriptif komparatif.

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa

PENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB I 1.1 Latar Belakang

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pusat Layanan Autisme Mansfield Australia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang ditandai oleh sikap mengerutkan tubuh untuk menghindari kontak dengan orang lain yang masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk

Transkripsi:

1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak special. KOMPONEN DAN FAKTOR PENTING Secara umum terdapat komponen penting sebagai berikut dalam lingkungan sekolah pada umumnya: 1. Pengurus Sekolah (Kepala Sekolah dan Yayasan) 2. Pengajar 3. Staf Operasional (administrasi, satpam, dll) 4. Siswa 5. Orang Tua 6. Profesional -> internal atau eksternal (contoh: psikolog, terapis, shadow, dll) Masing-masing komponen di atas memiliki peran penting dalam berjalannya sistem pendidikan dan pengajaran di sekolah, juga dalam perkembangan anak-anak spesial. Selain itu juga ada faktor pendukung penting yang dibutuhkan dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, khususnya bagi anak-anak spesial: 1. Ekspektasi -> keinginan, harapan orang tua dan pengajar serta pihak sekolah 2. Kurikulum 3. Delivery -> cara memberikan materi kepada siswa 4. Monitoring dan evaluasi 5. Komunikasi

2 Dalam paparan ini, setiap komponen dan faktor penting akan dibahas satu persatu PENGURUS SEKOLAH Pengurus sekolah (kepala sekolah dan yayasan) adalah kunci penting dalam penyelenggaraan sekolah, karena seluruh kebijakan di sekolah ditentukan oleh kepala sekolah, kadang bersama dengan yayasan. Sehingga sangat penting untuk mengetahui visi dari kepala sekolah dan yayasan. Keterbukaan antara orang tua dan pengurus sekolah sangat dibutuhkan, mulai dari proses penerimaan siswa special, saat berjalannya proses pendidikan, evaluasi hingga kelulusan. Hal-hal penting yang perlu diketahui adalah: 1. Bagaimana sekolah menerima siswa special, ada beberapa jenis penerimaan sekolah: a. Menolak menerima anak spesial b. Menerima, namun memperlakukan anak-anak special sama dengan siswa-siswa lainnya, tanpa pelayanan khusus sesuai kebutuhannya. c. Menerima dan mampu menangani anak special sesuai kebutuhannya, baik dengan guru pendamping atau tanpa guru pendamping. 2. Bagaimana sekolah mempersiapkan seluruh komponen yang terkait (pengajar, staf, dll) dengan proses belajar untuk menerima dan melaksanakan proses pendidikan bagi anak special (workshop, pelatihan, dll). Apakah sekolah mendukung pengembangan wawasan seluruh komponen untuk dapat memahami kebutuhan khusus anakanak special. 3. Penanganan di kelas, seperti perencanaan pengaturan situasi kelas (tempat duduk, teman satu meja, pengajar kelas, pengajar pendamping, lingkungan bermain yang aman, dll) Pada saat penerimaan ini ada baiknya memberikan paparan mengenai kemampuan apa saja yang sudah dimiliki anak, seperti kemampuan

3 bantu diri (makan, toileting, berganti baju), apakah anak masih perlu dibantu dan sebagainya. Juga bagaimana perilaku anak jika mengalami stress (contoh tantrum, babbling, melakukan gerakan berulang-ulang, dan sebagainya) serta bagaimana mengatasinya jika mulai mengganggu proses belajar. Jika diperlukan, bawa serta terapis yang biasa menangani anak dalam proses penerimaan ini untuk memberikan masukan kepada pihak sekolah. Keterbukaan antara seluruh pihak akan memudahkan masing-masing pihak mengukur dan mengindentifikasi, sejauh mana anak harus dibantu, sejauh mana anak dapat mandiri dan yang terpenting, seluruh pihak nyaman dengan keputusan yang bersama-sama diambil. PENGAJAR Pengajar di sekolah tidak terbatas pada pengajar kelas, walaupun secara umum pengajar kelas yang melakukan tugas pengajaran yang terkait dengan bidang akademis. Tidak semua pengajar memiliki latar belakang pengetahuan tentang anak-anak special, sehingga sekolah yang menerima anak-anak special wajib mempersiapkan para pengajarnya dengan pengetahuan tentang anak-anak special, juga praktek-praktek penanganan anak special di kelas. Karena kelas bagaimanapun berbeda dengan ruang terapi, sehingga penanganan anak special di kelas tidaklah sama dengan di ruang terapi. Adalah tidak mungkin mengharapkan anak special mendapatkan perhatian yang sama dengan di ruang terapi, walaupun dengan menggunakan shadow, karena kelas bersifat massal setiap anak di dalam kelas adalah individu unik yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya yang juga membutuhkan perhatian. Di samping itu, pengajar juga memerlukan bantuan dari orang tua, mengenai perilaku dan kebiasaan-kebiasaan anak, karena menyangkut pola asuh anak di rumah. Seperti bagaimana meningkatkan motivasi anak (dengan rewards, pujian dan sebagainya) atau bagaimana menerapkan suata konsekuensi untuk menata

4 perilaku-perilaku negative anak secara konstruktif, tanpa melabel anak. STAF OPERASIONAL Tidak banyak yang menganggap bahwa staf operasional juga memiliki andil dalam perkembangan anak special, terutama yang berhubungan dengan kemampuan social praktis dan norma-norma umum. Pihak penyelenggara sekolah juga berkewajiban membekali para staf dengan pengetahuan praktis mengenai anak-anak special ini, diantaranya bagaimana berkomunikasi dengan singkat dan jelas dengan anak-anak special. Serta mengatasi kondisi-kondisi khusus seperti tantrum, pengalihan, manipulative dan sebagainya. Pada sekolah kami, pernah pada satu masa, seorang anak tertarik untuk bermain dengan salah seorang staf administrasi dan selalu berusaha mengikuti kemanapun staf tersebut pergi setiap saat hingga di luar batas kewajaran, sehingga selalu terlambat mengikuti jam pelajaran di kelas. Perlu waktu untuk memberitahu serta melatih staf tersebut untuk bersikap tegas dan tetap ramah, membuat perjanjian kapan anak boleh mengajak staf tersebut bermain serta memberlakukan konsekuensi bagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan anak. Tentu saja hal-hal tersebut di buat dengan kerjasama antara orang tua, pengajar dan staf yang bersangkutan. Sehingga pada akhirnya semua pihak merasa nyaman, pengajar tidak kebingungan mencari cara mengatasi perilaku anak, staf yang bersangkutan tidak ragu untuk mengambil sikap tanpa takut bersalah, orang tua tidak cemas akan salah perlakuan dari pihak sekolah dan yang terpenting, konsistensi dari semua pihak akan memudahkan anak untuk memahami norma yang berlaku umum. SISWA Siswa dalam suatu sekolah hakikatnya adalah miniatur suatu masyarakat. Latar belakang yang berbeda-beda antara setiap siswa, baik budaya, agama, pola asuh akan bercampur baur di sekolah

5 membentuk komunitas yang unik. Anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum bagaimanapun akan berinteraksi dengan siswa lainnya. Anak-anak pada umumnya dapat mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya secara mandiri, seiring dengan umurnya. Mereka dapat bermain bersama, berbaur, memilih teman tanpa menemui kesulitan berarti. Pada anak berkebutuhan khusus, interaksi sosial adalah suatu hal yang tidak mudah dan sangat abstrak. Anak-anak ini seringkali menemui kesulitan dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya serta seringkali menunjukkan perilaku spontan yang tidak umum dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya (seperti memegang / menarik tangan, mengambil mainan, mengendus, memukul, merebut dan lain sebagainya). Seringkali, hal yang terjadi di sekolah adalah siswa lainnya akan menjauhi anak berkebutuhan khusus, atau mengejek serta melabel dengan panggilan-panggilan negative yang pada akhirnya akan menyebabkan anak berkebutuhan khusus semakin terkucil. Kasus lain yang sering terjadi adalah siswa berkebutuhan khusus menjadi korban bullying dari siswa lainnya tanpa mampu membela diri atau mencari pertolongan dari orang dewasa di sekitarnya, karena kesulitan berkomunikasi. Situasi ini sering kali menyebabkan anak berkebutuhan khusus mengalami stress dan depresi. Sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus memiliki kewajiban untuk mempersiapkan dan mendidik siswa lainnya untuk dapat menerima anak berkebutuhan khusus di lingkungan mereka. Penting untuk menekankan pada siswa lain bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Juga menerangkan kepada anak-anak lainnya bagaimana mereka harus bersikap dan memberitahu teman spesialnya jika ada perilaku yang tidak umum. Sehingga pada akhirnya seluruh komunitas akan mendapatkan kebaikan, siswa lain dapat berempati dan membantu temannya yang berkebutuhan khusus, sementara anak berkebutuhan khusus dapat belajar berinteraksi sosial sesuai norma umum yang

6 berlaku di masyarakat. ORANG TUA Orang tua adalah kunci utama pendukung keberhasilan dalam proses perkembangan anak, tidak hanya anak berkebutuhan khusus, juga anak-anak pada umumnya. Namun yang sering kali terjadi adalah orang tua menghendaki anak berkembang sesuai keinginan orang tua (ambisi orang tua). Mendukung perkembangan anak sesuai potensi anak dan kebutuhannya adalah hal yang penting. Dalam menunjang proses perkembangan dan pendidikan anak, orang tua juga dituntut untuk turut mengembangkan diri, memperluas wawasan serta mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi. Pada ruang lingkup lebih kecil, misalnya di sekolah, orang tua hendaknya berperan aktif membangun komunikasi dengan pengajar, juga siswa lain untuk mengetahui perkembangan anak baik di bidang akademis maupun lingkungan sosial di sekolah. Perilaku pro-aktif menawarkan bantuan, baik tenaga maupun pikiran atau sharing pengetahuan dengan pengajar juga akan sangat menunjang proses perkembangan anak di sekolah. Seringkali pengajar akan terbantu dengan berbagai informasi detail mengenai kebiasaan anak, bagaimana jika anak menemui kesulitan, bagaimana mengatasi perilaku anak saat sedang tantrum dan sebagainya. Karena hal-hal tersebut dapat terjadi di dalam lingkungan sekolah. PROFESIONAL (PSIKOLOG / TERAPIS) Proses perkembangan anak berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, bisa dikatakan seumur hidup. Sehingga penting bagi orang tua untuk merencanakan bagaimana menunjang anak dalam proses perkembangannya. Bantuan pihak professional (psikolog dan terapis) dalam memberikan konsultasi perencanaan program, metode monitoring dan menilai kemajuan anak pada setiap tahapan akan sangat membantu orang tua, sekolah dan pengajar untuk merancang dan menetapkan program bersama atau mengatasi masalah-masalah

7 yang muncul dalam menjalankan suatu program. Konsultasi dan evaluasi rutin sangat diperlukan untuk menyesuaikan atau bahkan mengganti program yang sedang berjalan jika memang diperlukan. Pertemuan dapat dilakukan di awal semester, pertengahan semester dan akhir semester untuk memantau perkembangan anak. **FAKTOR PENDUKUNG LAIN** EKSPEKTASI Ekspektasi adalah satu hal yang harus dikomunikasikan di awal antara semua pihak (orang tua, sekolah dan professional), sehingga setiap pihak yang berperan dalam perkembangan anak memiliki pandangan yang sama serta pemahaman yang sama mengenai tujuan yang ingin dicapai, serta bagaimana cara mencapainya. Ekspektasi haruslah jelas dan dapat dimengerti oleh seluruh pihak yang terkait. Ekspektasi berikut adalah contoh yang tidak jelas dan sulit terukur: Saya ingin anak saya dapat bersosialisasi. Statement tersebut dapat menyebabkan masing-masing pihak memiliki penafsiran berbeda, serta tidak ada penyamaan pandangan. Sedangkan contoh berikut memberikan gambaran yang jelas dan mudah dimengerti, Saya ingin anak saya meminta tolong pada guru jika mengalami kesulitan, sehingga mengurangi perilaku tantrum. Dengan statement seperti ini, semua pihak dapat mengerti, serta dapat menyusun langkah-langkah bersama untuk mewujudkan ekspektasi ini. Orang tua dapat memberi gambaran pada pengajar apa tanda-tandanya jika anak mulai mengalami kesulitan (babbling, perilaku berulang dan sebagainya). Pengajar, jika melihat tanda-tanda tersebut akan mendekati anak dan menawarkan bantuan, sambil menuntun anak untuk meminta bantuan (seperti mengatakan tolong ). Dengan perlakuan konsisten tersebut, anak dapat berlatih untuk meminta tolong jika mengalami kesulitan, dan mengurangi perilaku negatifnya.

8 Contoh lain, Anak kami terobsesi dengan pintu dan selalu membuka dan menutup pintu berulang-ulang sehingga melebihi kewajaran, kami ingin mengurangi obsesinya sampai dalam batas kewajaran. Perlu dibuatkan definisi mengenai tahap kewajaran yang ingin dicapai, seperti membuka dan menutup pintu hanya jika ada yang ingin melewati pintu tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya, pengajar bisa meminta tolong anak untuk membukakan atau menutup pintu jika temannya atau gurunya ingin keluar atau masuk. Disatu sisi obsesi anak dapat lebih terkontrol, di sisi lain perilakunya masih dalam batas kewajaran dalam norma umum. Dengan ekspektasi yang jelas, pihak sekolah dan pengajar juga akan dapat mengukur kemampuan mereka dalam membantu anak dan orang tua mewujudkan ekspektasi tersebut. Ekspektasi tidaklah bersifat kaku, namun dapat disesuaikan dengan perkembangan kemampuan anak bahkan dapat berubah jika diperlukan, seperti belum memungkinkan untuk dicapai dan sebagainya. KURIKULUM Saat ini, peraturan pemerintah memungkinkan setiap sekolah untuk menyusun sendiri kurikulumnya sesuai kebutuhan sekolah, walaupun ada pedoman-pedoman yang tetap harus diikuti oleh sekolah. Di satu sisi, peraturan ini memungkinkan sekolah untuk mengakomodir kebutuhan setiap anak yang berbeda-beda dengan menerapkan IEP (Individual Education Plan). Pada kasus anak berkebutuhan khusus seringkali akan sangat membantu jika sekolah mengakomodir penggunaan IEP. Penyusunan IEP secara global dapat dilakukan di awal semester dan dilakukan bersama-sama oleh sekolah, pengajar, orang tua dan dibantu oleh professional. Sedangkan detil dari IEP dapat diberikan setiap minggu atau dua mingguan untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi. Namun tidak semua sekolah mengakomodasi IEP dalam penyelenggaraan proses pendidikan, sehingga sangat penting bagi

9 orang tua untuk mempertimbangkan dengan masak apakah anak dapat mengikuti kurikulum massal di sekolah tersebut atau tidak. DELIVERY MATERI PENDIDIKAN Saat ini sudah diketahui bahwa terdapat beberapa gaya belajar yang berbeda-beda pada setiap orang, diantaranya visual (belajar dengan cara visual melalui peraga, gambar), auditory (belajar dengan cara mendengarkan, audio), kinesthetic (belajar dengan meniru gerak, perilaku). Walaupun pada umumnya setiap orang dapat melakukan keseluruhan gaya belajar tersebut, namun biasanya ada gaya belajar yang dominan. Pada anak-anak berkebutuhan khusus, seringkali hanya satu gaya belajar yang efektif bagi anak. Mengenali gaya belajar anak dan menggunakannya dengan maksimal akan sangat membantu anak berkebutuhan khusus memahami materi yang diberikan. Pada sekolah-sekolah konvensional di mana pengajar memberikan materi di depan kelas, seringkali tidak memungkinkan bagi pengajar untuk memanfaatkan gaya belajar dominan pada masing-masing anak untuk memudahkan anak memahami materi yang sulit dimengerti. Namun pada beberapa sekolah saat ini di mana siswa dituntut lebih aktif melakukan berbagai observasi, pengajar tidak lagi melulu memberikan materi di depan kelas, sehingga penggunaan berbagai gaya belajar yang sesuai bagi setiap anak dapat diakomodir dengan maksimal. MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi mutlak dilakukan secara rutin, karena seringkali terjadi perubahan situasi yang mempengaruhi perkembangan anak, seperti jika sedang dalam kondisi yang kondusif, banyak hal yang bisa dicapai oleh anak, sehingga perlu dipertimbangan untuk menambah variasi program agar anak tidak jenuh. Sebaliknya dalam kondisi yang tidak kondusif, mungkin saja

10 anak menjadi mogok sehingga perlu untuk mengurangi target pencapaian, atau bahkan mundur sedikit untuk memberikan ruang bagi anak untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologisnya. KOMUNIKASI Hal yang paling penting diantara seluruh komponen dan faktor pendukung di atas adalah komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, bisa dipastikan tidak akan dapat dicapai kemajuan yang berarti dalam perkembangan anak, bahkan sangat mungkin anak akan mengalami kemunduran. Hal terpenting dalam melakukan komunikasi adalah mendengarkan, menerima dan memahami, barulah berikutnya adalah mengutarakan. Adalah hal yang sulit bagi kebanyakan orang untuk mendengarkan sesuatu yang tidak menyenangkan apalagi jika menyangkut dirinya seperti kritik, complain, pengaduan dan hal yang serupa. Sering terjadi sikap yang pertama kali muncul adalah defensive. Pada banyak kasus menyangkut anak berkebutuhan khusus di sekolah, komunikasi yang intens dan berkualitas mutlak dibangun antara orang tua, pengajar, sekolah bahkan terhadap sang anak itu sendiri. Memahami kedudukan masing-masing pihak sesuai perannya serta memandang semua pihak dalam posisi yang setara dan tidak menghakimi adalah unsur penting yang seringkali terabaikan. Orang tua kadang menganggap guru dan sekolah harus selalu melayani seluruh keinginannya. Sementara di sisi lain, guru kadang terjepit di antara kepentingan sekolah dan keinginan orang tua. Di pihak lain, sekolah dan yayasan juga ada yang bersikap otoriter. Keterbukaan dan kerjasama antara pihak orang tua dengan sekolah dan pengajar atau professional yang akan membantu (psikolog, terapis, shadow, dll), dalam banyak hal akan sangat menunjang perkembangan anak berkebutuhan khusus di sekolah. Bagaimana masing-masing pihak memahami kedudukannya serta dapat berperan

11 sesuai kompetensinya untuk menunjang kemajuan anak. Karena bagaimanapun, tidak ada satu pihak yang mampu melakukan segalanya sendiri. Masing-masing memerlukan bantuan dan peran serta dari pihak lain.