ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER Isnaeni Maryam Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo E-mail: ice_ajah17@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat berpikir siswa SMP berdasarkan teori Van Hiele berdasarkan gender. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berjenis studi kasus, yaitu menganalisis tingkat berpikir geometri menurut teori Van Hiele. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII Mts N Purworejo yang terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan wawancara. Instrument dalam penelitian ini adalah peneliti, tes geometri, dan pedoman wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat berpikir siswa kelas VII MTs N Purworejo menacapai level 1 (analisis) baik untuk siswa laki-laki maupun perempuan, dimana siswa mampu: (1) mengenali bentuk bangun yang diberikan dan menyebutkan nama dari bangun, (2) menyebutkan sifat-sifat bangun datar yang diberikan. Kata kunci: tingkat berpikir, Van Hiele, Geometri PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam dunia modern yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK. Siswa dalam mempelajari matematika harus mengetahui obyek-obyeknya. Menurut Rusfendi (2006), obyek yang terkait langsung dengan pelajaran matematika adalah fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Oleh sebab itu diperlukan suatu keterampilan dalam mempelajari materi-materi matematika. Ruang lingkup matematika pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) meliputi aritmatika, aljabar, geometri, trigonometri, peluang, dan statistika. Pada kenyataannya siswa masih kesulitan mempelajari Geometri, karena di dalamnya banyak sekali rumus yang harus di hafal. Rendahnya prestasi siswa dalam bidang Geometri terlihat dari data TIMMS tahun 2007 yang menunnjukkan bahwa rata-rata kemampuan geometri siswa Indonesia paling 12
rendah yaitu 395 dibandingkan dengan topik-topik matematika yang lain, seperti 399 untuk angka, 433 untuk aljabar, 402 untuk statistika dan peluang. Siswa memerlukan konsep yang matang dalam mempelajari Geometri agar mampu menggunakan keterampilan geometri dalam memecahkan permasalahan geometri. Dengan kata lain untuk memecahkan masalah geometri dibutuhkan tingkat berpikir dan keterampilan (skill). Oleh karena itu pembelajaran Geometri di sekolah harus memperhatikan perkembangan tingkat berpikir yang dimiliki siswanya dan setiap siswa memiliki tingkatan berpikir yang berbeda-beda. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Syofana dan Budiarto (2011) yang menunjukkan bahwa tingkat berpikir pada diri setiap siswa mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, selain itu siswa memerlukan keterampilan geometri untuk memecahkan masalah Geometri. Hoffer (1981) membagi keterampilan Geometri menjadi 5 keterampilan dasar, yaitu keterampilan visual (visual skill), keterampilan verbal (descriptive skill), keterampilan menggambar (drawing skill), keterampilan logoka (logical skill),dan keterampilan terapan (applied skill). Sedangkan Van hiele menyatakan siswa akan melalui berbagai tahap tingkatan berpikir dalam mempelajari Geometri. Mason dan Wilder (2004: 309) menjelaskan 5 tahapan berpikir menurut Van Hiele: 1. Level 0 (visualisasi): pada level ini siswa hanya memperhatikan bangun secara visual saja tanpa mengetahui sifat-sifat bangun tersebut. 2. Level 1 (Analisis): pada level ini kemampuan berpikir siswa berkembang dengan mendeskripsikan suatu bangun menggunakan bahasanya sendiri sesuai dengan level sebelumnya. Konsep geometri mulai tertanam dalam benak siswa dengan mulai memperhatikan bagian-bagian dan sifat-sifat suatu bangun. 3. Level 2 (Abstraksi): pada level ini siswa menggunakan bahasa untuk mengetahui perbedaan dari setiap bangun sesuai dengan level sebelumnya. Siswa secara logis menggambarkan sifat-sifat berdasarkan konsep, membentuk definisi abstrak dan dapat membedakan syarat perlu dan syarat cukup dari kumpulan sifat-sifat untuk membentuk konsep. 4. Level 3 (deduksi): pada tingkat ini berpikir deduksi siswa sudah mulai berkembang dan penalaran deduksi sebagai cara untuk membangun struktur geometri dalam 13
sistim aksiomatik yang telah dipelajari. Hal ini ditunjukkan siswa dengan membuktikan suatu pernyataan tentang geometri dengan menggunakan alas an yang logis. 5. Level 4 (Rigor): dalam level ini siswa dapat bekerja dalam berbagai struktur deduksi aksiomatis. Siswa dapat menentukan perbedaan antara 2 struktur, memahami perbedaan Geometri Euclid dan Non-Euclides. Keterampilan Geometri dan tingkat berpikir berkaitan erat dengan proses pembelajaran. Pembelajaran Geometri seharusnya menekankan siswa dalam menerapkan keterampilan dan tingkat berpikirnya untuk memahami konsep dengan baik. Oleh karena setiap guru harus mengetahui keterampilan dan tingkat berpikir yang dimiliki oleh siswa dalam menentukan media maupun model yang tepat digunakan dalam pembelajaran. Identifikasi terhadap sejauh mana tingkat berpikir siswa perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat berpikir siswa SMP berdasarkan teori Van Hiele berdasarkan gender. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian dilaksanakan di Mts N Purworejo pada bulan Desember 2016 sampai Febuari 2017. Subjek penelitian terdiri dari dua siswa laki-laki (L1 dan L2) dan 2 perempuan (P1 dan P2) kelas VII. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan wawancara berbasis tugas. Instrument penelitan terdiri dari instrument utama dan instrument bantu. Instrument utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, sedangkan instrument bantu menggunakan tes dan pedoman wawancara. Validasi data menggunakan triangulasi teknik. Data dikatakan sah jika terdapat kesesuaian antara hasil tes dan wawancara. Sementara, analisis data menggunakan model Miles & Huberman yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2010). 14
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil tes dan wawancara dari 4 subjek penelitian, yaitu L1, L2, P1, dan P2 diperoleh data valid sebagai berikut. 1. Keterampilan yang didapatkan oleh siswa laki-laki Dalam menyelesaikan soal mengenai bangun datar yang mengacu pada teori Van Hiele subyek L1 dan L2 memiliki perbedaan dalam menjawab. Pada soal no. 1 subyek L1 dan L2 lancar dalam menyebutkan nama-nama bangun datar sesuai gambar pada soal. Pada soal no. 2 subyek L1 dapat menyebutkan sifat-sifat bangun datar secara lengkap sedangkan subyek L2 dapat menyebutkan sifat-sifat bangun datar namun belum lengkap. Subyek L1 menyebutkan banyaknya diagonal pada bangun persegi dan persegi panjang, namun ketika ditanya definisi tentang diagonal, subyek L1 tidak bisa menjelaskan. Subyek L1 maupun L2 mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal no 3. Subyek belum paham tentang hubungan antar bangun datar. Persegi adalah persegi panjang yang istimewa. Berdasarkan hasil wawancara subyek L1 dan L2 berpendapat sama bahwa persegi panjang tidak mungkin akan menjadi persegi karena persegi memiliki 4 sisi yang sama panjang. Ketika dihadapkan soal pada no 4 dan 5 subyek L1 maupun L2 hanya menjawab kira-kira saja tanpa berdasarkan aksioma ataupun teorema. Subyek belum paham tentang titik persekutuan, menyimpulkan dari pernyataan-pernyataan, maupun bagaimana membuktikan jumlah sudut dalam segitiga adalah 180 0. Berdasarkan pembahasan tersebut maka keterampilan geometri yang dimiliki subyek L1 dan L2 mencapai level 1 (analisis). 2. Keterampilan yang didapatkan oleh siswa perempuan Dalam menyelesaikan soal mengenai bangun datar yang mengacu pada teori Van Hiele subyek L1 dan L2 memiliki perbedaan dalam menjawab. Pada soal no. 1 subyek P1 dan P2 lancar dalam menyebutkan nama-nama bangun datar sesuai gambar pada soal. Pada soal no. 2 subyek P2 menyebutkan secara lengkap sifatsifat bangun datar. Subyek P1 menyebutkan sifat-sifat bangun persegi dan persegi lancar namun belum tepat ketika menyebutkan sifat bangun belah ketupat. Sifat belah ketupat yang diberikan oleh subyek P1 hampir sama dengan bangun persegi: 15
memiliki sisi yang sama panjang dan besar sudutnya masing-masing 90 0. Pada saat wawancara subyek P1 diminta menggambarkan belah ketupat maka tampak seperti bangun persegi yang di putar. Hal tersebut menunjukkan bahwa subyek P1 pemahaman konsep tentang belah ketupat masih kurang. Pada soal no 3, Subyek P1 berpendapat sama dengan siswa laki-laki. Sedangkan subyek P2 menjawab benar tapi ketika diwawancarai subyek merasa masih bingung. Subyek P2 tidak yakin dengan jawabannya. Ketika dihadapkan soal pada no 4 dan 5 subyek P1 maupun P2 hanya menjawab kira-kira saja tanpa berdasarkan aksioma ataupun teorema. Subyek P2 membuat kesimpulan secara deduktif berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan tetapi jawabannya kurang tepat. Seperti halnya pada subyek laki-laki, Subyek perempuan juga belum paham tentang titik persekutuan, menyimpulkan dari pernyataan-pernyataan, maupun bagaimana membuktikan jumlah sudut dalam segitiga adalah 180 0. Berdasarkan pembahasan tersebut maka tingkat berikir subyek P1 mencapai level 1 (analisis) namun belum dapat menyebutkan sifat bangun belah ketupat, sedangkan subyek P2 dapat mencapai level 1 (analisis). Subyek P2 dapat dengan lancar menyebutkan namanama bangun dan juga sifat-sifatnya. Berdasarkan hasil penelitian diatas, tingkat berpikir siswa kelas VII Mts N Purworejo mencapai level 1 (Analisis). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Husnul Khotimah (2013) yang mengatakan bahwa siswa SMP berapa pada tingkatan berpikir level 0 dan 1. Ditinjau dari tahap perkembangan kognitif Piaget, siswa SMP berada pada tahap operasi formal (12 tahun ke atas). Pada tahap ini siswa mampu berpikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda konkrit, dengan kata lain siswa sudah mampu untuk tahapan abstraksi (level 2 Van Hiele). Namun pada kenyataannya siswa belum mampu melakukan abstraksi dengan baik dikarenakan pembelajaran konvensional yang terjadi selama ini. Padahal pada tahap ini siswa sudah memiliki potensi untuk berpikir kritis, kreatif, dan produktif. Sehingga potensi tersebut perlu dikembangkan lagi agar siswa memiliki tingkat pikir sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya. 16
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,maka simpulan penelitian ini adalah tingkat berpikir siswa kelas VII MTs N Purworejo menacapai level 1 (analisis) baik untuk siswa laki-laki maupun perempuan, dimana siswa mampu: (1) mengenali bentuk bangun yang diberikan dan menyebutkan nama dari bangun, (2) menyebutkan sifat-sifat bangun datar yang diberikan. Berdasarkan simpulan di atas, saran penelitian ini adalah guru hendaknya memperhatikan penyampaian materi geometri tentang bangun datar. Guru tidak hanya mengajak siswa untuk berpikir secara analisis, tetapi juga membawa pola pikir siswa kearah abstraksi. DAFTAR PUSTAKA Hoffer, A. 1981. Geometry is more than Proff. NCTM Journal, 74(1), 11-18. Mason, J & Wilder, S. J. 2004. Fundamental in Mathematic Education. Portledge Falmer USA. Rusfendi. 2006. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sofyana, A & Budiarto, M.T. 2011. Profil Keterampilan Geometri Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Level Perkembangan Berpikir Van Hiele. Surabaya: Pusat Penelitian IKIP Surabaya. 17