BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

E U C A L Y P T U S A.

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI INSENTIF EKONOMI SERAPAN KARBON HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI JAMBI MAYANG BOGAWA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

I. PENDAHULUAN. kayu juga merupakan komoditi ekspor, penghasil devisa, maka kualitas kayu

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Koleksi Benih Kayu Putih Di Sebaran Alam Kepulauan Maluku

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

OVERVIEW DAN LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Peta PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills Karawang Sumber: Gambar 3. Lokasi Penelitian

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

BABV. PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acacia crassicarpa Acacia crassicarpa mempunyai sinonim Racosperma crassicarpa. Secara alami jenis ini terdapat di bagian timur Queensland, bagian barat daya Papua Nugini dan bagian tenggara Irian Jaya. Pohon ini mempunyai diameter batang di atas 50 cm, kulit batang berwarna gelap atau cokelat abu-abu, mempunyai 3 5 pembuluh primer, berwarna kekuning-kuningan, dan pembuluh sekunder berbentuk paralel. Acacia crassicarpa juga dapat ditanam untuk mengontrol gulma dan merupakan spesies yang efektif untuk rehabilitasi lahan yang banyak ditumbuhi oleh Imperata cylindrica (L.) Raeseuchel. Acacia crassicarpa mulai berbunga paling lambat 18 bulan setelah penanaman, sedangkan biji melimpah setelah 4 tahun. Biji masak 5 6 bulan setelah berbunga. Di daerah alaminya berbunga dari bulan Juni-September dan mulai masak dari bulan Oktober Maret (Hanum dan Van Der Maesen 1997). Rata-rata berat jenis kayu A. crassicarpa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu 0,67 (Yuniawati 2011). 2.2 Acacia mangium Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) Acacia mangium termasuk jenis legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman Acacia mangium yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik. Acacia mangium termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminosae dan ordo Rosales. Pohon Acacia mangium tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian utara, Papua bagian selatan (Fak-fak di Aguada (Babo) dan Tomage (Rokas, Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat).

4 Ciri umum kayu ini terasnya berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak polos atau berjalurjalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Tekstur halus sampai agak kasar dan merata dengan arah serat biasanya lurus kadang-kadang berpadu. Kekerasannya agak keras sampai keras dengan berat jenis (BJ) rata-rata 0,61 (0,43-0,66), kelas awet III dan kelas kuat (II-III) (Mandang & Pandit 2002). 2.3 Eucalyptus pellita Eucalyptus pellita F. Muell merupakan salah satu jenis dari famili Myrtaceae, dimana famili Myrtaceae terdiri dari kurang lebih 700 spesies. Jenis pelita dapat berupa semak atau perdu dengan ketinggian mencapai 10 meter, berbatang bulat dan lurus, tidak berbanir serta sedikit bercabang. Pohon pelita umumnya bertajuk sedikit ramping, dan ringan. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas, dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Jenis pelita termasuk jenis yang sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya. Tanaman dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap. Sistem perakaran tanaman ini tergolong cepat sekali memanjang menembus ke dalam tanah. Intensitas penyebaran akarnya ke arah bawah hampir sama banyaknya dengan ke arah samping (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1994). Ciri umum kayu ini terasnya berwarna merah muda atau coklat merah, gubal merah muda pucat, corak polos, dan tekstur agak kasar sampai kasar dengan arah serat berpadu sampai sangat berpadu. Kekerasannya agak keras sampai keras dengan berat jenis (BJ) rata-rata 0,57 (0,39-0,81), kelas awet IV (V-II) dan kelas kuat (II-IV) (Mandang & Pandit 2002). Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman asli New South Wales, Queensland. Daerah penyebaran alami Eucalyptus pellita berada di sebelah timur garis Walace mulai dari 7 LU sampai 43 39 LS dan sebagian besar tumbuh di Australia dan pulau-pulau di sekitarnya. Beberapa jenis ekaliptus tumbuh di Papua New Guinea dan jenis-jenis tertentu terdapat di Sulawesi, Papua, Seram,

5 Filipina, pulau di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Jenis-jenis ekaliptus menghendaki iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus pelita tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus pelita dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari yang mempunyai kandungan hara kurang sampai tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus pellita dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari daratan rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi pertumbuhannya antara 0 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20-32 C. Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Manfaat yang dominan dari pohon ini adalah untuk bahan baku pulp. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu gergajian, konstruksi, veneer, plywood, furniture dan bahan pembuatan pulp dan kertas. Oleh karena itu, jenis tanaman ini cenderung selalu dikembangkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1994). 2.4 Biomassa dan Karbon Hutan Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer. Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan carbon dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan, tetapi hal ini tidak menambah jumlah keseluruhan karbon yang berinteraksi dengan atmosfer. Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon,

6 semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam carbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo 2009). Proporsi terbesar penyimpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (Hairiah 2007). 2.5 Perdagangan Karbon Kegiatan penanaman pohon untuk menyerap karbon berperan dalam mengatasi perubahan iklim. Namun demikian, untuk mengurangi 20% dari emisi yang berkaitan dengan hutan diperlukan pendekatan konservasi yang baru dan lebih efektif. Salah satu pendekatan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Cara kerja REDD ini dengan memperhitungkan angka deforestasi yang dihindari sebagai kredit. Jumlah kredit karbon yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon internasional. Kredit yang diperoleh dapat diserahkan kepada lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melakukan konversi hutannya. Konfrensi Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim ke-13 (COP13) di Bali pada tahun 2007 menghasilkan Rencana Aksi Bali (Bali Action Plan), sebuah rencana atau peta jalan negosiasi strategi iklim global untuk melanjutkan Protokol Kyoto. Inisiatif REDD dalam mitigasi perubahan iklim dapat memberikan berbagai macam manfaat seperti manfaat untuk memberikan perlindungan bagi jasa lingkungan yang disediakan oleh hutan, meningkatkan penghidupan masyarakat sekitar hutan dan memperjelas hak kepemilikan lahan. Perjanjian Kopenhagen secara terbuka menyebutkan REDD+ sebagai bahan dari portofolio mitigasi iklim untuk diimplementasikan di bawah perjanjian pasca Kyoto. REDD+ menambahkan tiga areal strategis terhadap dua

7 hal yang telah ditetapkan sebelumnya di Bali. Kelima hal tersebut bertujuan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang yaitu mengurangi emisi dari deforestasi hutan, mengurangi emisi dari degradasi hutan, peranan konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan (CIFOR 2010). Penghitungan emisi dari kegiatan REDD+ menggunakan metode yang diakui internasional yaitu metode IPCC GL. IPCC (Inter Governmental panel on Climate Change) telah mengembangkan metode inventasisasi GRK (Gas Rumah Kaca) sejak tahun 1996, yaitu melalui IPCC Guideline revised 1996, IPCC Good Practice Guidance (IPCC GPG) 2003 dan IPCC Guideline (GL) 2006. Aplikasi IPCC GL 2006 akan menghasilkan inventarisasi yang lebih baik, mengurangi ketidak pastian (reduced uncertainty), konsisten pembagian kategori lahan, estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh kategori lahan, karbon pool yang relevan serta non CO 2 gas (berdasarkan analisis key source/sink category). Hal ini berimplikasi kepada penyediaan data untuk activity data dan faktor emisi terhadap seluruh kategori lahan, carbon pool dan non CO 2 gas yang terkait (Wibowo et al. 2010). 2.6 Tinjaun tentang Hasil-hasil Penelitian Karbon Kontribusi hutan tanaman Pinus merkusii sebagai rosot karbon di KPH Bogor Perum Perhutani III Jawa Barat telah dikaji oleh Handayani (2003). Tanaman ini pada KU I mampu menyerap karbon 21,1 ton/ha, KU II sebesar 85,3 ton/ha, KU III sebesar 117,5 ton/ha, KU IV sebesar 150,7 ton/ha dan KU V sebesar 124,4 ton/ha. Kajian tentang kontribusi sektor kehutanan dalam pengikat karbon telah dilakukan oleh Siahaan (2009) pada tegakan ekaliptus (Eucalyptus sp) di Sektor Habinsaran PT Toba Pulp Lestari Tbk. Tanaman ekaliptus pada umur 1 tahun mampu menyerap karbon 2,05 ton/ha, umur 2 tahun sebesar 15,55 ton/ha, umur 3 tahun 23,56 ton/ha, umur 4 tahun sebesar 24,20 ton/ha dan umur 5 tahun sebesar 37,40 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian Pamudji (2011) pada tegakan akasia di BKPH Parungpanjang KPH Bogor Perum Perhutani III Jawa Barat-Banten, hasil

8 penelitian menunjukkan bahwa serapan karbon pada masing-masing kelas umur berbeda-beda, yaitu pada kelas umur 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 berturut sebesar 2,923 tpn/ha, 17,624 ton/ha, 23,987 ton/ha, 49,581 ton/ha, 20,782 ton/ha, 15,326 ton/ha, dan 56,047 ton/ha. Yuniawati (2011) melakukan penelitian rosot karbon pada tegakan Acacia crassicarpa di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelawan, Propinsi Riau. Berdasarkan penelitian menunjukkan kemampuan tegakan Acacia crassicarpa dalam menyerap karbon adalah sekitar 12,09 ton/ha (umur 2 tahun), 36,23 ton/ha (umur 3 tahun), 76,09 ton/ha (umur 4 tahun) dan 133,10 ton/ha (umur 5 tahun).