BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. lahir dalam waktu yang cukup (Andriana, 2007). fisiologi, anatomi dan hormonal yang berbeda-beda. Salah satunya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS PANARUNG KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik maupun mental, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan. perkembangan janin dalam kandungannya (Pinem, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan gizi antara lain anemia. Anemia pada kehamilan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

BAB I PENDAHULUAN. vitamin B12, yang kesemuanya berasal pada asupan yang tidak adekuat. Dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

b) Anemia Megaloblastik Megaloblastik dalam kehamilan disebabakan karena defisiensi asam folik c) Anemia Hipoplastik

BAB I PENDAHULUAN. hingga kelahiran dan pertumbuhan bayi selanjutnya. (Depkes RI, 2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN STATUS GIZI IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD DR WAHIDIN SUDIROHUSODO KOTA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari anemia

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan memicu perubahan- perubahan fisiologis yang sering

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DAN III DI BPS. NY. K KOTA MOJOKERTO Oleh: DEFIRA AYU RAHAYU

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. anemia.kekurangan zat besi dalam tubuh mengakibatkan pembentukan hemoglobin

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA KEHAMILAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. melalui alat indra (Lukaningsih, 2010: 37). Dengan persepsi ibu hamil dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan (konsepsi) adalah pertemuan antara sel telur dengan sel

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologis Kehamilan 2.1.1 Perubahan Fisiologis Ibu Hamil Kehamilan memicu perubahan-perubahan fisiologis yang sering mengaburkan diagnosis sejumlah kelainan hematologis serta pengkajiannya. Hal ini terutama berlaku pada anemia. Salah satu perubahan yang paling bermakna adalah ekspansi volume darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak sepadan sehingga hematokrit biasanya menurun (Cunningham dkk, 2005). Penyesuaian hemopoesis merupakan salah satu dari perubahan yang mengambil tempat pada tubuh ibu selama kehamilan. Semuanya untuk menyediakan pertumbuhan dan perkembangan dari embrio dan fetus. Perubahan-perubahan ini mempengaruhi kemajuan kehamilan dengan peningkatan sirkulasi dari feto-plasenta unit dan peningkatan kebutuhan oksigen dari tubuh ibu, plasenta dan perkembangan anak. Walaupun ibu dan embrio atau fetus mempunyai sirkulasi darah yang terpisah, hemopoiesis individual, produksi eritropoetin dan regulasi hemopoiesis yang independen, tetapi anemia dan defisiensi oksigen pada ibu mempunyai pengaruh yang reaktif terhadap hemopoiesis fetus (Huch & Breymann, 2005). Peningkatan dari volume plasma adalah penyebab anemia fisiologis pada kehamilan. Volume plasma yang meningkat menyebabkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan jumlah eritrosit di sirkulasi mengalami penurunan tetapi tidak mengurangi jumlah absolut dari hemoglobin atau jumlah eritrosit pada keseluruhan sirkulasi. Volume plasma mulai meningkat dari minggu ke-6 kehamilan tetapi tidak sesuai dengan jumlah sel darah merah. Biasanya peningkatan volume plasma mencapai puncaknya pada minggu ke-24 kehamilan tetapi bisa juga meningkat terus hingga minggu ke-37 kehamilan. Pada puncaknya, volume plasma pada wanita

yang hamil adalah 40% lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang tidak hamil (Means Jr, 2009). Peredaran darah pada ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. b) Terjadinya hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro-plasenter. c) Pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang semakin meningkat. Akibat dari faktor tersebut, dijumpai beberapa perubahan sirkulasi darah yaitu: a) Volume darah Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi) dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu. Serum darah (volume darah) bertambah sebanyak 25-30% sedangkan sel darah merah hanya sekitar 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak pada umur kehamilan 16 minggu. Peningkatan dari volume plasma ini adalah untuk meringankan kerja jantung akibat curah jantung yang meningkat semasa kehamilan. b) Sel darah Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah merah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah 10.000/ml. Hemodilusi yang disertai anemia menyebabkan laju endap darah semakin tinggi dan mencapai 4 kali dari angka normal.

Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma sekitar 30-40%, peningkatan sel darah merah bertambah sebanyak 18-30% dan hemoglobin bertambah sebanyak 19%. Secara fisiologis, hemodilusi terjadi untuk membantu meringankan kerja jantung. Hemodilusi terjadi sejak usia kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr%, maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia fisiologis dan Hb ibu akan menurun menjadi 9,5-10,0 gr%. 2.1.2 Pertumbuhan Janin Normal Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi jaringan serta organ yang ditentukan oleh kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui plasenta, dan potensi pertumbuhan janin yang dikendalikan oleh genom (Cuningham dkk, 2005). Pertumbuhan janin dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang berurutan (Lin & Forgas, 1998). Fase awal hiperplasia terjadi selama 16 minggu pertama dan ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara cepat. Fase kedua, yang berlangsung sampai minggu ke-32, meliputi hiperplasia dan hipertropi sel. Setelah usia gestasi 32 minggu, pertumbuhan janin berlangsung melalui hipertrofi sel dan pada fase inilah di mana sebagian besar deposisi lemak dan glikogen terjadi. Laju pertumbuhan janin yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel ini adalah dari 5 g/hari pada usia 15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke-24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34 minggu (Cuningham dkk, 2005). Meskipun telah banyak faktor yang diduga terlibat pada proses pertumbuhan janin, mekanisme selular dan molekular yang sebenarnya untuk pertumbuhan janin yang abnormal tidak diketahui dengan jelas. Pada kehidupan awal janin, penentu utama pertumbuhan adalah genom janin tersebut, tetapi pada kehamilan lanjut, pengaruh lingkungan, gizi, dan hormonal menjadi semakin penting.

2.2 Hemoglobin Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Pada ibu hamil, terjadi penurunan kadar hemoglobin karena penambahan cairan tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel darah merah. Penurunan ini terjadi sejak usia kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu, sehingga menyebabkan ibu hamil itu mengalami anemia. Selain itu anemia pada kehamilan juga dapat disebabkan karena berkurangnya cadangan besi untuk kebutuhan janin. Hemoglobin ialah protein globular yang mengandung besi. Hemoglobin terbentuk dari 4 rantai polipeptida (rantai asam amino), terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Masing-masing rantai tersebut terdiri dari 141-146 asam amino. Struktur setiap rantai polipeptida yang tiga dimensi dibentuk dari delapan heliks bergantian dengan tujuh segmen non heliks. Setiap rantai mengandung grup prostetik yang dikenal sebagai heme, yang bertanggungjawab pada warna merah pada darah. Molekul heme mengandung cincin porphirin. Pada tengahnya, atom besi bivalen dikoordinasikan. Molekul heme ini dapat secara reversible dikombinasikan dengan satu molekul oksigen atau karbon dioksida. Disamping mengangkut oksigen dari paru ke jaringan perifer, fungsi hemoglobin juga adalah untuk memperlancar pengangkutan karbon dioksida (CO2) dari jaringan ke dalam paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Hemoglobin dapat langsung mengikat CO2 jika oksigen dilepaskan dan sekitar 15% CO2 yang dibawa di dalam darah diangkut langsung oleh molekul hemoglobin. C02 bereaksi dengan gugus α-amino terminal amino dari hemoglobin, membentuk karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan efek Bohr (Murray dkk, 2003). Kadar hemoglobin ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia disebabkan oleh kadar hemoglobin yang rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi

dan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami anemia atau tidak maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin. Salah satu cara cara yang dapat digunakan adalah pemeriksaan hemoglobin metode Sahli. Metode ini masih banyak digunakan di laboratorium dan merupakan metode yang paling sederhana. 2.3 Anemia Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count) (Bakta, 2009). Anemia pada kehamilan disebut Potential Danger to Mother and Child dan karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan. Pengaruh anemia dalam kehamilan diantaranya adalah dapat menyebabkan BBLR dan perdarahan. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah yang merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 2010). Anemia timbul secara perlahan-lahan. Pada awalnya gejala yang ada mungkin ringan atau tidak ada sama sekali. Saat bertambah berat dapat timbul gejala seperti rasa lelah, lemas, pusing, sakit kepala, kebas atau dingin pada telapak tangan atau kaki, kulit pucat, denyut jantung yang cepat atau tidak teratur, napas pendek, nyeri dada tidak optimal saat bekerja atau di sekolah dan rewel. Gejala-gejala ini dapat

muncul karena jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah yang berisi oksigen ke seluruh tubuh (Arisman, 2004 ; Fraser, 2009). Anemia pada kehamilan menurut World Health Organization (WHO, 1972) terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11,0 mg/dl (Basu, 2010). Sedangkan menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11,0 mg/dl dan kurang dari 10,5 mg/dl pada ibu hamil trimester 2 (Lee, 2004). Berdasarkan klasifikasi dari WHO, kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu : Hb 11,0 gr% tidak anemia (normal), Hb 10,0-10,9 gr% anemia ringan, Hb 7,0-9.9 gr% anemia sedang dan Hb < 7,0 gr% anemia berat. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 prevalensi anemia pada ibu hamil adalah sebesar 24,5%. Keadaan ini mengindikasikan bahwa anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamil. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah sebanyak 90 tablet selama kehamilannya (Kemenkes RI, 2011). Anemia dapat menyebabkan perdarahan pada ibu hamil sehingga menyebabkan angka kematian ibu meningkat. Berdasarkan data SDKI (2012), angka kematian ibu (AKI) di Indonesia meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dari 228 per 100.000 KH pada tahun 2007 (Kemenkes RI, 2012). 2.3.1 Klasifikasi Anemia Anemia pada ibu hamil bisa disebabkan karena kurangnya elemen untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12, tetapi yang paling sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rukiyah, 2010). Wanita yang hamil sering mempunyai simpanan zat besi yang kurang untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin semasa kehamilan. Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup besi untuk menghasilkan

jumlah hemoglobin yang cukup. Hemoglobin merupakan sejenis protein yang berada dalam eritrosit dan berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Pada penderita anemia defisiensi besi, eritrosit tidak dapat menjalankan fungsinya untuk membawa oksigen yang adekuat ke seluruh jaringan tubuh. Kekurangan zat besi merupakan penyebab paling umum yang menyebabkan anemia pada kehamilan dan diketahui merupakan penyebab anemia non fisiologis yang paling sering selama kehamilan. Prevalensi defisiensi zat besi berkisar antara 16%-55% pada wanita hamil selama trimester ketiga kehamilan. De Gruchy (1976) menyatakan bahawa sebab utama anemia kekurangan zat besi adalah pengambilan zat besi yang kurang adekuat dari makanan untuk memenuhi kebutuhan yang terus menerus meningkat pada masa pertumbuhan janin. Keadaan ini bertambah buruk apabila cadangan zat besi pada masa antenatal berkurang. Defisiensi zat besi paling sering dijumpai pada kehamilan dan diketahui merupakan penyebab anemia non fisiologis yang paling sering selama kehamilan. Prevalensi defisiensi zat besi berkisar antara 16%-55% pada wanita hamil selama trimester ketiga kehamilan. Hal ini sebagian menunjukkan penggunaan zat besi oleh fetus, sebagian lagi mencerminkan defisiensi zat besi yang telah ada sebelumnya ( Means Jr, 2009). Selama kehamilan kebutuhan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Peningkatan sel darah merah yang terjadi saat kehamilan membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32 minggu. Janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum kehamilan tidak adekuat, maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami kekurangan zat besi (Riswan, 2003).

Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1) Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak perdarahan kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, investasi parasit, dan proses keganasan; (2) Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat; (3) Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2009). Anemia megaloblastik pada kehamilan merupakan anemia akibat dari defisiensi asam folat. Anemia megaloblastik selama kehamilan sering terjadi pada trimester ketiga atau segera setelah melahirkan. Pada anemia megaloblastik, dijumpai peningkatan MCV dengan makrosit berbentuk oval dan granulosit yang hipersegmentasi. Kebutuhan asam folat meningkat selama kehamilan dan diet dari kebanyakan wanita hamil tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan asam folat yang meningkat. Prevalensi wanita hamil yang mengalami defisiensi asam folat berkisar antara 1%-50%. Tidak semua pasien yang konsentrasi folat serum rendah mengalami anemia megaloblastik. Pada pasien yang mengalami, biasanya konsentrasi folat adalah rendah pada waktu awal kehamilan ( Means Jr, 2009). Anemia defisiensi asam folat (sejenis vitamin B) di mana tubuh membutuhkan asam folat untuk menghasilkan sel-sel baru termasuk sel-sel darah merah yang sehat. Selama kehamilan, wanita memerlukan suplai tambahan asam folat. Kebutuhan asam folat yang tidak terpenuhi akan menyebabkan tubuh tidak dapat membuat sel darah merah yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Kekurangan asam folat dapat langsung berkontribusi terhadap beberapa jenis kejadian cacat lahir seperti neural tube (spina bifida) dan berat lahir rendah. Kekurangan vitamin B12 juga dapat menyebabkan anemia. Tubuh memerlukan vitamin B12 untuk membentuk sel-sel darah merah yang sehat. Wanita yang tidak mengkonsumsi daging, produk susu dan telur sebelum dan selama dia hamil

memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita anemia akibat kekurangan vitamin B12 yang akhirnya akan menyababkan cacat lahir dan juga menyebabkan persalinan prematur. 2.3.2 Penatalaksanaan Anemia a) Diet kaya zat besi dan nutrisi yang adekuat Penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena diet yang buruk. Perbaikan pola makan dan kebiasaan makan yang sehat dan baik selama kehamilan akan membantu ibu untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sehingga dapat mencegah dan mengurangi kondisi anemia (Madiun,2009). Diet yang dianjurkan pada pasien yang anemia adalah diet yang kaya dengan zat besi. Pada dasarnya zat besi dari makanan didapat dalam dua bentuk yaitu zat besi heme (yang didapati pada hati, daging, ikan) dan zat besi non heme (yang didapati pada padi-padian, buncis, kacang polong yang dikeringkan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau seperti bayam, daun ubi dan kangkung). Zat besi heme menyumbangkan hanya sejumlah kecil zat besi (sekitar 10-15%). Namun demikian zat besi heme diserap dengan baik dimana 10-35% yang di makan akan masuk kedalam aliran darah. Zat besi non heme atau zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan merupakan bagian terbesar yang dikonsumsi sehari-hari, namun tidak diserap dengan baik yaitu hanya sekitar 2-8% (Tan, 1996). Makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti teh dan kopi sebaiknya dihindari. Sedangkan makanan yang mengandung vitamin C seperti buah-buahan sebaiknya diberikan untuk membantu peningkatan penyerapan zat besi (Riswan, 2003).

b) Pemberian zat besi oral Preparat zat besi oral yang biasa diberikan pada ibu hamil adalah fero sulfat, glukonat dan fumarat. Prinsip pemberian terapi zat besi oral ini tidak hanya untuk mencapai nilai hemoglobin yang normal tetapi juga memperbaiki cadangan besi didalam tubuh. Sebelum dilakukan pengobatan harus dilakukan pengiraan terlebih dahulu jumlah zat besi yang dibutuhkan. Pemberian zat besi oral ini juga memberikan efek samping berupa konstipasi, berak hitam, mual dan muntah (Riswan, 2003). c) Pemberian zat besi par-enteral Metode sederhana 250 mg besi elemental sebanding dengan 1 gram Hb. Pemberian zat besi secara parenteral jarang dilakukan karena mempunyai efek samping yang banyak seperti nyeri, inflamasi, phlebitis, demam, atralgia, hipotensi, dan reaksi anafilaktik. Indikasi dari pemberian secara parenteral adalah anemia defisiensi besi berat, mempunyai efek samping pada pemberian oral atau mengalami gangguan absorbsi. Pemberiannya dapat diberikan secara intramuskular maupun secara intravena ( Riswan,2003). Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah yang membutuhkan 300-400 mg zat besi dan apabila mencapai puncak pada usia kehamilan 32 minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum kehamilan berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami kekurangan zat besi (Riswan, 2003).

2.4 Berat Badan Bayi baru lahir normal adalah bayi lahir dari kehamilan yang aterm (37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram (Saifuddin, 2002). Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu sampai dengan 42 minggu (259-293 hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (Sylviati, 2008). Manakala klasifikasi menurut berat lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat lahir < 2500 gram, bayi berat lahir normal dengan berat lahir 2500-4000 gram dan bayi berat lahir lebih dengan berat badan > 4000 gram (Sylviati, 2008). Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung 37-41 minggu masa gestasi. Berat bayi lahir yang normal rata-rata adalah antara 3000-4000 gram dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gram dikatakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Menurut Prawirohardjo (2008), BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini diakatakan prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan. Penelitian oleh Gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga berat bayi lahir rendah adalah bayi aterm (Kosim dkk, 2008). Terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun umur cukup atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2010). Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi

di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah (WHO, 2004). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian. Bayi dengan berat lahir rendah dapat dikelompokkan dalam kelompok beresiko tinggi karena bayi berat lahir rendah mempunyai angka kematian yang tinggi. BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1) Bayi kurang bulan ( Prematur Murni ) Bayi yang dilahirkan dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu, dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. 2) Bayi kecil masa kehamilan (KMK) Bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari presentil 10 kurva pertumbuhan janin. Sedangkan bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram disebut bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR). Berdasarkan pengertian oleh WHO maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan: 1) Prematuritas murni Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK).

2) Dismaturitas. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Dismaturitas dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismaturitas ini dapat juga diklasifikasikan sebagai Neonatus Kurang Bulan-Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-KMK), Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NCB-KMK) dan Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK) (Otawa Collision for the Prevention of Low Birth Weight, 2007). 2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir antaranya ialah : 1) Usia Ibu hamil Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur 16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi lahir ringan (Poedji Rochjati, 2003) 2) Jarak kehamilan/kelahiran Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya.

3) Paritas Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun melintang. 4) Kadar hemoglobin (Hb) Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Menurut Sarwono (2007), seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008) menunjukkan bahwa 24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan meningkatkan risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI, 2008). Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin. 5) Status gizi Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam selular tubuh (Supariasa, 2002).

6) Pemeriksaan kehamilan Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes RI, 2008).