BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI INTENSI PERILAKU MELAWAN ARAH ARUS JALAN RAYA DI JATINANGOR PADA PENGENDARA OJEK SEPEDA MOTOR DI JATINANGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

STUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini manusia dituntut untuk bisa berpindah-pindah tempat dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

Studi Mengengenai Intensi dan Determinan Intensi Perilaku Berkendara Pada Anak dan Remaja di Kecamatan Coblong Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan merokok sudah dimulai sejak jaman nenek moyang dan

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

THEORY OF REASONED ACTION

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam mendapatkan makanan seperti munculnya makanan cepat saji.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diatasi. Masalah yang banyak terjadi didalam organisasi diantaranya

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penggemar sepeda motor gede (moge) jumlahnya semakin bertambah dengan seiringnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013 Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Alat Ukur Planned Behavior

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

KUESIONER. Identitas Responden

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan dalam berlalu lintas menjadi hal yang karena menyangkut

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Rizka Fitriana Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

BAB I PENDAHULUAN. masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Transisi ke masa

EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN HELM SNI TERHADAP TINGKAT KETAATAN MASYARAKAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT PENGENDALI SOSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PENGARUH SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL TERHADAP INTENSI MENGGUNAKAN `TRANSJAKARTA UNTUK PERGI KE TEMPAT KERJA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun WP Terdaftar WP yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk yang cukup memprihatinkan. Sejak tahun 1992 hingga 2009, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di beberapa bidang, beberapa diantaranya yaitu bidang teknologi dan transportasi. Dengan adanya alat transportasi, manusia mampu bepergian dari satu tempat ke tempat lain dengan lebih cepat dan menghemat tenaga. Pada saat ini banyak alat transportasi yang digunakan oleh manusia antara lain sepeda, motor, mobil, kereta, pesawat, dan kapal. Di Indonesia alat transportasi juga semakin berkembang, salah satunya adalah mobil, mobil di Indonesia termasuk alat transportasi yang populer. Indonesia adalah negara dengan penjualan mobil tertinggi di dunia pada tahun 2005 dengan penjualan yang selalu meningkat per tahunnya. Menurut Bambang Trisulo, Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pertumbuhan penjualan mobil di Indonesia mencapai 36,6% pertahunnya. (tempointeraktif.com). Dalam perkembangannya teknologi sangatlah berperan untuk membuat mobil yang baik. Mobil yang baik adalah mobil yang dapat membantu pengendara menghindari terjadinya kecelakaan dan juga dapat melindungi pengendara dan penumpang sewaktu kecelakaan terjadi (astraworld.com). Untuk dapat membantu pengendara menghindari terjadinya kecelakaan, mobil dilengkapi dengan perangkat keamanan. Perangkat keamanan mobil yaitu kerangka mobil yang 1

2 diperkuat, sabuk pengaman pada setiap kursi, kantong udara (airbag), pelindung kepala (head restrain), dan besi pelindung di tiap pintu (side beam). Dari berbagai kecelakaan yang terjadi di berbagai negara, tampak jelas bahwa di samping kerangka mobil yang diperkuat, sabuk pengamanlah yang merupakan perangkat keamanan yang paling penting dalam melindungi pengendara dan penumpang sewaktu kecelakaan terjadi (astraworld.com). Di Indonesia sendiri pihak Pemerintah telah membuat peraturan perundangan yang mewajibkan masyarakat untuk menggunakan pengaman ketika mengendarai mobil. Hal ini dapat dilihat dari Undang-Undang yang ditetapkan mengenai kewajiban dalam menggunakan seat belt bagi pengemudi mobil (Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, pasal 23 bab VII Lalulintas). Pada Undang-Undang yang sama Pemerintah menetapkan sanksi yang tegas bagi para pengemudi mobil maupun penumpang yang melanggar peraturan tersebut berupa pidana kurungan paling lama satu bulan dan denda setinggi-tingginya satu juta rupiah (Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, bab XIII pasal 61 ketentuan pidana). Meskipun demikian, masih banyak penulis temukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia yang mengendarai mobil tanpa menggunakan seat belt dengan benar, walaupun mereka menyadari pentingnya penggunaan seat belt bagi keselamatan diri saat mengendarai mobil, serta resiko denda yang akan mereka terima dari pemerintah bila mereka tidak menggunakan seat belt saat mengendarai mobil. Sebagai contoh, banyaknya pelanggaran mengenai

3 penggunaan sabuk pengaman, Polda Metro Jaya telah menindak sekitar 235 pengendara yang tidak menggunakan sabuk pengaman (seat belt) di wilayah Polda Metro Jaya, termasuk Bogor, Depok, Bekasi (tempointeraktif.com). Di Bandung sendiri pelanggaran mengenai penggunaan sabuk pengaman kurang lebih 400 pelanggaran (Tahun 2007, data Lantas Bandung). Mahasiswa merupakan golongan masyarakat intelektual yang banyak menggunakan sarana transportasi, mobil adalah salah satunya. Para mahasiswa diharapkan mampu untuk berpikir secara rasional dan dewasa, termasuk di dalamnya adalah kesadaran akan keselamatan dalam menggunakan seat belt saat mengendarai mobil. Namun banyak diantara mereka mengabaikan keselamatan dirinya dengan tidak menggunakan seat belt saat mengendarai mobil, baik pengemudi maupun penumpangnya di jalan raya. Berdasarkan hasil survey dan observasi yang dilakukan di tempat parkir Universitas X selama satu minggu, dalam keseharian dapat disaksikan banyaknya fenomena-fenomena dimana para mahasiswa menggunakan seat belt agar terhindar dari tilang oleh polisi, bukan demi keselamatan mereka sendiri. Hal ini dapat diketahui dari cara mereka menggunakan seat belt yang tidak benar, yaitu tidak memasukkan gesper seat belt ke tempatnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan teori planned behavior yang diperkenalkan oleh Icek Ajzen sebagai landasan analisis. Menurut teori planned behavior terdapat tiga determinan yang mempengaruhi besarnya keputusan secara sadar (intention) seseorang dalam menampilkan suatu perilaku. Determinan pertama adalah attitude toward behavior yang merupakan sikap

4 seorang mengenai favourable atau unfavourable perilaku yang akan ditampilkan berdasarkan evaluasinya. Determinan kedua adalah subjective norm adalah persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan baginya (important others) untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku dan kesediaan individu untuk mematuhi orang-orang tersebut tersebut. Determinan ketiga adalah perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemampuan mereka untuk menampilkan suatu perilaku berdasarkan faktor-faktor yang mendukung maupun yang menghambat. Ketiga determinan tersebut saling berkorelasi dan mempengaruhi kualitas perilaku yang akan ditampilkan, dimana semakin kuat intention seseorang dalam menampilkan perilaku akan semakin besar kemungkinan munculnya perilaku tersebut, sedangkan semakin lemah intention seseorang dalam menampilkan perilaku akan semakin kecil kemungkinan munculnya perilaku tersebut (Icek Ajzen, 1991). Mahasiswa Universitas X Bandung merupakan salah satu golongan masyarakat yang banyak menggunakan mobil sebagai sarana transportasi. Melalui data yang didapat dari Biro Perencanaan Sistem Informasi Universitas X Bandung, di dapatkan data dalam sehari terdapat setidaknya 200 mahasiswa yang menggunakan mobil pribadi sebagai sarana transportasi. Melalui survey awal, wawancara dan observasi kepada 10 mahasiswa Universitas X Bandung didapat data sekitar 50% mahasiswa memiliki sikap bahwa penggunaan seat belt saat mengendarai mobil merupakan sesuatu yang menguntungkan mereka karena jika di jalan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan

5 seperti kecelakaan maka mereka akan terlindungi dengan menggunakan seat belt (attitude toward the behavior). Mereka meyakini bahwa dengan menggunakan seat belt akan membantu menjaga keselamatan dan terhindar dari tilang (favorable). Sehingga niat mereka untuk memakai seat belt semakin kuat (intention). Selain itu terdapat 50% mahasiswa yang memiliki sikap bahwa penggunaan seat belt saat mengendarai mobil merupakan sesuatu yang mengganggu bagi mereka, karena mereka merasa dengan menggunakan seat belt akan mengganggu ruang gerak ketika mengendarai mobil (attitude toward the behavior). Mereka cenderung meyakini bahwa penggunaan seat belt belum tentu sepenuhnya menjaga keselamatan, selain itu menggunakan seat belt mengganggu kenyamanan saat mengendarai mobil (unfavorable). sehingga niat untuk menggunakan seat belt ketika mengendarai mobil akan semakin lemah (intention) Sebanyak 50% mahasiswa menyatakan bahwa terdapat orang-orang yang signifikan bagi diri mereka yang menuntutnya untuk selalu menggunakan seat belt saat mengendarai mobil demi keselamatan mereka (subjective norm). Selebihnya 50% mahasiswa menyatakan bahwa orang-orang yang signifikan bagi diri mereka tidak menuntutnya untuk selalu menggunakan seat belt saat mengendarai mobil demi keselamatan mereka (subjective norm). Dari survey awal di dapat bahwa orang-orang yang signifikan bagi diri mahasiswa berkaitan dengan tuntutan penggunaan seat belt umumnya adalah keluarga, teman dekat, serta pacar. Dari survey awal diperoleh data bahwa 70% mahasiswa merasa penggunaan seat belt saat mengendarai mobil merupakan sesuatu yang sering digunakan (perceived behavioral control). Terdapat 30% mahasiswa yang merasa

6 penggunaan seat belt saat mengendarai mobil merupakan sesuatu yang tidak sering digunakan (perceived behavioral control). Secara umum hal-hal yang mempengaruhi kemudahan dalam munculnya perilaku penggunaan seat belt berupa : ketersediaan seat belt saat digunakan, kondisi seat belt, ada tidaknya patroli polisi, kecepatan yang digunakan saat mengendarai mobil, serta kenyamanan saat menggunakan seat belt. Berdasarkan survey awal kepada 10 orang mahasiswa Universitas X Bandung, didapatkan data sebanyak 50% mahasiswa tidak selalu menggunakan seat belt saat mengendarai mobil, hal tersebut memungkinkan terdapat kecenderungan para mahasiswa memiliki intention yang lemah dalam menggunakan seat belt. Di lain pihak terdapat 50% mahasiswa yang selalu menggunakan seat belt saat mengendarai mobil, yang mengindikasikan kecenderungan intention yang kuat untuk menggunakan seat belt. Berdasarkan usulan yang telah dibahas sebagian diatas, peneliti menemukan bahwa terdapat faktor-faktor pertimbangan yang mempengaruhi mahasiswa dalam menggunakan seat belt saat mengendarai mobil. Berdasarkan hal tersebut serta masih kurangnya penelitian ilmiah di bidang perilaku pengemudi mobil, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian kontribusi mengenai determinan-determinan intention terhadap intention untuk menggunakan seat belt dengan benar pada mahasiswa yang mengendarai mobil di Universitas X Bandung.

7 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan diidentifikasi pada penelitian ini adalah : Bagaimana kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil pada mahasiswa di Universitas X Bandung. 1.3. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil pada mahasiswa di Universitas X Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang utuh dan lebih rinci mengenai derajat intention, kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention, dan hubungan antar determinan-determinan intention pada penggunaan seat belt dengan benar mahasiswa yang mengendarai mobil di Universitas X Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Ilmiah Memberikan sumbangan informasi dan ide mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention, dan hubungan antar determinan-determinan intention pada penggunaan seat belt dengan benar

8 mahasiswa yang mengendarai mobil kepada peneliti-peneliti lain khususnya dalam bidang psikologi yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai gambaran kontribusi intention dan determinan-determinannya. Untuk menambah informasi dalam bidang ilmu psikologi sosial-kognitif mengenai gambaran intention dan determinan-determinannya dari teori planned behavior. 1.4.2. Kegunaan Praktis Memberi informasi kepada Mahasiswa Universitas X mengenai intention dan determinan-determinannya agar lebih memperhatikan dalam menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Memberi informasi kepada orang tua mengenai intention dan determinandeterminannya agar lebih memperhatikan anaknya (mahasiswa) dalam menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Memberikan informasi kepada pihak kepolisian mengenai intention dan determinan-determinannya untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil, memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggar, memberikan pengarahan pengendara mobil untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil demi keselamatan.

9 1.5. Kerangka Pemikiran Dalam masyarakat terdapat hal penting yang menyertai dalam kebutuhan transportasi, yaitu keamanan dan kenyamanan dalam mencapai tujuan saat menggunakan alat transportasi tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan agar aman dan nyaman sampai di tujuan pada saat menggunakan kendaraan transportasi yaitu menggunakan peralatan yang mendukung keselamatan dan sesuai dengan jenis kendaraan yang digunakan oleh pengemudi. Diantara semua peralatan yang mendukung keselamatan tersebut, seat belt merupakan alat standar yang wajib digunakan oleh pengemudi mobil karena seat belt merupakan perangkat keamanan pasif yang paling penting dalam melindungi pengemudi dan penumpang saat terjadi kecelakaan, sedangkan kantong udara dan pelindung kepala hanya merupakan pelindung tambahan. Selain itu Pemerintah juga berusaha mendukung keselamatan para pengguna kendaraan bermotor khususnya bagi pengguna mobil yaitu dengan cara mewajibkan para pengemudi mobil untuk menggunakan seat belt seperti yang tercantum pada UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan uraian tersebut pengemudi mobil diwajibkan untuk menggunakan seat belt demi menjaga keselamatan saat menggunakan kendaraan tersebut. Mahasiswa Universitas X sebagai salah satu golongan masyarakat yang menggunakan mobil sebagai alat transportasi dalam memenuhi kegiatan sehariharinya. Bila dilihat dari usia mahasiswa yang rata-rata berusia lebih dari 19 tahun dapat dikatakan telah mencapai tahap perkembangan masa dewasa awal dan berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, telah mencapai taraf kognitif

10 formal operational yang telah mampu berpikir abstrak hipotetik (Santrock, 2003). Tahap kognitif yang demikian mahasiswa seharusnya mampu memperkirakan kemungkinan yang dapat terjadi saat mengendarai mobil dengan menggunakan seat belt dengan benar, tanpa harus mengalaminya dulu secara langsung. Hal tersebut kemudian akan membentuk keputusan mahasiswa secara sadar (intention) untuk menggunakan seat belt dengan benar sebagai respon terhadap kemungkinan yang diyakininya. Menurut Icek Ajzen (2005) individu berperilaku berdasarkan akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari perilaku tersebut. Determinan yang paling penting dari dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku adalah intention yaitu suatu keputusan (niat) untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Intention dipengaruhi oleh tiga determinan dasar, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control. Ketiga determinan tersebut terbentuk dari sejumlah beliefs yang berbeda-beda yang dimiliki oleh seseorang. Determinan yang pertama yaitu attitude toward the behavior adalah sikap favourable atau unfavourable terhadap menampilkan suatu perilaku yang dihasilkan dari evaluasi positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Dalam penelitian ini jika mahasiswa Universitas X berkeyakinan bahwa melalui evaluasinya, penggunaan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil memberikan suatu keuntungan bagi penggunanya, maka mahasiswa Universitas X akan terbentuk kecenderungan untuk menggunakan seat belt karena menggunakan seat belt merupakan suatu yang menguntungkan (favorable).

11 Namun jika mahasiswa Universitas X berdasarkan evaluasinya berkeyakinan sebaliknya maka akan terbentuk kecenderungan dalam diri mahasiswa untuk tidak menggunakan seat belt karena menilai penggunaan seat belt merupakan sesuatu yang cenderung merugikan (unfavorable). Attitude toward the behavior terbentuk dari sejumlah keyakinan yang dimiliki mahasiswa yaitu keyakinan mengenai konsekuensi dari penggunaan seat belt yang benar. Mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa penggunaan seat belt yang benar ketika mengendarai mobil akan menghasilkan konsekuensi yang sebagian besar positif memiliki sikap yang favourable terhadap penggunaan seat belt dengan benar dan begitu juga sebaliknya mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa penggunaan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil akan menghasilkan konsekuensi yang sebagian besar negatif memiliki sikap yang unfavourable terhadap penggunaan seat belt yang benar. Banyaknya informasi mengenai seat belt yang dimiliki oleh mahasiswa Universitas X Bandung mempengaruhi sikap mahasiswa untuk menjadi semakin ingin menggunakan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil. Begitu pula sebaliknya, apabila informasi yang dimiliki mahasiswa Universitas X Bandung sedikit, maka sikap mahasiswa menjadi kurang tertarik untuk menggunakan seat belt. Determinan kedua yaitu subjective norms adalah persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan untuk menggunakan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil dan kesediaan untuk mematuhi orangorang tersebut. Tuntutan yang dipersepsi mahasiswa ini dapat berasal dari nasihat

12 atau teguran dari orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya untuk selalu menggunakan seat belt ketika mengendarai mobil. Jika mahasiswa mempersepsi bahwa orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya menuntut untuk menggunakan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil dan mahasiswa bersedia untuk mengikuti orang-orang tersebut, maka persepsi mahasiswa akan tuntutan dari orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya akan mempengaruhi intention untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil menjadi kuat. Jika mahasiswa mempersepsi bahwa orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya tidak menuntutnya untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil dan mahasiswa bersedia untuk mengikuti hal tersebut, maka persepsi tersebut akan mempengaruhi intention untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil menjadi lemah. Subjective norms terbentuk dari sejumlah keyakinan yang dimiliki mahasiswa bahwa orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya menuntut atau tidak menuntut mahasiswa untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa orang tua, teman dan pacar mereka menuntut mereka menggunakan seat belt yang benar akan mempersepsi bahwa orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya menuntut mereka untuk menggunakan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil dan mereka memiliki kesediaan untuk mengikuti orang-orang tersebut, begitu juga sebaliknya mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya tidak menuntut mereka menggunakan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil, akan

13 mempersepsi bahwa orang tua, saudara, polisi, teman dan lainnya tidak menuntut mereka untuk menggunakan seat belt dengan benar ketika mengendarai mobil, dan mereka memiliki kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut. Determinan ketiga yaitu perceived behavioral control adalah persepsi mahasiswa mengenai kemampuan mereka untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Perceived behavioral control didasarkan oleh keyakinan mengenai ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat dalam menampilkan suatu perilaku. Jika mahasiswa mempersepsi bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil terdapat beberapa faktor yang membuat mereka menggunakan seat belt dengan benar seperti, faktor keselamatan dijalan jika terjadi kecelakaan dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Dilihat dari hal tersebut maka mereka akan mempersepsi bahwa menggunakan seat belt dengan benar adalah hal yang mudah untuk dilakukan, persepsi ini akan mempengaruhi intention untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil menjadi kuat. Jika mahasiswa mempersepsi bahwa tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil maka mereka akan mempersepsi bahwa menggunakan seat belt dengan benar adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Persepsi mahasiswa ini akan mempengaruhi intention untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil menjadi lemah.

14 Perceived behavioral control terbentuk dari sejumlah keyakinan mengenai ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa mereka memiliki faktor-faktor yang mendukung untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil akan mempersepsi bahwa mereka akan memiliki kemampuan untuk menggunakan seat belt dengan benar. Mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa mereka tidak memiliki faktor-faktor yang mendukung untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil akan mempersepsi bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Hubungan antara attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control sifatnya saling berkaitan dan berpengaruh terhadap kualitas bobot tiap determinan tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas intention yang merupakan indikasi keputusan secara sadar seseorang untuk berusaha menampilkan suatu perilaku. Interaksi antara ketiga determinan tersebut akan mempengaruhi kuat atau lemahnya intention seseorang. Apabila mahasiswa Universitas X yang mengendarai mobil cenderung bersikap bahwa menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil merupakan sesuatu yang menguntungkan, mempersepsi bahwa tuntutan dari orang-orang yang signifikan (misalnya: keluarga, teman dekat dan pacar) untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil, serta mempersepsi bahwa ia mampu untuk menggunakan seat belt dengan benar mempertimbangkan faktor-faktor yang menghambat atau yang mendukung dalam menggunakan seat

15 belt dengan benar saat mengendarai mobil, maka keputusan mahasiswa Universitas X dalam berusaha menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil akan semakin kuat. Jika sebaliknya maka keputusan mahasiswa dalam berusaha menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil akan semakin lemah. Berbeda halnya bila terdapat variasi bobot pada determinan attitude toward behavior, subjective norm, perceived behavioral control (dimana bobot tidak seluruhnya mendukung atau menghambat intention perilaku penggunaan seat belt). Berdasarkan teori planned behavior, walaupun dua dari tiga determinan mendukung terhadap intention mahasiswa Universitas X dalam menggunakan seat belt dengan benar, namun belum tentu keputusan mahasiswa dalam berusaha menggunakan seat belt dengan benar akan semakin kuat. Hal ini disebabkan keputusan mahasiswa dalam berusaha menggunakan seat belt dengan benar bukan ditentukan berdasarkan berapa banyak determinan yang mendukung terhadap keputusan (intention) penggunaan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil, melainkan seberapa besar pengaruh masing-masing determinan (baik yang mendukung maupun tidak) dalam mempengaruhi keputusan (intention) mahasiswa untuk berusaha menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Sehingga terdapat kemungkinan, meskipun dua determinan yang yang berpengaruh terhadap keputusan (intention) mahasiswa yang mengendarai mobil dalam menggunakan seat belt dengan benar tersebut mendukung, namun keputusan mahasiswa dalam berusaha menggunakan seat belt dengan benar yang terbentuk justru rendah. Hal ini dapat terjadi jika determinan yang tersisa tidak

16 mendukung, ternyata memiliki bobot yang paling berpengaruh bagi keputusan (intention) mahasiswa dalan usaha menggunakan seat belt dengan benar, dan jika determinan-determinan tersebut berpengaruh terhadap intention mahasiswa, maka terdapat kemungkinan keputusan mahasiswa untuk menggunakan seat belt dengan benar yang terbentuk dalam dirinya tinggi. Korelasi dan kontribusi dari ketiga determinan tersebut pada akhirnya akan ikut mempengaruhi kuat atau lemahnya intention mahasiswa untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil.

17 Gambar 1.5 Skema Kerangka Pikir Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Informasi - Pengalaman - Suasana hati - Fasilitas - Figur signifikan paling mendukung Attitude toward the behavior Mahasiswa Universitas X Bandung Subjective norms Intention Menggunakan Seat Belt dengan benar Perceived behavioral control Menggunakan Seat Belt dengan benar

18 1.6. Asumsi Penelitian Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu : 1. Mahasiswa memiliki intention yang berbeda-beda untuk menggunakan seat belt dengan benar. 2. Kuat atau lemahnya intention mahasiswa untuk menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil dipengaruhi oleh attitude toward the behavior, subjective norm dan perceived behavioral control yang bervariasi. 3. Attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control saling berkorelasi. 1.7 Hipotesis Hipotesis 1 Ada pengaruh yang signifikan antara attitude toward the behavior dan intention mahasiswa yang menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Hipotesis 2 Ada pengaruh yang signifikan antara subjective norm dan intention mahasiswa yang menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil. Hipotesis 3 Ada pengaruh yang signifikan antara perceived behavior control dan intention mahasiswa yang menggunakan seat belt dengan benar saat mengendarai mobil.