BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm 104.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini.

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan orang-orang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. sifat konstruktif dalam hidup manusia. Karena itulah kita dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Pada hakikatnya pendidikan adalah sarana untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

BAB I PENDAHULUAN. Peserta didik merupakan masa depan bangsa. Jika peserta didik di didik

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa tersebut. UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. manusia, supaya anak didik menjadi manusia yang berkualitas, profesional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu. menghadapi segala perubahan dan permasalahan pada kemajuan jaman yang

BAB I PENDAHULUAN. serta prinsip-prinsip, sehingga membantu memiliki makna bagi subjek didik.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dan perkembangan suatu negara. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Pendidikan berfungsi

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang dewasa (pendidik) kepada orang yang belum dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan Oleh: WAHYUSIH WARDANI A

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. keterampilan-keterampilan pada siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan keterampilan. Menurut Suharjo (2006: 1), pendidikan memainkan peranan. emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketrampilan, penanaman nilai-nilai yang baik, serta sikap yang layak dan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dikatakan berjalan baik apabila mampu berperan secara proporsif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang.

pendidikan hal ini terkandung dalam Undang-Undang SISDIKNAS BAB II nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan manusia sempurna melalui pendidikan, di dalam pendidikan berlaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PEDAHULUAN. pendidikan nasional di Indonesia menyatakan bahwa: Pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran atau melanjutkan

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Prasyaratan Guna Mencapai Drajat Sarjana S-1. Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi siswa di mana pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikian pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dilakukuan oleh. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha pendidik untuk memimpin anak didik secara umum guna mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani maupun rohani. 1 Menurut konsep Islam sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Fadhil al-djamali bahwa Pendidikan adalah proses yang mengarahkan manusia kepada derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar). 2 Jadi yang dimaksud dengan pendidikan yaitu proses transfer ilmu dari seorang pendidik kepada peserta didik yang awalnya tidak tahu menjadi tahu dan yang awalnya tidak bisa menjadi bisa. Pendidikan sangatlah diperlukan komponen kegiatan belajar mengajar yang baik. Diantara komponen tersebut adalah pendidik dan peserta didik. Didalam Proses Belajar Mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedangkan pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Selain komponen pendidik dan peserta didik, juga diperlukan adanya model, strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran yang berkualitas. Adanya komponen-komponen tersebut maka akan mengarahkan terwujudnya tujuan pendidikan nasional dan dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam meningkatkan prestasi belajarnya, termasuk dalam kualitas dan potensi pola pemikirannya serta relevansinya dengan perubahan sikap, tingkah laku, dan perbuatannya. 1 Sardiman, A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Grafindo Persada Jakarta, Cet VIII, 2001, hlm. 139. 2 M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17. 1

2 Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 3 Tujuan dari pendidikan yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT dan menjadi warga negara demokratis yang bertanggung jawab. Membangun manusia yang cerdas harus bersamaan dengan memantapkan keimanan dan ketakwaan agar kecerdasan manusia tetap dalam sikap ketundukan dan kepangkuan akan keberadaan Tuhan. Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan juga harus disertai dengan penanaman budi pekerti luhur agar manusia yang berpengetahuan tetap bersikap tawadhu (rendah hati) sehingga terjadi keseimbangan antara kesehatan jasmani dan rohani. 4 Jadi, dalam membentuk kecerdasan peserta didik harus diimbangi dengan penanaman budi pekerti luhur agar kelak menjadi manusia berpengetahuan yang rendah hati. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan oleh Bapak Kusno selaku guru pengampu mata pelajaran akidah akhlak di MTs N 2 Kudus bahwa disamping melakukan proses transfer pendidikan beliau juga mengajarkan agar selalu tunduk akan keberadaan Tuhan dengan bersikap tawadhu kepada setiap orang. Beliau juga mengatakan bahwa untuk mengajarkan hal tersebut kepada peserta didik beliau menerapkan jurisprudential inquiry model dengan metode berdiskusi, beliau bukan hanya mengajarkan metode berdiskusi tetapi lebih mengajarkan bagaimana menanamkan budi pekerti yang luhur dengan menghargai pendapat orang lain. 5 Jadi dalam penerapan jurisprudential inquiry 3 M. Saekhan Muchith, Pendidikan Tanpa Kenyataan, UNNES Press, Semarang, 2008, hlm. 10. 4 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 68. 5 Hasil wawancara oleh Kusno, S. Pd. I selaku Guru Pengampu Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. N 2 Kudus, pada tanggal 27 Agustus 2016 jam 10:00 WIB di Ruang Tata Usaha.

3 model ini guru menggunakan metode diskusi, peserta didik diajarkan bagaimana cara berdiskusi yang baik disamping proses belajar mengajar. Membentuk manusia yang cerdas dan bertawadhu tidak semudah yang dibayangkan. Guru juga harus dapat menyeimbangkan antara materi ajar, mata pelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Kusno bahwa dalam membentuk manusia yang cerdas beliau memilih jurisprudential inquiry model, model ini juga bisa membentuk manusia yang cerdas dan bertawadhu karena model ini bertujuan mengajari peserta didik untuk menganalisis dan berfikir secara sistematis dan kritis terhadap isu-isu yang sedang hangat di masyarakat. Ketrampilan berpikir ini memungkinkan seorang individu untuk mampu menghadapi situasi-situasi sulit atau persoalan-persoalan yang menghadang dan mencari pemecahan masalahnya. Mengajarkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi semacam ini akan membantu peserta didik menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, dan mampu membuat keputusan secara mandiri. Dan tentu saja berpikir kritis ini menjadi salah satu ketrampilan penting seorang pemimpin. 6 Jadi, kemampuan berpikir kritis dirasa mampu untuk membentuk peserta didik menjadi seseorang yang mandiri, tangguh, dan membuat keputusan secara mandiri. Di samping itu, dunia pendidikan juga memerlukan berbagai inovasi. Hal ini penting dilakukan untuk kemajuan kualitas pendidikan yang tidak hanya menekankan pada teori, tetapi juga harus bisa diarahkan pada hal yang bersifat praktis. Diakui atau tidak, banyak yang merasa bahwa sistem pendidikan, terutama proses belajar mengajar, terasa sangat membosankan. Maka dari itu, kita membutuhkan inovasi pembelajaran agar para peserta didik menjadi bersemangat, mempunyai motivasi untuk belajar, dan antusias menyambut pelajaran di sekolah. Jika mereka senang saat memasuki kelas maka mereka pasti akan mudah mengikuti mata pelajaran. 6 Benedictus Widi Nugroho, Yogyakarta, 2013, hlm. 170 Mendidik dengan Jernih Hati dan Terang, Kanisius,

4 Pembelajaran merupakan sebuah proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik, yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran, yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Adapun yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan, model, strategi, metode, alat, dan penilaian. 7 Pembelajaran yang baik bisa terwujud ketika komponen pembelajaran berjalan dengan semestinya. Salah satu komponen yang tak kalah penting adalah pemilihan model. Pada pembelajaran suatu konsep atau materi tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik daripada model pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan seperti mata pelajaran, lingkungan belajar, dan tingkat perkembangan kognitif peserta didik sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Begitu juga dalam pembelajaran agama Islam khususnya akidah akhlak, tidak terlepas dari penggunaan model. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran akidah akhlak adalah jurisprudential inquiry model. Model tersebut merupakan model pemecahan masalah sosial melalui rasa ingin tahu secara akademis. Model ini dirancang untuk mengajari siswa berfikir secara krtitis dan sistematis. Karena dalam pembelajaran akidah akhlak guru selalu menggunakan cara yang konvensional, misalnya dengan berceramah atau siswa disuruh baca buku sendiri. Hal ini yang mendorong guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih inovatif dan supaya siswa tidak jenuh dengan suasana belajarnya. Kalau menggunakan model pembelajaran konvensional, siswa tidak dilatih untuk mengolah rasa, dan guru tidak bisa membedakan siswa yang memang berprestasi dalam hal kecakapan berpikir dengan siswa yang masih pasif. 7 Moh Sholeh Hamid, Metode Edutainment, Diva Press, Jogjakarta, 2011, hlm. 207.

5 jurisprudential inquiry model ini bertujuan untuk melatih siswa berpikir kritis dan sistematis secara akademik. Jadi dalam pembelajaran akidah akhlak yang menggunakan model ini siswa bisa memberikan pendapat dan argumennya sesuai dengan kemampuan akademiknya. Penggunaan model pembelajaran yang tepat juga dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Realitanya berpikir kritis dalam mata pelajaran akidah akhlak adalah peserta didik mampu berdiskusi dengan baik dan menyampaikan argumentasinya di depan kelas. Sebelum peserta didik berdiskusi, mereka harus mempertimbangkan dan menganalisis pendapatnya masing-masing dengan kelompoknya. Pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik diasah dengan menganalisis dan mempertimbangkan pendapat mereka dengan logis dan sistematis supaya makna yang terkandung dalam materi tersebut tersampaikan sehingga mereka tau mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. 8 Jadi, peserta didik pada pembelajaran akidah akhlak di kelas VII dilatih kemampuan berpikir kritisnya dengan mempertimbangkan dan menganalisis pendapat mereka dengan logis dan sistematis. jurisprudential inquiry model dalam pembelajaran akidah akhlak dirasa mampu untuk membantu seorang siswa berpikir secara kritis ketika dihadapkan pada suatu kondisi tertentu. Jadi, nanti ketika seorang siswa berada pada kondisi tertentu, siswa akan bisa mempertimbangkan secara matang ketika akan memutuskan sesuatu. Penelitian ini terfokus pada bagaimana hubungan jurisprudential inquiry model dapat diterapkan oleh guru akidah akhlak guna untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis di MTs. N 2 Kudus. Pada hakikatnya setiap peserta didik memiliki pendapat masing-masing, untuk itu seorang guru 8 Hasil observasi peneliti di MTs N 2 Kudus pada pembelajaran Akidah Akhlak kelas VII, tanggal 27/8/2016 jam 12:30

6 mempunyai cara-cara khusus agar dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul: Studi Korelasi Jurisprudential Inquiry Model dengan Kemampuan Berpikir Kritis Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus Tahun Pelajaran 2015/2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian ini perlu diterangkan dalam suatu rumusan yang jelas guna memberikan arahan terhadap pembatasan selanjutnya. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana jurisprudential inquiry model peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus? 2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus? 3. Seberapa besarkah korelasi antara jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui jurisprudential inquiry model peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus. 2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus. 3. Untuk mengetahui besarnya korelasi jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus.

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Verifikasi teori hubungan jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak. a. Menambah pengetahuan kepustakaan mengenai hubungan jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak. b. Sebagai bahan dasar untuk penelitian lanjut mengenai hubungan jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus. c. Merupakan tambahan pengetahuan tentang jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Madrasah Sebagai bahan masukan bagi lembaga pendidikan pada umumnya dan khususnya bagi lembaga pendidikan dimana tempat penelitian ini berlangsung, mengenai jurisprudential inquiry model dengan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs. Negeri 2 Kudus. b. Bagi Guru Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi guru dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dan kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran akidah akhlak dengan menggunakan jurisprudential inquiry model di MTs. Negeri 2 Kudus supaya peserta didik mudah memahami dan tidak jenuh dalam proses pembelajaran.

8 c. Bagi Peserta Didik Melatih peserta didik untuk berpikir kritis, mengolah pendapat, dan memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang disampaikan guru khususnya pada mata pelajaran akidah akhlak.