TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

dokumen-dokumen yang mirip
Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN WAKTU SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

PENGARUH SUHU DAN RASIO REAKTAN DALAM PEMBUATAN METIL ESTER SULFONAT DENGAN AGEN PENSULFONASI NAHSO 3 BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi Hidrogenasi Metil Laurat dengan Katalis Nikel untuk Pembuatan Surfaktan Oleokimia

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kata Kunci : Metil ester, metil ester suilfonat, transesterifikasi, sulfonasi, minyak kelapa sawit, emulsifier

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

Keywords: methyl ester sulfonate, methanolysis, emulsifier

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

A. Sifat Fisik Kimia Produk

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESIS METIL ESTER SULFONAT (MES) BERBASIS CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN AGEN H2SO4

Bab III Metode Penelitian

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PERBANDINGAN MOL METANOL/MINYAK SAWIT DAN VOLUME PELARUT PADA PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN PETROLEUM BENZIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Katalis Pada Proses Esterifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMs) Menjadi Biodiesel

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

KARAKTERISTIK BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL KONSENTRASI RENDAH

Judul PEMBUATAN TRIGLISERIDA RANTAI MENENGAH (MEDIUM CHAIN TRIGLYCERIDE) Kelompok B Pembimbing

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

PENGARUH BILANGAN ASAM TERHADAP HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT M.YUSUF RITONGA. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN MINYAK JELANTAH SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PRODUKSI METIL ESTER FEBNITA EKA WIJAYANTI

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI KONDISI REAKSI HIDROGENASI METIL ESTER DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS SURFAKTAN BERBASIS MINYAK JELANTAH

PEMBUATAN BIOGASOLINE DARI PALM OIL METIL ESTER MELALUI REAKSI PERENGKAHAN DENGAN INISIATOR METIL ETIL KETON PEROKSIDA DAN KATALIS ASAM SULFAT

BAB III RENCANA PENELITIAN

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

VARIASI BERAT KATALIS DAN SUHU REAKSI TRANSESTERIFIKASI CRUDE PALM OIL MENGGUNAKAN KATALIS CANGKANG KERANG DARAH KALSINASI 800 O C

THE DETERMINATION OF OPTIMUM CONDITION FOR THE SYNTHESIS OF ALKYL MONOETHANOLAMIDE FROM PALM KERNEL OIL

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk

PERSAMAAN REGRESI HUBUNGAN SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUIC HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAIUN KATALIS KN03/ATAPULGIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

LAPORAN AKHIR. PENGARUH SUHU DAN KATALIS CaO PADA SINTESA SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CRUDE PALM OIL DENGAN AGEN SULFONASI NaHSO3

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: asam lemak bebas(alb), netralisasi, pre-esterifikasi, transesterifikasi, CPO

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Menggunakan Reaktor Sentrifugal dengan Variasi Rasio Umpan dan Komposisi Katalis

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT (Persea americana) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

PRODUKSI BIODIESEL MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK CURAH DENGAN METODE DISTILASI REAKTIF BERDASARKAN RATIO UMPAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2009, 33-37 TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI Rita Arbianti*, Tania Surya Utami, Heri Hermansyah, Ira Setiawati, dan Eki Listya Rini Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424 Email: arbianti@che.ui.ac.id Abstrak Laju pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit yang tinggi mendorong perlunya diversifikasi minyak kelapa sawit menjadi produk lain dengan nilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah sebagai agen pengemulsi. Agen pengemulsi yang dibuat dari minyak nabati bersifat biodegradable, sehingga tidak mencemari lingkungan, dan kesinambungan pengadaannya terjamin karena berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Dalam produksi agen pengemulsi berbahan baku minyak kelapa sawit, reaksi transesterifikasi merupakan tahapan awal yang akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit. Proses transesterifikasi menggunakan NaOH sebagai katalis dan minyak kelapa sawit. Variabel yang divariasikan untuk mengkaji pengaruhnya terhadap kinerja produk digliserida yang dihasilkan adalah persen berat katalis NaOH (0,1, 0,2, 0,3, dan 0,4 {mol NaOH/kg minyak}), suhu transesterifikasi (40, 50, 60, dan 70 o C), waktu transesterifikasi (15, 20, 25, dan 30 menit), dan rasio reaktan (1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6 {mol minyak:mol etanol}). Produk digliserida diuji kemampuannya sebagai agen pengemulsi dalam menurunkan tegangan permukaan air, serta dalam menjaga kestabilan emulsi minyak/air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk digliserida memiliki kemampuan menurunkan tegangan permukaan air optimum pada persen berat katalis NaOH sebesar 0,3 mol NaOH/kg minyak, suhu transesterifikasi 50 o C, waktu reaksi 30 menit, dan rasio reaktan 1:6 mol minyak:mol etanol. Kata kunci: agen pengemulsi, digliserida, minyak kelapa sawit, NaOH, transesterifikasi Abstract High growth rate of palm oil production has encouraged palm diversification to be other products with higher economic value, which one of them is emulsifier. Emulsifier based on vegetable oil is biodegradable so they won t soil our environment. Besides that, its continuity of provisioning is also ensured because it is a renewable resource. In production of emulsifier based on palm oil, transesterification reaction is a first step that influences quality of emulsifier produced. The aim of this research is to determine the condition of palm oil partial transesterification. The partial transesterification process used NaOH as catalyst and palm oil. Variables varied were percent weight of NaOH (0.1, 0.2, 0.3, and 0.4 {mole NaOH/kg oil}), transesterification temperature (40, 50, 60, and 70 o C), reaction time (15, 20, 25, and 30 minutes), ratio of reactant (1:3, 1:4, 1:5, and 1:6{mole oil:mole ethanol}), to discuss these effects to diglyceride product activity. Diglyceride product was tested by its ability as emulsifier in system stability of oil/water emulsion and to decrease surface tension of water. Result of this research indicated that diglyceride product has optimum declining of surface tension of water on percent weight of NaOH of 0.3 mole NaOH/kg oil, transesterification temperature of 50 o C, reaction time of 30 minutes, and ratio of reactant of 1:6 mole oil: mole ethanol. Keywords: diglyceride, emulsifier, NaOH, palm oil, transesterification. *korespondensi 33

Transesterifikasi Parsial Minyak Kelapa Sawit (Rita Arbianti, dkk.) 1. Pendahuluan Produk pengolahan CPO di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis masih terbatas pada minyak goreng dan produk-produk oleokimia seperti asam lemak, fatty alcohol, sabun, metil ester, dan stearin. Berdasarkan Oil World and Reuter, industri oleokimia dasar ini baru mampu menyumbangkan produksi sebesar 3,6% dari produksi oleokimia dunia (Goenadi, 2005). Padahal, produk oleokimia tersebut memiliki nilai tambah yang cukup besar dibandingkan dengan produk pengolahan minyak kelapa sawit lainnya, yaitu berkisar 20-600% dari nilai mentahnya (Goenadi, 2005). Oleh karena itu, diperlukan upaya diversifikasi minyak kelapa sawit yang lebih beragam untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Salah satu produk oleokimia yang bernilai ekonomis tinggi adalah agen pengemulsi. Agen pengemulsi umumnya disintesis dari minyak bumi (petrokimia) maupun minyak hewani. Kebutuhan akan agen pengemulsi pada produk pangan, kecantikan maupun kesehatan yang berbasis emulsi pun semakin meningkat. Pengadaan agen pengemulsi berbahan baku nabati telah dikembangkan. Salah satu produknya adalah Lisofosfatidilkolin (LPC) atau dikenal dengan nama dagang lesitin. Lesitin telah memperoleh GRAS (Generally Recognised As Safe)-status dari FDA. Lesitin bersifat mudah terurai secara biologi (biodegradable) sehingga lebih aman untuk dikonsumsi dan kesinambungan pengadaannya terjamin karena dihasilkan dari sumber daya alam yang dapat diperbarui. Maka, senyawa ini dapat digunakan sebagai agen pengemulsi untuk produk pangan, kecantikan (kosmetika), hingga kedokteran. Agen pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal yang menarik karena agen pengemulsi memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Tingkat penurunan tegangan permukaan oleh senyawa pengemulsi berkisar antara 50 dyne/cm hingga kurang dari 10 dyne/cm jika digunakan pada konsentrasi lebih kecil dari 0,2% (Noureddini dan Zhu, 1997). Minyak nabati yang sering digunakan sebagai bahan baku produk oleokimia adalah minyak kelapa sawit karena memiliki distribusi rantai karbon yang sesuai untuk berbagai jenis produk yang akan dihasilkan, sehingga dapat menghasilkan produk yang cukup memuaskan (Nakamura, 2001). Komponen penyusun utama dari minyak kelapa sawit yaitu trigliserida. Trigliserida merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Ketaren, 1986). Untuk memperoleh bahan agen pengemulsi, trigliserida tersebut direaksikan hingga menjadi monogliserida maupun digliserida. Lesitin merupakan agen pengemulsi yang berbahan baku digliserida. Hal ini berarti bahwa dengan mengembangkan agen pengemulsi lesitin yang berbahan baku CPO merupakan salah satu jalan diversifikasi CPO, yang sekaligus berfungsi untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Digliserida diperlukan untuk pembuatan lesitin. Dalam hal ini, kondisi reaksi transesterifikasi parsial memegang peranan yang sangat penting karena proses pembuatan digliserida berlangsung melalui reaksi transesterifikasi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi reaksi transesterifikasi antara lain persen berat katalis dan suhu reaksi. Kondisi tersebut jelas akan menentukan kuantitas dan kualitas digliserida yang dihasilkan, yang selanjutnya akan digunakan dalam pembuatan senyawa Lesitin. May (2004) melaporkan pengaruh parameter reaksi transesterifikasi parsial minyak sawit mentah menjadi metil ester. Parameter reaksi tersebut meliputi katalis basa yang digunakan, keasaman CPO (kandungan asam lemak bebas), kecepatan pengadukan, konsentrasi katalis basa, konsentrasi alkohol (metanol), temperatur reaksi, dan kandungan air dalam metanol. Berdasarkan penelitiannya diperoleh bahwa kondisi reaksi optimum dicapai pada rasio mol metanol:minyak ialah 10:1 dengan waktu reaksi 7 menit pada suhu 65,5 0 C. Kecepatan reaksi optimal dicapai pada kecepatan pengadukan sebesar 150 rpm dengan jumlah minimum metanol yang dibutuhkan untuk mencapai konversi total adalah 233% metanol berlebih. Dari penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa katalis yang digunakan tidak boleh lebih dari 34

Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2009 0,5 mol/kg minyak karena dapat mengakibatkan solidifikasi campuran reaksi dan pembentukan sabun. 2. Metodologi Penelitian diawali dengan penentuan bilangan asam dan kadar air yang terdapat dalam minyak kelapa sawit. Bilangan asam ditentukan dengan metode titrasi asam basa dan kadar air ditentukan dengan metode penguapan. Reaksi transesterifikasi parsial dilakukan dengan memasukkan minyak kelapa sawit ke dalam reaktor yang dilengkapi dengan refluks kemudian dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu sesuai variasi yang diinginkan. Kemudian, campuran etanol-naoh dimasukkan sesuai dengan rasio mol reaktan ke dalam reaktor secara perlahanlahan sambil terus diaduk. Selanjutnya campuran tersebut direaksikan pada kondisi suhu sesuai variasi dengan kecepatan pengaduk listrik sebesar ±100 rpm selama 15 menit. Reaksi ini dilakukan dengan variasi persen berat katalis NaOH (0,1, 0,2, 0,3 dan 0,4 {mol NaOH/kg minyak}), suhu reaksi (40, 50, 60, dan 70 o C), waktu reaksi (15, 20, 25 dan 30 menit), dan rasio reaktan (1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6{mol minyak:mol etanol}). Setelah reaksi, produk hasil reaksi didiamkan selama semalam dalam labu pemisah dan dilakukan pencucian produk tersebut dengan H 2SO 4, aquades, dan Na 2SO 4 anhidrat untuk memisahkan EtOH dan katalis NaOH dari produk. Selanjutnya, dilakukan analisis produk digliserida untuk mengetahui kemampuannya sebagai emulsifier. Analisis dilakukan dengan melihat kemampuan produk dalam menurunkan tegangan permukaan dan menstabilkan emulsi minyak-air. 3. Hasil dan Pembahasan Tujuan dari penentuan bilangan asam dan kadar air dalam minyak adalah untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit yang digunakan, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya dilakukan penetralan dan penghilangan kadar air yang ada di dalam minyak kelapa sawit. Besarnya bilangan asam minyak goreng kelapa sawit yang sesuai standar adalah kurang dari 0,5 mg KOH/gram minyak. Sedangkan, besarnya kadar air yang sesuai standar adalah sebesar 1% berat (Astri, 2007). Dari hasil penelitian, diperoleh nilai bilangan asam minyak sebesar 0,49 mg KOH/g minyak dan kadar air minyak sebesar 0,09%. Kedua angka tersebut masih berada di bawah batas maksimum standar sehingga tidak perlu dilakukan penetralan dan penghilangan kadar air dari minyak tersebut. Sebelum menganalisis produk digliserida hasil reaksi transesterifikasi parsial, dilakukan pengukuran tegangan permukaan air dan uji kestabilan emulsi minyak-air tanpa penambahan produk digliserida. Hasil pengujian tersebut kemudian dibandingkan terhadap hasil pengujian dengan penambahan produk digliserida. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan produk digliserida sebagai agen pengemulsi dalam menurunkan tegangan permukaan air dan mempertahankan kestabilan emulsi. Berdasarkan hasil pengujian, tegangan permukaan air tanpa penambahan produk digliserida sebesar 68 dyne/cm. Uji kestabilan emulsi menunjukkan, tanpa penambahan produk digliserida emulsi minyak-air hanya dapat stabil selama 21,7 Pengaruh persen berat katalis NaOH Gambar 1 menunjukkan kecenderungan bahwa penurunan tegangan permukaan air meningkat seiring dengan meningkatnya persen berat katalis NaOH yang digunakan. Berdasarkan hasil pengukuran tegangan permukaan tersebut, produk digliserida dengan persen berat katalis 0,3 mol NaOH/kg minyak adalah produk yang mampu menurunkan tegangan permukaan air paling optimum. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya katalis Gambar 1. Pengaruh persen berat katalis NaOH terhadap penurunan tegangan permukaan air 35

Transesterifikasi Parsial Minyak Kelapa Sawit (Rita Arbianti, dkk.) akan menyebabkan reaksi semakin cepat atau laju reaksi semakin besar. Dengan waktu reaksi yang sama, laju reaksi yang semakin besar akan menghasilkan produk digliserida yang semakin banyak sehingga memberikan penurunan tegangan permukaan air semakin besar. Pada kondisi tersebut, penambahan produk digliserida dapat menstabilkan emulsi minyak-air selama 42 Pengaruh suhu reaksi Pengaruh suhu reaksi terhadap ditambahkan produk digliserida dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2, menurun seiring dengan semakin tinggi suhu reaksi dan diperoleh titik optimum pada suhu 50 o C, kemudian berkurang pada suhu 60 o C dan 70 o C. Hal ini disebabkan suhu diatas 60 o C hampir mendekati titik didih etanol sehingga kemungkinannya etanol sudah menguap sebelum reaksi berjalan sesuai yang diinginkan. Uji kestabilan emulsi menunjukkan bahwa penambahan produk digliserida yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi parsial pada suhu 50 o C dapat menstabilkan emulsi minyak-air hingga 38 lama. Meningkatnya produk agen pengemulsi disebabkan waktu kontak reaktan yang semakin besar akan memberikan reaksi yang lebih sempurna, sehingga produk yang dihasilkan semakin banyak. Pada waktu reaksi yang optimum dalam penelitian ini yaitu 30 menit, menstabilkan emulsi minyak-air selama 46 Gambar 3. Pengaruh waktu reaksi transesterifikasi parsial terhadap Pengaruh rasio mol reaktan Pengaruh rasio mol reaktan terhadap dilihat pada Gambar 4. Gambar 2. Pengaruh suhu reaksi transesterifikasi parsial terhadap Pengaruh waktu reaksi Pengaruh waktu reaksi terhadap dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi maka penurunan tegangan permukaan air dengan penambahan produk akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan produk agen pengemulsi akan semakin banyak dalam waktu reaksi yang semakin Gambar 4. Pengaruh rasio mol reaktan terhadap penurunan tegangan permukaan air Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa semakin besar rasio mol reaktan maka akan semakin meningkat. Meningkatnya penurunan tegangan air diduga karena semakin besarnya kandungan digliserida dalam produk. Seperti pada pembahasan sebelumnya, bertambahnya kandungan digliserida sebagai produk transesterifikasi, secara teoritis sesuai dengan asas Le 36

Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2009 Chatelier bahwa bertambahnya jumlah mol reaktan akan mendorong reaksi berlangsung ke arah pembentukan produk. Uji kestabilan emulsi menunjukkan bahwa penambahan produk digliserida yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi parsial dengan rasio mol minyak:etanol yaitu 1:6 dapat menstabilkan emulsi minyak-air hingga 46 Secara umum, produk digliserida hasil reaksi transesterifikasi parsial pada penelitian ini mampu berfungsi sebagai agen pengemulsi. Hal ini dapat diketahui dari kemampuan produk dalam menurunkan tegangan permukaan air. Dari pengujian stabilitas emulsi, sistem emulsi minyak-air yang ditambahkan produk digliserida memiliki kestabilan emulsi yang lebih lama, bahkan hingga 2 kali lebih lama, dibandingkan tanpa penambahan produk. 4. Kesimpulan Produk digliserida menghasilkan yang semakin meningkat seiring dengan besarnya persen berat katalis NaOH yang digunakan, meningkatnya suhu reaksi, waktu reaksi dan rasio mol reaktan. Kondisi optimum yang diperoleh adalah 0,3 mol katalis NaOH/kg minyak, suhu 50 o C, waktu reaksi 30 menit dan rasio mol reaktan 1:6, dengan 29,58 dyne/cm. Daftar Pustaka Arbianti, R.; Utami, T. S.; Astri, N., Isolasi Metil Laurat dari Minyak Kelapa Sebagai Bahan Baku Surfaktan Fatty Alcohol Sulfate (FAS), Makara Seri Teknologi, 2008, Vol. 12(2), 61-64. Goenadi, D. H., Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005. Ketaren, S., Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986. May, C. Y., Transesterification of Palm Oil: Effect of Reaction Parameters, Journal of Oil Palm Research, 2004, Vol. 16(2), 1-11. Nakamura, M., Fatty Acid Methyl Ester and Its Relative Products from Palm Oil, Journal Oleo Science, 2001, Vol. 50(5), 445-452. Noureddini, H.; Zhu, D., Kinetics of transesterification of soybean oil, Journal of American Chemical Society, 1997, 74(11), 1457-1463. 37