BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

Berat Tertahan (gram)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Struktrur Dan Bahan Kontruksi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

3.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Error! Bookmark not defined Kadar Lumpur dalam Agregat... Error!

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR DARI YOGYAKARTA TERHADAP KUAT TEKAN BETON 1. Andri Nanda Pratam.,Ir. As at Pujianto, M.., Restu Faizah, S.T., M.

BAB 3 METODE PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

BAB IV METODE PENELITIAN A.

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI ESKPERIMENTAL SETTING TIME BETON MUTU TINGGI MENGGUNAKAN ZAT ADIKTIF FOSROC SP 337 & FOSROC CONPLAST R

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian, analisis data, dan. pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

PENGARUH PERSENTASE BATU PECAH TERHADAP HARGA SATUAN CAMPURAN BETON DAN WORKABILITAS (STUDI LABORATORIUM) ABSTRAK

BAB 3 METODE PENELITIAN

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENGARUH FAKTOR AIR SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON RINGAN DENGAN SERAT KAWAT

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2.

MIX DESIGN Agregat Halus

PENGARUH KOMPOSISI BETON NON-PASIR DENGAN SUBSTITUSI FLY ASH DAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT LENTUR DAN TARIK BELAH

Transkripsi:

42 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan merupakan pengujian yang dilaksanakan untuk mengetahui karateristik material yang akan digunakan pada saat penelitian. Pengujian pendahuluan berupa material beton, mix design, uji slump, kuat tarik baja tulangan, dan kuat tekan. 1. Pengujian Karakteristik Material Beton Pengujian bahan material beton dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan material yaitu agregat halus dan agregat kasar. Hasil pemeriksaan bahan material penyusun beton didapatkan hasil sebagai berikut. a. Pengujian Material Agregat Halus 1. Pemeriksaan kadar air agregat halus Hasil pemeriksaan kadar air didapat nilai rata-rata sebesar 1,75 %. Menurut Tjokrodimuljo (2007) mengenai kadar air oleh agregat halus maksimum 2 % Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Pemeriksaaan berat satuan agregat halus Hasil dari pemeriksaan berat satuan agregat halus diperoleh 1,26 gr/cm 3. Pengujian berat satuan dilakukan untuk mengetahui agregat mampat atau porous. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut, tetapi apabila agregatnya porous maka dapat mengakibatkan penurunan kuat tekan pada beton. Berat satuan yang diperoleh merupakan golongan agregat satuan tidak normal. Berat normal 1,50-1,80 gram/cm 3 Tjokrodimuljo (2010). Pemeriksaan berat satuan agregat halus dapat dilihat pada Lampiran 2. 3. Kadar lumpur agregat halus Untuk agregat halus maksimal 5 % Mulyono (2004) dan hasil pengujian kadar lumpur yang diperoleh sebesar 1,39 %. Berdasarkan hasil bahwa hasil pengujian memenuhi syarat karena kadar lumpur bernilai 42

43 dibawah 5 %. Hasil pemeriksaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. 4. Pemeriksaan gradasi agregat halus Hasil pengujian yang dilakukan pada agregat halus (Pasir Progo) dari hasil pemeriksaan pada Gambar 5.2 didapat bahwa gradasi agregat halus termasuk dalam daerah gradasi 2 menunjukkan pasir agak kasar yaitu dengan modulus halus butir sebesar 3,67. Sehingga dari hasil pengujian terdapat pada daerah 2 dan nilai MHB sebesar 3,67. Untuk mengetahui daerah gradasi bisa dilihat pada Tabel 5.1. Dan perhitungan pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 5.1 Gradasi kekasaran pasir Lubang % Berat butir lolos saringan (mm) Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4 10 100 100 100 100 4,8 90-100 90-100 90-100 95-100 2,4 60-95 75-100 85-100 95-100 1,2 30-70 55-90 75-100 90-100 0,6 15-34 35-59 60-79 80-100 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50 1,15 0-10 0-10 0-10 0-15 Sumber: Tjokrodimuljo, 2007 Tabel 5.2 Hasil analisis gradasi pasir No. Saringan Berat tertahan (gram) Berat tertahan (%) Berat tertahan komulatif (%) Berat tertahan komulatif (%) 4 (4,75 mm) 0 0 0 100 8 (2,36 mm) 29 2,9 2,9 97,10 16 (1,18 mm) 130 13 15,9 84,10 30 (0,6mm) 424 42,4 58,3 41,70 50 (0,3mm) 320 32 90,3 9,7 100 (0,15mm) 91 9,1 99,4 0,6 Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Presentase Lolos Kumulatif (%) 44 Tabel 5.3 Hasil analisis gradasi pasir (Lanjutan) No. Saringan Berat tertahan (gram) Berat tertahan (%) Berat tertahan komulatif (%) Berat tertahan komulatif (%) Pan 6 0,6 100 0 Total 1000 100 366,8 333,2 Sumber: Hasil Penelitian, 2017 120 100 80 60 40 20 0 0.15 0.30 0.60 1.18 2.36 4.75 No. Saringan Batas Atas Hasil Pengujian Batas Bawah Gambar 5.1 Grafik analisis gradasi butiran (pasir) 5. Berat jenis dan penyerapan air agregat halus Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat jenis jenuh kering muka ratarata sebesar 2,39. Penyerapan air dari keadaan kering menjadi keadaan jenuh kering muka adalah 2,4. Pasir Progo termasuk dalam berat jenis normal yakni berada pada rentang 2,5 2,7 Tjokrodimuljo (2010). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 5. b. Hasil Pengujian Agregat Kasar 1. Berat satuan agregat kasar Pada pengujian berat satuan digunakan untuk menentukan agregat tersebut porous atau mampat seperti pada agregat kasar. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Hasil pemeriksaan berat satuan agregat kasar 1,29 gr/cm 3. Berdasarkan Tjokrodimuljo (2010) agregat

45 Merapi termasuk agregat normal karena nilai berat satuan berada pada rentang 1,50 1,80 gr/cm 3. Hasil pemeriksaan dapat dilihat dari Lampiran 7. 2. Kadar air agregat kasar (split) Menurut (SII.0052 dalam Mulyono, 2004) syarat agregat normal sebesar 2 %. Pemeriksaan kadar air agregat kasar diperoleh kadar air ratarata yang didapat dari hasil 1,33 %. Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 8. 3. Berat jenis dan penyerapan air agregat kasar (split) Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar. Dari berat jenis kerikil dengan berat jenis curah 2,7. Berat jenis jenuh kering muka 2,72. Berat jenis tampak sebesar 2,72. Dapat disimpulkan menurut (ASTM C.33 dalam Mulyono, 2004) bahwa kerikil Merapi termasuk dalam berat jenis normal yakni berada pada rentang 2,3 3,1. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 9. 4. Kadar lumpur agregat kasar (split) Agregat kasar pada pengujian ini langsung dari lapangan, tanpa proses pencucian terlebih dahulu, hasil pengujian kadar lumpur ini lebih besar dari batas yang ditetapkan yaitu 1 %. Sehingga sebelum melakukan pengadukan beton, agregat ini perlu di cuci terlebih dahulu. Hasil pemeriksaan kadar lumpur 3,84 %. Menurut Tjokrodimuljo (2010) ada kecenderugan meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang bersangkutan, jika terdapat lumpur maka tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga dapat menghalang penggabungan antara semen dan agregat. Pada akhirnya kekuatan tekan beton akan berkurang karena tidak adanya ikatan, sehingga sebelum melakukan pengadukan beton agregat perlu dicuci. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 11. 5. Keausan agregat kasar Keausan agregat diuji dengan menggunakan alat Los Angeles diperoleh hasil dari masing-masing wilayah Yogyakarta. Pengujian keausan dengan mesin Los Angeles dengan menggunakan bola-bola baja sebanyak 11 buah. Menurut Tjokrodimuljo (2010) bahwa kerikil Merapi dengan hasil yang diperoleh sebesar 41,32% termasuk dalam beton kelas 1 yakni berada

46 pada rentang 40-50, sedangkan kerikil Clereng termasuk dalam keausan beton keatas 2 (kurang dari 14-22) yang hasilnya diperoleh sebesar 19,42%. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 12. 2. Rancangan Campuran Beton (Mix Design) Perhitungan perancangan campuran pada adukan beton dengan metode SK SNI: 03-2834-2002. Rencana untuk kebutuhan bahan adukan beton tiap 1 m 3 dapat dilihat pada Tabel 5.4. Untuk kebutuhan 1 silinder dan 2 balok dapat dilihat pada Tabel 5.5. Analisis hitungan perancangan campuran beton dengan nilai FAS 0,47 dapat dilihat pada Lampiran 14. Untuk 1 m 3 didapatkan kebutuhan air sebesar 204,9 liter, kebutuhan semen 435,96 kg, agregat halus 614,93 kg, dan kebutuhan agregat kasar sebesar 1093,21 kg. Pada saat pengujian dilakukan pengecoran dalam satu kali adukan dengan jumlah benda uji untuk 2 balok dan 1 silinder. Hal ini dikarenakan kapasitas mixer molen terbatas, sehingga untuk 2 balok dan 1 silinder diperoleh kebutuhan air sebesar 6,62 liter, Semen sebesar 13,95 kg, Agregat halus sebesar 20,35 kg, dan agregat kasar sebesra 35,15 kg. Tabel 5.4 Total kebutuhan bahan susun untuk tiap 1 m 3 adukan beton normal Jenis Bahan Kebutuhan Satuan Air 204,9 Liter Semen 435,96 Kg Agregat halus 614,93 Kg Agregat kasar 1093,21 Kg Sumber: Hasil penelitian, 2017 Tabel 5.5 Kebutuhan bahan susun untuk tiap 1 adukan beton normal Jenis Bahan Kebutuhan Satuan Air 6,62 Liter Semen 13,95 Kg Agregat halus 20,35 Kg Agregat kasar 35,15 Kg Sumber: Hasil penelitian, 2017

47 3. Hasil Pengujian Slump Pengujian slump dilakukan pada saat pengadukan pencampuran beton. Menurut PBBI (1971) untuk benda uji balok memiliki nilai slump minimum 7,5 cm dan maksimum 15 cm. Dari hasil pengujian yang dilakukan didapat nilai slump rata-rata sebesar 9,71 cm. Berdasarkan hasil slump tersebut bahwa sudah sesuai dengan yang direncanakan. Hasil uji slump dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Hasil uji slump No Jenis Semen Nilai FAS Uji Slump (cm) 1 Gresik 0,47 8 2 Gresik 0,47 7,5 3 Gresik 0,47 8,5 4 Gresik 0,47 8,5 5 Gresik 0,47 9 6 Gresik 0,47 10 7 Gresik 0,47 11 8 Gresik 0,47 11 9 Gresik 0,47 11 10 Gresik 0,47 11 11 Gresik 0,47 11 12 Gresik 0,47 10 Rata-rata 0,47 9,71 Sumber: Hasil penelitian, 2017 4. Pengujian Kuat Tarik Tulangan a. Kuat tarik tulangan diameter 4 Pengujian kuat tarik tulangan dilakukan dengan menggunakan 3 sampel dengan panjang 50 cm, memiliki diameter tulangan 4 mm. Kuat leleh tidak dapat diperoleh karena alat pengujian tidak dapat merekam pada saat leleh, sehingga hanya didapat tegangan ultimate rata-rata. Pada diameter 4 mm sebesar 570,64 MPa. Hasil pengujian kuat tarik tulangan menunjukkan hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Tegangan (kg/mm 2 ) 48 Tabel 5.7 Hasil pengujian kuat tarik baja diameter 4 No Benda Uji Tegangan Ultimite 1 D4-1 582,32 2 D4-2 577,02 3 D4-3 552,60 Rata-rata 570,64 Sumber: Hasil penelitian, 2017 70 60 50 40 30 20 10 0 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 Regangan (%) D4-1 D4-2 D4-3 Gambar 5.2 Grafik hubungan regangan-tegangan diameter 4 mm b. Kuat tarik tulangan diameter 6 Pengujian kuat tarik tulangan dilakukan dengan menggunakan 3 sampel dengan panjang 50 cm, memiliki diameter tulangan 6 mm. Kuat leleh tidak dapat diperoleh karena alat pengujian tidak dapat merekam pada saat leleh, sehingga hanya didapat tegangan ultimate rata-rata. Pada diameter 6 mm sebesar 437,58 MPa. Hasil pengujian kuat tarik tulangan Gambar 5.3. Tabel 5.8 Hasil pengujian kuat tarik baja diameter 6 No Benda Uji Tegangan Ultimite 1 D6-1 440,17 2 D6-2 440,17 3 D6-3 432,42 Rata-rata 437,58 Sumber: Hasil penelitian, 2017

Tegangan (kg/mm2) 49 50 40 30 20 10 0 0.00 4.00 8.00 12.00 16.00 20.00 Regangan (%) D6-1 D6-2 D6-3 Gambar 5.3 Grafik hubungan regangan tegangan diameter 6 mm 5. Pengujian Kuat Tekan Pengujian kuat tekan beton silinder dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari. Alat yang digunakan untuk pengujian tersebut yaitu Compression Testing Machine yang dilakukan pengujian di Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil pengujian kuat tekan beton silinder dapat dilihat pada Tabel 5.9. Berdasarkan tabel tersebut, kuat tekan beton silinder memiliki kuat tekan rata-rata mencapai 21,28 MPa. Sedangkan pada mix design kuat tekan yang direncanakan 25 MPa. Hal ini terjadi pada saat di lapangan karena pada saat proses penumbukan yang tidak rata. Tabel 5.9 Kuat tekan silinder Benda Diameter Luas Kuat Tekan Uji (cm) (cm 2 ) A 14,8 172,03 25,53 B 15,1 179,08 14,81 C 15 176,71 16,75 D 14,91 174,60 31,25 E 15,2 182,65 15,04 Sumber: Hasil Penelitian, 2017 Kuat Tekan Rata-rata 21,28

50 Tabel 5.10 Kuat tekan silinder (Lanjutan) Benda Uji Diameter (cm) Luas (cm 2 ) Kuat Tekan G 15,16 180,50 12,74 H 15,12 179,55 18,08 I 15,17 180,74 27,35 J 15,24 182,41 19,13 K 15,12 179,55 29,52 L 15,11 179,32 23,53 Kuat Tekan Rata-rata 21,28 B. Pengujian Utama 1. Hasil Perbandingan Kuat Lentur Balok Normal dengan Balok Bakteri Pada Gambar 5.6 balok self healing yang berumur 28 dengan balok bakteri diperoleh beban 7133 kg dengan displacement 11,48 mm. Untuk nilai balok kontrol didapat hasil 6858,5 kg dan displacement sebesar 13,85 mm. Sehingga peningkatan kuat lentur diperoleh sebesar 5,21 %. Hasil dapat dilihat pada Tabel 5.11, dan hasil pengujian kuat lentur dapat dilihat pada lampiran 25. Tabel 5.11 Hasil pengujian kuat lentur balok Kode Balok Dimensi (cm) L b h Displacement (mm) Kuat Lentur Balok tanpa F1 60 15,20 15,10 14 11,41 bakteri F2 60 15 15 13,7 12,37 Rata-rata Kuat lentur 11,89 MPa Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Beban (kg) 51 Tabel 5.12 Hasil pengujian kuat lentur balok (Lanjutan) Kode Balok Dimensi (cm) L b h Displacement (mm) Kuat Lentur Balok Bacillus Subtilis G1 G2 59,60 59,9 14,90 15 14,90 15 Rata-rata Kuat lentur 12,51 MPa Sumber: Hasil Penelitian, 2017 13,74 12,57 9,22 12,46 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 5 10 15 Displacement (mm) Balok Tanpa Bakteri Balok dengan Bakteri Bacillus Subtilis Gambar 5.4 Grafik perbandingan kuat lentur retan waktu 28 hari terhadap balok kontrol dengan balok self-healing 2. Hasil Pengujian Kuat Lentur Berdasarkan Rentan Waktu Balok dengan rentan waktu 7 hari diperoleh hasil kuat lentur sebesar 9,66 MPa. Untuk umur perawatan 14 hari diperoleh hasil sebesar 8,76 MPa. Umur 21 hari untuk kuat lentur 10,87 MPa, dan umur 28 hari diperoleh kuat lentur 12,51 MPa. Hasil peningkatan atau penurunan kuat lentur dapat dilihat pada Gambar 5.7. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.7 dan hasil perhitungan kuat lentur

Kuat Lentur 52 menggunakan rumus: ( ) ( ) ( ) (5.1) Karena hasil dari pengujian didapat patahan berada 1/3 bentang tengah, hasil perhitungan kuat lentur beton berupa balok dapat dilihat pada Lampiran 55. Tabel 5.13 Hasil kuat lentur dengan rentan waktu 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari Rentan waktu (Hari) Kuat lentur 14 12 10 7 9.66 14 8.73 21 10.87 28 12.51 Sumber: Hasil Penelitian, 2017 8 6 4 2 0 0 7 14 21 28 35 Hari Gambar 5.5 Grafik regresi Dari Gambar 5.5 dapat dilihat balok dengan rentan waktu 7 hari diperoleh hasil kuat lentur sebesar 9,66 MPa dengan kuat tekan benda uji silinder D sebesar 31,25 MPa. Balok untuk usia perawatan menggunakan bakteri Bacillus Subtilis di hari 14 mengalami penurunan dengan hasil 8,73 MPa, hal ini karena dipengaruhi oleh kuat tekan dengan benda uji silinder H yang diperoleh sebesar 18,08 MPa. Dalam umur 21 hari untuk kuat lentur 10,87 MPa dengan kuat tekan benda uji silinder E sebesar 15,04 MPa terjadi peningkatan. Dan umur 28 hari diperoleh kuat lentur 12,51 MPa dengan kuat tekan dengan benda uji silinder G sebesar 12,74 MPa mengalami peningkatan karena memiliki rentan waktu yang lama

53 yaitu 28 hari. Hasil kuat tekan dapat dilihat pada Tabel 5.9 3. Pola Keruntuhan Balok Pengujian dilakukan saat benda uji balok berusia 28 hari dengan menggunakan (Micro-Computer Universal Testing Machine). Benda uji balok dilakukan pengujian hanya sampai pada retak rambut dengan beban minimum 2000 Kg, hasil perhitungan perencanaan beban tahap I dapat dilihat pada Lampiran 21, kemudian pengujian dilakukan proses Self Healing yaitu menginjeksi balok dengan cairan bakteri Bacillus Subtilis. Hasil pengujian kuat lentur tahap I dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan hasil pengamatan balok (Bacillus Subtilis) pada Gambar 5.7 sampai Gambar 5.10 dengan pengamatan (7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari). Sedangkan tahap II dapat dilihat pada Gambar 5.11. Keretakan balok muncul dengan adanya retakan pertama yang terjadi di bagian tengah balok. Retak rambut terjadi karena beban yang kecil. Pada saat dilakukan pengujian tahap ke II diberikan beban yang besar sehingga mengakibatkan keretakan bagian tengah. Balok tanpa bakteri sebesar 6858,5 Kg dan balok bakteri (Bacillus Subtilis) sebesar 7133 Kg. Hasil pengujian tahap II dapat dilihat pada Gambar 5.12 dan 5.13. keretakan yang dihasilkan pada pengujian tahap I dan 2 merupakan jenis keretakan lentur hal ini diakibatkan karena beban yang diberikan adalah beban statik (two point loading). Gambar 5.6 Keretakan balok hasil pengujian tahap I Gambar 5.7 Pengamatan 7 Hari

54 Gambar 5.8 Pengamatan 14 Hari Gambar 5.9 Pengamatan 21 Hari Gambar 5.10 Pengamatan 28 Hari

55 Gambar 5.11 Keretakan balok hasil pengujian tahap II (Bacillus Subtilis) Gambar 5.12 Keretakan balok hasil pengujian tahap II rentan waktu 28 hari (Bacillus Subtilis) Gambar 5.13 Keretakan balok hasil pengujian tahap II rentan waktu 28 hari (Balok tanpa bakteri)