BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perubahan dalam penerapan standar akuntansi. akuntansi pemerintah menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memasuki babak baru pengelolaan negara, pemerintah mulai

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

ANALISIS PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP) BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan reformasi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik atau yang biasa disebut sebagai good government governance termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik. Governance) yang berbasis pada aspek akuntabilitas, value for money,

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Good governance merupakan function of governing, salah satunya

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED)

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BPK Memberikan Opini WDP untuk LKPD TA 2014 Pemprov NTT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN OPINI BPK ATAS LKPD DAERAH ACEH

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun. transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

Transkripsi:

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang dibawa oleh arus reformasi, telah menyebabkan tuntutan yang beragam tentang pengelolaan Pemerintahan yang baik. Tuntutan transparansi publik, kinerja yang baik dan akuntabilitas sering ditujukan kepada pihak Pemerintahan. Hal itu semua pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen Pemerintahan untuk mengalokasikan sumber daya ekonomis yang dimiliki secara efektif dan efisien, seperti sumber daya manusia dan sumber daya operasional lainnya. Kemampuan manajemen Pemerintahan tersebut memerlukan sistem akuntansi sebagai salah satu dasar penting dalam pengambilan keputusan Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa : Dalam upaya mewujudkan Pemerintahan yang transparan dan akuntabel dibutuhkan adanya suatu jaminan bahwa segala aktivitas dan transaksi Pemerintahan terekam secara baik dengan ukuran-ukuran yang jelas dan dapat diiktisarkan melalui proses akuntansi dalam bentuk laporan, sehingga bisa dilihat segala yang terjadi di dalam ruang entitas Pemerintahan tersebut. Laporan tahunan (Laporan Keuangan) meskipun belum melaporkan akuntabilitas secara keseluruhan dari entitas Pemerintahan, secara umum dipertimbangkan sebagai media utama akuntabilitas. Sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Keuangan Negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban Keuangan Pemerintahan yang memenuhi prinsip tepat waktu dan dapat diandalkan (reliable) serta disusun 1

2 dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010, tentang standar akuntansi pemerintah yang mengatur sistem akuntansi akrual secara penuh (full accrual).. Sedangkan untuk memudahkan teknis pelaksanaannya, Pemerintahan telah mengeluarkan sejenis petunjuk pelaksanaan (juklak) dan perunjuk teknis (juknis) melalui Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-51/PB/2008 Tahun 2008 yang telah diubah dengan PER-65/PB/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Lembaga. Semua peraturan ini mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Reformasi Keuangan negara dalam rangka membangun tata kelola Pemerintahan yang baik (good governance), sejak ditetapkannya paket Undangundang bidang Keuangan Negara, yaitu Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sejak ditetapkannya paket Undang-Undang tersebut, Pemerintahan terus melakukan perbaikan secara konsisten dalam pengelolaan Keuangan Negara, termasuk upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas Keuangan Negara melalui akuntansi dan pelaporan Keuangan sesuai dengan international best practices yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia.

3 Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD adalah berupa laporan Keuangan komprehensif yang terdiri dari Laporan Ralisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut, Pemerintahan menerbitkan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010, tentang standar akuntansi pemerintah yang mengatur sistem akuntansi akrual secara penuh (full accrual). SAP merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan Keuangan Pemerintahan. Dengan demikian, SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan Keuangan Pemerintahan di Indonesia baik oleh Pemerintahan Pusat maupun Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010, tentang standar akuntansi pemerintah yang mengatur sistem akuntansi akrual secara penuh (full accrual) dan merupakan Pemerintah transisi karena Undang-Undang Keuangan Negara mengamanatkan pengakuan dan pengukuran pendapatan dengan basis akrual selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-Undang tersebut disahkan. Artinya, Pemerintahan seharusnya sudah menerapkan basis akrual sejak tahun 2008, sebagaimana telah dinyatakan dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara. Implementasi basis akrual merupakan tantangan besar dan harus dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur terkait dengan peraturan, system, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Kondisi yang ada

4 pada tahun 2008 menunjukan bahwa Pemerintahan belum siap melaksanakan akuntansi berbasis akrual, karena standar akuntansi berbasis kas menuju akrual masih relatif baru diterapkan dan untuk beberapa Pemerintahan daerah masih dalam proses sosialisasi. Hal ini juga terlihat masih terdapat Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah (LKPD) yang mendapat opini audit kurang dari BPK, yaitu Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer) bahkan ada yang Tidak Wajar (adverse). Perkembangan opini BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2011-2014 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2010-2014 Tahun Anggaran Opini Sumber : BPK RI 2010 2011 2012 2013 2014 BPK masih menjumpai beberapa permasalahan terkait dengan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, sebagai kondisi yang layak dilaporkan, diantaranya: pertama, Belanja Pegawai

5 dianggarkan pada Belanja Barang/Jasa sebesar Rp18,37 miliar dan sebaliknya Belanja Barang/Jasa dianggarkan pada Belanja Pegawai sebesar Rp54.22 miliar. Kedua, Hibah aset pada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat kepada Kabupaten/Kota minimal sebesar Rp114,03 miliar belum disertai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah dan Berita Acara Serah Terima. Ketiga, Hibah dana BOS dari Pusat kepada sekolah-sekolah yang menolak BOS belum dikembalikan ke Kas Daerah Provinsi minimal sebesar Rp1,43 miliar serta Keempat penyaluran hibah BOS APBD Provinsi Semester I Tahun 2012 tidak tepat waktu Sebesar Rp164,62 miliar Dari jumlah rekomendasi tersebut, 60,07% rekomendasi senilai Rp382,59 miliar telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK, 26,08% rekomendasi senilai Rp33,34 miliar belum sesuai rekomendasi/dalam proses tindak lanjut dan 13,85% rekomendasi senilai Rp27,82 miliar belum ditindaklanjuti, jelas Moermahadi. Penyerahan LHP LKPD Provinsi Jabar TA 2014 oleh Anggota V BPK RI, menutup rangkaian kegiatan pemeriksaan atas LKPD TA 2014 di Provinsi Jabar yang dilakukan oleh BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Dari 28 Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi Jabar yang menjadi entitas pemeriksaan BPK, sebanyak 13 (tiga belas) entitas mendapat opini WTP, 14 (empat belas) entitas mendapat opini (WDP), dan satu entitas mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat atau Disclaimer. Dalam pendapat Mardiasmo (2008;30) Menyatakan bahwa: Dalam pencapaian pelaksanaan kegiatan pemerintah yang baik (good governance), seperti yang tertuang dalam penjelasan bahwa

6 Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, DPRD, dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder pemerintah daerah. Untuk itu, pemerintah daerah perlu memiliki sistem akuntansi dan standar akuntansi keuangan pemerintah daerah yang memadai Dalam rangka penyusunan dan menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang baik dan benar maka harus memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun berdasarkan SAP yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010, tentang standar akuntansi pemerintah yang mengatur sistem akuntansi akrual secara penuh (full accrual). Prinsip tepat waktu dalam menghasilkan laporan keuangan bergantung dengan kinerja perangkat daerah dalam menyusun dan menyampaian pertanggung jawaban keuangan pemerintah sesuai SAP yang berlaku.. Tabel 1.2 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang meraih predikat dari BPK Tahun Anggaran 2014 Nama Kabupaten/Kota Kabupaten Bekasi Kabupaten Ciamis Kabupaten Cianjur Kabupaten Kuningan Kabupaten Majelengka Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sumedang Kabupaten Tasikmalaya Kota Banjar Opini

7 Kota Ciamis Kota Depok Kota Sukabumi Sumber : BPK RI Berdasarkan tabel diatas walaupun Provinsi Jawabarat meraih predikat WTP () dari BPK tapi tahun 2014, secara keseluruhan dari 27 Kabupaten / Kota yang ada diprovinsi Jawabarat hanya 12 kota yang meraih predikat WTP () dari BPK RI hal ini mengindikasikan Standar Akuntasi Pemerintah belum sepenuhnya dilaksanakan oleh seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat. Sebelumnya, BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat juga telah menyerahkan LHP atas LKPD TA 2014 kepada 13 Pemda yaitu pada Rabu (27/5) sebanyak 3 Pemda dan pada Jumat (29/5) sebanyak 10 Pemda. Dari 13 Pemda tersebut 4 Pemda berhasil mempertahankan opini WTP yaitu Kota Banjar, Kota Depok, Kota Cimahi, dan Kabupaten Ciamis. 4 Pemda naik opini dari WDP ke WTP yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Sumedang. 2 Pemda naik opini dari disclaimer menjadi WDP yaitu Kabupaten Bandung dan Kabupaten Indramayu. 2 Pemda opininya tetap mendapat WDP yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten dan Kota Bandung. Sedangkan Pemda Pangandaran yang baru tahun ini diperiksa mendapat opini WDP. Dengan demikian dari 26 Pemda Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang telah diserahkan LHP atas LKPD TA 2014, 12 Pemda meraih opini WTP dan 14

8 Pemda meraih opini WDP. Tersisa Kabupaten Subang dan Provinsi yang belum diserahkan.` Tabel 1.3 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang meraih predikat dari Wajar dengan Pengecualian dan Tidak Menyatakan Pendapat Tahun Anggaran 2014 Nama Kabupaten/Kota Opini Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kab Bandung Kab.Bandung Barat Tidak Menyatakan Pendapat Kab.Tasikmalaya Kota Banjar Kab Ciamis Kab Garut Kab Sumedang Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kab.Indramayu Kab.Cirebon Kab.Pangandaran Tidak Menyatakan Pendapat Sumber : BPK RI Syarat WTP antara lain Opini terhadap LKPD diberikan oleh BPK berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam Standar Akuntansi Pemerintah dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapat/Opini ditetapkan berdasarkan empat kriteria, yaitu 1) Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), 2) Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), 3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan 4) Efektifitas sistem pengendalian intern. Audit mengenai aset tetap sangatlah penting dilakukan, karena aset tetap merupakan kekayaan yang memiliki porsi terbesar dalam suatu organisasi sector publik, selain itu aset selalu jadi temuan BPK dalam pemeriksaan Laporan

9 Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pencatatan dan inventaris yang masih belum sesuai, bahkan masalah aset ini menjadi paling banyak dikecualikan, sehingga mempengaruhi Opini yang diberikan oleh BPK, sekitar 38 persen yang mempengaruhi opini yaitu dari aset tetap, diikuti masalah lainnya yaitu aset yang lain (14%), pendaptan (9%) dan belanja (8%) www.bandung.detik.com Pernyataan ini didukung oleh Kepala Sub Auditorat BPK RI Perwakilan Jawa Barat yang menyatakan tercatat ada 25 masalah aset tetap yang ditemukan BPK pada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kotamadya di Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat (BPK:RI) Keterangan diatas memperlihatkan bahwa dalam laporan keuangan daerah tidak semudah yang kita bayangkan, laporan keuangan dapat memenuhi karasteristik kualitatif laporan keuangan apabila komponen laporan keuangan tersebut menyajikan data yang serinci mungkin pemerintah daerah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian terutama Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kotamadya di Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat Penelitian mengenai tingkat pemahaman aparatur pemerintah daerah terhadap penerapan standar akuntansi yang baru (full accrual) dapat dikatakan masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian kualitatif yang telah dilakukan oleh Setyaningsih (2013) terdapat beberapa masalah diantaranya mengenai tingkat pemahaman aparatur pemerintah yang masih rendah, masih terdapat kerumitan teknis penyusunan pelaporan, pemahaman anggota dewan terhadap SAP yang masih rendah dan faktor-faktor penghambat SAP yaitu

10 pendidikan staf, pengalaman, fasilitas, sistem, komitmen pimpinan, sosialisasi serta intensif pelaksanaan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti akan melakukan penelitian terhadap instansi pemerintah daerah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, karena pemerintah daerah merupakan satuan kerja yang secara langsung mengalami dampak dari setiap perubahan peraturan SAP. Penerapan mengenai sistem akuntansi pemerintah di wilayah 4 Provinsi Jawa Barat membutuhkan proses yang berkesinambungan dan teratur. Proses dari penerapan sistem akuntansi yang baru ini tidak dapat dilihat secara langsung. Berhasil tidaknya sistem diiterapkan berhubungan dengan instansi pemerintah atau satuan kerja dan beberapa faktor yang ada mulai dari latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, fasilitas teknologi yang tersedia hardware dan softwaredan sosialisasi dalam hal pelatihan akuntansi secara teknis dalam menjalankan standar akuntansi berbasis kas menuju basis akrual. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis ingin menguji penerapan standar akuntansi yang telah berjalan dan menguji faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman aparatur pemerintah terhadap Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dari faktor latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, fasilitas teknologi dan pelatihan sistem baru. Peneliti ingin mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penerapan SAP basis akrual dan kinerja penyusun laporan keuangan, sehingga faktor tersebut diatas

11 diharapkan memberikan bukti dan gambaran mengenai penerapan sistem akuntansi akrual di lembaga khususnya di wilayah 4 Provinsi Jawa Barat Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat? 2. Seberapa besar pengaruh Sistem Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat? 3. Seberapa besar pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Akuntansi Pemerintahan, terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam meneliti pengaruh dari Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan

12 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk dapat melaksanakan penelitian ini dengan baik dan mengenai sasaran, maka peneliti harus mempunyai tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Seberapa besar pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat? 2. Seberapa besar pengaruh Sistem Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat 3. Seberapa besar pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Akuntansi Pemerintahan, terhadap Kualitas Laporan Keuangan Wilayah 4 Provinsi Jawa Barat 1.4 Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, antara lain: 1.Bagi Penulis Sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat di bangku kuliah dan fakta di lapangan. 2. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian sejenis dan sebagai pengembangan penelitian lebih lanjut. 3. Bagi pembaca Merupakan kajian mata kuliah Magister Akuntansi dan sebagai bahan informasi tentang pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintahan,

13 Pemahaman Standar Akuntansi Pemerintahan, terhadap Kualitas Laporan Keuangan. 4. Kegunaan secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh masukan berupa saran-saran dari penulis untuk meningkatkan kualitas Laporan Keuanga 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat yang dimulai pada bulan September 2015 sampai dengan Februari 2016